Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 5

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN


Ethical and Social Issues in Information System
Dosen: Dr. Fransiskus Adikara, S.Kom, MMSI

Disusun oleh:
Nurhayati ( 20180103143)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ESA UNGGUL HARAPAN INDAH
2018
PENGARUH NYATA SOSIAL MEDIA PADA KEHIDUPAN
TERKAIT ETIKA, PRIVASI DAN HAK CIPTA
Oleh: Nurhayati

Media sosial menghapus batasan-batasan manusia untuk bersosialisasi, batasan ruang maupun
waktu, dengan media sosial ini manusia dimungkinkan untuk berkomunikasi satu sama lain
dimanapun mereka berada dan kapan pun, tidak peduli seberapa jauh jarak mereka, dan tidak
peduli siang atau pun malam. Media sosial juga memiliki dampak besar pada kehidupan kita
saat ini. Seseorang yang asalnya ”kecil” bisa seketika menjadi besar dengan media sosial,
begitu pun sebaiknya orang ”besar” dalam sedetik bisa menjadi ”kecil” dengan media sosial,
from zero to hero atau from hero to nothing.
Namun jadi hal yang bertolak belakang pula apabila kita dapat memanfaatkan media sosial,
banyak sekali manfaat yang kita dapat, baik sebagai media pemasaran, dagang, mencari
koneksi, memeperluas pertemanan dan lain-lain. Tapi apabila kita yang dimanfaatkan oleh
media sosial tersebut, baik secara langsung ataupun tidak, maka sudah dapat dipastikan kita
akan terjerumus kedalam hal-hal yang bersifat negatif. Karena berbagai masukan dan
komentar, baik posistif maupun negatif, bisa masuk tanpa dapat dikendalikan sehingga
mempengaruhi prilaku kita pengguna media sosial tersebut.
Media sosial telah menjadi bagian yang tak dapat terelakkan bagi para penggunanya (netizen).
Melalui medsos kita dapat berbagi pesan melalui tulisan, audio maupun video. Media sosial
pun memiliki aturan atau norma-norma yang harus kita taati bahkan menimbulkan konsekuensi
hukum. Media sosial menjadi ruang terbuka, yang bagi siapa saja dapat mengaksesnya.
Meskipun terdapat ruang-ruang tertutup, tetapi tetap saja terdapat celah dalam
mempublikasikannya. Karena apa yang kita bagikan menjadi konsumsi banyak orang dari
segala umur. Akan lebih bijak kalau kita memikirkan kembali apa yang kita bagikan,
memperhatikan etika ketika berbagi di media sosial.
Sebagai acuan hukum dalam bertransaksi informasi dan elektronik maka diterbitkan UU
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 11 Tahun 2008. UU ITE ini juga
mengatur setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah
hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Sebelum kita bicara lebih jauh tentang beberapa pengaruh yang sering kita temukan, rasakan
bahkan dampaknya mengenai kita ada baiknya kita ketahui dulu apa definis dari etika, privasi
dan hak cipta.
Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yakni adat atau kebiasaan; watak;
kesusilaan; sikap; cara berpikir; akhlak. Aritoteles mengemukakan etika kedalam dua
pengertian yakni: Terminius Technicus & Manner and Custom. Terminius Technicus ialah
etika dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau
perbuatan manusia. Sedangkan yang kedua yaitu, manner and custom ialah suatu pembahasan
etika yang terkait dengan tata cara & adat kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia (in
herent in human nature) yang sangat terikat dengan arti “baik & buruk” suatu perilaku, tingkah
laku atau perbuatan manusia. Contoh sering kita temui dalam interaksi dimedsos sebagai
bentuk tindakan “tidak beretika” salah satunya adalah Hal ini di buktikan dengan banyaknya
kata-kata kasar dalam salah satu postingan yang sering muncul dalam percakapan melalui
komentar instagram, baik itu yang sengaja maupun yang tidak sengaja misalnya ucapan yang
mengatakan kepada lawan chatnya misalnya; bahwa muka (wajah) nya dikatakan ‘cantik’ tapi
dengan konotasi sinisme karena setelah itu disusul dengan kata-kata berkonotasi negatif
lainnya.
Pada pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur larangan mendistribusikan, mentransmisikan,
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan. UU 44/2008 lebih jelas memberikan definisi mengenai
Pornografi, yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Hal ini menjadi
peringatan keras bagi seluruh masyarakat terhadap bentuk upaya pelanggaran etika bahwa
sanksi yang akan dikenakan sudah tegas oleh pemerintah.

Menurut Dibyo Hartono Privasi adalah tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehedaki
oleh seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan ini dapat menyangkut
keterbukaan atau ketertutupan, keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru
ingin menghindari atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain. Hak atas privasi,
meskipun bukan hak yang absolute, tetaplah merupakan hak yang fundamental dalam khazanah
hak asasi manusia. Namun demikian privasi merupakan salah satu konsep hak asasi yang
sangat sulit untuk didefinisikan. Pada umumnya perlindungan hak atas privasi dapat
dikategorikan dalam 4 hal yaitu:
1) Privasi Informasi, yang melibatkan pembentukan peraturan yang mengatur pengumpulan
dan penanganan data pribadi seperti informasi keuangan dan catatan medis;
2) Privasi Tubuh, yang menyangkut perlindungan diri fisik orang terhadap prosedur invasive
seperti pengujian obat dan pencarian rongga;
3) Privasi Komunikasi, yang meliputi keamanan dan privasi surat, telepon, email dan bentuk
komunikasi lainnya; dan
4) Privasi teritorial, yang menyangkut pengaturan batas intrusi ke dalam lingkungan
domestik dan lain
Beberapa faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor:
a. Faktor personal; perbedaan dalam latar belakang pribadi
b. Faktor situasional; yang berkaitan dengan situasi dan kondisi yang dialami saat itu, misal
privasi di dunia kerja.
c. Faktor budaya; perbedaan di masyarakat yang didasarkan atas perbedaan suku, asal daerah,
dan kebiasaan dalam suatu lingkungan keluarga.
Salah satu conton pelanggaran privasi yang sering kita saksikan di media sosial adalah, video
yang diunggah secara diam-diam “ reality show” dengan menggunakan kamera atau alat
rekam tersembunyi, sehingga kita tidak pernah tahu disuatu saat atau disuatu tempat kita
sedang di rekam atau tidak. Hal ini semakin menunjukkan semakin tipisnya antara privasi dan
ruang publik.
Beberapa penyalahgunaan media sosial yang paling sering terjadi antara lain :
1) Menyebarkan berita bohong/SARA atau menciptakan kebencian;
2) Upload foto tidak senonoh;
3) Berbagi foto korban kecelakaan/korban perang/orang meninggal; Berbagi foto korban
perang; Berbagi foto anak kecil merokok;
4) Mengumpat dengan kata-kata kasar untuk meluapkan amarah;
5) Berjudi atau taruhan di media sosial;
6) Membully di media sosial; dan Pencemaran nama baik
Pada pasal 30 ayat 1 dan 2, tertulis jelas bahwa UU ITE melarang setiap orang melakukan
akses dengan cara apapun untuk mendapatkan informasi atau dokumen orang lain. Jika
terbukti melakukannya maka akan mendapat ketentuan hukum pada pasal 46 ayat 1 dan 2 yaitu
dengan penjara 6 sampai 7 tahun dan denda sebesar Rp.600.000.000,- sampai
Rp.700.000.000,-. Dengan beratnya sanksi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, agar
menjadi sebuah peringatan keras bagi segala bentuk pelanggaran privasi di media sosial.

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Cipta merupakan
salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi
paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di
dalamnya mencakup pula program komputer.
Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian yang diciptakan dua orang atau lebih, yang
dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh
ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai pencipta ialah
orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian
ciptaannya itu.
Perlindungan terhadap suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan
dalam bentuk nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk
mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang
mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhada
penciptaan tersebut. Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan, karena
karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian
sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau keahlian, sehingga ciptaan
itu dapatdilihat, dibaca atau didengar.
Perlindungan hak cipta terhadap pencipta dan pemegang hak cipta berdasarkan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pasal 1 angka 1 dan Pasal 24 ayat (1) dan
(2). Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hakhak yang harus dilindungi oleh pemerintah
yakni hak ekonomi dan hak moral. Adanya hak ekonomi dan hak moral tersebut maka karya
cipta seseorang akan memiliki nilai-nilai tersendiri, sehingga tidak mudah untuk digunakan
hak miliknya untuk kepentingan komersial oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Ciptaan yang dilindungi mencakup:
1) Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan
semua hasil karya tulis lain;
2) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4) Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5) Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6) Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
7) Arsitektur;
8) Peta;
9) Seni batik;
10) Fotografi;
11) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil pengalihwujud
Perlu diketahui, hak cipta tidaklah dibatasi oleh medianya, sehingga jika suatu karya
dialihrupakan, misalnya saja sebuah karya fotografi di-scan dan dijadikan bentuk digital dan
di-posting di suatu situs, maka hak ciptanya tetaplah berada pada pencipta atau pemegang hak
cipta bentuk awalnya.
Ada tiga tingkatan dalam melakukan pengembangan sistem kekayaan intelektual pada
masyarakat, yaitu:
1) Membangun kepedulian pada masyarakat. Kepedulian pada masyarakat dapat dilakukan
dengan melakukan sosialisasi dan menciptakan persepsi pada masyarakat akan pentingnya
kekayaan intelektual
2) Meningkatnya pemahaman pada masyarakat. Pemahaman ini ditanamkan pada
masyarakat agar kekayaan intelektualnya dapat digunakan dan dieksploitasi untuk
dimanfaatkan bagi perekonomian masyarakat tersebut.
3) Penggunaan efektif. Pengelolaan penggunaan yang efektif kekayaan intelektual pada
produk dan jasa pada sektor ekonomi dalam masyarakat. Kekayaan intelektual dapat
digunakan untuk meningkatkan daya saing bagi pelaku usaha pada masyarakat tersebut
dalam pesaingan bebas.

Anda mungkin juga menyukai