Anda di halaman 1dari 4

Apa itu Konsili Nicea-Konstantinopel?

(Apakah Yesus “Dilantik” jadi Tuhan?)

Oleh : "Petrus" Dwi Lengga Tegar Zebua

Shalom kaula muda dan para pembaca sekalian! Penulis berharap


semua pembaca keadaan yang baik, dimanapun berada dan semoga semua
pembaca senantiasa merasakan berkat Tuhan, baik dalam kondisi cukup
maupun berkelimpahan. Marilah kita senantiasa mengucap syukur kepada
Tuhan, sebab oleh karena Anugerah yang Ia limpahkan kepada kita, sehingga
kita semua bisa mendapat kesempatan untuk dapat memahami, apa yang
sebenarnya terjadi pada “Konsili Nikea (325 Masehi/A.D”) dan juga “Konsili
Konstantinopel (381 Masehi/A.D) yang seringkali menjadi perbincangan baik
di kalangan Umum maupun kalangan Kristen sendiri.
Kita akan memulai beberapa pembahasan, yang memang sebenarnya
cukup “Berat” bagi orang awam, namun penulis akan membawakan bacaan ini
dengan “ringan” sehingga mudah dipahami baik oleh Pembaca, dari kalangan
Rohaniawan, maupun oleh orang awam dari berbagai kalangan, baik dari
Gereja-gereja Arus Utama maupun Reformasi. Hal pertama yang harus kita
pahami terlebih dahulu adalah ; “Apa itu Konsili”, baik dari sudut pandang
umum maupun Alkitab).
Konsili berasal dari bahasa Latin yang berarti “Musyawarah / Sidang /
Sinode” (dalam lingkup gereja Protestan), dimana Sinode/Konsili diadakan
dengan tujuan untuk membahas suatu hal penting, untuk menetapkan
“Patokan” atau “Kanon” Iman dalam tubuh gereja.Jika ada tuduhan yang
mengatakan bahwa Konsili itu “membuat ajaran baru”, maka hal itu kurang
tepat. Konsili tidak bertujuan untuk “membuat ajaran baru”, melainkan
melawan hal-hal atau doktrin yang bertentangan dengan iman yang kudus,
yang menggoncang atau berpotensi merusak ajaran yang benar, sehingga dari
situ muncullah suatu “Kanon/Patokan” sebagai hasil dari Konsili tersebut. Jadi,
dari sini kita sudah bisa memahami, bahwa Konsili memiliki 2 tujuan, yakni :
 Menetapkan/mengkanonkan hal-hal penting dalam Gereja
(misal Pengakuan Iman),
 Serta melawan ajaran sesat yang merongrong Gereja.
Apakah benar demikian? Jawabannya ada dalam Alkitab dan tulisan
Bapa Gereja berikut :
Kisah Para Rasul 15:1-2 (TB) Beberapa orang datang dari Yudea ke
Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: "Jikalau kamu
tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak
dapat diselamatkan." Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan
membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan
Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul
dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.
Ayat diatas adalah kutipan mengenai masalah dalam tubuh gereja mula-
mula, dimana ada golongan “farisi” yang bertobat, malah menetapkan sesuatu
ajaran yang mengharuskan supaya orang “Bukan Yahudi” didalam Kristus harus
disunat. Hal tersebut memicu Paulus dan Barnabas untuk segera melawan
ajaran tersebut dan memberitahukannya pada para Rasul. Apa yang terjadj
kemudian?
Kisah Para Rasul 15:6 (TB) Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-
penatua untuk membicarakan soal itu.
Sudah jelas bukan? Selanjutnya yang terjadi ialah
“Sidang/Konsili/Sinode” yang diadakan dengan tujuan untuk membahas hal
tersebut dan menetapkan suatu kanon/patokan, apakah benar orang orang
Kristen Non-Yahudi harus disunat atau tidak. Jika kita baca dari Kisah Para
Rasul 15: 1-31, maka jelas hasilnya ialah bahwa “Jemaat bukan Yahudi” tidak
wajib disunat, karena memang mereka beriman kepada Kristus dan
diselamatkan “bukan oleh karena pemberitaan Hukum Taurat”, melainkan
oleh Pemberitaan para Rasul tentang Kristus sendiri, yang adalah Kegenapan
Hukum Taurat (Matius 5 : 17-48). Dari situ muncullah kanon paling awal dalam
Gereja yang berbunyi :
Kisah Para Rasul 15:28-29 (TB)
Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada
kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini:kamu
harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala,
dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau
kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat."

Ini adalah Kanon/Patokan Iman paling awal dalam tubuh Gereja. Disana
dikatakan bahwa Kanon tersebut bukan hanya sekedar “keputusan para
Rasul”, melainkan keputusan Roh Kudus sendiri, melalui para Rasul. Asal kita
ketahui, memang ada beberapa “konsili” yang tidak diakui keabsahannya oleh
Gereja yang Am, baik oleh karena :
 Bertentangan dengan Ajaran dan Iman yang benar
 Konsili tersebut dilakukan oleh kaum “bidat”
 Serta, Konsili tersebut tidak sejalan dengan “Iman dan
Ajaran Para Rasul.
Jadi, dari sini kita ketahui, bahwa Konsili “Tidak lebih dari Otoritas”
Tradisi Gereja (Baik secara Tertulis : Alkitab, maupun Lisan : Ajaran,Liturgis,dan
hal-hal lain dalam Gereja Tuhan). Namun walau demikian, apabila Konsili
tersebut “Sah” dan tidak bertentangan dengan hal-hal diatas, maka Konsili
tersebut menjadi “Tembok serta Benteng” yang dapat meluruskan
pemahaman kita dari pengertian yang salah tentang Firman, serta menjadi
landasan kuat untuk bertahan dari serangan “Si Jahat” dalam bentuk berbagai
ajaran bidat.

Anda mungkin juga menyukai