DI SUSUN OLEH:
DOSEN:
Siti Rahmana. MA
2021
1
Hak dan Kewajiban Sebagai warga Negara Berdasarkan UUD 1945
Hak adalah segala sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh individu
sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam kandungan. Hak pada umumnya
didapat dengan cara diperjuangkan melalui pertanggungjawaban atas kewajiban. Contoh
Hak Warga Negara Indonesia ;
Kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan / kewajiban
untuk dilaksanakan oleh individu sebagai anggota warga negara guna mendapatkan hak
yang pantas untuk didapat . Kewajiban pada umumnya mengarah pada suatu keharusan /
kewajiban bagi individu dalam melaksanakan peran sebagai anggota warga negara guna
mendapat pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan kewajiban tersebut . Contoh
Kewajiban Warga Negara Indonesia ;
a. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela,
mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh.
b. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
c. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan
pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya.
d. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang
berlaku di wilayah negara Indonesia.
e. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa
agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik
Kewajiban warga negara berdasarkan UUD 1945 :
a. Membayar pajak.
b. Membela pertahanan dan keamanan.
c. Menghormati hak asasi.
d. Menjunjung hukum dan pemerintahan.
e. Ikut serta membela negara.
2
f. Tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh UU.
g. Wajib mengikuti pendidikan dasar.
Berikut adalah isi dari pasal yang menyatakan HAK dan KEWAJIBAN warga Negara
dalam UUD 1945 ;
Pasal 26 ayat 1 yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
Negara pada ayat 2, syarat –syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dgn undang-
undang.
Pasal 27 ayat 1 bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukan nya didalam hukum
dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Pada ayat 2 disebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dgn lisan dan sebagainya ditetapkan dgn undang-undang.
Pasal 30 ayat 1 bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembelaan negara dan ayat 2 mengatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan UU.
Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah
Negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri. Adapun pengertian penduduk
menurut Kansil adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan
oleh peraturan negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok
(domisili) dalam wilayah negara itu. Pengertian warga negara menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2002) adalah sebuah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan
keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh
sebagai seorang warga dari negara itu. Sedangkan menurut Dr. A.S. Hikam (2000), adalah
anggota dari sebuah komunitas yang membentuk itu sendiri. Beberapa pengertian tentang
warganegara juga diatur oleh UUD 1945, pasal 26 menyatakan : “ warga negara adalah
bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara”.
Warga negara dari suatu negara merupakan pendukung dan penanggung jawab
kemajuan dan kemunduran suatu negara. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota
atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh UU yang dibuat oleh negara tersebut.
Sebelum negara menentukan siapa yang menjadi warga negara, maka negara harus
mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali sebagaimana diatur pasal 28 E
ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini berarti bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah
negara dapat diklasifikasikian menjadi 2 yaitu
a. Warga negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
b. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai
dengan visa (surat ijin untuk memasuki suatu negara dan tinggal sementara yang
3
diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang diberikan negara melalui kantor
imigrasi.1
Para ahli HAM menyatakan bahwa sejarah perkembangan HAM bermula dari kawasan
Eropa. Sebagian mengatakan jauh sebelum peradaban eropa muncul, HAM telah populer
dimasa kejayaan islam. Wacana awal HAM di Eropa dimulai dengan lahirnya magna charta
yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja,
seperti menciptakan hukum tetapi tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat, menjadi
dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggung jawabkan secara hukum. Sejak lahirnya
magna charta pada tahun 1215, raja yang melanggar aturan kekuasaan harus diadili dan
mempertanggung jawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen. Sekalipun
kekuasaan para raja masih sangat dominan dalam hal pembuatan undang-undang, magna
charta telah menyulut ide tentang keterikakatan penguasa kepada hukum dan pertanggung
jawaban kekuasaan mereka kepada rakyat.
Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir undang-undang hak asasi manusia
(HAM) di Ingris. Pada masa itu pula muncul istilah equality befor the law, kesetaraan
manusia dimuka hukum. Pandangan ini mendorang timbulnya wacana negara hukum dan
negara demikrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut bill of Rights, asas persamaan
manusia dihadapan hukum harus diwujudkan betapapun berat rintangan yang dihadapi,
karna tanpa hak persamaan maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk
mewujukan kebebasan yang bersendikan persamaan hak warga negara tersebut, lahirlah
sejumlah istilah dan teori sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter
masyarakat eropa, dan selanjutnya Amerika: kontrak sosial (J.J.Rousseau), trias politica
(montesquieu), teori hukum kodrati (John Locke), dan hak-hak dasar persamaan dan
kebebasan (Thomas jefferson).
1
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.
4
Teori kontak sosial adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa dan
rakyat didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah
pihak. Menurut kontrak sosial, penguasa diberi kekuasaan oleh rakyat untuk
menyelenggarakan ketertiban dan menciptakan keamanan agar hak alamiyah manusia
terjamin dan terlaksana secara aman. Pada saat yang sama, rakyat akan menaati penguasa
mereka sepanjang hak-hak alamiyah mereka terjamin.
Trias politica adalah teori tentang sistem politik yang membagi kekuasaan
pemerintahaan negara dalam tiga komponen: pemerintah (eksekutif), parlemen (legislatif),
dan kekuasaan peradilan (yudikatif). Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan
bahwa di dalam masyarakat manusia ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar
oleh negar dan tidak diserahkan kepada negara. Menurut teori ini, hak dasar ini bahkan
harus dilindungi oleh negara dan menjadi batasan bagi kekuasaan negara yang mutlak. Hak-
hak tersebut terdiri atas hak atas kehidupan, hak atas kemerdekaan, dan hak atas milik
pribadi. Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa
semua manusia dilahirkan sama dan merdeka. Manusia dianugerahi beberapa hak yang tidak
terpisah-pisah, diantaranya hak kebebasan dan tuntutan kesenangan. Teori ini dipengaruhi
oleh Locke sekaligus menandai perkembangan HAM kemudian.
Pada 1789, lahir deklarasi prancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang
menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum, seperti larangan penangkapan dan
penahanan seseorang secara sewanang-wenang tanpa alasan yang sah atau penahanan tanpa
surat perintah yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang. Prinsip presumption
of inosentadalah bahwa orang-orang yang ditangkap dianggap tidak bersalah sampai ada
keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Prinsip
ini kemudian dipertegas oleh prinsip-prinsip HAM lain, seperti kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan beragama, perlindungan hak milik, dan hak-hak dasar lainnya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak kebebasan
manusia di Amerika Serikat pada 6 januari 1941, yang diproklamirkan oleh presiden
Theodore Roosevelt. Keempak hak itu adalah hak kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dipeluknya, han bebas dari kemiskinan, dan hak bebas dari rasa takut.
Menurut deklarasi universal HAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh
setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan
5
perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya
sumberdaya untuk menunjang kehidupan) dan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Menurut pasal 3 sampai 21 deklarasi universal HAM, hak personal, hak legal, hak sipil, dan
politik meliputi :
Secara garis besar, perkembangan pemikiran tentang HAM pasca perang dunia II dibagi
menjadi empat (4) kurun generasi.
6
Generasi pertama. Menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang
hukum dan politik. Dampak perang duni II sangat mewarnai pemikiran generasi ini, dimana
totaliterisme dan munculnya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk
menciptakan tertib hukum yang baru sangat kuat. Seperangkat hukum yang disepakati
sangat sarat dengan hak-hak yuridis, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak menjadi
budak, hak untuk tidak disiksa dan ditahan, hak kesamaan dan keadilan dalam proses
hukum, hak praduga tidak bersalah, dan sebagainya. Selain dari hak-hak tersebut, hak
nasionalitas, hak kepemilikan, hak pemikiran, hak beragamahak pendidikan, hak pekerjaan
dan kehidupan budaya juga mewarnai pemikiran HAM generasi pertama ini.
Generasi kedua. Pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis seperti
yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi,
politik, dan budaya. Pada generasi kedua ini, lahir duan konvensi HAM internasional
dibidang ekonomi, sosial, dan budaya, serta konvensi bidang sipil dan hak-hak politik sipil
(international covenant on economic, social, and cultural rights dan international covenant
on civil and political rights). Kedua konvensi tersebut disepakati dalam sidang umum PBB
1966.
Generasi ketiga. Generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi,
sosial, budaya, politik, dan hukum dalam satu bagian integral yang dikenal dengan istilah
hak-hak melaksanakan pembangunan (the rights of development), sebagaimana dinyatakan
oleh Komisi Keadilan Internasional (international comission of justice). Pada era generasi
ketiga ini peranan negara tampak begitu dominan.
Generasi keempat. Di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran kritis HAM. Pemikiran
HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negara dikawasan Asia yang pada tahun
1983 melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan Declaration Of the Basic Duties of
Asia People and Goverment. Lebih maju dari generasi sebelumnya, deklarasi ini tidak saja
mencakup tuntutan struktural tetapi juga menyerukan terciptanya tatanan sosial yang lebih
berkeadilan. Tidak hanya masalah hak asasi, Deklarasi HAM Asia ini juga berbicara tentang
masalah kewajiban asasi yang harus dilakukan oleh setiap negara. Secara positif deklarasi
ini mengukuhkan keharusan imperatif setap negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya.
Dalam kerangka ini, pelaksanaan dan penghormatan atas hak asasi manusia bukan saja
urusan orang-perorangan, tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab negara.
Oleh:Riki Sanra
7
oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang
dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara.
Kasus tersebut, akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan.2
Dengan meratifikasi perjanjian PBB tentang Hak Asasi Manusia (HAM) melalui
Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, membuktikan keseriusan
pemerintah Indonesia dengan HAM. Implementasinya diharapkan juga keseriusan
pemerintah melalui penegakan hukum yang berlaku, tanpa memandang tingkat sosial,
ras, agama dan lainnya. Pelanggaran bisa saja dilakukan oleh pemerintah ataupun
masyarakat, baik kelompok maupun secara perorangan. Pada kasus pelanggaran HAM
dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu; I. kasus pelanggaran HAM berat, meliputi :
1) Pembunuhan masal (genisida); 2) Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan
pengadilan; 3) Penyiksaan; 4) Penghilangan orang secara paksa; 5) Perbudakan atau
diskriminasi yang dilakukan secara sistematis. II. kasus pelanggaran HAM biasa,
meliputi : 1) Pemukulan; 2) Penganiayaan; 3) Pencemaran nama baik; 4) menghalangi
orang untuk mengekspresikan pendapatnya; 5) Menghilangkan nyawa orang lain.
Perspektif HAM di tengah masyarakat, masih jauh dari yang diharapkan. Produk
hukum dinilai memiliki banyak celah yang berdampak penegakan hukum tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Peningkatan komitmen pemerintah Indonesia dalam mewujudkan
2
DAFTAR PUSTAKA Bagir Manan.(2001). Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di
Indonesia. Bandung: YHDS.
3
C. de Rover. 1998. To Serve & To Protect: Acuan Universal Penegakan HAM. Jakarta: P.T. Raja Grafindo
Perkasa.
8
penegakan HAM kedepannya, diharapkan lebih serius lagi. Prioritas pembangunan
Nasional tahun 2000-2004 ((Propenas) dengan pembentukan kelembagaan yang berkaitan
dengan HAM perlu mendapat perhatian. Dalam hal kelembagaan yang telah dibentuk
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan kepres nomor 50 tahun 1993, serta
pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan, jangan hanya sekedar untuk
merealisasikan, bahwa Indonesia juga telah membentuk komisi-komisi lembaga Negara
independen untuk HAM. Semua komisi yang telah dibentuk, perlu dukungan anggaran
melalui usulan pemerintah pada APBD untuk daerah tingkat propinsi dan atau APBN untuk
tingkat pusat/nasional. Bagaimanapun juga, dalam semua bentuk kegiatan untuk penegakan
hukum membutuhkan dana untuk kelancarannya. Pada akhir tahun 2014 ini, keberadaan
UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia hanya tinggal lima tahun kedepan, tepat
usia undang-undang tersebut dua puluh tahun pada 1919 nanti.
Pembiaran menjadi misteri yang tak terpecahkan selama bertahun-bertahun. Ini jelas
sebuah anomali dan paradoks jika dikomparasikan dengan tujuan pembentukan dan
kewajiban negara terhadap HAM. Moenir, LSM Kontar, hanyalah satu dari ribuan potret
tokoh LSM di Indonesia yang seringkali harus dihadapkan dengan berbagai persoalan
pelik yang mendasar. persoalan kesejahteraan, kekerasan,eksploitasi dan diskriminasi
seolah terus menjadi pekerjaan rumah yang menumpuk bagi pemerintah untuk diselesaikan
Menguak kasus Moenir, berarti harus mengurai banyak benang kusut, benang kusut
yang mungkin hanya dapat terurai dari tangan mereka yang benar-benar peduli untuk
dalam penuntasan penegakan hukum.
9
seperti Marsinah, kasus Tanjung Priuk, kasus Papua dan lain-lainnya, demi demokrasi dan
HAM, karena keadilan terhadap HAM, merupakan keadilan yang tertinggi.4
DAFTAR PUSTAKA
Ubaedillah. A dkk.(2008).Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi Hak Asasi
Manusia Dan Masyarakat Madani Edisi Ketiga.Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Bagir Manan.(2001). Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di
Indonesia. Bandung: YHDS.
C. de Rover. (1998). To Serve & To Protect: Acuan Universal Penegakan HAM. Jakarta:
P.T. Raja Grafindo Perkasa.
Davidson, Scott. (1994). Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan
Internasional. Grafiti, Jakarta,
4
Davidson, Scott. 1994. Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional. Grafiti,
Jakarta,
Dokumen Piagam PBB dan Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB
10