Anda di halaman 1dari 12

Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No.

2, April 2021

Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani


Volume 5, Nomor 2 (April 2021)
ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)
http://www.sttintheos.ac.id/e-journal/index.php/dunamis
DOI: 10.30648/dun.v5i2.314

Submitted: 25 Februari 2020 Accepted: 20 Januari 2021 Published: 1 April 2021

Persoalan Pengudusan Pasangan dalam Pernikahan Beda Agama:


Kritik Sosio-Historis 1 Korintus 7:12-16
Vincent Kalvin Wenno
Program Studi Teologi, Fakultas Ilmu Sosial Keagamaan
Institut Agama Kristen Negeri Ambon
vincentkalvin@gmail.com

Abstract
This study describes the marriage legality between Christian and non-Christian in Corinth. The
text that is used as a focus for interpretation is 1 Corinthians 7:12-16, by using the socio-
historical criticism. The text was chosen because it talked about the marriage of different beliefs
that took place in the City of Corinth. To interpret text by the socio-historical criticism, things
to consider are: First, the background of the social and historical context and mixed marriage
in Corinth. Second, the problem of holiness and divorce in marriage in Corinth. Based the
study, it can be explained that Paul's understanding of the sanctity of Christian marriage is a
way to make a border between holiness and unholiness in pluralistic Corinthian society.

Keywords: plurality; Christian marriage; mixed marriage; peace; divorce; socio-historical


criticism; 1 Corinthians 7:12-16

Abstrak
Tulisan ini menguraikan persoalan keabsahan pernikahan antara orang Kristen dan bukan
Kristen di Kota Korintus. Fokus teks yang menjadi acuan penafsiran adalah 1 Korintus 7:12-
16, dengan menggunakan pendekatan tafsir sosio-historis. Teks tersebut dipilih karena
berbicara menyangkut pernikahan berbeda keyakinan yang terjadi di Kota Korintus. Untuk
menafsirkan teks dengan sosio-historis, maka hal yang diperhatikan adalah latar belakang
konteks sosial-historis dan pernikahan campuran di Korintus, serta masalah kekudusan dan
perceraian dalam pernikahan di Korintus. Berdasarkan hasil studi, maka dapat dijelaskan bahwa
pemahaman Paulus tentang kudusnya pernikahan Kristen adalah cara menarik batas antara
kudus dan cemar dalam masyarakat Korintus yang majemuk.

Kata Kunci: pluralitas; pernikahan Kristen; pernikahan campuran; perdamaian; perceraian;


kritik sosio-historis; 1 Korintus 7:12-16

210 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

PENDAHULUAN polemik dalam pemahaman dan pelaksa-


naan pernikahan secara hukum di Indonesia
Pada dasarnya di Indonesia, perka-
ketika bertemu dengan realitas perbedaan
winan merupakan suatu akta yang secara
agama dalam perkawinan. Dengan kata
legal meresmikan persatuan antar dua ma-
lain, pernikahan yang tidak diatur dalam
nusia yang berbeda; perempuan dan laki-
UU Perkawinan tidak boleh dilakukan (se-
laki. Perbedaan yang selalu menjadi fokus
suai pasal 2 UU Perkawinan). Konsekuen-
dari pengakuan suatu perkawinan adalah
sinya adalah implementasi pernikahan beda
perbedaan kelamin semata. Namun demi-
agama setelah berlakunya UU Perkawinan
kian, ada hal-hal lain di luar perbedaan
relatif sulit. UU itu sendiri menyebabkan
kelamin yang sering kali dianggap tabu da-
polemik dalam pemahaman dan implemen-
lam suatu perkawinan, contohnya perbeda-
1
tasi perkawinan beda agama muncul.2
an suku, ras dan agama. Meskipun per-
Kedua, otoritas pemangku kekuasa-
nikahan beda keyakinan pada praktiknya
an pada lembaga-lembaga keagamaan baik
banyak terjadi di Indonesia, tetapi secara
di Islam dan Kristen lebih banyak menerje-
normatif belum mendapatkan tempat dalam
mahkan dan menafsirkan teks-teks yang
agama dan masyarakat.
melarang pernikahan beda agama diban-
Hal yang menyebabkan pernikahan
dingkan dengan yang memperbolehkan.3
beda keyakinan dianggap tabu dapat ditin-
Hal ini mengakibatkan masyarakat meme-
jau dari dua segi. Pertama, legalitas perni- gang tafsiran tersebut sebagai acuan tunggal
kahan campuran dalam hukum yang ber- dalam relasi pernikahan. Penolakan berda-
laku Indonesia. Hukum di Indonesia belum sarkan ajaran agama, secara tidak langsung
memberikan suatu kejelasan secara pasti berpengaruh pada relasi pernikahan beda
akan pernikahan yang boleh dilangsungkan keyakinan yang dianggap rentan terhadap
bagi kedua pihak yang berbeda agama. konflik karena tidak diakui secara hukum
Sekalipun tentang perkawinan telah diatur dan agama. Munculnya konflik disebabkan
dalam UU Perkawinan No. 1/1974, namun oleh tidak samanya persepsi dalam mem-
secara spesifik tidak menjelaskan tentang bangun rumah tangga, akibat latar belakang
perkawinan beda agama. Sehingga terjadi agama yang berbeda.

1
Tyas Amalia, “Model Manajemen Konflik ac.id/index.php/jhi/article/view/561/748;
Pernikahan Beda Agama dalam Pemikiran Ahmad “Kontroversi Perkawinan Beda Agama di Indonesia
Nurcholish,” Jurnal Sosiologi Agama 12, no. 1 Sri Wahyuni, M.Ag., M.Hum. 1,” no. 1 (n.d.).
3
(2018): 1–30. Achmad Nurcholish, Memoar Cintaku:
2
Sri Wahyuni, “Kontroversi Perkawinan Beda Pengalaman Empiris Pernikahan Beda Agama,
Agama Di Indonesia,” Jurnal Hukum Islam 8, no. Pertama (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2004).
2010 (2010): 64–78, http://e-journal.iainpekalongan.

211 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

Berdasarkan konteks yang terjadi di konteks sosial yang terjadi dalam kota
atas, maka studi ini berusaha untuk meng- Korintus. Dalam konteks itulah, penafsiran
gali pemahaman tentang pengkudusan per- dengan menggunakan tafsir sosial perlu
nikahan beda agama yang diperdebatkan untuk menggali tanggapan jemaat di
dalam 1 Korintus 7:12-16. Perdebatan ter- Korintus dan Paulus sebagai subjek yang
jadi pada masalah perbedaan keyakinan membentuk surat I Korintus dan ideologi-
dalam keluarga jemaat Kristen. Dirasakan nya. Jadi, diharapkan dengan metode ini
adanya ketakutan atau kekuatiran bahwa dapat mendeskripsikan dan memasuki kem-
pasangan yang berbeda keyakinan tersebut bali dunia sosial Alkitab untuk memahami

akan membuat status pernikahan menjadi berita yang hendak disampaikan. Untuk

tidak kudus. Hal tersebut mengakibatkan memahami teks menggunakan model ini,

adanya ancaman perceraian dalam keluarga maka perlu memperhatikan analisa karakter

Kristen akibat ketakutan akan tercemarnya sosial seperti latar belakang sosial historis,

keluarga oleh karena pasangan yang belum struktur kelompok dan stratifikasi sosial

menerima Kristus. dari kebudayaannya.4

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi ini merupakan kajian biblis Pernikahan Campuran di Kota Korintus

terhadap teks I Korintus 7:12-16 dengan Paulus dalam surat I Korintus me-
menggunakan metode penafsiran sosio- ngomentari banyak hal terkait persoalan
historis. Alasan dipilihnya metode penafsir- moral-etis yang terjadi di Korintus.5 Hal
an sosio-historis karena perkawinan dan tersebut terjadi karena orang-orang di
berbagai hal yang terjadi di Korintus me- Korintus mengalami begitu banyak perso-
rupakan persoalan-persoalan sosial yang alan sebagai kota modern. Salah satunya
tidak hanya bisa dilihat secara diakronik. adalah persoalan pernikahan campuran.
Persoalan-persoalan sosial yang muncul Pernikahan itu terjadi antara orang Korintus
pada awal pemberitaan Injil perlu dilihat yang telah mengaku untuk mengikut
sebagai interaksi dan hubungan sosial Kristus dan pasangannya yang belum me-
(sinkronik) antara penyebaran Injil dan ngaku untuk mengikut Kristus. 6

4
Yusak Tridarmanto, Hermeneutika Perjanjian Baru Growth in Ancient Athens (Princeton University
1 (Yogyakarta: Kanisius, 2013), 37. Press, 2019), 162.
5 6
Ian W Scott, Implicit Epistemology in the Letters of Richard A Horsley, Abingdon New Testament
Paul: Story, Experience and the Spirit, vol. 205 Commentaries: 1 Corinthians (Abingdon Press,
(Mohr Siebeck, 2006), 54; Federica Carugati, 2011), 27.
Creating a Constitution: Law, Democracy, and

212 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

Ada beberapa hal yang mendukung Kedua, dalam literatur kuno, kata
terjadinya pernikahan campuran di kota latin Korintus “Korintiazein” mempunyai
Korintus. Pertama, letak Kota Korintus di arti yang mirip dengan “prostitusi” atau
antara dua teluk, yaitu Teluk Korintus dan “pelacuran.”11 Kondisi ekonomi pada kota
Teluk Saronik. Kedua teluk itu yang Korintus sangat mempengaruhi berkem-
menghubungkan Peloponnesus ke daratan bangnya fenomena sosial tersebut. Peda-
7
Yunani. Teluk-teluk tersebut memungkin- gang yang melewati Kota Korintus ber-
kan Korintus menjadikan tempat di sekitar bondong-bondong mencari teman wanita.
lokasi tersebut sebagai pelabuhan, antara
Tujuannya untuk menghabiskan banyak
lain Pelabuhan Kengkrea yang berada pada
uang setelah melakukan perjalanan panjang
sebelah timur, dan Pelabuhan Lekeion yang
di laut. Beberapa dari mereka kemudian
berada pada sebelah barat. Konsekuensi
jatuh cinta dengan wanita tersebut.12 Situasi
dari Kota yang dikelilingi oleh pelabuhan
yang demikian membuka potensi terjadinya
adalah mobilitas masyarakat Korintus
perkawinan campuran di Kota Korintus.
dalam bidang perekonomian yang tinggi.8
Kedua hal di atas menjadikan
Dengan kata lain, Kota Korintus berada
Korintus sebagai kota yang tidak bisa
pada rute yang strategis untuk melakukan
menggaris batasan antara apa yang berada
perjalanan sepanjang Imperium Romawi.9
di dalamnya (kudus) dan apa yang berada di
Di kota tersebut terjadi pertukaran barang
luarnya (tidak kudus). Garis tersebut agak
dalam sistem kota antara masyarakat
Korintus dengan orang di luarnya. Orang kacau karena percampuran sampai pada

Korintus pun dikenal sebagai masyarakat tingkat substansial kota Korintus, seperti

yang terbuka menerima setiap orang, bukan persoalan makan, hiburan dan identitas. Hal

hanya demi kepentingan ekonomi, tetapi ini semakin diperkuat dengan ikatan-ikatan
orang-orang yang mengungsi, berasal dari yang dulunya bersifat homogen, beralih
kota, dan yang berada di sekitar Kota menjadi ikatan yang bersifat heterogen.
Korintus disambut dengan baik.10 Misalnya ikatan pernikahan mulai meluas

7 10
Michael D Dixon, Late Classical and Early Concannon, Assembling Early Christianity: Trade,
Hellenistic Corinth: 338-196 BC (Routledge, 2014), Networks, and the Letters of Dionysios of Corinth.
9. 11
Norman Perrin and Dennis C Duling, “The New
8
Cavan W Concannon, Assembling Early Testament: An Introduction (2d Ed.; New
Christianity: Trade, Networks, and the Letters of York/Chicago/San Francisco” (Harcourt, Brace,
Dionysios of Corinth (Cambridge University Press, Jovanovich, 1982).
12
2017), 67; Roy E Ciampa and Brian S Rosner, The Konstantinos Kapparis, Prostitution in the Ancient
First Letter to the Corinthians (Wm. B. Eerdmans Greek World (Walter de Gruyter GmbH & Co KG,
Publishing, 2010), 322. 2017), 322.
9
Wayne A Meeks, The First Urban Christians,
1983, 17–18.

213 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

batasnya dari sesama orang Korintus sam- pasangan yang mengikuti ajaran Kristus
pai ke luar orang Korintus. Dan setelah Injil dan yang lainnya tidak. Hal ini menjadi
diberitakan ke Korintus, ada nuansa untuk polemik karena sebagian dari keluarga yang
melakukan pemurnian terhadap hal ter- telah menjadi pengikut Kristus, pasangan-
sebut. Upaya untuk menarik garis batas da- nya belum mengakui Kristus.
lam rumah tangga Korintus, antara apa yang Paulus sebagai orang yang andil
tercemar dan suci, apa yang dapat men- dalam penyebaran Injil, dalam narasinya
datangkan kemurnian dan apa yang dapat bermaksud membangun kesadaran sebuah
memberikan kemurnian itu. identitas kelompok etnis sebagai anak-anak
Berdasarkan latar belakang Kota Abraham. Pernikahan bagi Paulus merupa-
Koritus dan keberagaman budaya dalam kan praktik sosial untuk mempertahankan
pernikahan di kota tersebut, maka pernika- identitas tersebut.14 Instruksi semacam itu
han campuran sebelum dan sesudah Injil diberikan Paulus setelah Yesus terangkat ke
diterima cukuplah berbeda. Yang dimak- Sorga dan Ia tidak memberikan petunjuk
sudkan dengan pernikahan campuran dalam apa pun terkait masalah itu. Oleh karena itu,
Kota Korintus, terutama dalam 1 Korintus Paulus sendiri yang harus memberikan
7:12-16, adalah percampuran keyakinan nasihat etisnya terhadap persoalan yang
dalam keluarga ketika Injil telah masuk. Hal terjadi di Korintus.15 Bentuk dasar dari
tersebut dapat dilacak pada teks 1 Kor. instruksi yang Paulus berikan mengenai
7:12-16. Paulus tampaknya tidak mengatur pernikahan campuran ini mengikuti apa
hal menyangkut persiapan sebelum perni- yang dia berikan kepada anggota-anggota
kahan, melainkan tentang hal-hal perni- komunitas Kristen yang menikah, dan yang
kahan yang sudah terjadi. Di dalam perni- secara langsung dia kaitkan dengan Tuhan
kahan itu, terdapat satu pasangan yang telah (1 Korintus 7:10-11): jangan bercerai atau
menerima Injil meng”ubah” pasangan yang berpisah. Apa yang menyebabkan lebih
lain.13 Setelah Injil masuk ke Korintus dan banyak diskusi adalah alasan yang dia
orang-orang Korintus mulai tertarik meng- berikan untuk mendukung pengajaran ini
ikuti ajaran itu, terdapat kemungkinan- dalam kasus pernikahan campuran: bahwa
kemungkinan di mana hanya satu orang dari pasangan yang tidak percaya dikuduskan

13
Horrell, “Ethnicisation, Marriage, and Early GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual
Christian Identity: Critical Reflections on 1 Dan Filsafat Keilahian 2, no. 1 (2017): 104–5.
Corinthians 7, 1 Peter 3, and Modern New Testament 15
Horrell, “Ethnicisation, Marriage, and Early
Scholarship,” 11. Christian Identity: Critical Reflections on 1
14
Johanna Silvana Talupun, “Resensi: Families in Corinthians 7, 1 Peter 3, and Modern New Testament
Ancient Israel—The Family, Religion, and Culture,” Scholarship,” 12–13.

214 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

(egiastai) oleh mitra mereka yang beriman, makanan, tapi pengaruhnya kepada manu-
dan bahwa anak-anak dari serikat semacam sia, dan persoalan kemanusiaan itu sen-
itu adalah suci (hagia). diri.17

Persoalan Pengudusan Pasangan yang Selain kedua ayat di atas, Paulus

Berbeda Keyakinan dalam Perni- juga mempunyai pandangan tersendiri soal

kahan Menurut 1 Korintus 7:12-16 kekudusan yang berhubungan dengan per-


nikahan campuran dalam I Korintus 7:12-
Persoalan tentang kudus dan tidak
16. Ada dua argumen yang mengejutkan
kudus mempunyai gema yang kuat dalam
dari nasihat Paulus tersebut: Pertama, ke-
narasi-narasi Perjanjian Baru. Salah satu
kudusan yang dapat “menular” atau berpin-
contohnya ketika Yesus menyembuhkan
dah dari satu orang ke pasangan atau anak-
16
seorang yang sakit kusta (Mrk. 1:40-45).
nya. Perkataan Paulus tersebut membi-
Konsekuensi dari sentuhan fisik Yesus
ngungkan, karena dalam konteks kekudu-
terhadap orang tersebut, adalah Ia tidak
san, yang bisa menular karena ancaman-
dapat masuk secara terang-terangan ke
ancaman dari luar atau internal.18 Masya-
dalam kota. Persoalan itu berlanjut sampai rakat Yunani-Romawi kuno belum meneri-
pada narasi-narasi di luar Injil. Salah satu- ma kekudusan yang bisa berpindah dari satu
nya ketika Petrus mengartikan penglihatan tangan ke tangan lainnya. Akhirnya, apa
dia tentang suara yang menyuruhnya untuk yang dibicarakan Paulus dalam I Korintus
menyembelih dan memakan binatang ber- 7:14 hanya dapat dimengerti dari fungsi
kaki empat, binatang menjalar dan burung, keluarga pada masa awal munculnya ke-
maka responsnya atas penglihatan itu, kristenan.
“Tidak Tuhan, tidak, sebab aku belum per- Keluarga pada awal pemberitaan
nah makan sesuatu yang haram dan yang Injil, merupakan embrio sekaligus media
tidak tahir” (Kis. 10:14). Pada ayat yang penyebaran misi. Keluarga tidak hanya
berikutnya, Petrus menyatakan, “Tetapi menjalankan fungsi sosial, melainkan juga
Allah telah menunjukkan kepadaku, bahwa menjalankan fungsi-fungsi keagamaan.
aku tidak boleh menyebut orang najis atau Praktik ini bahkan sudah dimulai sebelum
tidak tahir.” Jadi, bukan saja persoalan kekristenan masuk ke Korintus, di mana

Sam P Mathew, “Jesus and Purity System 1n


16 17
Bruce J Malina, The New Testament World:
Mark’s. Gospel: A Leper (Mk. 1: 40-45),” 2000, Insights from Cultural Anthropology (Atlanta: John
102. Knox, 1981), 122.
18
Pilch and Malina, Biblical Social Values and Their
Meaning: A Handbook.

215 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

seluruh anggota keluarga menjadikan ru- 17:19), atau menguduskan Gereja (Efs.
mah tangganya patuh dan mengabdi kepada 5:26) juga Roh Kudus (Rm. 15:16). Dengan
dewa-dewa yang menjaga rumah tangga demikian, bisa dikatakan bahwa “pengudu-
mereka. Ritual di lakukan dalam rumah san” merupakan fungsi yang dilakukan
tangga seperti itu. Hal yang sama terjadi hanya oleh Tuhan.19 Bagi Kittel, konsep
ketika Injil disebarkan. Sebagian catatan mengenai pengudusan bukanlah aksi moral
atau laporan-laporan dalam Perjanjian Baru dari manusia, melainkan merupakan kebe-
tentang penyebaran misi Kristus awal naran, bahwa ada karakter “kudus” pa-
Kekristenan, menggunakan rumah tangga sangan beriman yang kemudian menjadi
(oikos) sebagai alat penyebarannya. Kekris- karakter dari pasangan yang tidak beriman.
tenan itu sendiri di mulai dari pertemuan- Jadi, baginya bukan manusia itu dikudus-
pertemuan yang terjadi di rumah-rumah kan oleh manusia lain, melainkan kebe-
majikan yang telah mengikuti Kristus, naran dari kudus satu pihak, menjadikan
kemudian menyebarkannya kepada budak, karakter dalam kehidupannya yang bisa
anak-anaknya. Sehingga bagi Paulus, sikap memengaruhi pihak/pasangan lain yang be-
dan kepercayaan orang tua dalam rumah lum percaya.20 Memang tidak mudah untuk
tangga, entah bagaimana caranya, dapat menjelaskan konsep kekudusan yang dibi-
membuat anak menjadi kudus. Jadi, mas- carakan oleh Paulus di sini. Bagi banyak
alah kekudusan yang menular dalam rumah komentator, ia menggunakan hagiazo dan
tangga, menurut Paulus adalah keterlibatan adj. hagios dengan cara unik yang berbeda
setiap anggota keluarga atau praktik-praktik dari status kekudusan yang berasal dari
ritus yang terjadi dalam rumah tangga itu. iman orang Kristen. Hal ini akan dianggap
Pengudusan yang dijelaskan dalam menunjukkan kekudusan ekstrinsik melalui
poin pertama ini bukanlah berasal dari kontak dengan tingkah laku dan kasih dari
manusia. Penggunaan kata hagiazo (kudus) orang yang kudus, yang dianggap Kristen
dalam Perjanjian Baru, berhubungan de- sebagai orang suci, sebagai orang Israel
ngan tindakan aktif “pengudusan,” yang pada zaman dahulu (Ul. 33: 3; 4 Mak.
merupakan subjek dari Tuhan sendiri bukan 17:19).
manusia. Misalnya dalam Doa Bapa Kami, Kedua, Paulus tidak peduli terhadap
Yesus menguduskan diri-Nya sendiri (Yoh. ancaman-ancaman pencemaran orang per-

19 20
Gerhard Kittel, Theological Dictionary of the New Kittel, Theological Dictionary of the New
Testament (Volume I) (Grand Rapids, Michigan: Testament (Volume I).
Wm. B. Eerdams, 1967), 111.

216 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

caya, ia lebih menekankan pengudusan bagi han ini bertujuan untuk menjadikan “yang
orang yang tidak percaya. Ketakutan orang terpisah” khas, khusus di mata Allah. Tetapi
percaya awal tentang kontaminasi yang dalam ruang-ruang sejarah, percampuran
terjadi di ruang publik akan dipulihkan atas apa yang masyarakat anggap sebagai
dengan pengudusan di ruang privat. Hal suci atau tercemar itu tidak dapat dipisah-
tersebut sesuai dengan pemahaman Paulus kan. Setelah dipisahkan dan menjadi khu-
tentang ekklesia sebagai komunitas yang sus, kehormatan orang tersebut akan me-
kudus dan terikat dan dipisahkan untuk ningkat, dan yang telah dihormati akan
Allah. Dari kedua hal yang telah dijelaskan terus menjaga honor/kehormatannya. Pele-
di atas, purity bagi Paulus adalah peng- buran ini mengakibatkan tanda religius/
halang orang percaya dan tidak percaya. biologis inisiasi ke agama Yahudi tidak lagi
Selain itu, purity juga merupakan gambaran
relevan bagi orang Kristen.22
sikap yang telah ditransformasi dari yang
Nasihat Paulus dalam I Korintus
21
tidak percaya menjadi percaya.
7:12-16 memiliki kemiripan dengan ko-
Batasan yang ditarik oleh Paulus
mentar Paulus tentang perbudakan pada
terhadap situasi percampuran ini sangat
ayat setelahnya. Baginya, para budak yang
sulit dipahami. Ada dua paradoks yang ber- kini telah mengaku harus tetap dalam
tentangan. Paulus yang memberi garis pem- keadaan di mana mereka dipanggil (ay. 21).
beda orang yang percaya dan tidak percaya, Ayat yang “dilematis” ini diartikan
dengan Paulus yang memberikan ruang Fiorenza sebagai kemungkinan-kemung-
bagi percampuran itu terjadi dalam penje- kinan para budak untuk hidup tanpa kha-
lasan atas konteks yang sama. Kekristenan watir akan statusnya meskipun kini mereka
di kemudian hari memahami pemisahan ini telah dipanggil untuk menjadi bebas. Se-
dalam kerangka ruang sakral dan profan. dangkan yang sudah bebas, hidup sesuai
Apa yang telah menjadi sakral tidak akan panggilannya. Jadi, baik budak maupun
bergabung dengan apa yang dianggap se- orang merdeka sama dalam komunitas
bagai profan, yang merupakan sesuatu Kristen, karena mereka memiliki satu
bukan dari dalam dirinya sendiri (di luar Tuhan. Karena itu, seseorang dimung-
dirinya, atau kelompok). Tuntutan pemisa- kinkan menjadi Kristen, baik sebagai budak

21 22
Joseph A. Fitzmyer, First Corinthians: A New Elisabeth Schüssler Fiorenza, In Memory of Her: A
Translation with Introduction and Commentary Feminist Theological Reconstruction of Christian
(New Haven London: Yale University Press, 2008), Origins, vol. 1 (Crossroad Publishing Company,
299. 1984), 222–23.

217 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

maupun orang bebas.23 Nasihat teologis boleh menahan pasangannya yang ingin
Paulus tentang keadaan para budak setelah bercerai.
menjadi Kristen sama seperti keadaan kelu- Pada ayat 15, Paulus mengajarkan
arga setelah mereka menerima Kristus. Jadi, jemaat di Korintus untuk menerima kenya-
pengudusan dalam konteks ayat 12-16 bu- taan jika orang yang tidak beriman ingin
kan memisahkan orang Kristen karena takut bercerai. Dalam keadaan tertentu, perni-
pencemaran itu, melainkan karena menjadi kahan tidak perlu dipertahankan jika mene-
orang yang berada dalam posisi apa pun, kan kehendak bebas dari orang lain. Untuk
sekarang telah menjadi sama di mata itu bagi Paulus “keterpisahan” itu membuat
Tuhan. orang tidak berada dalam ikatan tersebut.
Yang dimaksudkan Paulus dengan ikatan
Ancaman Perceraian dalam Perni-
adalah hal yang sama dengan perbudakan.
kahan Beda Keyakinan
Artinya, orang beriman tidak terikat untuk
Dalam kerangka kemurnian itu, mempertahankan pernikahan jika pasangan
Paulus tidak menganjurkan orang Kristen tidak percaya ingin meninggalkan hubu-
untuk bercerai, meskipun hukum mem- ngan mereka, dan bahwa pernikahan kem-
perbolehkannya. Menurut Hukum Romawi, bali bukanlah masalah sama sekali.25
perceraian boleh dilakukan oleh kedua Tujuan perkataan Paulus tentang
pihak. Perceraian tidak membutuhkan per- perpisahan dalam ayat 15 adalah untuk
setujuan lembaga negara ataupun agama. mencapai keadaan damai bagi orang beri-
24
Akan tetapi surat resmi seharusnya dibuat. man. Perdamaian harus menjadi karakteris-
Perceraian dimulai ketika suami mengusir tik dari hidup orang kudus. Keadaan hidup
istrinya keluar dari rumahnya, atau istri sebelum pernikahan (membujang) tampak-
sendiri yang memutuskan pergi dan me- nya bagi Paulus adalah kehidupan yang da-
ninggalkan suaminya. Tampaknya ini ada- mai.26 Hal ini selaras dengan Roma 12:18;
lah salah satu cara yang dipersoalkan Paulus 14:19, pasangan beriman yang baru bercerai
dalam I Korintus 7:13 di mana seorang istri dari pasangan yang tidak beriman, mereka
meninggalkan suaminya. Tapi dalam ke- dipanggil oleh Allah untuk hidup “dalam
adaan terpaksa, jika terpaksa maka pasa- damai,” oleh karena Paulus tidak memikir-
ngan yang sudah mengikut Kristus tidak kan pernikahan kembali (setelah rekonsili-

23 25
Fiorenza, In Memory of Her: A Feminist Gordon D Fee, The First Epistle to the Corinthians
Theological Reconstruction of Christian Origins. (Wm. B. Eerdmans Publishing, 1987), 302–3.
24
Ross Shepard Kraemer, Women’s Religions in the 26
Fiorenza, In Memory of Her: A Feminist
Greco-Roman World: A Sourcebook, n.d., 123. Theological Reconstruction of Christian Origins.

218 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

asi). Perdamaian dimaksud berlaku secara tera Allah. Dengan kata lain, Paulus melihat
independen dari perilaku pasangan orang suatu persekutuan orang kudus sebagai su-
tidak beriman.27 atu persekutuan yang terbuka.28 Berbeda

Upaya Memahami Pernikahan Beda dengan Paulus, orang kudus yang berada di

Agama dalam Konteks Indonesia Korintus menampilkan sikap eksklusif ter-


hadap pasangan hidup mereka yang tidak
Situasi Kota Korintus yang maje-
terhitung sebagai orang kudus. Sikap eksk-
muk dengan adanya berbagai keyakinan,
lusif ini bisa saja menjadi pola dalam suatu
budaya, penyembahan berhala, membuat
masyarakat jika tidak bisa memahami de-
orang Korintus berinteraksi secara langsung
ngan baik suatu realitas kemajemukan, di
dengan orang yang tidak percaya kepada
mana terdapat macam-macam kebudayaan,
Kristus. Kemajemukan saat itu dianggap
agama, dan gaya hidup yang berbeda satu
sebagai sesuatu yang bisa membuat cemar dengan lainnya.
orang beriman menjadi tidak kudus lagi. Kenyataan adanya kemajemukan
Namun, dalam 1 Korintus 7:12-16 meng- di Indonesia tidak bisa disangkal. Kemaje-
gambarkan sikap keterbukaan seorang rasul mukan itu bisa merupakan keindahan na-
yang bergerak pada awal abad pertama mun juga bisa terjadi konflik karena perbe-
setelah Yesus muncul. daan itu. Perbedaan yang mengakibatkan
Paulus menggambarkan bahwa konflik bukanlah yang diharapkan oleh
“Allah memanggil kita untuk hidup dalam Paulus. Tetapi, perbedaan itu turut mem-
damai sejahtera.” Paulus menggunakan berdayakan semua orang lewat perilaku
“kita” bukan “kalian,” itu berarti bahwa orang Kristen.29 Dimensi yang dikritik oleh
Paulus melihat damai sejahtera Allah dibe- Paulus adalah pemberdayaan yang mengu-
rikan bukan saja kepada orang yang ber- tamakan kepentingan diri sendiri. Kepen-
iman melainkan juga orang yang tidak ber- tingan kelompok harus ditekankan sebagai
iman. Paulus pun tidak mempersoalkan ke- bentuk “kasih” yang ditekankan oleh Yesus.
pada siapa dan bagaimana – dengan cara Paulus dalam komentarnya terhadap perni-
khusus – untuk mendapatkan damai sejah- kahan berbeda keyakinan menyatakan

27
Hans Conzelmann et al., 1 Corinthians: A Demianus Nataniel, “Paulus Dalam Konflik
29

Commentary on the First Epistle to the Corinthians Antarumat Beragama: Membaca Konflik Di
(Augsburg Fortress Publishers, 1975), 124. Maluku Utara Berdasarkan Sikap Nasionalisme
28
Yosep Harbelubun, “Membangun Persaudaraan Paulus,” GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi
Lintas Iman Dengan Berbasis Pada Kebudayaan Kontekstual Dan Filsafat Keilahian 4, no. 2 (2019):
Masyarakat Adat Kei,” GEMA TEOLOGIKA: Jurnal 195–210.
Teologi Kontekstual Dan Filsafat Keilahian 2, no. 1
(2017): 75–96.

219 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

bahwa pasangan yang beriman tidak seha- DAFTAR PUSTAKA


rusnya memaksa pasangan yang tidak ber- Amalia, Tyas. “Model Manajemen Konflik
iman untuk menjadi yakin dan percaya Pernikahan Beda Agama dalam
Pemikiran Ahmad Nurcholish.” Jurnal
kepada Kristus. Ini merupakan sikap in- Sosiologi Agama 12, no. 1 (2018): 1–
klusif Paulus pada awal pelaksanaan misi 30.
Kristus. Carugati, Federica. Creating a
Constitution: Law, Democracy, and
KESIMPULAN Growth in Ancient Athens. Princeton
University Press, 2019.
Paulus dalam I Korintus 7:12-16 Ciampa, Roy E, and Brian S Rosner. The
memberikan pertimbangan-pertimbangan First Letter to the Corinthians. Wm. B.
Eerdmans Publishing, 2010.
etis teologis bagi pasangan yang hidup
Concannon, Cavan W. Assembling Early
dalam keluarga yang berbeda keyakinan. Christianity: Trade, Networks, and the
Pendapatnya didasarkan pada keyakinan Letters of Dionysios of Corinth.
Cambridge University Press, 2017.
akan keluarga sebagai suatu ikatan suci.
Conzelmann, Hans, S J MacRae, W George,
Pilihan-pilihan yang baik adalah tetap di and James W Leitch. 1 Corinthians: A
dalam kehidupan keluarga yang masing- Commentary on the First Epistle to the
Corinthians. Augsburg Fortress
masing mempertahankan keyakinannya. Publishers, 1975.
Hal ini merupakan suatu bentuk keadaan di Dixon, Michael D. Late Classical and Early
mana orang Kristen tetap “berada” dan Hellenistic Corinth: 338-196 BC.
Routledge, 2014.
mewarnai dunia dengan ajaran Kristus, se-
Fee, Gordon D. The First Epistle to the
suai dengan sikap dan tindakan yang dia- Corinthians. Wm. B. Eerdmans
jarkan oleh Injil. Ia tidak keluar dari gari Publishing, 1987.

batasan kudus-cemar, dan menarik seluruh Fiorenza, Elisabeth Schüssler. In Memory


of Her: A Feminist Theological
dirinya terasing dari lingkungan. Terhadap Reconstruction of Christian Origins.
ancaman perceraian, orang yang beriman Vol. 1. Crossroad Publishing
Company, 1984.
tidak bisa meninggalkan pasangannya, me-
Fitzmyer, Joseph A. First Corinthians: A
lainkan harus mempertahankan keutuhan New Translation with Introduction
and Commentary. New Haven
pernikahan selagi bisa dipertahankan. Te-
London: Yale University Press, 2008.
tapi, sekaligus menjadi realistis jika hubu-
Harbelubun, Yosep. “Membangun
ngan tersebut sama sekali tidak bisa diper- Persaudaraan Lintas Iman Dengan
Berbasis Pada Kebudayaan
tahankan.
Masyarakat Adat Kei.” GEMA
TEOLOGIKA: Jurnal Teologi
Kontekstual Dan Filsafat Keilahian 2,
no. 1 (2017): 75–96.

220 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

Horrell, David G. “Ethnicisation, Marriage, Nurcholish, Achmad. Memoar Cintaku:


and Early Christian Identity: Critical Pengalaman Empiris Pernikahan
Reflections on 1 Corinthians 7, 1 Peter Beda Agama. Pertama. Yogyakarta:
3, and Modern New Testament LKiS Yogyakarta, 2004.
Scholarship,” 2016. Perrin, Norman, and Dennis C Duling. “The
Horsley, Richard A. Abingdon New New Testament: An Introduction (2d
Testament Commentaries: 1 Ed.; New York/Chicago/San
Corinthians. Abingdon Press, 2011. Francisco.” Harcourt, Brace,
Jovanovich, 1982.
Kapparis, Konstantinos. Prostitution in the
Ancient Greek World. Walter de Pilch, John J., and Bruce J. Malina. Biblical
Gruyter GmbH & Co KG, 2017. Social Values and Their Meaning: A
Handbook. Peabody, Massachusetts:
Kittel, Gerhard. Theological Dictionary of
Hendrickson Publishers, 1993.
the New Testament (Volume I). Grand
Rapids, Michigan: Wm. B. Eerdams, Scott, Ian W. Implicit Epistemology in the
1967. Letters of Paul: Story, Experience and
the Spirit. Vol. 205. Mohr Siebeck,
“Kontroversi Perkawinan Beda Agama Di
2006.
Indonesia Sri Wahyuni, M.Ag.,
M.Hum. 1,” no. 1 (n.d.). Talupun, Johanna Silvana. “Resensi:
Families in Ancient Israel—The
Kraemer, Ross Shepard. Women’s
Family, Religion, and Culture.”
Religions in the Greco-Roman World:
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi
A Sourcebook, n.d.
Kontekstual Dan Filsafat Keilahian 2,
Malina, Bruce J. The New Testament no. 1 (2017): 97–107.
World: Insight From Cultural
Thiselton, Anthony C. The First Epistle to
Anthropology. Atlanta, Georgia: John
the Corinthians: A Commentary on the
Knox Press, 1981.
Greek Text. Vol. 7. Wm. B. Eerdmans
Mathew, Sam P. “Jesus and Purity System Publishing, 2000.
1n Mark’s. Gospel: A Leper (Mk. 1:
Tridarmanto, Yusak. Hermeneutika
40-45),” 2000.
Perjanjian Baru 1. Yogyakarta:
Meeks, Wayne A. The First Urban Kanisius, 2013.
Christians, 1983.
Wahyuni, Sri. “Kontroversi Perkawinan
Nataniel, Demianus. “Paulus Dalam Beda Agama Di Indonesia.” Jurnal
Konflik Antarumat Beragama: Hukum Islam 8, no. 2010 (2010): 64–
Membaca Konflik Di Maluku Utara 78. http://e-
Berdasarkan Sikap Nasionalisme journal.iainpekalongan.ac.
Paulus.” GEMA TEOLOGIKA: Jurnal id/index.php/jhi/article/view/561/748
Teologi Kontekstual Dan Filsafat .
Keilahian 4, no. 2 (2019): 195–210.

221 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)

Anda mungkin juga menyukai