Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kanker Serviks

1. Pengertian

Menurut Kemenkes RI (2017), kanker serviks merupakan

keganasan yang berasal dari serviks atau leher rahim. Serviks

merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris,

menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri

eksternum. Serviks berhubungan dengan jaringan parametrium

ligamentum cardinale ke arah lateral, ligamentum sakrouterina ke

arah posterior, menuju iliaka interna, iliakan eksterna, presakral,

iliaka komunis, hingga paraorta. Sepanjang pembuluh darah ilaka

sampai dengan paraorta, terdapat pembuluh-pembuluha dan

kelenjar limfe yang berhubungan ke atas hingga mediastinum dan

kelenjar getah bening supraklavikular.

2. Penyebab

Menurut Februanti (2019), penyebab dari kanker serviks yaitu

Human Pappiloma Virus (HPV) yang merupakan infeksi virus paling

sering terjadi pada saluran reproduksi. Perempuan dan laki-laki

yang aktif melakukan hubungan seksual dapat terinfeksi berulang


kali. HPV ditularkan secara seksual namun penularannya tidak

hanya melalui penetrasi alat kelamin tetapi kontak kulit genital.

3. Patofisiologi

Menurut Februanti (2019), perkembangan kanker invasi

berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada lapisan epitel serviks,

dimulai dari neoplasia intraepitel serviks (NIS)1, (NIS)2, (NIS)3 atau

karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya setelah menembus membran

basalis akan berkembang menjadi karsinoma mikrinvasif dan

invasif. Pemeriksaan sitologi papsmear di gunakan sebagai

skrining, sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi

diagnostik.

Menurut Masriadi (2016), kanker serviks terjadi jika sel-sel

serviks menjadi abnormal dan membelah secara tak terkendali.

90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi

serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir

pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim. Perubahan ini

tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan

panggul dan pap smear.

4. Stadium

Menurut Suhatno, et al., (2020), terdapat beberapa klasifikasi

histologi dan kanker serviks yaitu:


Tabel 2.1
Klasifikasi Histologi dan Kanker Serviks

Stadium Keterangan
0 Karsinoma in situ
I Karsinoma serviks terbatas diuterus (ekstensi ke korpus
uterus dapat di abaikan
IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop.
Semua lesi yang terlihat secara makroskopik, meskipun
invasi hanya supervisial, dimasukkan kedalam stadium IB
IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm dan kedalamannya 7,0
mm atau kurang pada ukuran horizontal
IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0 mm
dengan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara
mikroskopik lesi lebih besar dari IA2
IB1 Lesi terlihat secara klinik berdiameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IB2 Lesi terlihat secara klinik berdiameter terbesar lebih 4,0 cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke
dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA1 Lesi terlihat secara klinik berdiameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IIA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter
terbesar lebih dari 4,0 cm
IIB Tumor dengan invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding panggul atau mencapai 1/3
bawah vagina dan atau menimbulkan hidronefrosis atau
fungsi ginjal
IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai
dinding panggul
IIIB Tumor meluas sampe dinding panggul dan atau
menimbulkan hidronefrosis atau fungsi ginjal
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan
atau meluas keluar panggul kecil (true pelvis)
IVB Matetastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal,
keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula,
mediastinal atau paraorta, paru, hati, atau tulang)

5. Tanda dan Gejala

Menurut Rahayu (2015), infeksi HPV dan kanker serviks pada

tahap awal belangsung tanpa gejala. Bila kanker sudah mengalami

progresivitas atau stadium lanjut, maka gejalanya dapat berupa :

a. Keputihan : makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-

sembuh, terkadang bercampur darah

b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala

serviks 75-80%

c. Perdarahan spontan : perdarahan yang timbul akibat

terbukanya pembuluh darah dan semakin sering terjadi

d. Perdarahan pada wanita usia menopause

e. Anemia

f. Gagal ginjal sebagai efek dan infiltrasi sel tumor ke ureter yang

menyebabkan obstruksi total

g. Perdarahan vaginal yang tidak normal

1) Perdarahan diantara periode regular menstruasi

2) Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari

biasanya

3) Perdarahan setelah berhubungan seksual atau pemeriksaan

panggul

4) Perdarahan pada wanita usia menopause


h. Nyeri

1) Rasa sakit saat berhubungan seksual, kesulitas atau nyeri

dalam berkemih, nyeri didaerah sekitar panggul.

2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan

terjadi pembengkakan diberbagai anggota tubuh seperti

betis, paha dan sebagainya.

Menurut Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2011),

kanker serviks uteri stadium dini dapat tanpa simptom jelas, gejala

yang utama adalah :

a. Perdarahan per vagina

Pada stadium awal terjadi perdarah sedikit pasca kontak, sering

terjadi pasca koitus atau periksa dalam. Dengan progresi

penyakit, frekuensi dan volume perdarahan tiap kali bertambah,

dapat timbul hemoragi masif, penyebab perdarahan per vagina

adalah eksfoliasi jaringan kanker.

b. Sekret per vagina

Pada stadium awal berupa keputihan bertambah,

disebabkaniritasi oleh lesi kanker atau peradangan glandula

serviks, disebabkan hipersekresi. Dengan progresi penyakit,

sekret bertambah, encer seperti air, berbau amis, bila terjadi

infeksi timbul bau busuk atau bersifat purulen.

c. Nyeri
Pada umumnya pada stadium sedang, lanjut atau bila disertai

infeksi. Sering berlokasi dibawah abdomen bawa. Nyeri

abdomen bawah tengan mungkin disebabkan lesi kanker

serviks atau parametrium disertai infeksi atau akumulasi cairan,

pus dalam kavum uteri, yang menyebabkan uterus kontraksi.

Nyeri keram intermiten abdomen bawah satu atau kedua sisi

mungkin disebabkan oleh kompresi atau invasi tumor sehingga

ureter obstruksi dan dilatasi. Bila timbul hidronefrosis dapat

menimbulkan nyeri area ginjal. Nyeri tungkai bawah, gluteal,

sakrum umumnya disebabkan desakan atau invasi tumor

terhadap saraf kavum pelvis.

d. Gejala saluran urinarius

Sering kali karena infeksi, dapat timbul polakisuria, urgensi,

disuria. Dengan progresi kanker dapat mengenai buli-buli,

timbul hematuria, piuria, hingga terbentuk fistel sisto-vaginal.

Bila lesi menginvasi ligamen kardial, mendesak atau invesi

ureter, timbul hidronefrosis, akhirnya menyebabkan uremia.

Tidak sedikit pasien stadium lajut meninggal akibat uremia.

e. Gejala saluran pencernaan

Ketika lesi kanker serviks menyebar ke ligamen kardinal,

ligamen sakral, dapat menekan rektum, timbul obstipasi, bila


tumor menginvasi rektum dapat timbul hematokezia, akhirnya

timbul fistel rektovaginal

f. Gejala sistemik

Semangan melemah, letih, demam, mengurus, anemia, udem.

6. Pemeriksaan Penunjang

Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang dapat

disembuhkan bila tedeteksi ditahap awal. Pada tahap awal, dengan

demikian, deteski dini kanker serviks sangat diperlukan. Ada

beberapa tes yang dapat dilakukan pada deteksi dini kanker

serviks, yaitu sebagai berikut :

a. Pap Smear.

Tes Papanicolou smear atau disebut pap smear merupakan

pemeriksaan sitologi untuk sel di area serviks. Sampel sel-sel

diambil dari serviks wanita untuk memeriksa tanda-tanda

perubahan pada sel. Tes pap dapat mendeteksi dispalsia

serviks atau kanker serviks.

b. Tes IVA

Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) adalah

pemeriksaan skrining alternatif pap smear karena biaya murah,

praktis, sangat mudah untuk dilakukan dengan peralatan

sederhana dan murah, dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan

selain dokter ginekologi. Tes iva merupakan salah satu deteksi

dini kanker serviks dengan menggunakan asam asetat 3-5%


pada inspekulo dan dilihat dengan pengamatan langsung (mata

telanjang). Serviks (epitel) abnormal jika diolesi asam asetat 3-

5% akan berwarna putih (epitel putih)

c. Biopsi serviks

Sebuah penyedia layanan kesehatan mengambil sampel

jaringan, atau biopsi, dari serviks untuk memeriksa kanker

serviks atau kondisi lainnya. Biopsi serviks sering dilakukan

selama kolposkopi

d. Kolposkopi

Sebuah tes tindak lanjut untuk tes pap abnormal. Serviks dilihat

dengan kaca pembesar, yang dikenal sebagai kolposkopi dan

dapat mengambil biopsi dari setiap daerah yang tidak terlihat

sehat

e. Biopsi kerucut

Biopsi serviks dimana irisan berbentuk kerucut jaringan akan

dihapus daari serviks dan diperiksa dibawah mikroskop disebut

biopsi kerucut. Biopsi kerucut dilakukan setelah tes pap

abnormal baik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan sel-

sel berbahaya dalam servik.

f. Ct scanner

Ct scanner membutuhkan beberapa sinar-X dan komputer

menciptakan gambar detail dari serviks dan struktur lainnya


dalam perut dan panggul. Ct scan sering digunakan untuk

menentukan apakah kanker serviks telah menyebar dan jika

demikian, seberapa jauh.

g. Magnetic resonance imaging (MRI scan)

Sebuah scanner mri menggunakan magnet bertenaga tinggi

dan komputer untuk membuat gambar resolusi tinggi dari

serviks dan struktur lainnya dalam perut dan pangguk, seperti

CT scan, MRI scan dapat digunakan untuk mencari penyebaran

kanker serviks

h. Tes DNA HPV

Sel serviks dapat diuji untuk kehadiran DNA dari Human

Papiloma Virus (HPV) melalui tes ini. Tes ini dapat

mengidentifikasi apakah tipe HPV yang dapat menyebabkan

kanker serviks.

7. Penatalaksanaan

Menurut Rahayu (2015), adapun penatalaksanaan medis

berdasarkan stadium kanker, antara lain:

a. Stadium 0-IA

Biopsi kerucut dan histerektomi tranvaginal

b. Stadium IB, IIA

Histerektomi radikal dengan limpadenektomi panggul dan

evaluasi kelenjar limfa pada aorta


c. Stadium IIB

Histerektomi, radiasi dan kemoterapi

d. Stadium III-IVB

Radiasi dan kemoterapi.

Menurut Masriadi (2016), pemilihan pengobatan untuk kanker

serviks tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit,

usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil

lagi. Adapun pengobatan atau penatalaksnaan kanker seviks

sebagai berikut :

a. Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan

serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat

dengan bantuan pisau bedah atau pun melalui LEEP. Dengan

pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.

Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani

pemeriksaan ulang pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun

pertama dan selanjurnya 6 bulan. Jika penderita memiliki

rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani

histerektomi dan pengangkatan struktur sekitarnya (prosedur ini

disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada

wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih

berfungsi tidak diangkat.


b. Terapi penyinaran

Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker

invasif yang masih terbatas didaerah panggul. Pada radioterapi

digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel kanker dan

menghentikan pertumbuhannya.

c. Kemoterapi

Jika kanker telah menyebar keluar panggul, kadang dianjurkan

untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-

obatan untuk membunuh sel kanker. Obat anti kanker bisa

diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.

Kemoterapi diberikan dalam satu siklus, artinya suatu periode

pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan

pengobatan diselingi dengan pemulihan, begitu seterusnya.

d. Terapi biologis

Terapi biologis digunakan zat untuk memperbaiki sistem

kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis

dilakukan pada kanker yang telah menyebar kebagian tubuh

lainnya.

8. Komplikasi

Menurut Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2011),

adapun komplikasi dari penyakit kanker serviks antara lain :


a. Retensi urin

Pada waktu histerektomi total radikal mudah terjadi rudapaksa

pleksus saraf dan pembuluh darah kecil intra pelvis, hingga

timbul gangguan sirkulasi darah, disuria, retensi urun. Biasanya

pasca operasi dipertahankan saluran urin lancar 5-7 hari,

secara berkala dibuka 3-4 har, fungsi buli-buli biasanya dapat

pulih. Pada retensi urin sekitar 80% dalam 3 minggu fungsi buli-

bulinya pulih.

b. Kista limfastik pelvis

Pasca pembersihan kelenjar limfa pelvis, drainase limfa tidak

lancar, dapat terbentuk kista limfatik retroperitoneal, umumnya

pasien asimtomatik dan mengalami absorbsi spontan, bila kista

terlalu besar timbul rasa tek enak perut bawah, nyeri tungkai

bawah, akumulasi cairan kista dikeluarkan, gejala akan mereda

B. Faktor Risiko Kanker Serviks

Menurut Masriadi (2016), beberapa faktor risiko dari penyakit

kanker serviks atau kanker leher rahim, antara lain :

1. Infeksi HPV

Salah satu etiologi kanker serviks adalah inveksi HPV.

Penelitian epidemiologi memperlihatkan bahwa infeksi HPV


terdeteksi menggunakan penelitian molekuler pada 99,7% wanita

dengan karsinoma sel skuamosa. Gejala yang disebabkan oleh

HPV dapat ditanggulangi namun virus itu sendiri tidak bisa diobati.

Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita melakukan hubungan

seksual, selama hidupnya hampir seluruh wanita dan laki-laki

pernah terinfeksi HPV (80% dari wanita terkena infeksi sebelum 50

tahun). Sebagian infeksi bersifat hilang dan muncul sehingga tidak

terdeteksi kurun waktu kurang lebih dua tahun pasca infeksi.

Hanya sebagian kecil saja dari infeksi tersebut yang menetap

dalam jangka lama sehingga menimbulkan kerusakan lapisan

lendir menjadi prakanker.

2. Umur

Perempuan yang rawan mengidap kanker leher rahim adalah

mereka yang berusia 30-50 tahun yang masih aktif berhubungan

seksual (prevalensi 5-10%). Fakta memperlihatkan bahwa sering

terjadi pengurangan risiko infeksi HPV seiring bertambahnya usia

namun sebaliknya risiko infeksi menetap dan persisten justru

meningkat, hal ini diduga karena seiring bertambahnya usia terjadi

perubahan anatomi (retraksi) dan histologi (metaplasia).

Peningkatan usia seseorang selalu diiringi dengan penurunan

kinerja organ-organ dan kekebalan tubuh. Dan itu membuatnya

relatif mudah terserang berbagai infeksi.

3. Aktivitas seksual pertama kali


Angka kejadian tertinggi kanker leher rahim sekitar 20%

terutama dijumpai pada perempuan yang telah aktif secara seksual

sebelum usia 16 tahun. Hubungan seksual pada usia terlalu dini

bisa menigkatkan risko terserang kanker leher rahim dua kali lebih

besar dibandingkan perempuan yang melakukan hubungan

seksual setelah usia 20 tahun.

4. Merokok

Wanita merokok memiliki peluang 2 kali lebih besar untuk

mengidap kanker leher rahim dibanding wanita yang tidak

merokok. Asap tembakau yang dihirup dari asap rokok

mengandung polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic

nitrosamines. Zat tersebut akan turut diedarkan oleh darah ke

seluruh bagian tubuh. Kandungan asap tembakau mempengaruhi

kekebalan tubuh untuk melawan infeksi virus. Bahwa pada laki-laki

yang mengidap virus HPV senyawa nikotin akan mempercepat

reproduksi dan penggadaan sel HPV dalam tubuhnya. kandungan

nikotin didalam lendir serviks meningkatkan daya reproduksi sel

squamos intrepithelial lesions, jenis sel yang dikenal berpotensi

termutasi menjadi sel kanker ganas. Kegiatan merokok sangatlah

penting bagi kaum wanita terutama bagi mereka yang tidak

merokok. Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan merokok bukan

saja dapat menyebabkan terjadinya penyakit paru dan jantung


tetapi kadar nikotin yang terdapat dalam rokok juga dapat

mengakibatkan kanker leher rahim.

5. Riwayat pemakaian pil KB

Pemakaian pil KB secara terus-menerus berpotensi

menimbulkan kanker leher rahim. Pada pemakaian lebih dari 5

tahun risiko ini meningkat dua kali lebih besar dibanding wanita

yang tidak memakai pil KB.

6. Paritas (jumlah kelahiran)

Wanita yang mempunyai banyak anak atau sering melahirkan

mempunyai risiko terserang kanker leher rahim lebih besar. Wanita

yang melahirkan lebih dari dua kali dengan jarak yang terlalu dekat.

Kerusakan jaringan epitel ini berkembang ke arah pertumbuhan sel

abnormal yng berpotensi ganas. Hubungan antara tingginya paritas

(frekuensi atau seringnya melahirkan) dengan kanker leher rahim

mungkin akibat menurunnya kemampuan serviks dalam

mempertahankan zona transformasi pada ektoserviks terhadap

HPV, selain kemungkinan faktor hormonal yang juga dapat

berperan. Terdapat hubungan linear antara jumlah kelahiran dan

kejadian kanker serviks, artinya semakin banyak jumlah anak yang

dilahirkan maka semakin mungkin mengalami kanker.

7. Riwayat keputihan
Keputihan atau Flour Albus merupakan sekresi vaginal

abnormal pada wanita. Keputihan yang disebabkan oleh infeksi

biasanya disertai dengan rasa gatal dalam vagina dan sekitar bibir

vagina bagian luar, kerap pula disertai bau busuk menimbulkan

rasa nyeri sewaktu berkemih atau bersenggama. Keputihan

patologik utamanya disebabkan (infeksi jamur, kuman, parasit,

virus). Keputihan juga dapat mengakibatkan terjadinya kanker leher

rahim karena adanya kelainan bawaan dari alat kelamin wanita,

adanya kanker atau keganasan pada alat kelamin terutama di leher

rahim.

8. Ras

Sedikit banyak juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya

kanker leher rahim. Pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker leher

rahim meningkat sebanyak dua kali dari ras Amerika-Hispanik.

Angka kejadian kanker leher rahim untuk ras Asia-Amerika yang

sama dengan warga Amerika. Hal tersebut berkaitan dengan sosio-

ekonomi. Pola hidup sosio ekonomi tiap ras dapat berpengaruh

terbdap peningkatan risiko mengidap kanker leher rahim.

Adapun beberapa faktor risiko dari kanker serviks atau kanker

leher rahim menurut hasil jurnal penelitian sebagai berikut :

1. Ningsih, Pramono dan Nurdiati (2017) tentang “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Kanker Serviks Di Rumah Sakit

Sardjito Yogyakarta” Hasil penelitian menunjukkan faktor yang


berhubungan dengan kejadian kanker serviks adalah usia pertama

kali berhubungan seksual ≤ 20 tahun dan pengunaan kontrasepsi

jenis oral/pil.

2. Aziyah, Sumarni dan Ngadiyono (2017) tentang “Faktor Risiko

Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kanker Servik Studi Di RSUP

Dr Kariadi Semarang”. Hasil peneltian menunjukkan usia pertama

kali berhubungan seksual, status paritas, kotrasepsi KB hormonal,

riwayat keturunan dan perilaku vaginal hygiene merupakan faktor

risiko kejadian kanker servik.

3. Musrifah (2018) tentang “Faktor Risiko Kejadian Kanker Serviks Di

RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar”. Hasil penelitian ini

menunjukkan usia pertama kawin dan kontrasepsi oral merupakan

faktor risiko terkadinya kanker serviks sedangkan paritas, hygiene

rendah, status suami merokok bukanlah faktor risiko terjadinya

kanker serviks.

4. Chandrawati (2016) tentang “Faktor Risiko Yang Berpengaruh

Dengan Kejadian Kanker Serviks Di RSUD H Abdoel Moeloek

Provinsi Lampung”. Hasil penelitian ini meunjukkan usia menikah,

paritas, pendidikan, pekerjaan, jumlah pernikahan merupakan

faktor risiko terjadinya kanker serviks.

5. Wulandari (2017) tentang “Hubungan Faktor Risiko Penggunaan

Kontrasepsi Oral Dan Aktivitas Seksual Dengan Kejadian Kanker

Serviks” . Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang


signifikan antara penggunaan alat kontrasepsi oral dengan abortus

yang menjadi faktor risiko kejadian kanker serviks.

C. Literatur

Berdasarkan pelacakan publikasi yang peneliti lakukan, maka

diperoleh referensi sebagai berikut :

1. Aziyah, Sumarni dan Ngadiyono (2017)

Judul : Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Kanker Servik; Studi Kasus di RSUP

DR. KARIADI SEMARANG

Alamat : Jurnal Riset Kesehatan, 6 (1), 2017, 20-25.

Jurnal Tahun.2017.Doi:https://doi.org/10.31983/jrk.v6i1

.2085.http://ejournal.poltekkes-

smg.ac.id/ojs/index.php/jrk. Reputasi : ISSN:

2252-5068, H Indeks= 7, S4

Metode : Cross sectional

Uji Statistik : Chi square

Populasi : Populasi : pasien baru kanker geniekologi di

Sampel poliklinik

Sampel : 68 responden kanker serviks dan 35

responden bukan kanker serviks di polklinik


ginekologi RSUP Dr.Kariadi Semarang

Instrumen : Analisa bivariat

Penelitian

Hasil : 1. Didapatkan faktor risiko pertama kali

berhubungan seksual (p-value=0.001, OR

4.56) dengan kejadian kanker serviks

2. Status paritas (p-value=0,000, OR 0.09)

dengan kejadian kanker serviks

3. Kontrasepsi KB hormonal (p-value0.008, OR

3.36) dengan kejadian kanker serviks

4. Riwayat keturunan dengan sakit kanker (p-

value= =0.006, OR 5.1) dengan kejadian

kanker serviks

5. Perilaku vaginal hygiene (p-value=0.000, OR

6.5) dengan kejadian kanker serviks di RSUP

Dr. Kariadi Semarang.

Kesimpulan : Terdapat hubungan antara umur pertama kali

berhubungan seksual, status paritas,

kontrasepsi KB hormonal, riwayat keturunan

dengan penyakit kanker, dan perilaku vaginal

hygiene.
2. Ningsih, Pramono dan Nurdiati (2017)

Judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Kanker Serviks di RS Sardjito

Yogyakarta.

Alamat : Berita Kedokteran Masyarakat. Volume 33 No 3.

Jurnal Hal 125-130. Maret 2017. Doi :

https://doi.org/10.22146/bkm.1760.

https://journal.ugm.ac.id/bkm/article/view/17160.

Reputasi : ISSN 2614-8412, H Indeks=19, S3

Metode : Case control

Uji Statistik : Chi square

Populasi : Populasi : pasien yang menderita kanker serviks

Sampel berdasarkan diagnosis dokter.

Sampel : 105 kasus dan 105 kontrol

Instrumen P : Wawancara menggunakan kuesioner

Hasil : Faktor yang berhubungan dengan kejadian

kanker serviks dirumah sakit Sardjito Daerah

Istimewa adalah usia pertama kali berhubungan

seksual ≤ 20 tahun dengan aOR sebesar 2,41

dan penggunaan kontrasepsi jenis oral/pil

dengan aOR sebesar 3,40, sedangkan jumlah

pasangan, paritas, pembalut, sirkumsisi, dan


merokok tidak berhubungan dengan kanker

serviks.
Kesimpulan : Bagi wanita yang belum aktif seksual melakukan

vaksinasi HPV. Penggunaan kondom ketika

berhubungan seksual. Bagi wanita usia 30-49 tahun

(aktif seksual) diharapkan untuk mengikuti program

deteksi dini kanker serviks dengan metode inspeksi

visual asam asetat (IVA) yang sekarang bisa

dilakukan di puskesmas. Menjalankan pemeriksaan

pap smear minimal 1 kali dalam setahun

3. Musrifah (2018)

Judul : Faktor Risiko Kejadian Kanker Serviks di RSUP

Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar

Alamat : J-Kesmas. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Mei

jurnal 2018.Doi:http://dx.doi.org/10.31983/jrk.v6i1.208

5.https://journal.lppm-

unasman.ac.id/index.php/jikm/index. Reputasi :

ISSN 2541-4542, H Index=4, S5

Metode : Case control study

Uji statistik : Chi square

Populasi : Populasi : seluruh penderita kanker serviks

sampel menurut rekam medik RSUP Dr Wahidin


Sudorohusodo Makassar

Sampel : 68 pasien menderita kanker serviks

dan 68 tidak menderita kanker serviks

Instrumen P : Wawancara dan kuesioner

Hasil : Hasil uji statistik meunjukkan bahwa usia

pertama kawin (OR=2,473), paritas (OR=1,971),

hygiene rendah (OR=0,665), penggunaan

kontrasepsi oral (OR=2,161). Terdapat

hubungan yang signifikan anatara 2 faktor yang

menentukan kejadian kanker serviks yaitu usia

pertama kawin (OR=2,473) dan penggunaan

kontrasepsi oral (OR = 2,161) dan status suami

merokok (OR=1,243). Berdasarkan variabel

multivariat melalui uji Regresi Logistik Ganda

menunjukkan adanya penggunaan kontrasepsi

oral merupakan faktor yang paling berisiko

terjadinya serviks
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian ini maka usia pertama

kawin perlu mendapatkan perhatian dengan

memberikan standar umur >20 tahun sebelum

melangsungkan perkawinan dan penggunaan

kontrasepsi oral yang melalui pengawasan dan

pengontrolan yang baik seperti tidak terlalu lama

menggunakan alat kontrasepsi dan mencari yang


aman seperti melakukan tutup kandungan.

4. Wulandari (2016)

Judul : Hubungan Faktor Resiko Penggunaan

Kontrasepsi Oral Dan Aktivitas Seksual Dengan

Kejadian Kanker Serviks

Alamat : Jurnal Berkala Epidemiologi 4 (3), 408-419,

Jurnal 2016. Doi : http://10.20473/jbe.v4i3.2016.432-

443.

https://schoolar.google.com/schoolar.faktor+resi

ko+kejadian+ca+cerviks+penggunaan+kontrase

psi+oral&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p

%3Dob_wyr-4J-MJ. Reputasi : ISSN 2541-

092X, H Index= 20, S2

Metode : Case control

Uji Statistik : Chi square

Populasi : Populasi : pasien rawat jalan poli obsetri dan

Sampel ginekologi.

Sampel : 37 pasien kanker serviks dan 111

bukan pasien kanker serviks

Instrumen P : Wawancara

Hasil : Hasil penelitian menunjukan ada hubungan usia

pertama kali berhubungan seksual <18 tahun


(p=0,225147014; OR=2,3194; 95% CI=1,0854-

4,9561), usia pertama kali hamil < 18 tahun

(p=0,236276656, OR=2,3388; 95% CI= 1,0890-

5,0230), dan riwayat abortus (p=0,0038911219;

OR=3,2653; 95% CI=1,4593-7,3063) dengan

kanker serviks.

Kesimpulan : Kesimpulan penelitian ini yaitu usia pertama kali

berhubungan seksual, usia pertama kali hamil

dan abortus merupakan faktor risiko kejadian

kanker serviks.

5. Chandrawati (2016)

Judul : Faktor Risiko yang Berpengaruh dengan Kejadian

Kanker Serviks di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung
Alamat : Jurnal Kesehatan. Tahun 2016. Doi :

jurnal http://dx.doi.org/10.26630/jk.v7i1.202.https://ejur

nal.poltekkes-

tkj.ac.i/index.php/JK/article/view/202. Reputasi :

ISSN 2548-5695, H Indeks=16, S3

Metode : Case Control

Uji statistika : Chi square

Populasi : Populasi : seluruh pasien rawat inat kebidanan


sampel ruangan delima di RSUD Dr H Abdul Moeloek

Provinsi Lampung.

Sampel : sampel kasus dan kontrol yang

masing-masing berjumlah 50 orang

Instrumen : Dokumentasi (catatan rekam medik)

Penelitian

Hasil : Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada

pengaruh usia, usia menikah, paritas, pendidikan,

pekerjaan dan jumlah pernikahan dengan kejadian

kanker serviks d RSUD Dr.H. Abdul moeloek

Provinsi Lampung Tahun 2015. Variabel paling

dominan yang berpengaruh dengan kejadian kanker

serviks d RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung adalah variabel usia (p=0,000;

OR=15,653).
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna

antara usia pasien, usia menikah, paritas,

pendidikan, pekerjaan dan jumlah pernikahan

dengan kejadian kanker serviks di RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

Anda mungkin juga menyukai