“POST PARTUM”
DI SUSUN OLEH:
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
1
KONSEP DASAR
A. Masa Nifas
a.) Pengertian masa nifas
Masa nifas atau peurperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Prawirohardjo, 2013).
Masa nifas (peurperium) merupakan masa yang rawan bagi ibu. Sekitar
60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada
masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan, di antaranya di
sebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini, perdarahan pasca
persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya
persediaan darah dan sistem rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol
sebagai penyebab kematian dan mordibitas ibu (Purwoastuti, 2015).
b.) Tahapan Masa Nifas
Masa nifas terbagi dalam 3 tahapan, yaitu :
1. Peuperium dini
Suatu masa kepulihan saat ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Peurperium intermedial
Suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang
lebih enam minggu.
3. Remote peuperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama ibu bila ibu selama hamil atau
waktu persalinan mengalami komplikasi (Yanti,
2011).
B. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem reproduksi
Perubahan alat-alat genital
baik interna maupun
eksterna kembali seperti semula seperti sebelum hamil
disebut involusi. Bidan dapat membantu ibu untuk
mengatasi dan memahami perubahan-perubahan seperti :
Involusi uterus
Involusi tempat plasenta
2
Perubahan ligamen
Perubahan serviks
Lochia perubahan vulva, vagina dan perineum
1. Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
Atrofi jaringan. Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon
estrogen saat pelepasan plasenta.
Autolysis. Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan akan memendekan jaringan otot yang telah
mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali
lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena
penurunan hormon estrogen dan progesteron.
Efek oksitosin. Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs
atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan (Yanti, 2011).
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil, perubahan-
perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut :
Involusi uteri Tinggi fundus uteri Berat uterus Diameter uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari (1 minggu) Pertengahan pusat dan simfisis 500 gram 7,5 cm
3
khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar
yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini
disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu.
Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan
kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta
hingga terkelupas dan tidak dipakai lagi pada pembuangan lochia (Yanti, 2011).
3. Perubahan ligamen
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan
saat melahirkan, kembali seperti sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca
melahirkan antara lain : ligamentum rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak
uterus menjadi retrofleksi; ligamen fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak
kendor (Yanti, 2011).
4. Perubahan pada serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai, dan berbentuk seperti
corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi sehingga perbatasan antara korpus dan
serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh
pembuluh darah, segera setelah bayi dilahirkan tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-
3 jari. Dan setelah 1 minggu, hanya 1 jari saja yang dapat masuk.
Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun
demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil. Pada
umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada
pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya (Yanti, 2011).
5. Lochia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, percampuran antara
darah dan desidua inilah yang dinamakan lochia.
Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis
yang membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada
vagina normal (Yanti, 2011).
Lochia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya
berbeda-beda pada setiap wanita. Lochia mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran lochia dapat dibagi menjadi lochia rubra, sanguilenta, serosa dan alba.
Perbedaan masing-masing lochia dapat dilihat sebagai berikut:
4
Lochia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah kehitamanTerdiri dari sel desidua, verniks
caseosa, sisa mekoneum dan
sisa darah.
Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur Sisa sarah bercampur lendir.
merah
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ Lebih sedikit darah dan lebih
Lochia Waktu Warna Ciri-ciri
kecoklatan banyak serum, juga terdiri dari
leukosit dan robekan laserasi
plasenta.
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput
lendir serviks, dan serabut
jaringan yang aman.
Tabel 1.2 perubahan lochia pada masa nifas.
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi berbaring
daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita
dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-
rata pengeluaran lochia sekitar 240 hingga 270 ml (Yanti, 2011).
6. Vulva, vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah
beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul
kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses
pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara.
Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan
pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan.
Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan
indikasi tertentu. Meskupun demikian, jahitan pada perineum dapat mengembalikan tonus
tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan
pada akhir peurperium dengan latihan harian (Yanti, 2011).
6
satu bulan setelah setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan
dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem
perkemihan, antara lain :
1.) Hemostatis internal
Tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh
tereletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular
terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel sel yang disebut cairan
interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan
dehidrasi. Edema adalah tertimbunnnya cairan dalam jaringan akibat gangguan
keseimbanagan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume yang
terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti (Yanti, 2011).
2.) Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH
>7,40 disebut alkalosis dan jika PH< 7,35 disebut asidosis (Yanti, 2011).
3.) Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal.
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung nitrogen
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi uteri
dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil
(Yanti, 2011).
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain :
Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin.
Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam tubuh,
terjadi selama dua hari setelah melahirkan.
Depresi dari sfringter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi
muskulus sfringter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan
tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan
ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan
berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang
7
tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa
kehamilan (reversal of the water metabolisme of pragnancy) (Yanti, 2011).
9
H. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin. Hormon-
hormon yang berperan ada proses tersebut, antara lain:
1.) Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh plasenta.
Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta
(human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%
dalam 3 jam hingga hari ke-7 post pasrtum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari
ke-3 post partum (Yanti, 2011).
2.) Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah
meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu.
Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu,
FSH dan LH. Meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi (Yanti, 2011).
3.) Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada
wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita menyusui mendapatkan
menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca
melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi
berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu (Yanti, 2011).
4.) Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot
uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan.
Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu
involusi uteri (Yanti,2011).
5.) Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang tinggi
memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan
hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding
vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina (Yanti, 2011).
10
I. Perubahan fisiologis masa nifas pada tanda-tanda vital
Pada masa nifas perubahan-perubahan tanda vital yang harus dikaji yaitu:
1.) Suhu tubuh
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2ºC. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik
kurang lebih 0,5ºC dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat kerja keras sewaktu
melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum,
suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan ASI, kemungkinan
payudara membengkak, maupun kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis, traktus
genitalias ataupun sistem lain. Apabila kenaikan suhu diatas di atas 38ºC, waspada terhadap
infeksi post partum (Yanti, 2011).
2.) Denyut nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca melahirkan, denyut nadi
dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang elebihi 100 kali per menit,
harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum (Yanti, 2011)
3.) Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah
dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia
adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan distolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus
normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih
rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi
pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklampsia post partum. Namun demikian,
hal tersebut sangat jarang terjadi (Yanti, 2011).
4.) Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per menit. Pada ibu post
partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan
pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu selalu berhubungan
dengan suhu dan denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada
masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok (Yanti, 2011).
J. Patofisiologi
Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu:
a. Fase taking in / ketergantungan
11
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu membutuhkan
perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu keempat
sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar
tentang semua hal-hal baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai
bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia
dapat istirahat dengan baik
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga telah
menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan
rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.
12
H. Pathways
Proses involusi Vagina dan perineum Laktasi Taking in Taking hold Letting go
(ketergantungan) (ketergantungan kemandirian) (kemandirian)
Syok Pembentukan
Resiko terjadi infeksi Hipovolemik ASI Bengkak
ASI keluar Penyempitan pada duktus intiverus
1. Pengkajian Fokus
Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai berikut :
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
2. Pola nutrisi dan metabolik
a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3. Pola aktivitas setelah melahirkan
a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
c. Apakah ibu tampak mengantuk ?
4. Pola eliminasi
a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5. Neuro sensori
a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
c. Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
6. Pola persepsi dan konsep diri
a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan penampilan
tubuhnya saat ini ?
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Pemeriksaan TTV
2) Pengkajian tanda-tanda anemia
3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
4) Pemeriksaan reflek
5) Kaji adanya varises
6) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
b. Payudara
1) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
2) Kaji adanya abses
3) Kaji adanya nyeri tekan
4) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
5) Kaji pengeluaran ASI
c. Abdomen atau uterus
1) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
2) Kaji adnanya kontraksi uterus
3) Observasi ukuran kandung kemih
d. Vulva atau perineum
1) Observasi pengeluaran lokhea
2) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomy
3) Kaji adanya pembengkakan
4) Kaji adnya luka
5) Kaji adanya hemoroid
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca partum.
Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama
pada partum untuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan tehnik
pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling
di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk
menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan. (Doenges,
2001)
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan.
(Doenges, 2001)
3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak,2004)
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi. (Bobak,
2004)
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001)
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses
persalinan dan proses melelahkan. (Doenges, 2001)
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikaasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan
dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru. Melaporkan peningkatan rasa
sejahtera istirahat
Intervensi :
a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama persalinan dan jenis
kelahiran
Rasional : persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya bila terjadi malam
meningkatkan tingkat kelelahan.
b. Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional : membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi, menurunkan
rangsang
c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali ke rumah
Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan bayi lebih awal
serta tidur lebih siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh serta menyadari
kelelahan berlebih, kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai
ASI dan penurunan reflek secara psikologis
DAFTAR PUSTAKA