Anda di halaman 1dari 3

carilah 2artikel yang mengkaitkan budaya organisasi dengan kepuasan kerja.

artikel
harus publish di tahun 2015 sampai 2019/ berikan link ke dua artikel tersebut. lalu
bapak ibu gabungkan model yang bapak ibu dapat dari pertemuan 3 sampai 7, apa
yang dapat bapak ibu simpulkan
I. Jurnal JURNAL MANAJEMEN (VOL. 14 NO. 2, NOVEMBER 2017)
Adolf Hardeba
KONTRAK PSIKOLOGIS DAN WORK ENGAGEMENT DALAM
MENINGKATKAN KEPUASAN KERJA DI PT ADHIKARYA
http://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/JM/article/view/781/273
Beberapa ahli berpendapat tentang work engagement sebagai modernisasi dari
kepuasan kerja dan merupakan bagian dari work retention (Schmidt 1993; Itam &
Singh, 2012). Schaufeli & Baker (2004) berpendapat engagement memiliki arti
pemikiran positif, yaitu pemikiran untuk menyelesaikan hal yang berhubungan
dengan pekerjaan yang dikarakteristikan dengan vigor (resiliensi energy dan mental
ketika bekerja), dedication (berpartisipasi dalam pekerjaan mengalami rasa
antusiasme dan tantangan), dan absorption (konsentrasi dan senang dalam bekerja).
Scheimann (2011) mengartikan engagement sebagai energi atau motivasi dari
karyawan untuk membantu organisasi tersebut mencapai tujuannya. Terdapat tiga
komponen utama dari engagement, yaitu kepuasaan, komitmen, dan advokasi.
Ketika seorang karyawan telah merasa engaged pada perusahaan maka karyawan
tersebut akan merasa puas dan dapat berkomitmen terhadap perusahaan serta
memberikan upaya extra untuk memajukan perusahaan atau bahkan
merekomendasikan tempat kerjanya.
Menurut Robbins dan Judge (2013) secara spesifik mendeskripsikan kepuasan kerja
sebagai perasaan positif seseorang atas pekerjaannya yang diperoleh dari suatu
evaluasi terhadap karakteristik kepuasan itu sendiri. Perasaan positif ini umumnya
identik dengan rasa bahagia dan nyaman karena harapan seseorang dari pekerjaannya
telah banyak terpenuhi. Dapat dikatakan pula bahwa kepuasan kerja merupakan hasil
berupa perasaan emosional seseorang terhadap pekerjaannya.
Jika karyawan memiliki rasa keterkaitan (engaged) yang tinggi dengan perusahaan,
akan meningkatkan perilaku umumnya, salah satunya, yaitu tetap tinggal dengan kata
lain karyawan akan tetap bekerja di organisasi tersebut walaupun ada peluang untuk
bekerja di tempat lain. Selanjutnya jika karyawan ter-engaged dengan pekerjaan akan
mempengaruhi karakter psikologis karyawan, misalnya kepercayaan diri dan optimis
akan mendorong karyawan lebih jauh lagi dan akan mendorong kepuasan karyawan.
Work engagement memiliki keterkitan dengan berbagai gagasan dan perilaku
perusahaan tetapi merupakan tingkat serorang karyawan penuh perhatian dan melebur
dengan pekerjaannya. Karyawan yang engaged sudah pasti berkomitmen pada
pekerjaan dan perusahaan sekarang namun karyawan yang berkomitmen belum tentu
engaged.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada karyawan PT.Adhi Karya terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan antara work engagement terhadap job satisfaction, yang
berarti semakin tinggi work engagement maka semakin tinggi pula job satisfaction ,
dan jika semakin rendah work engagement maka semakin rendah pula job
satisfaction.

II. Journal of Public and Nonprofit Affairs, 2(1), 3-14. doi:10.20899/jpna.2.1.3-14


Myung H. Jin – Virginia Commonwealth University Jaehee Park – Sungkyunkwan
University
Sexual Minority and Employee Engagement: Implications for Job Satisfaction
http://jpna.org/index.php/jpna/article/view/44
Para peneliti dalam demografi sosial menunjukkan bahwa karakteristik keragaman
anggota organisasi dapat memoderasi dampak keterlibatan kerja pada hasil penting
yang terkait dengan pekerjaan (Banihani). et al., 2013; Milliken & Martins, 1996;
Williams & O'Reilly, 1998). Kami berpendapat bahwa mengabaikan orientasi seksual
dalam penelitian dan teori organisasi berkontribusi pada kelanggengan
ketidaksetaraan di tempat kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menanggapi
permintaan untuk memasukkan orientasi seksual ke dalam penelitian organisasi dan
employee engagement.
Minoritas seksual seringkali menghadapi prasangka dan diskriminasi di tempat kerja,
dan peristiwa ini berdampak negatif pada cara mereka mengalami pekerjaan dan
kesejahteraan mereka secara keseluruhan, seperti tekanan psikologis. Dalam
menganalisis hubungan kepuasan kerja-orientasi seksual. Leppel (2014)
menggunakan heteroseksisme, yang didefinisikan sebagai sistem ideologis yang
“menyangkal, merendahkan dan menstigmatisasi segala bentuk perilaku, identitas,
hubungan, atau komunitas non-heteroseksual dari perilaku, identitas, hubungan, atau
komunitas” (Herek, 1990 , hlm. 89). Heteroseksisme mencakup berbagai perilaku
diskriminatif mulai dari ditolak promosi menjadi dilecehkan secara verbal atau fisik
atau ruang kerja seseorang dirusak (Sears & Mallory, 2011). Berbagai tempat
penelitian menunjukkan bukti heteroseksisme (Elmslie & Tebaldi, 2007; Hebl, Foster,
Mannix, & Dovidio, 2002; Herek, 2002). Wacana heteroseksualitas yang dominan ini
kemudian menekan perilaku individu LGBT untuk mempromosikan identitas mereka
sendiri di tempat kerja. Oleh karena itu, mereka yang tidak dapat mematuhi norma
heteroseksual dapat mengambil risiko pengucilan sosial, yang dapat menyebabkan
persepsi buruk keadilan interaksional dan prosedural dan frekuensi tinggi pelanggaran
kontrak psikologis (Leppel, 2014). Persepsi negatif ini cenderung mengarah pada
penurunan kepuasan kerja, dibandingkan dengan rekan heteroseksual mereka (Waldo,
1999).
Dalam jurnal ini mengidentifikasi tiga anteseden psikologis yang mempengaruhi
tingkat keterlibatan di tempat kerja - kebermaknaan psikologis, keamanan, dan
ketersediaan. Dia berpendapat bahwa orang lebih cenderung untuk terlibat di tempat
kerja ketika mereka menganggap pekerjaan mereka bermakna, merasa aman secara
psikologis, dan memiliki rasa tinggi memiliki sumber daya fisik, emosional, atau
psikologis untuk terlibat secara pribadi pada saat tertentu.
Hasil yang signifikan secara statistik akan menunjukkan bahwa pengaruh keterlibatan
kerja pada kepuasan kerja dimoderasi oleh orientasi seksual karyawan. Hasilnya
menunjukkan bahwa orientasi seksual memoderasi hubungan antara keterlibatan kerja
dan kepuasan kerja, dan bahwa pengaruhnya terhadap kepuasan kerja kurang positif
di antara karyawan LGBT. Temuan dari penelitian ini; Pertama, employee
engagement penting di tempat kerja. Kedua, model regresi yang dimoderasi
menunjukkan bahwa employee engagement mempengaruhi kepuasan kerja secara
lebih positif dan signifikan di antara karyawan heteroseksual daripada yang dilakukan
karyawan LGBT, menghasilkan kepuasan kerja yang lebih rendah bagi mereka yang
memiliki minoritas seksual. Dapat dilihat bahwa kondisi psikologis yang mengarah
pada employee engagement dapat lebih menantang secara emosional pada karyawan
LGBT karena budaya organisasi dan keyakinan bahwa karakteristik heteroseksual
harus ditiru oleh semua pekerja.

Anda mungkin juga menyukai