Anda di halaman 1dari 3

Ungkap Kebenaran, Notaris

Atika Asiblie Harus Bersaksi


Disidang
SURABAYA|duta.co – Guna mengungkap kebenaran dakwaan yang disusun
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dr Hotma P.D Sitompoel SH, Mhum, ketua tim
penasehat hukum Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini, terdakwa perkara
dugaan menyuruh memasukan keterangan palsu dalam akta otentik,
meminta notaris Atika Asiblie, selaku pejabat pembuat akta dihadirkan ke
muka persidangan.

Menurut Hotma, terdapat kejanggalan dalam penangan proses hukum kasus


yang menjerat kliennya tersebut. Kendati akta yang saat ini dijadikan biang
perkara, namun tak sekalipun notaris Atika diperiksa untuk didengar
keterangannya. Baik sejak ditingkat penyidikan polisi hingga perkara
tersebut masuk ranah persidangan.

“Kita meminta majelis hakim berperan secara aktif, hingga notaris Atika bisa
dihadirkan di persidangan. Jelas, tujuannya sangat penting guna
didengarkan keterangannya. Ini semua demi penegakan hukum yang
menyangkut nasib seseorang,” tegas Hotma saat ditemui usai sidang, Senin
(18/11/219).

Tuntutan peran aktif majelis hakim ini beralasan, mengingat perkara yang
tengah diperiksa saat ini adalah perkara pidana, bukan perdata.

“Kami harap hakim lebih aktif lah. Ini kan perkara pidana bukan perdata.
Supaya kebenaran materiilnya bisa dibuktikan. Hakim harus memanggil
notaris Atika dan Ketua MKN agar semuanya jadi terang benderang
permasalahannya,” pungkas Hotma.

Hotma juga menegaskan, sejauh ini, semua saksi yang dihadirkan disidang,
dinilai belum memberikan kontribusi besar yang bisa menguatkan dakwaan
jaksa.

“Saya pakai bahasa awam aja. Jaksa mendakwa Henry dan istrinya
menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik pada notaris.
Dakwaan itu harus dibuktikan dengan orang yang melihat. Henry bersama
istrinya menyuruh notaris memasukkan keterangan palsu tapi tidak ada yang
melihat. Di BAP juga tidak ada yang lihat. Menjadi pertanyaan pokok, semua
keterangan yang ada berdasarkan katanya dari akta 15 dan 16,” beber
Hotma.

Hal tersebut membuat Hotma mempertanyakan terkait dasar pembuatan


akta apakah sudah sesuai hukum atau tidak. Menurut pengakuannya, salah
satu saksi yang memberikan keterangan di BAP, Budi Utomo menyebutkan
hanya disuruh datang dan tanda tangan tanpa ada pembacaan akta
sebelumnya.

“Dasar (pembuatan akta) ini harus sesuai hukum. Pembuatan akta haruslah
dikantor notaris, harus dibacakan dan dihadiri saksi-saksi yaitu dari saksi
dari kantor notaris. Jika salah satu saksi aja menyebutkan dirinya tidak
hadir, tahunya udah jadi langsung tinggal teken. Lha terus dasar hukumnya
apa,” imbuhnya.

Yang membuat heran Hotma kembali yakni keterangan dalam BAP dan surat
dakwaan yang menyebutkan puluhan kali nama notaris Atika Asiblie, namun
yang bersangkutan tidak dihadirkan untuk diperiksa di kepolisian dan
persidangan.

“Menjadi pertanyaan, kok notaris tidak dipanggil atau dihadirkan. Padahal


dalam keterangan BAP dan surat dakwaan kalau tidak salah sebanyak 35 kali
nama Atika disebut, hanya dengan alasan dari Ketua MKN (Majelis
Kehormatan Notaris) Surabaya bilang sudah sah dan sesuai prosedur jadi
tidak perlu hadir. Sudah sesuai apanya, kan dia belum periksa saksi-saksi.
Itu yang akan juga kita minta panggil ketua MKN untuk mempertanggung
jawabkan jawabannya. Berani tidak ga dia datang,” tantang Hotma.

Sedangkan, pada agenda persidangan kali ini, majelis hakim terpaksa


menunda sidang, karena jaksa Ali Prakosa dari Kejaksaan Negeri (Kejari)
Surabaya tidak berhasil menghadirkan saksi Teguh Kinarto.

“Saksi berhalangan hadir karena sakit,” terang jaksa Ali.

Untuk diketahui, Henry dan istrinya diadili setelah didakwa memberikan


keterangan palsu ke alam 2 akta otentik yakni perjanjian pengakuan hutang
dan personal guarantee antara PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi
hutang dan Henry Jocosity Gunawan sebagai penerima hutang sebesar Rp
17.325.000.000 dihadapan notaris Atika Ashiblie SH di Surabaya pada
tanggal 6 juli 2010 dihadiri juga oleh Iuneke Anggraini.

Dalam kedua akte tersebut Henry Jocosity Gunawan menyatakan mendapat


persetujuan dari istrinya yang bernama Iuneke Anggraini, keduanya sebagai
suami istri menjamin akan membayar hutang tersebut, bahkan Iuneke pun
ikut bertanda tangan di hadapan notaris saat itu.
Belakangan, perkawinan antara Henry Jocosity Gunawan dengan Iuneke
Anggraeni dituding baru menikah pada tanggal 8 November 2011 dan
dilangsungkan di Vihara Buddhayana Surabaya dan dicatat di dispenduk capil
pada 9 November 2011.

Dalam kasus ini, Henry dan Iuneke didakwa melanggar Pasal 266 ayat (1)
KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun
penjara. eno

Foto: Tim penasehat hukum Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini yang
diketuai Hotma Sitompoel saat diwawancarai wartawa usai sidang, Senin
(18/11/2019). Henoch Kurniawan

Anda mungkin juga menyukai