Anda di halaman 1dari 9

ETIKA BISNIS

Oleh:

I Made Michael Wijana 1807521200

Kadek Ema Yulistia 1807521208

Dosen Pengampu : Dra. Ni Ketut Purnawati, M.S.

KELAS BP1

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2020
PENDAHULUAN
Etika merupakan suatu hal yang diupayakan untuk disepakati bersama. Suatu hal
akan dianggap etis dan diterima secara umum apabila terdapat toleransi antara manusia
yang satu dengan manusia lainnya. Etika dapat juga dikatakan sebagai suatu pedoman
nilai yang digunakan untuk membedakan baik atau buruk, benar atau salah. Etika dapat
menjadi “self-control” dimana segala sesuatu dibuat, ditetapkan, dan diterapkan untuk
kepentingan kelompok, misalnya suatu profesi tertentu. Dalam masyarakat khususnya
dalam bisnis terdapat profesi bisnis (etika profesi). Dengan adanya etika profesi
seseorang dapat mengerti bahwa tiap keputusan yang diambil oleh penyelenggara harus
berdasarkan etika profesi dan hukum dari penyelenggara yang telah diatur dalam undang-
undang negara serta menjamin klien atau konsumen untuk mendapat pelayanan yang
terbaik sesuai dengan kode etik. Kode etik dapat juga dipandan sebagai upaya
menginstitusionalkan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik
tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi indvidu baru
dalam memasuki budaya tersebut.
Dari penjelasan diatas penting untuk mengetahui dan mempelajari Teori Etika dan
Profesi Bisnis maka dalam RMK ini akan dibahas, antara lain:
1. Deteologi
2. Teleologi
1.1 Hakikat bisnis
1.2 Karakteristik bisnis
1.3 Pergeseran paradigm dari pendekatan Stockholder ke Stakeholder
1.4 Tanggung jawab moral dan social bisnis
1.5 Kode etik berbagai profesi
PEMBAHASAN
Teori etika menyediakan kerangka yang dapat digunakan untuk memastikan benar
tidaknya keputusan moral. Berdasarkan suatu teori etika, keputusan moral yang diambil bisa
menjadi beralasan (memiliki moral reasoning). Terdapat dua pendekatan dasar moral
reasoning, yaitu deontologi dan teleologi.
1. Deontologi
Deontologi sering disebut dengan etika kewajiban karena berpendapat bahwa tugas atau
kewajiban merupakan moral dasar dan tidak tergantung pada konsekuensi yang
ditimbulkan. Etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak baik.
Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu
dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari
tujuan atau akibat dari tindakan itu. Misalnya, (1) memberikan pelayanan yang baik pada
semua konsumen, untuk mengembalikan utangnya. (2) menawarkan barang atau jasa
dengan mutu yang sebanding dengan harganya.
Selain memusatkan perhatian pada kewajiban, deontologi jugasekaligus memperhatikan
hak (moral rights) dengan alasan bahwa suatu tindakan perlu dilakukan karena
merupakan hak manusia. Manusia memiliki berbagai macam hak, antara lain yaitu hak
moral, hak legal, dan hak warganegara. Memberikan kepada seseorang apa yang menjadi
haknya akan menyangkut aspek keadilan (moral justice) sehingga juga menjadi perhatian
dalam pendekatan deontologi. (SutrisnaDewi, 2011;25)
2. Teleologi
Teleologi berpandangan bahwa suatu tindakan benar atau salah tergantung pada
konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Teori teleologi mengarah pada
tujuan, hasil atau akibat yang hendak dicapai untuk membenarkan suatu tindakan atau
kebijakan. (SutrisnaDewi, 2011;29)

1.1 Hakikat Bisnis


Bisnis pada hakikatnya adalah organisasi yang bekerja di tengah-tengah masyarakat atau
merupakan sebuah komunitas yang berada di tengah-tengah komunitas lainnya. Bisnis
mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Bisnis merupakan realitas yang
kompleks yang berkaitan langsung dengan masyarakat. (SutrisnaDewi, 2011;47)
1.2 Karakteristik Profesi Bisnis
Menurut Keraf (dalam Rindjin, 2004;63) suatu profesi yang diperlukan dan dihargai
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Seseorang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan khusus yang ia
peroleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang membentuk
profesinya, yang membedakannya dengan orang lainnya. Barang atau jasa yang
bermutu dan dengan harga yang kompetitif hanya dapat dihasilkan oleh
profesionalisme.
b. Terdapat kaidah dan standar moral. Pada setiap profesi selalu ada peraturan yang
menentukan bagaimana profesi itu dijalankan. Peraturan yang biasa disebut kode
etik ini sekaligus menunjukkan tanggungjawab profesional dalam melakukan
pekerjaan, seperti kode etik dokter, wartawan, pengacara, akuntan, dan
sebagainya. Untuk menjaga kemurnian dan ketepatan pelaksanaan kode etik ini,
dibentuklah organisasi profesi. Organisasi profesi ini berkewajiban menjaga nama
baik organisasi, melakukan seleksi anggota baru dan bila perlu memberikan
sanksi kepada anggota yang melanggar kode etik profesi.
c. Seseorang perlu memiliki izin khusus atau lisensi untuk bisa menjalankan suatu
profesi. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi profesi tersebut dari orang-orang
yang tidak profesional. Tergantung dari jenis profesi, setelah seseorang memenuhi
persyaratan yang ditentukan dan telah melalui pengujian dan pemeriksaan yang
seksama sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ia akan diberi lisensi oleh
pemerintah atau organisasi profesi.
d. Memberikan pelayanan pada masyarakat. Keuntungan harus dibayar sebagai
akibat logis dari pelayanan kepada masyarakat, bahkan keikutsertaan dalam
menyejahterakan masyarakat, adalah citra perusahaan yang baik. (SutrisnaDewi,
2011;51)
1.3 Pergeseran Paradigma dari Shareholders ke Stakeholders
Shareholders atau stockholders paradigma merupakan sebuah paradigma dimana
Chief Executive Officer (CEC) berorientasi pada kepentingan pemegang saham. Pihak
manajemen sebagai pemegang mandat (agency) berusaha memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya untuk menyenangkan dan meningkatkan kemakmuran pemegang saham
(principal). Seakan-akan pemegang saham merupakan pihak yang paling berpengaruh
bagi kelangsungan hidup perusahaan. Orientasi seperti ini mengakibatkan evaluasi yang
dilakukan atas pengelolaan bisnis hanya dilihat dari aspek finansial. Prestasi manajemen
hanya dilihat dari kemampuannya menghasilkan laba. Hal ini mendorong manajemen
menghalalkan berbagai cara demi mengejar keuntungan. Tindakan demikian
mengakibatkan adanya pihak-pihak lain yang dirugikan. Paradigma shareholders
kemudian mengalami pergeseran, karena pada kenyataannya manajemen dihadapkan
pada banyak kepentingan yang pengaruhnya perlu diperhitungkan dengan seksama.
Pihak berkepentingan (stakeholders) adalah individu atau kelompok yang dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi tindakan, keputusan, kebijakan, praktek, dan tujuan
organisasi bisnis. Perusahaan berdiri di tengah-tengah lingkungan. Lingkungan
merupakan satu-satunya alasan mengapa bisnis itu ada. Pendekatan stakeholders terutama
memetakan hubungan-hubungan yang terjalin dalam kegiatan bisnis pada umumnya.
Pendekatan ini berusaha memberikan kesadaran bahwa bisnis harus dijalankan
sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak terkait yang berkepentingan
dengan suatu kegiatan bisnis dijamin diperhatikan, dan dihargai. Pendekatan ini bermuara
pada prinsip tidak merugikan hak dan kepentingan pihak manapun dalam kegiatan bisnis.
Pada umumnya stakeholders dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu:
1. Kelompok primer. Kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham
(shareholders), kreditur, pegawai, pemasok, konsumen, penyalur, dan pesaing
atau rekanan. Yang paling penting diperhatikan dalam suatu kegiatan bisnis
tentu saja adalah kelompok primer karena hidup matinya atau berhasil
tidaknya bisnis suatu perusahaan sangat ditentukan oleh relasi menguntungkan
yang dijalin dengan kelompok primer tersebut.
2. Kelompok sekunder. Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat,
pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung,
masyarakat pada umumnya, dan masyarakat setempat. (SutrisnaDewi,
2011;52)
1.4 Tanggung jawab Moral dan Sosial Bisnis
Kaum neo-klasik dan modern, berpendapat bahwa bisnis adalah korporasi
impersonal yang bertujuan untuk memperoleh laba. Sebagai institusi impersonal atau
pribadi, bisnis tidak mempunyai nurani, sehingga tidak bertanggungjawab secara moral
(Weiss, 1994:88). Dengan kata lain menurut pandangan ini bisnis adalah institusi yang
tidak berkaitan dengan moralitas yang bertujuan meningkatkan pemenuhan kepentingan
pihak-phak yang terlibat, dan melalui “tangan-ajaib” atau kekuatan pasar, kesejahteraan
masyarakatpun akan meningkat. Ini berarti pandangan mereka tergolong utilitarianisme
karena bisnis memberikan yangterbaik untuk sebagian besar anggota masyarakat.
Yang bertentangan dengan pandangan di atas adalah pandangan Kenneth
Goodpastern dan John Metthews yang mengatakan bahwa bisnis adalah analog dengan
individu, yang mempunyai kehendak, nurani, tujuan dan strategi (Weiss, 1994:90).
Pengertian individu disini bukanlah secara harfiah, melainkan sebagai kumpulan orang
yang mendukung nilai-nilai moral mewakili bisnis. Oleh karena itu, bisnis bukan saja
secara hukum dan moral bertanggungjawab terhadap tindakannya, tetapi juga
tanggungjawab sosial, yaitu untuk menjadi “warga negara yang baik”. Pandangan ini
sejalan dengan kedudukan perusahaan sebagai suatu badan hukum yang dapat
mempunyai berbagai hak, seperti hak milik, hak untuk mengajukan tunutan hukum di
pengadilan, hak paten, hak merk, dan lain-lain. Oleh karena itu sangat wajar kalau bisnis
juga mempunyai tanggung jawab moral dengan sosial sebagaimana halnya pribadi
individu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bisnis menyerupai institusi
personal, sehingga mempunyai nurani.
Tanggung jawab sosial bisnis (Corporate Social Responsibillity atau disingkat
CSR) adalah memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai laba dengan cara-cara
yang sesuai dengan aturan permainan dalam persaingan bebas tanpa penipuan dan
kecurangan. CSR adalah suatu konsep yang bermaterikan tanggungjawab sosial dan
lingkungan oleh perusahaan kepada masyarakat luas, khususnya di wilayah perusahaan
tersebut beroperasi. Misalnya, CSR bisa berupa program yang memberikan bantuan
modal kerja lunak bagi para petani, nelayan, pengusaha kecil, pemberian beasiswa bagi
pelajar dan mahasiswa terutama yang tidak mampu. (SutrisnaDewi, 2011;75)
1.5 Kode Etik Berbagai Profesi
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana seseorang
sebagai seseorang yang profesional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Kode etik
profesi juga dapat diartikan sebagai pola, aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.
Dua sasaran pokok kode etik profesi, yaitu: pertama, melindungi masyarakat dari
kemungkinan dirugikan oleh kelalaian kaum profesional. Kode etik menjamin bahwa
masyarakat yang telah mempercayakan diri kepada seorang profesional itu tidak akan
dirugikan olehnya. Kedua, kode etik bertujuan melindungi keluhuran profesi dari prilaku
prilaku bobrok orang terent yang mengaku diri sebagai seorang profesional. Dengan kode
etik ini setiap orang yang memiiki profesi dapat dipantau sejauh mana ia masih
profesional di bidangnya, bukan hanya keahliannya tetapi juga komitmen moralnya.
Berdasarkan dua sasaran pokok kode etik profesi, maka fungsi dari kode etik
profesi dapat dijelaskan kedalam beberapa hal, sebagai berikut:
1. Kode etik profesi memberika pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya, bahwa dengan kode
etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh
dia lakukan dan yang tidak boleh dia lakukan.
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atau
profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat
memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat
memahami arti pentingnya suatu profesi, shingga memungkinkan
pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial)
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organiasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat
dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau
perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain
instansi atau perusahaan. 
Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dari keberadaa kode eik profesi dapat
dijelaskan dalam beberapa hal, yaitu:
1. Untuk menunjang tinggi martabat profesi
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
6. Meningkatkan pelayanan diatas kepentingan pribadi.
7. Mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin kuat
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
KESIMPULAN

Teori etika menyediakan kerangka yang dapat digunakan untuk memastikan benar
tidaknya keputusan moral. Berdasarkan suatu teori etika, keputusan moral yang diambil
bisa menjadi beralasan (memiliki moral reasoning). Pada dasar moral reasoning terdapat
dua pendekatan yaitu deontologi dan teleologi.
Bisnis mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, organisasi yang
bekerja di tengah-tengah masyarakat atau sebuah komunitas yang berada di tengah-
tengah komunitas lainnya.
Suatu profesi yang diperlukan dan dihargai mempunyai karakteristik yaitu sebagai
berikut: Pertama, seseorang yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan
khusus yang ia peroleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang membentuk
profesinya, yang membedakannya dengan orang lainnya. Kedua, terdapat kaidah dan
standar moral. Ketiga, seseorang perlu memiliki izin khusus atau lisensi untuk bisa
menjalankan suatu profesi. Keempat, memberikan pelayanan pada masyarakat.

Shareholders sebuah paradigma dimana Chief Executive Officer (CEC)


berorientasi pada kepentingan pemegang saham. Pihak manajemen sebagai pemegang
mandate berusaha memperoleh keuntungan sebesar-besarnya untuk menyenangkan dan
meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Seakan-akan pemegang saham merupakan
pihak yang paling berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan. Paradigma
shareholders kemudian mengalami pergeseran, karena pada kenyataannya manajemen
dihadapkan pada banyak kepentingan yang pengaruhnya perlu diperhitungkan dengan
seksama. Pihak berkepentingan (stakeholders) adalah individu atau kelompok yang dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi tindakan, keputusan, kebijakan, praktek, dan tujuan
organisasi bisnis. Pendekatan ini berusaha memberikan kesadaran bahwa bisnis harus
dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak terkait yang
berkepentingan dengan suatu kegiatan bisnis dijamin diperhatikan, dan dihargai.

Bisnis bukan saja secara hukum dan moral bertanggungjawab terhadap


tindakannya, tetapi juga tanggung jawab sosial. Pandangan ini sejalan dengan kedudukan
perusahaan sebagai suatu badan hukum yang dapat mempunyai berbagai hak, seperti hak
milik, hak untuk mengajukan tunutan hukum di pengadilan, hak paten, hak merk, dan
lain-lain. Oleh karena itu sangat wajar kalau bisnis juga mempunyai tanggung jawab
moral dengan sosial sebagaimana halnya pribadi individu.

Kode etik profesi digunakan sebagai sarana untuk membantu para pelaksana
seseorang sebagai seseorang yang profesional supaya tidak dapat merusak etika profesi
dan juga diartikan sebagai pola, aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan
suatu kegiatan atau pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA

SutrisnaDewi, 2011, Etika Bisnis: Konsep Dasar Implementasi & Kasus, Cetakan Pertama,
Udayana University Press, Denpasar
http://nurdianaisma.blogspot.com/2017/05/kode-etik-profesi.html
https://josephinejoe.wordpress.com/2015/10/02/teori-etika-dan-profesi/

Anda mungkin juga menyukai