Anda di halaman 1dari 10

Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan

mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa

Antibiotik adalah segolongan molekul, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan
atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh
bakteri.

1. apa tujuan tenaga kesehatan membersihkan luka dengan antiseptik ?

2. macam macam luka?

3. proses penyembuhan luka?

4. apa tujuan pemberian antibiotik?

5. mengapa anak tersebut mulai mual, kehilangan nafsu makan dan demam setelah beberapa minggu ?

6. mengapa anak menjadi gelisah, sering mengigau, tidak bisa minum dan terasa tercekik ?

7. apakah penanganan tenaga medis tsb sudah benar ?

8. stadium yang dialami pasien?

9. perlu anti rabies ?

1. tujuan tenaga kesehatan membersihkan luka dengan antiseptik

a.  Menjaga luka dari trauma

b.      Imobilisasi luka

c.       Mencegah perdarahan

d.      Mencegah kontaminasi oleh kuman, bakteri, virus

e.       Mengabsorbsi drainase

f.       Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.

(kusyati, eni.2006. keterampilan dan prosedur laboratorium. Jakarta:EGC)

2.    macam macam luka

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi


a.       Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak
terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan drainase
tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b.      Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana
saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak
selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c.       Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan
dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada
kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d.      Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

2.      Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


a.       Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
b.      Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan
bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau
lubang yang dangkal.
c.       Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau
nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang
mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
d.      Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan
adanya destruksi/kerusakan yang luas

3.      Berdasarkan waktu penyembuhan luka


a.       Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah
disepakati.
b.      Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor
eksogen dan endogen.4

4.      Berdasarkan sifat kejadian


Luka dibagi menjadi dua, yaitu luka disengaja dan luka tidak disengaja. Luka disengaja seperti
luka radiasi atau bedah, sedangkan luka tidak disengaja contohnya luka terkena trauma. Luka yang
tidak disengaja (trauma) dapat dibagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka. Disebut luka tertutup
jika tidak terjadi robekan sedangkan luka terbuka jika terjadi robekan atau kelihatan seperti luka
abrasio (luka akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan) dan hautration (luka akibat alat
perawatan luka)

5.      Berdasarkan penyebabnya
Luka dapat dibagi menjadi dua yaitu mekanik dan luka nonmekanik.
Luka mekanik terdiri atas
1.      Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka kelihatan rapi
2.      Vulnus costusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah kulit akibat benturan benda
tumpul
3.      Vulnus laceratung, luka sobekan akibat terkena mesin atau benda lainnya yang menyebabkan
robeknya jaringanrusak yang dalam.
4.      Vulnus punctum luka tusuk yang kecil dibagian luar (bagian mulut luka) akan tetapi besar di bagian
dalam luka.
5.      Vulnus seleveradum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi luka tampak kehitam –
hitaman.
6.      Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka.
7.      Vulnus abrasio, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai ke pembuluh darah.1
Luka nonmekanik terdiri atas :
1.      Luka akibat zat kimia. Termik, radiasi, atau sengatan listrik

6.      Berdasarkan kategori
a.         Luka accidental
Penyebab         : pisau, luka tembak, luka bakar, tepi luka bergerigi, berdarah; tidak steril.
Karakteristik   : cidera yang tidak disengaja.
b.         Luka bedah
Penyebab         : insisi bedah, needle introduction.
Karakteristik   : terapi yang direncanakan, tepi luka bersih, perdarahan terkontrol, dikendalikan
dengan asepsi bedah.

7.         Berdasarkan integrasi kulit


a.         Luka terbuka
Penyebab         : benda tajam, atau benda tumpul
Karakteristik    : kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa, kemungkinan pendarahan disertai
kerusakan jaringan, resiko infeksi
b.         Luka tertutup
Penyebab         : karena benda tumpul
Karakteristik    : tidak terjadi kerusakan pada itegritas jaringan kulit  tetapi terdapat kerusakan
jaringan lunak mungkin cedera internal dan perdarahan.

8.      Berdasarkan dercriptors
a.    Aberasi
Penyebab         : jatuh
Karakteristik   : luka akibat gesekan kulit, superficial, terjadi akibat prosedur dermatologik untuk
pengangkatan jaringan skar.
b.    Puncture
Karakteristik    :trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh akibat alat-
alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan dibawah kulit.
c.    Laserasi      
Penyebab         : cedera traumatik berat. Karena pisau, kecelakaan mesin.
Karakteistik     : tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi,  resiko
nfeksi.
d.   Kontusio
Karakteristik    : luka tertutup, perdarahan dibawah jaringan akibat pukulan tumpul, memar

9.      Klasifikasi luka bedah


a.    Luka bersih
Karakteristik    : luka bedah tertutup yang tidak mengenai sistem gastrointestinal, pernafasan atau
sistem genitourinary, resiko infeksi rendah.
b.    Bersih terkontaminasi
Karakteristik    : luka melibatkan sistem gastrointestinal, pernafasan atau sistem
genitourinary,resiko infeksi.
c.    Kontaminasi
Karakteristik    : luka terbuka, luka traumatik, luka bedah dengan asepsis yang buruk, resiko tinggi
infeksi.
d.   Infeksi
Karakteristik    : area luka terdapat patogen, disertai tanda-tanda infeksi.5

D.     Tipe Luka
1.  Aberasi
Aberasi adalah luka dimana lapisan terluar dari kulit tergores. Luka tersebut akan sangat nyeri
dan mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi, karena benda asing dapat masuk ke lapisan kulit yang
lebih dalam dan dalam jaringan subkutan. Perdarahan biasanya sedikit.
2.      Punktur (Luka Tusuk)
Luka tusuk merupakan cedera penetrasi. Penyebabnya berkisar dari paku sampai pisau atau
peluru. Walaupun perdarahan nyata seringkali sedikit, kerusakan jaringan internal dan perdarahan
dapat sangat meluas dan mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan adanya benda asing
pada tubuh
3.      Avulsi
Avulsi terjadi sebagai akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi seringkali dihubungkan dengan
perdarahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari tengkorak pada cedera degloving. Cedera
dramatis seringkali dapat diperbaiki dengan scar-scar kecil. Apabila semua bagian tubuh seperti
telinga, jari tangan tangan, jari kaki, mengalaqmi sobekan maka pasien harus dikirim ke rumah sakit
dengan segera untuk memungkinkan perbaikan (penyambungan kembali).
4.      Insisi (Luka sayatan)
Insisi adalah terpotong dengan kedalaman yang bervariasi. Hal ini seringkali menimbulkan
perdarahan hebat dan kemungkinan bisa terdapat kerusakan pada struktur dibawahnya sedemikian
rupa, seperti saraf, otot atau tendon. Luka-luka ini harus dilindungi utuk menghambat terjadinya
infeksi, bersamaan dengan pengontrolan perdarahan.
5.      Laserasi
Laserasi adalah luka bergerigi yang tidak teratur. Seringkali meliputi kerusakan jaringan yang
berat. Luka-luka ini seringkali menyebabkan perdarahan yang serius dan kemudian pasien akan
mengalami syok hipovolemik.
Penolong pertama harus mempertimbangkan kondisi luka yang terjadi sepeti perlukaan itu dapat
merupakan akibat cedera oleh dirinya sendiri.
6.      Dekubitus
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit yang
terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol,
dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda
keras lainnya dalam jangka panjang. 2
Dekubikus merupakan nekrosis jaringan lokal yang ketika jaringan lunak tertekan diantara
tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama. Dekubikus disebabkan
oleh tekanan kelembaban, gesekan. Faktor terjadinya dekubitus yaitu imobilisasi, nutrisi yang tidak
adekurat, inkontinensia urin dan fekal, penurunan status mental, berkurangnya status mental,
peningkatan suhu tubuh berlebihan, usia lanjut dan kondisi kronis. Lokas tempat terjadinya dekubitus
berada di tonjolan tulang yang tak cukup ada bantalan lemak, seperti pada sakrum, trochater mayor,
spina ischianada superior-anterior bagian belakang tumit, siku, kapula. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan dekubitus, yaitu pengetahuan, sosial ekonomi, motivasi, aktivitas, mobilitas,
inkontensia, nutrisi, kondisi klinis, dan pengetahuan.
Tanda dan gejala dekubitus:
Derajat I Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah
kemerahan/eritema indurasi atau lecet, kulit tidak berwarna, hangat atau keras. Derajat II Reaksi yang
lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai
ulkus yang dangkal, dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit. Derajat III Ulkus
menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan fascia
daro otot-otot. Sudah mulai didapati infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau. Derajat IV terjadi
nekrosis jaringan, perluasan ulkus yang menembus otot, hingga tampak tulang di dasar ulkus yang
dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi. 5

E.       Mekanisme Luka
1.      Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi
akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh
darah yang luka diikat (Ligasi)
2.      Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan
oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3.      Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya
dengan benda yang tidak tajam.
4.      Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk
kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5.      Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6.      Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian
awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7.      Luka Bakar (Combustio) adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.

3. proses penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka melalui 4 tahap yaitu :

1.      Tahap respon inflamasi akut terhadap cedera


Tahap ini dimulai saat terjadi luka selanjutnya terjadi proses hemostasis yang ditandai dengan
pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel lain yang rusak, disertai proses peradangan dan
migras sel darah putih kedaerah yang rusak.
2.      Tahap deskriptif
Pada tahap ini terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag.
3.      Tahap poliferatif
Pada tahap ini pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringna ikat dan menginfiltrasi luka.
4.      Tahap maturasi
Pada tahap ini terjadi reetitelisasi, kontstraksi luka dan organisasi jaringan ikat.1

4. tujuan pemberian antiseptik

Cuma sekitar 15 -20% kasus gigitan anjing terjadinya infeksi. Cedera crush, luka tusukan dan luka
pada tangan lebih memungkinkan untuk terjadi infeksi dan sering memerlukan profilaksis antibiotika.
Antibiotika biasanya diresepkan pada situasi yang berisiko tinggi contohnya pada cedera
menghancurkan(crush injury), cedera tangan, cedera genital, luka yang membutuhkan debridement
dan luka yang melibatkan sendi, tulang, ligamen atau tendon. Selain itu, profilaksis antibiotika juga
diberikan pada orang yang berisiko terjadinya infeksi contohnya pasien diabetes, sirosis atau
immunosuppresif. Antibiotika umumya tidak diperlukan seandainya jika luka sudah terjadi lebih dari
dua hari dan tidak ada tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
             Untuk kasus-kasus seperti itu, antibiotika resistence beta-laktamase spektrum-luas yang
sering dipakai. Tinjauan sistematis pemeriksaan infeksi pada jaringan lunak mendapatkan bahwa
amoksisilin/ klavulanate menjadi antibiotika pilihan karena tingginya insiden infeksi Pasteurella
penisillin. Untuk pasien yang allergik terhadap penicillin, doksisiklin menjadi pilihan alternatif.
Namun, doksisiklin sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil atau pada anak-anak muda kurang
dari 8 tahun. Pada wanita hamil bisa digantikan dengan antibiotika eritromisin. Alternatif lain untuk
populasi anak-anak adalah kombinasi klindamisin dan trimetoprim-sulfametoksazol. Antibiotika
profilaksis yang diberikan haruslah diresep untuk 5 sampai 7 hari. Pasien dengan luka terinfeksi
biasanya membutuhkan antibiotika selama 10-14 hari. 

7. apakah penanganan tenaga medis tsb sudah benar ?

Manajemen awal
Pertama sekali dilakukan adalah memastikan pasien stabil, ini dilakukan dengan cara mengevaluasi
status ABC (airway, breathing, circulation). Setelah memastikan pasien secara medis stabil dan vital
signnya bagus, harus memulai mencatatkan anamnesa pasien yang lengkap(sacred seven dan
fundamental four). Informasi yang tepat seperti waktu dan lokasi kejadian, apakah anjing tersebut
diprovokasi, status imunisasi anjing dapat membantu menentukan pasien yang berisiko infeksi. Selain
itu, adalah penting dilakukan anamnesa tentang status imunisasi tetanus pasien, pengobatan sekarang,
riwayat penyakit-penyakit penyerta dan status alergi pasien. 
             Setelah itu, dilakukan evaluasi fisik pasien bagi mengetahui klasifikasi luka pada korban
gigitan anjing, apakah jenis luka tusuk, laserasi, abrasi atau avulsi serta evaluasi tingkat keparahan
dari luka tersebut. Hendaklah dievaluasi apakah terjadinya cedera pada tendon, pembuluh darah,
syaraf, tulang atau kerusakkan ligamen. Pemeriksaan motorik dan neuromuskular yang lengkap
haruslah dilakukan untk mengevaluasi fungsi motorik pasien. Dan tidak lupa juga untuk mengevaluasi
tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, nyeri tubuh, mual, muntah, kelemahan, nyeri, eritema,
eksudat, edema, panas, atau bau busuk yang berasal dari cedera)

Manajemen luka
Yang pertama sekali kita haruslah mencuci luka gigitan dengan air mengalir dan sabun atau detergen
selama 10-15 menit kemudian diberikan antiseptik ( povidone-iodine, iodine tincture, aqueous iodine
solution atau alkohol/etanol ), tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Sekiranya terjadi
perdarahan yang ekstensif maka harus segera diberikan sebuah penekanan dengan cara bandase untuk
mengendalikan perdarahan. Sekiranya perdarahannya dapat dekendalikan, maka langkah seterusnya
adalah eksplorasi dan biasanya dilakukan pada luka yang dalam atau luka tusukan. Eksplorasi
dilakukan dengan cara membius jaringan yang luka sehingga dapat melakukan irigasi dan biasanya
dilakukan pada luka terbuka. Irigasi dilakukan dengan cara mengairi luka dengan larutan saline dan
juga larutan antiseptik betadin dalam nisbah 2:1. Dengan irigasi diharapkan dapat mengerluarkan
debris atau kotoran dari luka dan juga mengurangi insiden terjadinya infeksi. Cairan antiseptik
povidone 1% didapatkan lebih baik dipakai untuk irigasi luka atau gigitan terkontaminasi oleh karena
povidone 10% yang diencerkan menjadi 1% adalah germicidal tetapi tidak merusakkan jaringan.
Adalah penting untuk mengairi bahagian luka dengan larutan saline sebanyak mungkin untuk
mengerluarkan debris dan bakteria yang bahaya. Sebuah penelitian mendapatkan bahwa dengan
irigasi yang berlebihan secara signifikan mengurangi tingkat infeksi lebih dari 50%. 1,2,3,4
        Debris haruslah dibersihkan dengan baik dari luka dengan cara melakukan debridement. Namun
tidak semua luka membutuhkan debridement, hanya luka dengan jaringan yang rusak dan nekrotik
yang harus dilakukan debridement. Luka tusuk biasanya tidak perlu dilakukan debridement. Adalah
penting untuk melakukan debridement untuk memastikan penyembuhan jaringan di sekitarnya dengan
baik. 7
          Setelah luka dibersihkan, keputusan haruslah dibuat apakah luka itu harus dijahit. Biasanya luka
pada daerah muka haruslah dijahit dengan alasan kosmetik dan untuk mencegah
terjadinya scar. Tetapi, pada luka yang minimal dan luka yang lebih dari 24 jam dapat dibiarkan
terbuka untuk sembuh. Luka dengan risiko tinggi komplikasi dan infeksi( misalnya luka pada tangan
dan luka tusukan yang dalam) dapat dibiarkan terbuka dengan alasan penyembuhannya. Luka pada
daerah wajah atau leher yang ekstensif dan sulit dikerjakan hendaklah dikonsulkan ke bedah plastik
untuk penangganan selanjutnya.1,13
           Selain itu, haruslah dikonsul ke bahagian bedah plastik atau bedah syaraf atau bedah ortopaedi
untuk operasi rekonstruksi sekiranya terjadi cedera jaringan yang ekstensif, ruptur arteri, tendon ,otot
atau terjadi komplikasi pada tulang.

8. stadium yang dialami pasien?

Gejala klinis rabies pada manusia terbagi oleh beberapa stadium yaitu: 11
1. Periode inkubasi ( 30- 90 hari )
2. Gejala prodromal ( 2-10 hari )
3. Gejala neurologi akut ( 2-7 hari )
4. Koma atau kematian ( 0-14 hari )

Periode inkubasi 
Sangat bervariasi dari 4 hari sampai beberapa tahun dan cenderung lebih singkat pada gigitan di muka
(± 35 hari) daripada gigitan di tungkai (± 52 hari) Ketika seseorang pertama kali digigit oleh hewan
yang terinfeksi rabies, gejalanya dapat terlihat pada otot rangka. Masa inkubasi rata-rata pada manusia
sekitar 3 – 8 minggu, lebih lama daripada masa inkubasi pada hewan. Sangat jarang tapi pernah
ditemukan masa inkubasi selama 19 tahun. Pada 90 % kasus, masa inkubasinya kurang dari 1 tahun.
Ada pula yang menyebutkan bahwa masa inkubasinya adalah 60 hari untuk gigitan yang terdapat di
kaki. Gigitan pada wajah hanya membutuhkan waktu sekitar 30 hari. Hal ini disebabkan karena lokasi
inokulasi yang makin dekat dengan otak, makin pendek masa latennya. Pada masa inkubasi ini, virus
rabies menghindari sistem imun dan tidak ditemukan adanya respon antibodi. Saat ini, pasien dapat
tidak menunjukkan gejala apa – apa (asimptomatik). 9,10,11

Fase prodromal 
Pada stadium prodromal, virus mulai memasuki sistem saraf pusat. Stadium prodromal berlangsung 2
– 10 hari dan gejala tak spesifik mulai muncul berupa sakit kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa
takut, cemas, nyeri otot, insomnia, mual, muntah, dan nyeri perut. Parestesia atau nyeri pada lokasi
inokulasi merupakan tanda patognomonik pada rabies dan terjadi pada 50 % kasus pada stadium ini,
dan tanda ini mungkin menjadi satu-satunya tanda awal. Setelah beberapa hari akan timbul
manifestasi gejala rabies galak ataupun gejala rabies paralitik, tergantung medulla spinalis ataukah
otak yang dominan terinfeksi.10,11

Gejala neurologi akut


Setelah melewati stadium prodromal, maka dimulailah stadium kelainan neurologi yang berlangsung
sekitar 2 – 7 hari. Pada stadium ini, sudah terjadi perkembangan penyakit pada otak dan gejalanya,
dan dapat dibedakan menjadi encephalitis rabies atau rabies galak atau furious rabies dan paralitik
rabies. Hal itu dibedakan berdasarkan pada organ mana yang dominan terinfeksi, apakah otak atau
medula spinalis. Encefalitis rabies merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada penderita
rabies. Penderita menunjukan episode hipereksitabilitas yang mencerminkan gambaran infeksi otak,
ditandai episode kebingungan, halusinasi, agitasi dan tingkah laku yang agresif yang berlangsung
dalam beberapa menit dan diikuti oleh fase tenang. Gejala hipereksitabilitas terjadi secara spontan
atau diprovokasi oleh rangsangan sensorik. Sebagian besar penderita menunjukan gejala hidrofobia
dengan trias : spasme otot inspirasi, laringospasme, dan ketakutan menelan. Hidrofobia dapat
diprovokasi dengan minum air, memberi air pada kulit penderita, bahkan melihat air, atau mendengar
kata air. Mekanisme hidrofobia yang diakibatkan oleh infeksi selektif yang menginhibisi motor
neuron pada nukleus ambigus di batang otak yang meningkatkan peningkatan reflek pertahanan yang
memproteksi saluran pernafasan. 
Gejala lain antara lain hiperestesia, bingung, halusinasi, kadang agresif tidak terkendalikan.
Perubahan tingkah laku diakibatkan oleh infeksi pada neuron di area limbik. Hipersalivasi dan
hiperlakrimasi yang diakibatkan oleh disfungsi otonom, dimana terjadi rangsangan berlebihan pada
sistem parasimpatis, dapat terjadi lesi saraf kranialis terutama pada saraf kranialis III, VI, VII, IX, X,
XI, XII. Disfungsi otonom sebagai akibat terjadinya infeksi yang melibatkan sistem otonom pusat dan
jalur sistem otonom saraf medula spinalis atau ganglion otonom. Rangsangan parasimpatis
meningkatkan produksi saliva. Reflek yang menyiksa dan tiba-tiba mengakibatkan terjadi spasme
laringoparingeal, nyeri tenggorok, dan nyeri dada yang merupakan episode bangkitan / kejang dimana
leher dan punggung mengalami ekstensi seperti epistotonus dan leher terangkat ke atas yang diakhiri
oleh henti jantung dan henti nafas. 
Pada rabies paralitik terdapat gejala kelumpuhan yang menonjol berupa paresis pada keempat
ekstrimitas serta gangguan sfingter ani. Gejala yang mirip terkadang mirip suatu sindrom Gullain
Barre. Kadang disertai hidrofobia dan spasme otot laring pada fase terminal. 11,12

Koma
Tanpa terapi suportif  ⅓ pasien akan meninggal di hari pertama hidrofobia, ⅔ akan jatuh menjadi
koma atau mengalami paralisis flaccid dan jarang ada yang bertahan lebih dari 1 minggu tanpa
perawatan intensif.  12

9. perlu anti rabies ?

Profilaksis anti-rabies
Di Amerika Serikat pasien setelah paparan mendapatkan satu dosis human
rabies immunoglobulin (HRIG) dan empat dosis vaksin rabies selama periode 14 hari. Dosis
Imunoglobulin tidak boleh melebihi 20 unit per kg berat badan yang hanya diinfiltrasikan disekitar
luka gigitan
Pemberian imunisasi untuk mencegah rabies dilakukan melalui dua cara : imunisasi sesudah
terkontak (post-exposure prophylaxis) dan imunisasi sebelum terkontak (pre-exposure prophylaxis).
Terapi setelah terpapar virus rabies dapat dilakukan dengan pemberian VAR (Vaksin Anti Rabies)
saja atau dengan SAR. VAR saja bila gigitan pada luka yang tidak berbahaya (jilatan, eskoriasi, lecet)
disekitar tangan dan kaki. Pemberian VAR dengan SAR bila luka berbahaya (jilatan/luka pada
mukosa, luka pada muka, kepala, leher, lengan, tungkai, genitalia, luka yang dalam/multipel). 13
   Pemberian VAR adalah sebagai berikut : Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV) sesudah
digigit merupakan vaksin kering beku berupa virus rabies (Wistar Rabies PM/WI 38-1503-3 M
Strain). Dosis pada dewasa dan anak sama yaitu hari I kunjungan/hari ke 0 diberikan dosis masing-
masing 0,5 ml di deltoid kanan dan kiri. Hari ke 7 diberikan lagi 0,5 ml secara IM di deltoid, diulangi
pada hari ke Bila hendak diberikan bersama dengan SAR maka diulang lagi 0,5 ml pada hari ke 90 1.
Vaksinasi intramuskular diberikan di daerah deltoid bukan di daerah gluteus karena dihubungkan
dengan kondisi gluteus yang banyak mengandung lemak dibandingkan otot sehingga injeksi vaksin
gagal. 

 Sedangkan cara pemberian SAR yang terdiri dari dua jenis antara lain
1.  Serum heterolog berasal dari serum kuda, dilakukan skin test sebelum penyuntikan.
Dilakukan infiltrasi pada luka sebanyak-banyaknya sisanya disuntikkan secara IM dengan
dosis 40 IU/kgBB atau diberikan bersamaan dengan VAR hari I kunjungan/hari ke 0.
2. Serum homolog dari serum darah manusia yang diinfiltrasi pada luka sebanyak-banyaknya
sisanya secara IM dengan dosis 40 IU/kgBB atau diberikan bersamaan dengan VAR hari I
kunjungan/hari ke 0.
      
Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat
digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan
biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami
demam setelah menjalani vaksinasi. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka resiko
menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis
vaksin (pada hari 0 dan 2).

Anda mungkin juga menyukai