Anda di halaman 1dari 89

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN YANG


DILAKUKAN DENGAN KEKERASAN OLEH ANAK TERHADAP ANAK

( Studi Kasus No.10/Pid.Sus.Anak2016/PN.Sgm )

OLEH:

HARTINA

B 111 14044

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
HALAMAN JUDUL

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN YANG


DILAKUKAN DENGAN KEKERASAN OLEH ANAK TERHADAP ANAK

( Studi Kasus No.10/Pid.Sus.Anak2016/PN.Sgm )

OLEH:

HARTINA

B 111 14044

SKRIPSI

Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada


Departemen Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
ii
iii
iv
ABSTRAK
HARTINA (B111 14 044), Tinjauan Yuridis Tindak Pidana
Persetubuhan Yang Dilakukan Dengan Kekerasan Oleh
AnakTerhadap Anak (Studi Kasus Putusan Nomor :
10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm). Dibawahbimbingan Prof. Dr. Muhadar,
S.H.,M.H. selaku pembimbing I dan Dr.Amir Ilyas, S.H.,M.H. selaku
pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana
materiil terhadap tindak pidana persetubuhan yang dilakukan dengan
kekerasan oleh anak terhadap anak dan untuk mengetahui pertimbangan
hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana
persetubuhan yang dilakukan dengan kekerasan oleh anak terhadap anak
dalam putusan perkara nomor : 10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gowa khususnya pada
instansi Pengadilan Negeri Sungguminasa. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah Metode Kepustakaan dan Metode Wawancara,
Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan teknik kualitatif
kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan
menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya
dengan penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (I) Penerapan hukum
pidana materil terhadap tindak pidana persetubuhan yang dilakukan
dengan kekerasan oleh anak terhadap anak studi kasus putusan nomor :
10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm telah sesuai karena telah memenuhi
unsur-unsur yang ada pada pasal 81 Ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76D
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Serta selama pemeriksaan dipersidangan tidak ditemukan alasan-alasan
penghapusan pertanggungjawaban pidana baik alasan pembenar maupun
alasan pemaaf, sehingga terdakwa dinyatakan mampu bertanggungjawab
dan harus mendapatkan sanksi yang setimpal atas perbuatannya. (II)
Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak
pidana persetubuhan yang dilakukan dengan kekerasan oleh anak
terhadap anak dalam studi kasus putusan nomor :
10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm telah sesuai dengan ketentuan dalam
pasal 183 KUHP yakni sekurang-kurangnya dua alat bukti ditambah
keyakinan hakim. Alat bukti dalam kasus ini yaitu keterangan saksi, surat
dan keterangan terdakwa Anak yang saling bersesuaian, sehingga hakim
memperoleh keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana
persetubuhan dengan kekerasan terhadap anak. Serta hakim telah
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan terdakwa Anak.

v
ABSTRACT

HARTINA (B111 14 044) Juridical Review, criminal acts of Copulation is


done with violence By Children Against Children (case study the verdict
number: 10/Pid. Sus. Child/2016/PN. Sgm). Under the guidance of Prof.
Dr. Muhadar, S.H., M.H. as supervisor I and Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H. as
supervisor II.
This research aims to know the application of criminal law judicial
review against the criminal acts of coitus that carried out with violence by
children against children and to know the legal reasoning by judge in
meting out the verdict against criminal acts of coitus that carried out with
violence by children against children the award of case number: 10/Pid.
Sus. Child/2016/PN.Sgm.
This research was carried out in institutions especially in the Gowa
District Court Sungguminasa. The data collection method used is the
method of Librarianship and the method of Interview, further data obtained
were analyzed with a qualitative technique is then presented in a
descriptive i.e., explain, elaborate, and depict conforms with problems
closely related to this research.
The results of this research indicate that: (I) the application of
material criminal law against the criminal acts of copulation is done with
violence by children against children case study ruling number: 10/Pid.
Sus. Child/2016/PN. Sgm was appropriate because it meets There are
elements in section 81 subsection (1) and (2) Jo Section 76D Act No. 35-
year 2014 About child protection. As well as during examination
dipersidangan not found the reasons for the removal of criminal
accountability for good reason or reasons forgiving, so that the defendant
is declared capable of responsible and should get the sanctions
accordingly over the his actions. (II) consideration of a criminal law judge
in meting against criminal acts of coitus that carried out with violence by
children against children in the study case verdict number: 10/Pid. Sus.
Child/2016/PN. Sgm has been in accordance with the provisions in article
183 The CRIMINAL CODE IE at least two tool plus evidence of conviction
of the judge. Evidence in this case namely, letters and eyewitness
description of the accused Child are compatible, so the judge obtaining the
conviction that the accused had committed criminal acts of coitus with
violence against children. And the judge had considered damning things
and things that relieve the accused children.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah Penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, yang telah

memberikan Penulis kesehatan dan kekuatan sehingga dapat

menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin Makassar.

Shalawat dan salam tidak lupa Penulis ucapkan kepada Rasulullah

Muhammad SAW, Nabi termulia yang telah menunjukkan jalan

keselamatan dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Semoga Allah SWT

menjadikan keluarga dan para sahabat beliau yang senantiasa menjaga

amanah sebagai umat pilihan dan ahli surga.

Terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi tidak terlepas

dari jasa-jasa orang tercinta yaitu kedua orang tua Penulis yakni,

Ayahanda HASBULLAH dan Ibunda tercinta SANIA yang senantiasa

selalu memberikan penulis kasih saying, nasehat, perhatian, bimbingan,

dan selalu setia mendengarkan segala keluhan Penulis serta doanya demi

keberhasilan Penulis. Atas jasa-jasa yang tak ternilai dari Ayahanda dan

Ibunda tercinta, Penulis hanya bisa mengucapkan banyak terima kasih

dengan segala ketulusan hati. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada kakak-kakak tersayang yakni HASRUL, MUSTAKIM dan

vii
MUSTAJIDIN serta keluarga besar lainnya terima kasih atas segala doa,

perhatian, dan kasih sayang yang diberikan kepada Penulis selama ini.

Melalui kesempatan ini juga, Penulis ingin mengahturkan rasa

terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang sangat

berjasa selama proses penulisan Skripsi hingga tahap penyempurnaan

Skripsi Penulis. Untuk itu penghargaan dan ucapan terima kasih Penulis

kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A selaku Rektor

Universitas Hasanuddin, dan segenap jajarannya.

2. Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin. Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru,

S.H.,M.H., Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H.,M.H., dan

Bapak Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H.,M.H. masing-masing selaku

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Pengembangan, Wakil Dekan

Bidang Perencanaan, Keuangan dan Sumber Daya, dan Wakil

Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H.,M.S selaku Pembimbing I dan

Bapak Dr. Amir Ilyas, S.H.,M.H selaku Pembimbing II, terima

kasih untuk saran, petunjuk serta bimbingannya kepada Penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H.,M.H., Ibu Dr.

Haeranah, S.H.,M.H dan Bapak Dr. Abd. Asis, S.H.,M.H selaku

Dosen Penguji Penulis, terima kasih atas masukan yang diberikan.

viii
5. Bapak Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H.,M.H selaku Ketua

Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin dan Bapak Dr. Amir Ilyas, S.H.,M.H selaku Sekretaris

Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin. Penulis mengucapkan terima kasih atas semua

nasehat, petunjuk, dan arahan selama proses perkuliahan.

6. Bapak Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H.,M.H, selaku Penasehat

Akademik (PA) Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin.

7. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang

telah memberikan dan mengajarkan Penulis ilmu yang sangat

bermanfaat.

8. Bapak Dr. Syamsuddin Millang, S.sos selaku Dosen

Pembimbing Lapangan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Gelombang 96

Lokasi Kec. Tinggimoncong, Kel. Malino, , Kab. Gowa.

9. Bapak/ Ibu Pegawai Akademik atas bantuan dan fasilitas yang

diberikan kepada Penulis.

10. Teman terkasih Amriansyah Amir terima kasih atas do’a dan

dukungannya.

11. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman KKN Gelombang 96

: Anita Natsir, S.H., Sakinah, Risnayanti, Afriliana, Fitriani,

Wahyuni, Tria Difa Sari, S.ked., Khusnul Khatima Aksar, Spt.,

Dian Lestari, HS Tita Syamsuddin, S.H., Minwar, Muhammad

ix
Tang, Muhammad Alwi dan teman-teman yang lain yang tidak

penulis sebutkan namanya terima kasih banyak atas bantuan,

dukungan dan kebersamaannya.

12. Teman-teman Klinik Hukum Kejaksaan, Ahmad Nugraha Abrar,

Anita Natsir, Nurul Afiah Idrus, Hardianti, Sakinah, Wahyuni,

Andi Syamsinar, Nurul Fitrah, Nur Aryas Tuti, Nirwana Nur

Rahmat, Nurhaeria, Lisa Yusnita dan Resky Amalia.

13. Teman-teman SMA Negeri 1 Sungguminasa Risa Afriyanti, Andi

Indah Dwi Reski, Nurul Awalia, Nur Saffanah Dzakiyyah,

Fitriani Kadir, Muh Saiful, Muhammad Aqzan Al-Gazali, dan

Lisa Apriliani, serta teman-teman lain yang tidak sempat Penulis

sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan dukungannya.

14. Teman-teman DIPLOMASI Andi Srikandi Muslimah Putri

Bangsa, Try Puji Astuti, Nur Indah Sari, Ruslianto Sumule

Pongluturan, Hilda Setiawati, Atirah Aksan S.H., Nikita Ahmady

S.H., Alif Imam Dzaky, Hendri, Didi Muslim Sekutu, Kun

Arfandi, dan Galang Ramadan serta teman-teman lainnya yang

tidak bisa disebutkan satu-persatu terima kasih atas dukungannya.

15. Sahabat-sahabat Andi Dian yusran, dan Asri Hariati Arifin terima

kasih atas ilmu dan kebersamaannya.

16. seluruh Civitas Akademik Fakultasn Hukum Universitas

Hasanuddin, khususnya Angkatan 2014.

x
Harapan Penulis pada akhirnya, semoga Skripsi ini dapat saya

pertanggungjawabkan serta dapat memberikan manfaat dalam

pengembangan ilmu khususnya Ilmu Hukum. Skripsi ini tentunya tidak

luput dari kekurangan sehingga Penulis mengharapkan adanya kritik dan

saran dari semua pihak agar menjadi bahan pembelajaran bagi Penulis.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Penulis,

Hartina

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... ii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI………………………. iii

ABSTRAK .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ………………………………………………………………....


v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................ 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 8

A. Tindak Pidana…. ........................................................... 8

1. Pengertian Tindak Pidana ......................................... 8

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana....................................... 9

B. Persetubuhan……………………………………………….
16

1. Pengertian Persetubuhan……………………………… 16

2. Tindak Pidana Persetubuhan Anak………………….... 17

xii
a. Tindak Pidanan Persetubuhan Anak Menurut

KUHP…………………………………….……………….

17

b. Tindak Pidana Persetubuhan Anak Menurut Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak……………………………….......

20

C. Kekerasan…………………………………………………...
21

1. Pengertian Kekerasan………………………………….. 21

2. Jenis-Jenis Kekerasan………………………………….
22

D. Anak .. ………………………………………………………... 24

1. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang .............. 24

. 2. Pengertian Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana ...... 28

3. Pengertian Anak Sebagai Korban Tindak Pidana..... 29

. E. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan


.......... ........................................................................... 30

. 1. Pertimbangan Yuridis ............................................... 30

. 2. Pertimbangan Sosiologis .......................................... 31

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 33

xiii
A. Lokasi Penelitian ........................................................... 33

B. Jenis dan Sumber Data ................................................. 33

C. Teknik Pegumpulan Data .............................................. 34

D. Analis Data .................................................................... 35

BAB IV HASIL PENEITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Tindak Pidana


Persetubuhan Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Anak
Terhadap Anak dalam Putusan Nomor:
10/Pid.Sus.Anak2016/PN.Sgm…………………………….. 36
1. Identitas Terdakwa……………………………………….. 36
2. Posisi Kasus……………………………………………… 37
3. Dakwaan Penuntut Umum……………………………… 39
4. Tuntutan Penutut Umum………………………………... 43
5. Amar Putusan…………………………………………….
45
6. Analisis Penulis…………………………………………… 46
B. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pada
Tindak Pidana Persetubuhan Dengan Kekerasan Yang
Dilakukan Oleh Anak Terhadap Anak dalam Putusan Nomor:
10/Pid.Sus.Anak2016/PN.Sgm……………………………..
53
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………… 66
B. Saran………………………………………………………….. 67
DAFTAR PUSTAKA………………………. .......................................... 69

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hal penting dalam Negara hukum adalah adanya penghargaan dan

komitmen menjunjung tinggi hak asasi manusia serta jaminan semua warga

Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum. Pasal 27 ayat (1) UUD

1945 juga menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Negara hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan menempatkan kedudukan

yang sama dalam hukum dan pemerintahan tanpa ada pengecualian.

Negara Republik Indonesia juga melindungi hak-hak asasi manusia

dalam bidang hukum bagi setiap warga Negara yang menyatakan bahwa

tidak seorangpun dapat dihadapkan di Pengadilan selain ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini mengandung arti bahwa di dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia, hukum merupakan instrument atau sarana dalam melakukan

aktivitas pada segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dari

itu konsekuensi dari sebuah negara hukum adalah seluruh aktivitas

masyarakat tanpa terkecuali tidak boleh bertentangan dengan norma-norma

15
hukum yang berlaku dan setiap tindakan yang melanggar hukum akan

dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum.

Di Indonesia Negara yang berdasar hukum, pemerintah harus menjamin

adanya penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum yaitu keadilan,

kemanfaatan, dan kepastian hukum. Ada empat hal yang berhubungan

dengan makna kepastian hukum, yaitu:1

a. Hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang-undangan

(gesetzliches);

b. Hukum itu didasarkan pada fakta (tatsachen), bukan suatu rumusan

tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim;

c. Fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga

menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping juga mudah

dijalankan;

d. Hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah.

Selanjutnya, mengenai makna dari penegakan hukum (law

enforcement). Dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan

menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap

pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum,

baik melalui proses peradilan ataupun melalui proses arbitrase dan

1
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence
Theory), Kencana, Jakarta, hal.293.

16
mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative desputes or conflict

resolution). Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan

penindakan terhadap setiap pelanggaran dan penyimpangan terhadap

peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui

proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan,

advokat, dan badan-badan peradilan.2

Di era yang modern ini banyak kita jumpai tindak kejahatan yang begitu

banyak seperti pencurian, pembunuhan perampokan, Persetubuhan dan

lain-lain. Dalam kehidupan dewasa ini bentuk kejahatan Persetubuhan

merupakan wujud penindasan dan kejahatan yang dilakukan seseorang

kepada orang lain, kelompok tertentu kepada kelompok lain, orang dewasa

kepada anak-anak, majikan kepada pembantunya dan laki-laki kepada

perempuan, yang menjadi korban atau pihak yang lemah.Peristiwa

kejahatan tersebut di Indonesia bukan hanya pelaku orang dewasa,

melainkan juga anak dapat menjadi pelaku kejahatan yang bahkan telah

menyentuh ranah tindak pidana persetubuhan.

Tindak pidana persetubuhan oleh anak terhadap anak merupakan

bagian dari kesusilaan yang diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2014 perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak. Sebagai contoh, kasus yang menjadi momok bagi

2
Ibid., hlm. 22.

17
masyarakat dan memasuki tahap yang memprihatinkan, karena setiap

harinya tindak pidana Persetubuhan yang melibatkan anak sebagai

pelakunya sering kita dapatkan dan kita saksikan di berbagai media massa.

Banyak tindak pidana Persetubuhan yang menimpa anak sebagai

pelakunya yang terjadi tidak hanyadi lingkungan sekolah, lingkungan

rumah (bertetangga), bahkan terjadi di lingkungan keluarga.

Berbicara mengenai anak adalah sangat penting Karena anak

merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut

berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa

dimasa mendatang3.Mereka memiliki peran strategis dan mempunyai ciri

dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara

seimbang.

Karena pentingnya anak, banyak negara yang selalu membicarakan

upaya perlindungan hukum terhadap anak, salah satunya adalah Indonesia.

Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara umum diamanahkan

kepada negara agar negara melindungi para anak, menjamin agar semua

anak dapat mendapatkan hak-hak mereka dan hidup layak dengan harkat

dan martabat yang dijunjung tinggi oleh semua elemen dalam kehidupan

berbangsa danbernegara.

3
Wagiati Soettodjo, 2010, Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama, Bandung. No. 98, Bandung, hlm.5

18
Anak yang menjadi korban persetubuhan menderita banyak kerugian,

tidak hanya bersifat material, tetapi juga bersifat immaterialseperti goncangan

emosional dan psikologis, yang dapat mempengaruhi kehidupan masa depan

anak. Kasus persetubuhan terhadap anak tidak hanya terjadi dikota-kota

besar, tetapi juga banyak terjadi di lingkup kabupaten seperti kasus yang

terjadi di Kabupaten Gowa ini.

Dalam kasus tersebut seorang anak perempuan yang masih dibawah

umur disetubuhi sebanyak satu kali oleh anak yang dibawah umur yang tidak

lain adalah teman sekolahnya sendiri. Akibat perbuatan teman sebayanya

itu, anak korban tersebut mengalami goncangan emosional serta psikologis,

dan perbuatannya itu menimbulkan aib bagi keluarga anak korban. Atas

dasar pemikiran inilah yang melatarbelakangi penulis memilih judul skripsi ini

“Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Persetubuhan Yang

Dilakukan Dengan Kekerasan Oleh Anak Terhadap Anak. (Studi Kasus

No. 10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm).”

19
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materil dalam tindak pidana

persetubuhan dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak terhadap

anak dalam putusan Nomor:10/Pid.Sus.Anak2016/PN.Sgm ?

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan

terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan dengan kekerasan

yangdilakukan oleh anak terhadap anak dalam putusan

Nomor:10/Pid.Sus.Anak2016/PN.Sgm?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk megetahui bagaimana penerapan hukum pidana materil dalam

tindak pidana persetubuhan dengan kekerasan yang dilakukan oleh

anak terhadap anak dalam putusan

Nomor:10/Pid.Sus.Anak2016/PN.Sgm

2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan dengan kekerasan

yang dilakukan oleh anak terhadap anak dalam putusan

Nomor:10/Pid.Sus.Anak2016/PN.Sgm

20
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kegunaan penelitian tersebut

diharapkan mampu memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menambah bahan refrensi

bagi mahasiswa fakultas hukum pada umumnya dan pada khususnya

bagi penulis sendiri dalam menambah pengetahuan tentang

ilmuhukum.

2. Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi salah satu bahan

pertimbangan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan penegakan

hukum di indonesia, khususnya dalam penegakan hukum terhadapanak.

21
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah terjemahan paling umum dari istilah

strafbaarfeit (Belanda). Terjemahan atas strafbaarfeit ke dalam bahasa

Indonesia diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya tindak pidana,

peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan melawan hukum, delik, dan

sebagainya.

Delik dalam bahasa Belanda disebut strafbaarfeit terdiri atas tiga unsur

kata, yaitu straf, baar dan feit. Straaf diartikan sebagai pidana dan hukum,

baar diartikan sebagai dapat atau boleh, sementara feit lebih diartikan

sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Jadi istilah strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atas

perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delict dalam bahasa asing

disebut delict yang artinya suatu perbuatan yag pelakunya dapat dikenakan

hukuman (pidana).

Berikut adalah beberapa pengertian strafbaarfeit atau tindak pidana yang

dikemukakan oleh para ahli:

a. Menurut Moeljatno mengartikan strafbaarfeit adalah suatu kelakuan

manusia yang diancam pidana oleh peraturan perudang-undangan.

22
b. Menurut Simons strafbaarfeit adalah perbuatan melawan hukum yang

berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu

bertanggungjawab.4

c. Menurut E.Mezger strafbaarfeit adalah keseluruhan syarat untuk adanya

pidana.5

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

a. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritisi

Beberapa teoritisi hukum memiliki penafsiran tersendiri mengenai unsur-

unsur tindak pidana yang terdiri atas dua aliran yaitu aliran monistis dan

dualistis. Unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana adalah melihat

bagaimana bunyi rumusan yang dibuatnya. Beberapa contoh, diambil dari

batasan tindak pidana oleh teoretisi yakni: Moeljatno, R.Tresna, Vos, Jonkers,

Schravendijck.6

Menurut Moeljatno (penganut paham dualistis), unsur tindak pidana

adalah:7

a) Perbuatan;

b) Yang dilarang (oleh aturan hukum); dan

c) Ancaman Pidana (bagi yang melanggar hukum).

4
Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep DIversi dan Restorative
Justice ), PT Refika Aditama, Bandung, hlm. 75.
5
Ibid, hlm. 76.
6
Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, P.T Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 79.
7
Ibid.

23
Menurut R.Tresna, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni:8

a) Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia);

b) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan

c) Diadakan tindakan penghukuman.

Menurut Vos unsur-unsur tindak pidana yaitu:

a) Kelakuan manusia;

b) Diancam dengan pidana;

c) Dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Jonkers unsur-unsur tindak pidana yaitu:9

a) Perbuatan (yang);

b) Melawan hukum (yang berhubungan dengan);

c) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat); dan

d) Dipertanggungjawabkan.

Menurut Schravendijk unsur-unsur tindak pidana ssebagai berikut:10

a) Kelakuan (orang yang);

b) Bertentangan dengan keinsyafan hukum;

c) Diancam dengan hukuman;

8
Ibid., hlm. 80.
9
Ibid., hlm.81.
10
Ibid.

24
d) Dilakukan oleh orang (yang dapat); dan

e) Dipersalahkan/kesalahan.

Walaupun rincian dari tiga rumusan di atas tampak berbeda-beda, namun

pada hakikatnya ada persamaannya, yaitu tidak memisahkan antara unsur-

unsur mengenai perbuatannya dengan unsur yang mengenai diri orangnya.

Dari sekian banyak penjelasan mengenai unsur-unsur tindak pidana yang

dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat menarik sebuah kesimpulan

tentang perihal apa saja yang menjadi unsur-unsur tindak pidana, sebagai

berikut:

1. Ada perbuatan, artinya perbuatan tersebut mencocoki rumusan delik

yang ada di dalam ketentuan perundang-undangan.

2. Ada sifat melawan hukum (Wederrechtelijk), artinya perbuatan yang

dilakukan memiliki sifat melawan hukum. Sifat melawan hukum terbagi

atas dua macam, yaitu sifat melawan hukum secara formil (Formale

wederrechtelijk) adalah perbuatan yang memenuhi rumusan Undang-

Undang, kecuali jika diadakan pengecualian oleh Undang-Undang, dan

sifat melawan hukum secara materil (materiele wedderrechtelijk) adalah

suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila perbuatan tersebut

bertentangan dengan masyarakat atau melanggar kaidah-kaidah yang

berlaku di masyarakat.

25
3. Tidak ada alasan pembenar, alasan pembenar adalah alasan yang

menghapuskan sifat melawan hukum dari suatu perbuatan, hingga

perbuatan tersebut dianggap patut dan dibenarkan.

b. Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam UU

Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat

diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu:11

1. Unsur tingkah laku;

Tindak pidana adalah mengenai larangan berbuat. Oleh karena itu,

perbuatan atau tingkah laku harus disebutkan dalam rumusan. Jika ada

rumusan tindak pidana yang tidak mencantumkan unsur tingkah laku,

cara perumusan seperti itu merupakan suatu pengecualian belaka

dengan alasan tertentu, dan tidak berarti tindak pidana itu tidak terdapat

unsur perbuatan.

2. Unsur sifat melawan hukum;

Melawan hukum merupakan suatu sifat tercelahnya atau terlarangnya

dari suatu perbuatan, di mana sifat tercela tersebut dapat bersumber

pada Undang-Undang (melawan hukum formil/formelle wederrechtelijck)

dan dapat bersumber pada masyarakat (melawan hukum

materil/materiel wederrechtelijck).

3. Unsur kesalahan

11
Ibid, hlm 82-115

26
Kesalahan (schuld) adalah unsur mengenai keadaan atau gambaran

batin orang sebelum atau pada saat memulai perbuatan. Oleh karena

itu, unsur ini selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat subjektif. Unsur

kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggung

jawaban, atau mengandung beban pertanggungjawaban pidana yang

terdiri atas kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa).

3. Unsur akibat konstitutif

Unsur akibat konstitutif ini terdapat pada:

a. Tindak pidana materil (materieel delicten) atau tindak pidana di

mana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana;

b. Tindak pidana yang mengandung unsur akibat sebagai syarat

sebagai pemberat pidana; dan

c. Tindak pidana di mana akibat merupakan syarat dipidananya

pembuat.

4. Unsur keadaan yang menyertai

Unsur keadaan yang menyertai adalah unsur tindak pidana berupa

semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana perbuatan dilakukan.

Unsur keadaan yang menyertai ini dcalam kenyataan rumusan tindak

pidana dapat berupa sebagai berikut:

a. Unsur keadaan yang menyertai mengenai cara melakukan

perbuatan;

b. Unsur cara untuk dapat dilakukannya perbuatan;

27
c. Unsur keadaan menyertai mengenai objek tindak pidana;

d. Unsur keadaan yang menyertai mengenai subjek tindak pidana;

e. Keadaan yang menyertai mengenai tempat dilakukannya tindak

pidana;

f. Keadaan yang menyertai mengenai waktu dilakukannya tindak

pidana.

5. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana

Unsur ini hanya terdapat pada tindak pidana aduan. Tindak pidana

aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut pidana jika ada

pengaduan dari yang berhak mengadu.

6. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana

Unsur ini berupa alasan untuk diperberatnya pidana, dan bukan unsur

syarat untuk terjadinya atau syarat selesainya tindak pidana

sebagaimana pada tindak pidana materil. Unsur syarat tambahan untuk

memperberat pidana bukan merupakan unsur pokok tindak pidana yang

bersangkutan, artinya tindak pidana tersebut dapat terjadi tanpa adanya

unsur ini.

7. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana

Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah unsur keadaan-

keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan dilakukan, yang

menentukan untuk dapat dipidananya perbuatan. Artinya, bila setelah

perbuatan dilakukan keadaan ini tidak timbul, maka terhadap perbuatan

28
itu tidak bersifat melawan hukum dan karenanya si pembuat tidak dapat

dipidana.

8. Unsur objek hukum tindak pidana

Unsur mengenai objek pada dasarnya adalah unsur kepentingan

hukum (rechtsbelang) yang harus dilindungi dan dipertahankan oleh

rumusan tindak pidana. Dalam setiap rumusan tindak pidana selalu ada

kepentingan hukum yang dilindungi.

9. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana

Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana adalah unsur kepada siapa

rumusan tindak pidana itu ditujukan. Unsur kualitas subjek hukum tindak

pidana selalu merupakan unsur tindak pidana yang bersifat objektif.

10. Unsur syarat tambahan memperingan pidana

Unsur ini diletakkan pada rumusan suatu tindak pidana tertentu yang

sebelumnya telah dirumuskan. Ada dua macam unsur syarat tambahan

untuk memperingan pidana, yaitu unsur syarat tambahan yang bersifat

objektif dan unsur syarat tambahan yang bersifat subektif. Bersifat

objektif, misalnya terletak pada nilai atau harga kejahatan secara

ekonomis. Sifat ringannya tindak pidana dapat pula terletak pada akibat

tindak pidana, seperti pada akibat tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian

tertentu. Bersifat subjektif, artinya faktor yang meringankan itu terletak

29
pada sikap batin si pembuatnya, ialah apabila tindak pidana dilakukan

karena ketidaksengajaan (culpa)

B. Persetubuhan

1. Pengertian Persetubuhan

Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia modern kata “bersetubuh

artinya sebagai berikut:12

“berhubungan badan, hubungan intim,kontakbadan(hubungan suami istri,


hubungan sepasangmanusia)”.

Persetubuhan adalah perpaduan antara alat kelamin laki-laki dengan

alat kelamin perempuan yang biasanya dilakukan untuk memperoleh anak,

dimana alat kelamin laki-laki masuk kedalam alat kelamin perempuan yang

kemudian mengeluarkan air mani13

Sedangkan definisi persetubuhan menurut PAF Lamintang dan

Djisman Samosir persetubuhan adalah perbuatan seseorang yang dengan

kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita untuk


14
melakukan persetubuhan di luar ikatan perkawinan dengan dirinya”.

Demikian itu sejalan dengan pendapat Wirdjono Prodjodikoro yang

mengungkapkan, bahwa persetubuhan adalah “seorang laki-laki yang

12
Muhammad Ali, 2004. Guru dalam Proses Beajar Mengajar, Bandung: Sina Batu Algesindo
13
R.Soesilo, 1980, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnyalengkap Pasal Demi
Pasal, Bogor, Politeia, hal 181
14
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan. 2011. Perlindungan Terhadap KorbanKekerasan Seksual. Refika Aditama:
Bandung. hlm. 41.

30
memaksa seorang perempuan yang bukan isterinya untuk bersetubuh

dengan dia, sehingga sedemikian rupa ia tidak dapat melawan, maka

dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu. Pendapat wirdjono

itu juga menekankan mengenai pemaksaan hubungan seksual

(bersetubuh) pada seseorang perempuan yang bukan isterinya,

pemaksaan yang dilakukan laki-laki membuat atau mengakibatkan

perempuan terpaksa melayani persetubuhan. 15

Dari beberapa pendapat diatas diketahui bahwa persetubuhan

merupakan perbuatan yang memaksa, mengancam, adanya unsur

kekerasan, yang bukan merupakan isterinya terhadap pihak perempuan

untuk memaksa melakukan persetubuhan yang dimana perbuatan tersebut

tindak pidana.

2. Tindak Pidana Persetubuhan Anak

a. Tindak Pidana Persetubuhan Anak Menurut KUHP

Tindak pidana persetubuhan atau verkrachting oleh pembentuk undang-

undang telah diatur dalam pasal 285 KUHP yang merumuskan bahwa: 16

“barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa


seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan, diancam karena

15
Ibid, hlm. 42.
16
Laminntang, 2011, Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan Dan Norma Kepatutan, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 96.

31
melakukan persetubuhan, dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun”.

Jadi perbuatan yang diancam dengan pidana dalam Pasal 285

KUHP adalah perbuatan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia (laki-laki).

Pasal 285 KUHP hanya menyebut “wanita”.Seyogyanya wanita dibedakan

berdasarkan umur, fisik maupun status sehingga wanita dapat dibedakan

sebagai berikut:17

- Wanita yang belum dewasa yang masih perawan ;

- Wanita dewasa yang masih perawan;

- Wanita yang sudah tidak perawan lagi;

- Wanita yang sedang besuami.

Terhadap wanita yang belum dewasa memerlukan perlidungan khusus

sehingga setiap pia yang berniat bersetebuh degan wanita tersebut

mengetahui dan memahami resiko yang lebih besar.

Dengan demikan yang memerlukan pelindungan khusus adalah wanita yang


18
berumur dibawah 16 (enam belas) tahun.

17
Leden Marpaunng, 2004, Kejahatan Terhadap Keusilaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.50.
18
Ibid, hlm.51.

32
Adapun tindak pidana yang diatur dalam Pasal 285 KUHP ternyata

hanya memunyai unsur-unsur objektif yakni:19

1. Barang siapa

2. Dengan kekerasan atau

3. Dengan ancaman memakai kekerasan

4. Memaksa

5. Seorang wanita

6. Mengadakan hubungan kelamin diluar perkawinan

7. Dengan dirinya

Pembuat undang-undang menganggap tidak perlu untuk menentukan

hukuman bagi perempuan yang memaksa untuk bersetubuh, oleh karena

bukanlah semata-mata paksaan itu oleh perempuan terhadap laki-laki

dipandang tidak mungkin, akan tetapi justru perbuatan itu bagi laki-laki

dipandang tidak mengakibatkan sesuatu yang buruk atau merugikan. Hal ini

sebaliknya terjadi pada seorang perempuan, dimana akibat persetubuhan

dapat berakibat kehamilan terhadap perempuan tersebut.

Selain diatur dalam Pasal 285 KUHP, tindak pidana tersebut diatur juga

dalam Pasal 286 KUHP yang menetukan bahwa:

19
Laminntang, Op.Cit. hlm. 97

33
“barang siapa yang bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan,

padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak

berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”

Selanjutnya pada Pasal 287 ayat (1) KUHP menentukan bahwa:

“Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya, sedang

diketahuinya atau harus patut disangkanya bahwa umur perempuan itu belum

cukup 15 tahun kalau tidak nyata umurnya, bahwa perempuan itu belum

masanya untuk dikawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.”

Bertolak dari Pasal 286 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa wanita

yang disetubuhi berada di luar perkawinan dan diketahui dalam keadaan

pingsan atau tidak berdaya. Mengenai pengertian pingsan atau tidak berdaya

menurut Soesilo adalah:

“pingsan artinya tidak sadar akan dirinya. Tidak berdaya artinya tidak

mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat

mengadakan perlawanan sedikitpun”.

34
b. Tindak Pidana Persetubuhan Menurut Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlinndungan Anak

Tindak pidana yang dimaksudkan di atas, dirumuskan dalam Pasal

81 sebagai berikut :

(1.) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp.5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
(2.) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula
bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3.) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Apabila rumusan di atas dirinci, maka terdapat unsur-unsur sebagai


berikut:
Unsur-unsur objektif :

a. Sengaja melakukan kekerasan atau ancaman;


b. Memaksa;
c. Melakukan tipu daya;
d. Serangkaian kebohongan;atau
e. Membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan

perbuatan persetubuhan.

Unsur subjektif :

Barangsiapa

35
Tindak pidana persetubuhan pada Pasal 81 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2014 Tentag Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 hampir sama dengan tindak pidana persetubuhan menurut KUH

Pidana, hanya dalam Pasal 81 di atas dikhususkan pada anak yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun sebagai korban tindak pidana

persetubuhan tersebut.

C. Kekerasan

1. Pengertian Kekerasan

Tindak kekerasan seringkali dipertontonkan ditengah masyarakat yang

dapat saja berakibat fatal yang menimbulkan korban. Karena itu, perlu

rumusan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan dan jenis-

jenis kekerasan atau ancaman kekerasan yang sering menimpa perempuan

dan anak dibawah umur.

Yang dimaksud melakukan kekerasan itu membuat orang pingsan atau

tidak berdaya lagi (lemah). Pingsan artinya tidak ingat atau tidak sadar akan

dirinya, orang yang pingsan tidak dapat mengetahui apa yang terjadi atas

dirinya. Sedangkan tidak berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau

tenaga sama sekali, sehingga ia tidak dapat mengadakan perlawanan

sedikitpun, orang yang tidak berdaya dapat mengetahui apa yang terjadi atas

36
dirinya. Melakukan kekerasan mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani

yang tidak kecil secara tidak sah. Misalnyamemukul dengan tangan atau

dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan lain

sebagainya.20

2. Jenis-Jenis Kekerasan

Ada beberapa jenis kekerasan atau ancaman kekerasan dalam hal

tindak pidana atau perbuatan kesusilaan yang telah diatur dalam peraturan

perundang-undangan. Antara lain dalam KUHP, tindak kekerasan kesusilaan

terdapat dalam Pasal 55 ke 2, 120, 145, 170, ke 1, 175, 285, 289, 300 Ayat

(1) ke 3, 330, dan Pasal 332 Ayat (1) ke 2. Semuanya dapat dijelaskan secara

singkat sebagai berikut:

a. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan

menyalahgunakan kekuasaan atau martabat dengan kekerasan,

ancaman kekerasan atau penyesatan dengan memberi kesempatan,

sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya

melakukan perbuatan. (Pasal 55 ke2)

b. Jika kejahatan tersebut Pasal 113, 115, 117, 118, dan Pasal

20
R.Soesilo, 1998, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya lengkapPasal
Demi Pasal, Bogor, Politeia, hal 98

37
dilakukan dengan akal curang, seperti penyesatan, penyamaran,

pemakaian nama atau kedudukan palsu, atau dengan menawarkan,

menerima, membayangkan, atau menjanjikan hadiah, keuntungan

dalam bentuk apapun; atau dilakukan dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan, maka pidana kemerdekaan dapat diperberat lipat dua.

(Pasal 120)

c. Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama

menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang atau

barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6

(enam) bulan. (Pasal 170 ke 1)

d. Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam

karena melakukan persetubuhan, diancam dengan pidana penjara

paling lama 12 (dua belas) tahun. (Pasal 285)

e. Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan

cabul, diancam karena perbuatan menyerang kehormatan kesusilaan,

dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun. (Pasal 289)

38
f. Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

orang untuk minum-minuman yang memabukkan, diancam dengan

pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.

300,- (tiga ratus rupiah). (Pasal 300 Ayat (1) ke3)

g. Barangsiapa dengan sengaja menarik seseorang yang belum cukup

umur dari kekuasaan menurut undang-undang ditentukan atas dirinya

atau dari pengawasan oleh orang yang berwenang untuk itu, diancam

pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. Bilamana dalam hal ini

dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau

bilamana anaknya belum cukup umur 12 (dua belas) tahun, dijatuhkan

pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun. (Pasal 330)

h. Barangsiapa membawa pergi seorang wanita dengan tipu muslihat,

kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan

penguasaannya terhadap wanita itu baik didalam maupun diluar

perkawinan, diancam dengan pidana paling lama 9 (Sembilan) tahun.

(Pasal 332 Ayat (1) ke2)

39
D. Anak

1. Pengertian Anak Menurut Undang- Undang

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tidak terdapat

keseragaman tentang batasan usia seseorang dianggap sebagai anak,

setiap undang-undang memberikan batasan tersendiri, diantaranya adalah:

a. Anak menurut hukumpidana

Dalam KUH Pidana Pasal 45 yang rumusannya sebagai berikut:

Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarinng) karena

melakukan perbuatan sebelum umur enam belas tahun, Hakim dapat

menentukan:

“ Memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya,


walinya atauu pemeliharaannya, tanpa pidana apapun; atau memerintahkan
supaya yang bersalah diserahkan kepada Pemerintah, tanpa pidana apa
pun, yaitu jika prbuatan merupakan kejahaatan atau salah satu pelanggaran
tersebut pasal, 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 531,
532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan salah sejak
melakukan kejahatan, atau salah satu pelanggaran tersebut diats, dan
putusannya mejadi tetap; atau mejatuhkan pdana.” 21

Jadi dapat dipahami bahwa yang menjadi batas usia seseorang masih

dikategorikan sebagai anak dalam pasal tersebut adalah sebelum enam

belas tahun. Namun dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak, maka ketentuan yang dimaksud dalam

Pasal 45 di atas tidak berlaku lagi.

b. Anak menurut hukum perdata

21
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bab III, pasal 45.

40
Aturan tentang batasan usia seorang anak tercantum dalam Pasal 330

KUH Perdata, yang rumusannya sebagaiberikut:

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun
dan tidak terlebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan
sebelum umur mereka dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali
lagi dalam kedudukan belumdewasa.”22

c. Undang-undangperkawinan

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,

batasan usia seseorang dianggap dewasa dirumuskan ke dalam Pasal 7

ayat (1) sebagai berikut:

“Seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19


(sembilan belas) tahun dan wanita telah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun”.23

d. Undang-undang pengadilan anak

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

menyebutkan kriteria seorang anak dalam Pasal 1 angka (1) bahwa:

“anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin”. 24

Mengenai batasan usia di atas, telah dirubah oleh Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010, dari 8 menjadi 12 tahun dan sebelum

berusia 18 tahun.

Jadi menurut undang-undang ini, bahwa orang yang telah berumur delapan

22
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bab XV, Pasal 330.
23
Udang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Bab II, Pasal 7 ayat 1.
24
Udang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pegadilan Anak, Bab I, Pasal 1
angka 1.

41
belas tahun keatas pada waktu melakukan tindak pidana maka tuntutan

yang diberlakukan sama dengan tuntutan terhadap orang dewasa. Dalam

hal ini mereka sudah dianggap dewasa.

e. Undang-undang tentang PerlindunganAnak

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 perubahan atas

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

menyebutkan bahwa “anak adalah seseorang yang belum berusia 18

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. 25

f. Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak

UU SPPA mendefenisikan anak di bawah umur sebagai anak yang telah

berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun, dan membedakan anak

yang terlibat dalam suatu tindak pidana dalam tiga kategori:

a. Anak yang menjadi pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU SPPA);

b. Anak yang menjadi korban tindak pidana (Anak Korban) (Pasal 1 angka 4

UU SPPA); dan

c. Anak yang menjadi saksi tindak pidana (Anak Saksi) (Pasal 1 angka 5 UU

SPPA)

Di atas telah dipaparkan tentang pengertian anak dilihat dari batasan

25
Undang-Undang Perlidungan Anak, Pasal 1, Angka 1.

42
umur, beberapa undang-undang menggunakan batasan umur seseorang

dianggap anak adalah 18 tahun, dan karena dalam penulisan ini posisi anak

merupakan korban dari tindak pidana, maka penulis menggunakan

pengertian anak yang ada dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014

perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

PerlindunganAnak, dan Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

2. Pengertian Anak Sebagai Pelaku TindakPidana

Pengertian anak sebagai pelaku tindak pidana merujuk kepada Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

batas usia anak yang dapat dipertanggungjawabkan adalah anak yang telah

berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)

tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Menurut Sudarto yang dimaksud dengan anak nakal adalah sebagai berikut

:26

a. Yang melakukan tindak pidana;

b. Yang tidak dapatdiatur dan tidak taat kepada orangtua/wali/pengasuh;

c. Yang sering meninggalkan rumah, tanpa ijin/pengetahuan

orangtua/wali/pengasuh;

26
Shanty Dellyana, 2014, Wanita Dan Anak DImata Hukum, Liberty, Yogyakarta. hlm. 67-68.

43
d. Yang bergaul dengan penjahat-penjahat atau orang-orang yang tidak

bermoral, sedang anak tersebut mengetahui hal itu;

e. Yang kerapkali mengunjungi tempat-tempat yang terlarang bagianak;

f. Yang sering menggunakan kata-katakotor;

g. Yang melakukan perbuatan yang mempunyai akibat yang tidak baik bagi

perkembangan pribadi, sosial, rohani dan jasmani anakitu.

Menurut Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa menarik batas antara

belum dewasa dengan sudah dewasa, tidak perlu dipermasalahkan karena

pada kenyataannya walaupun orang orang belum dewasa namun ia telah

dapat melakukan perbuatan hukum, misalnya anak yang belum dewasa

telah melakukan jual beli, berdagang, dan sebagainya, walaupun berwenang

kawin.27

3. Pengertian Anak Sebagai Korban TindakPidana

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa Anak yang Menjadi

korbantindakpidanayang selanjutnya disebutAnak Korban adalah Anak yang

belum berumur 18 (delapan belas) Tahun yang mengalami penderitaan

fisik, mental,dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

27
Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia,
Refika Aditama, Bandung. hlm. 32.

44
Adapun dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun

2014 yang mengatur tentang ketentuan pidananya, yakni Pasal 77-90.

E. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Dalam memutus suatu perkara, majelis hakim dalam hal ini memberikan

pertimbangan, pertimbangan-pertimbangan tersebut sebagai berikut:

1. Pertimbangan Yuridis

Pertimbagan yuridis yang didapat dari hasil penelitian baik hasil

wawancara dengan hakim, maupun dari kajian putusan pidana anak yang

dihimpun sebagai berikut:28

1. Ketentuan KUHP yang bertalian dengan masalah anak

2. Uraian fakta yang terdapat dalam berkas perkara dan yang terungkap

dalam persidangan, misalnya:

a. Identitas Terdakwa

b. Masa penahanan

c. Berkas-berkas yang masuk dalam persidangan

d. Mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa

e. Uraian tunutan jaksa

f. Uraian surat dakwaan

28
Bunadi Hidayat, 2010, Pemidanaan Anak DIbawah Umur, PT. Alumni, Bandung. hlm. 92

45
g. Hasil pembuktian yang terungkap dalam persidangan,

h. Keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, dan kesesuaian

barang bukti

i. Pembelaan terdakwa (pledoi)

j. Pernyataan bersalah atau tidaknya terdakwa oleh hakim yang

mengadili

k. Pertimbangan yang meringankan dan memberatkan

3. Ketentuan undang-undang lain yang bertalian dengan masalah pidana

anak

4. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

5. Peraturan Menteri Kehakiman No.06.UM.06 M Tahun 1983, tentang

Tata Tertib Sidang Anak, Bab II Pasal 9 s.d 12

6. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 06 Tahun 1987, tentang Tata tertib

Sidang Anak

2. Pertimbangan Sosiologis

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menjatuhkan pidana,

kiranya rumusan Pasal 58 (Pasal 52) Naskah Rancangan KUHP (baru) hasil

penyempurnaan tim intern Kementrian Kehakiman, dapat dijadikan referensi.

Disebutkan bahwa dalam penjatuhan pidana wajib dipertimbangkan hal-hal

berikut:

1. Kesalahan pembuat tindak pidana;

46
2. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana;

3. Cara melakukan tindak pidana;

4. Sikap batin si pembuat tindak pidana;

5. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana;

6. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana;

7. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana;

8. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan;

9. Pengurus tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; dan

10. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana.

47
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah suatu tempat atau wilayah dimana penelitian

tersebut akan dilaksanakan. Adapun tempat atau lokasi penelitian yang

penulis pilih dalam melakukan pengumpulan data guna menunjang penelitian

ini adalah di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sungguminasa.

B. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung,

dalam hal ini penulis melakukan wawancara langsung terhadap majelis

hakim dan yang menangani kasus tersebut .

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan atau

dari berbagai literatur dengan menelaah buku-buku, artikel, internet,

jurnal hukum, serta peraturan perundang-undangan yang relevan

dengan permasalahan yang diteliti.

48
C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data-data dilakukan dengan

dua cara, yaitu:

1. Penelitian kepustakaan (library research)

Penelitan dilaksanakan dengan mengumpulkan, membaca, dan

menelusuri sejumlah buku-buku, peraturan perundang-undangan

ataupun literatur-literatur lainnya yang relevan dengan masalah yang

diteliti.

2. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian dilaksanakan dengan terjun langsung ke lokasi penelitian

dengan melakukan pengamatan secara langsung (observasi). Metode ini

terdiri atas dua cara yaitu:

a) Wawancara langsung terhadap hakim dan yang pernah

menangani kasus tindak pidana pembunuhan dengan nomor

register perkara 10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sungguminasa

b) Dokumentasi yaitu menelusuri data yang berupa dokumen dan

arsip yang diperoleh dari panitera muda bagian pidana

Pengadilan Negeri Sungguminasa.

49
D. Analisis Data

Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian baik data primer ataupun

data sekunder dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah

pengelolaan data secara deduktif, yaitu dimulai dari dasar-dasar pengetahun

yang umum kemudian meneliti hal yang bersifat khusus. Kemudian dari

proses tersebut, ditarik sebuah kesimpulan. Kemudian disajikan secara

deskriptif yaitu dengan cara menjelaskan dan menggambarkan sesuai dengan

permasalahan yang terkait dengan penulisan skripsi ini.

50
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Hukum Pidana Materil Dalam Tindak Pidana

Persetubuhan Yang Dilakukan Dengan Kekerasan Oleh Anak

TerhadapAnakdalam PutusanNomor: 10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm

Hakim dalam memeriksa perkara pidana, berupaya mencari dan

membuktikan kebenaran hukum materil berdasarkan fakta-fakta yang

terungkap dalam persidangan, serta memegang teguh surat dakwaan yang

dirumuskan oleh Jaksa Penuntut Umum. Sebelum penulis menguraikan

tentang penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana persetubuhan oleh

anak terhadap anak dalam putusan nomor: 10/Pid.Sus/2016/PN.Sgm, maka

perlu diketahui terlebih dahulu identitas terdakwa, posisi kasus, dakwaan

Jaksa Penuntut Umum, tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dan amar putusan,

yaitu sebagai berikut:

1. Identitas Terdakwa

Pengadilan Negeri Sungguminasa yang memeriksa dan mengadili

perkara-perkara pidana telah menjatuhkan putusan perkara terhadap

terdakwa:

Nama Lengkap : Nur Hidayat Alias Yayat

51
Tempat lahir : Ujung Pandang

Umur / tanggal lahir: 17 Tahun / 08 Juli 1998

Jenis kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat tinggal : Kp. Taipajawa Desa Barembeng Kec. Bontonompo

Kabupaten Gowa

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar.

2. Posisi Kasus

Bahwa berawal pada hari Sabtu tanggal 07 Mei 2016 sekitar jam 13.30

wita atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan Mei Tahun

2016, bertempat dikampung Taipajawa desa Barembeng Kec. Bontonompo,

kab. Gowa atau setidak-tidaknya pada tempat-tempat lain dalam daerah

hukum Pengadilan Negeri Sungguminasa, melakukan kekerasan atau

ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan atau

membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Yang dilakukan oleh terdakwa ketika saksi korban Pr.SYAHRAWATI BIN

SABANG telah selesai merayakan kelulusan sekolah SMA dan disaat saksi

korban hendak pulang kerumah berboncengandenganteman saksi korban

yaitu Pr. NABILA mengalami kebocoran ban sehnigga pada waktu itu

52
terdakwa NUR HIDAYAT yang berboncengan bersama temannya Pr. NUNU

kebetulan lewat didepan saksi korban dan Pr.NABILA berada dimana ketika

itu terdakwa memberhentikan motornya dan waktu itu Pr.NABILA meminta

kepada terdakwa untuk mengantar saksi korban dan berboncengan tiga

dengan Pr.NUNU pada saat itu terdakwa lebih dulu mengantarkan Pr.NUNU

diwarung makan tempat bertemu dengan teman-temannya kemudian saksi

korban meminta terdakwa untuk mengantarnya pulang dimana ketika

terdakwa kembali membonceng saksi koban dan sakssi korban hendak turun

terdakwa tidak memberhentikan motornya dan mengatakan kepada saksi

korban untuk menemaninya singgah dirumah terdakwa dan pada waktu tiba

dirumah terdakwa yang dalam keadaan kosong terdakwa menarik tangan

saksi korban untuk masuk kedalam rumah terdakwa kemudian menyuruh

saksi korban untuk duduk dimeja makan setelah itu terdakwa hendak masuk

kedalam kamar mandi namun tiba-tiba terdakwa memeluk saksi korban dari

belakang dan menarik tangan saksi korban untuk masuk kedalam kamar yang

mana saat itu saksi korban berusaha menolak dengan menahan pintu

menggunakan kaki saksi korban namun terdakwa tetap memaksa dan

menarik badan saksi korban kemudian mendorong saksi korban didinding

tembok kamar yang pada saat itu saksi korban kembali melakukan

perlawanan dengan cara mendorong bahu terdakwa namun kembali lagi

terdakwa menarik kedua tangan saksi korban dan mendorong kedua tangan

saksi korban kembali ketempat tidur dalam keadaan terlentang kemudian

53
setelah itu terdakwa berada diatas badan saksi koban dan menindis kedua

tangan yang berada dibelakang saksi koban menggunakan lututnya kemudian

setelah itu terdakwa turun dari atas badan saksi korban kemudian

mengangkat rok dan melepas celana dalam yang digunakan saksi korban

pada saat itu sampai sebatas lutut selanjutnya terdakwa membuka celana

dan celana dalamnya kemudian memasukkan alat kelamin terdakwa kedalam

alat kelamin saksi korban dan mendorong alat kelamin terdakwa dengan cara

keluar masuk selama kurang lebih 10 (sepuluh) menit dan dari kemaluan

terdakwa megeluarkan cairan sperma berwarna putih.

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Dakwaan penuntut umum adalah dakwaan Tunggal, isi dari dakwaan

penuntut umum terhadap kasus tindak pidana persetubuhan yang dilakukan

dengan kekerasan oleh anak terhadap anak putusan nomor:

10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm adalah sebagai berikut:

DAKWAAN:

- Bahwa mereka terdakwa NUR HIDAYAT Alias YAYAT pada hari Sabtu

tanggal 07 Mei 2016 sekitar jam 13.30 wita atau setidak-tidaknya pada

waktu-waktu lain dalam bulan Mei Tahun 2016, bertempat dikampung

Taipajawa desa Barembeng Kec. Bontonompo, kab. Gowa atau setidak-

tidaknya pada tempat-tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan

54
Negeri Sungguminasa, melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa anak melakukan persetubuhan atau membujuk anak

melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, yang

dilakukan dengan cara-cara antara lain sebagai berikut:

- Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas ketika

saksi korbanPr. SYAHRAWATI telah selesai merayakan kelulusan

sekolah SMA dan disaat saksi korban hendak pulang kerumah

berboncengan dengan teman saksi korban yaitu Pr. NABILA mengalami

kebocoran ban sehigga pada waktu itu terdakwa NUR HIDAYAT yang

berboncengan bersama temannya Pr. NUNU kebetulan lewat didepan

saksi korban dan Pr.NABILA berada dimana ketika itu terdakwa

memberhentikan motornya dan waktu itu Pr.NABILA meminta kepada

terdakwa untuk mengantar saksi korban dan berboncengan tiga dengan

Pr.NUNU pada saat itu terdakwa lebih dulu mengantarkan Pr.NUNU

diwarung makan tempat bertemu dengan teman-temannya kemudian

saksi korban meminta terdakwa untuk mengantarnya pulang dimana

ketika terdakwa kembali membonceng saksi koban dan saksi korban

hendak turun terdakwa tidak memberhentikan motornya dan

mengatakan kepada saksi korban untuk menemaninya singgah dirumah

terdakwa dan pada waktu tiba dirumah terdakwa yang dalam keadan

kosong terdakwa menarik tangan saksi korban untuk masuk kedalam

rumah terdakwa kemudian menyuruh saksi korban untuk duduk dimeja

55
makan setelah itu terdakwa hendak masuk kedalam kamar mandi

namun tiba-tiba terdakwa memeluk saksi korban dari belakang dan

menarik tangan saksi korban untuk masuk kedalam kamar yang mana

saat itu saksikorban berusaha menolak degan menahan pintu

menggunakan kaki saksi korban namun terdakwa tetap memaksa dan

menarik badan saksi korban kemudian mendorong saksi korban

didinding tembok kamar yang pada saat itu saksi korban kembali

melakukan perlawanan dengan cara mendorong bahu terdakwa namun

kembali lagi terdakwa menarik kedua tangan saksi korban dan

mendorong kedua tangan saksi korban kembali ketempat tidur dalam

keadaan terlentang kemudian setelah itu terdakwa berada diatas badan

saksi koban dan menindis kedua tangan yang berada dibelakang saksi

koban menggunakan lututnya kemudian setelah itu terdakwa turun dari

atas badan saksi korban kemudian mengangkat rok dan melepas celana

dalam yang digunakan saksi korban pada saat itu sampai sebatas lutut

selanjutnya terdakwa membuka celana dan celana dalamnya kemudian

memasukkan alat kelamin terdakwa kedalam alat kelamin saksi korban

dan mendorong alat kelamin terdakwa dengan cara keluar masuk

selama kurang lebih 10 (sepuluh) menit dan dari kemaluan terdakwa

megeluarkan cairan sperma berwarna putih.

56
- Bahwa berdasarkan alat bukti berupa Visum Et Repertum dari Rumah

Sakit Bhayangkara Mappaodang Makassar Nomor: 45/V/206/Forensik

tanggal 12 Mei 2016 yang ditandatangani oelh dr. MAULUDDIN,

M,Sp.F, dengan hasil pemeriksaan:

- Alat kelamin : Serambi Kemaluan: Tidak tampak lecet

- Selaput Dara : Tampak luka robek lama arah jam 3, jam 5, jam 5, jam 8,

jam 9, jam 11, dan jam 12

- Liang senggama : Tidak tampak lecet

- Tes kehamilan : Negatif (-)

Kesimpulan: Ditemukan robekan luka lama pada selaput dara akibat

persentuhan benda tumpul.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81

Ayat (1) dan (2) Jo. Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas

perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak.

Berdasarkan perbuatan terdakwa seperti yang telah diterangkan pada

keterangan diatas, maka dijatuhkan pidana terhadap pelaku Anak Nur

Hidayat Alias Yayat oleh karena itu dengan pidana penjara di LPKA (

Lembaga Pembinana Khusus Anak ) selama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan

dikurangi selama pelaku anak ditahan dan denda sebesar Rp. 100.000.000,-

(seratus juta rupiah), subsidair 6 bulan kurungan.

57
Untuk membuktikan dakwaannya, maka penuntut umum di persidangan

mengajukan alat bukti berupa surat keterangan hasil visum et repertum dari

Rumah Sakit Bhayangkara Mappaodang Makassar Nomor:

45/V/206/Forensik tanggal 12 Mei 2016, 1 (satu) lembar baju sekolah warna

putih penuh coretan piloks, 1 (satu) lembar baju sekolah lengan panjang

warna putih penuh coretan piloks, 1 (satu) lembar rok panjang sekolah warna

abu-abu, 1 (satu) lembar sor warna coklat, 1 (satu) lembar baju dalam arna

putih garis-garis hitam, 1 (satu) buah BH warna ungu, keterangan saksi-saksi

dan keterangan terdakwa.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan

dipersidangan yang dikaitkan dengan pembuktian unsur-unsur dakwaan,

dalam pasal 81 ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76D, Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak.

4. Tuntutan Jaksa Penutut Umum

Adapun tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum yang pada

pokoknya sebagai berikut:

1. Menyatakan pelaku Anak Nur Hidayat Alias Yayat, bersalah melakukan

tindak pidana “setiap orang, melakukan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya dan

58
melakukan tipu muslihat, kebohongan atau membujuk anak melakukan

persetubuhan dengannya ” sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal Pasal 81 Ayat (1) dan (2) Jo. Pasal 76D Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;

2. Menjatuhkan pidana terhadap pelaku Anak Nur Hidayat Alias Yayat oleh

karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun di LPKA

(Lembaga Pembinaan Khusus Anak) dan 6 (enam) bulan dikurangi

selama pelaku anak ditahan dan denda sebesar Rp. 100.000.000,-

(seratus juta rupiah) Subsidair 6 bulan kurungan;

3. Menyatakan barang bukti berupa:

- 1 (satu) lembar baju sekolah warna putih penuh coretan piloks,

Dikembalikan kepada Anak Nur Hidayat Alias Yayat

- 1 (satu) lembar baju sekolah lengan panjang warna putih penuh

coretan piloks,

- 1 (satu) lembar rok panjang sekolah warna abu-abu,

- 1 (satu) lembar sor warna coklat,

- 1 (satu) lembar baju dalam arna putih garis-garis hitam,

- 1 (satu) buah BH warna ungu.

Dikembalikan kepada saksi korban Syahrawati

59
4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar

Rp 2.000,- (dua ribu rupiah).

5. Amar Putusan

Dalam perkara Nomor 10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm hakim memutuskan:

Mengadili

1. Menyatakan Anak NUR HIDAYAT terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja melakukan

kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan

persetubuhan dengannya dan melakukan tipu muslihat, kebohongan

atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya ”

2. Menjatuhkan pidana terhadap anak oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 6 (enam) tahun di LPKA dan denda sebesar Rp.

100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda

tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4

(empat) bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan anak yang telah

dijalai oleh anak dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang

dijatuhkan;

4. Menetapkan agar anak tetap ditahan

5. Menetapkan barang bukti berupa :

60
- 1 (satu) lembar baju sekolah warna putih penuh coretan piloks,

Dikembalikan kepada Anak Nur Hidayat Alias Yayat

- 1 (satu) lembar baju sekolah lengan panjang warna putih penuh coretan

piloks,

- 1 (satu) lembar rok panjang sekolah warna abu-abu,

- 1 (satu) lembar sor warna coklat,

- 1 (satu) lembar baju dalam arna putih garis-garis hitam,

- 1 (satu) buah BH warna ungu.

Dikembalikan kepada saksi korban Syahrawati

6. Membebankan Anak untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini

sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah).

6. Analisis Penulis

Menurut penulis surat dakwaan yang disusun oleh penuntut umum telah

memenuhi syarat formal dan materil surat dakwaan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP, yaitu harus memuat tanggal dan ditanda

tangani oleh penuntut umum serta identitas lengkap terdakwa, selain itu juga

harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak

pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak

pidana dilakukan. Penyusunan surat dakwaan penuntut umum harus bersifat

cermat atau teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, agar tidak terjadi kekurangan atau

61
kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur

dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan.

Hakim dalam pemeriksaan perkara pidana berusaha mencari dan

membuktikan kebenaran materil berdasarkan fakta yang terungkap dalam

persidangan, serta berpegang teguh pada apa yang dirumuskan dalam surat

dakwaan penuntut umum.

Berdasarkan posisi kasus dalam perkara Nomor

10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm, penerapan dakwaan tunggal Pasal 81 Ayat

(1) dan (2) Jo Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan

atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

sudah sesuai dengan posisi kasus.

Selanjutnya, untuk membuktikan tepat atau tidaknya penerapan pasal

yang dijatuhkan oleh Hakim yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum bahwa

terdakwa melakukan tindak pidana persetubuhan oleh anak terhadap anak

sebagaimana diatur dalam pasal 81 Ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76D Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, maka unsur-unsur tentang tindak

pidana tersebut harus dipenuhi seluruhnya.

62
Adapun unsur-unsur dari pasal 81 Ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76D Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anakadalah sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan

orang lain dan melakukan tipu muslihat, kebohongan, atau membujuk

anak melakukan persetubuhan dengannya;

Berikut penulis akan menguraikan satu persatu unsur-unsur Pasal 81

Ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak yang dihubungkan dengan perkara nomor

10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm.

1. Unsur Setiap Orang

Yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perorangan atau

koorporasi selaku subyek hukum pendukung hak dan kewajiban, yang

didakwa atau dipersalahkan melakukan suatu tindak pidana, yang dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Bahwa anak Nur

Hidayat Alias Yayat dipersidangan membenarkan bahwa dirinya orang

yang didakwa melakukan tindak pidana dalam surat dakwaan perkara ini,

dengan identitas lengkap sebagaimana yang terurai dalam surat dakwaan

63
penuntut umum. Bahwa anak juga mengaku dalam keadaan sehat jasmani

dan rohani serta tidak terganggu jiwanya, sehingga anak dipandang

mampu bertanggungjawab atas perbuatannya dengan demikian unsur ini

telah terpenuhi demi hukum.

2. Unsur dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan

orang lain dan melakukan tipu muslihat, kebohongan, atau membujuk

anak melakukan persetubuhan dengannya.

Bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah unsur mengenai

keadaan atau gambaran bathin orang yang didakwa melakukan suatu

tindak pidana sebelum atau pada saat melakukan perbuatannya, yang

dalam doktrin hukum pidana dikenal 3 (tiga) bentuknya yakni 1.

Kesengajaan sebagai maksud atau tujuan, 2, Kesengajaan sebagai

kepastian dan 3. Kesengajaan sebagai kemungkinan

Bahwa yang dimaksud dengan melakukan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa anak adalah cara atau keadaan yang

mempengaruhi/ mendukung pelaku tindak pidana untuk memaksa anak

guna melakukan perbuatannya terhadap anak tersebut, terlihat dari

perbuatan terdakwa Anak NUR HIDAYAT Alias YAYAT yang dengan

sengaja melakukan kekerasan memaksa korban SYAHRAWATI Alias

SARA BINTI SABANG untuk melakukan persetubuhan dengannya, dan

64
melakukan tipu muslihat , serta kebohongan. Akibat perbuatan terdakwa

setelah kejadian korban mengalami trauma berat rasa malu. Dengan cara-

cara tersebut diatas adalah bersifat alternatif sehingga salah satu cara

telah terbukti maka unsur ini telah terpenuhi juga.

Bahwa yang dimaksud dengan Anak menurut pasal 1 angka 1 UU No.

35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak adalah anak yang belum berusia 18

(derlapan belas) tahun, termasuk anak yang bmasih dalam kandungan.

Bahwa sesuai dengan identitas terdakwa dalam putusan Nomor

10/pid.Sus.Anak/2016/PN Sgm atas nama NUR HIDAYAT (pelaku) lahir

pada tanggal 08 Juli 1998. Yang mana pada saat kejadian usia pelaku

adalah 17 (tujuh belas) tahun, sehingga dalam hal ini korban masih

termasuk anak.

Bahwa yang dimaksud dengan “persetubuhan” ialah perpaduan

antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan

untuk mendapatkan anak.

Bahwa adanya Visum Et Repertum yang diajukan dimuka persidangan

atas nama SYAHRAWATI Alias SARA binti SABANG tanggal 12 Mei 2016

yang ditandatangani oleh dr.MAULUDDIN, M,Sp.F dengan hasil

pemeriksaan:

65
- Alat kelamin : Serambi Kemaluan: Tidak tampak lecet

- Selaput Dara : Tampak luka robek lama arah jam 3, jam 5, jam 5, jam 8,

jam 9, jam 11, dan jam 12

- Liang senggama : Tidak tampak lecet

- Tes kehamilan : Negatif (-)

dengan kesimpulan korban ditemukan robekan luka lama pada selaput

dara akibat persentuhan benda tumpul.

Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, maka

telah nyata bahwa terdakwa melakukan tindak pidana “dengan sengaja

melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak

melakukan persetubuhan dengannya dan melakukan tipu muslihat,

kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya”

Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi

Berkaitan dengan masalah diatas, penulis melakukan wawancara dengan

salah satu Hakim di Pengadilan Negeri Sungguminasa, yaitu bapak

H.AMIRUDDIN MAHMUD,S.H,M.H,. (wawancara tanggal 06 Desember 2017)

yang mengatakan bahwa:

Dalam proses pemeriksaan yang menjadi kendala pada umumnya

dalam pemeriksaan saksi yaitu saksi korban malu dan ketakutan, sehingga

66
proses pemeriksaan biasanyaa menghambat jalannya sidang di pengadilan

secara cepat

“Kami sebagai hakim juga harus jeli melihat perkara yang ada sehingga

kami bisa memutuskan dengan putusan yang adil.”

Adapun hal yang saya kritiki disini yaitu mengenai putusan hakim yang

tidak mencantumkan identitas terdakwa karena hakim beranggapan yakin

dengan umur anak saksi korban berdasarkan fakta-fakta yang ada, meskipun

demikian menurut saya hal tersebut tetap dilampirkan dalam putusan untuk

lebih jelasnya dapat dikategorikan sebagai anak.

Adapun efektivitas penjatuhan sanksi terhadap tindak

pidanapersetubuhanpada anak dalam putusanperkara

Nomor:10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm adalah menurut bapak H. Amiruddin

Mahmud,SH.MH (wawancara tanggal 06 Desember 2017) yang mengatakan

bahwa:Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama

6 (enam) tahun, denda Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dengan

ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar dapat diganti dengan pidana

kurungan selama 4 (empat) bulan agar terdakwa jera dan tidak mengulangi

perbuatannya lagi.

Menurut saya, hal diatas sudah adil sebab Hakim telah menjatuhkan

hukuman dengan berpedoman pada Undang-Undang Perlindungan Anak.

67
Hakim tidak memutuskan dengan hukuman yang terlalu berat sehingga dapat

memberi pelaku kesempatan untuk memperbaiki diri.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan sesuai

dengan posisi kasus, alat bukti yang sah, maka bila satu dengan yang

lainnya saling dihubungkan, ditemukan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa

seluruh unsur-unsur dari dakwaan jaksa penuntut umum telah terpenuhi

sehingga terdakwa dapat dinyatakan bersalah. Oleh sebab itu terdakwa Anak

harus dihukum sesuai dengan perbuatannya dan tidak melebihi dari yang

diancamkan. Selain itu, biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan

kepada terdakwa Anak agar sesuai dengan tujuan pemidanaan yaitu

perlindungan masyarakat, pengurangan tingkat kejahatan pelaku.

68
B. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pada Tindak

Pidana Persetubuhan Yang Dilakukan Dengan Kekerasan Oleh

Anak Terhadap Anak dalam Putusan Nomor: 10/Pid.Sus.Anak

/2016/PN.Sgm

1. Pertimbangan Hukum Hakim

Pegambilan keputusan sangatlah diperlukanoleh hakim dalam

menjatuhkan pidana atau hukuman yang akan diberikan kepada terdakwa .

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana setelah proses pemeriksaan

dan persidangan selesai, maka hakim harus mengambil keputusan yang

sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

Hakim sebelum memutus suatu perkara memperhatikan dakwaan jaksa

penuntut umum, keterangan saksi yang hadir dalam persidangan, keterangan

terdakwa, alat bukti, syarat subjektif dan objektif seseorang dapat dipidana,

hasil laporan pembimbing kemasyarakatan, serta hal-hal yang meringankan

dan memberatkan.

Hal-hal yang menjadi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana

terhadap perkara tersebut adalah:

a) Hakim mempertimbangkan perbuatan terdakwa sebagaimana diatur

dan diancam dalam dakwaan pasal 480 ayat (1) KUHP;

b) Hakim mempetimbangkan setelah surat dakwaan dibacakan oleh

69
jaksa Penuntut Umum, atas pertanyaan Hakim terdakwa menyatakan

mengerti dan tidak keberatan atas dakwaan tersebut;

c) Hakim mempertimbangkan terdakwa dipersidangan telah

memberikan keterangan yang pada pokoknya telah mengetahui

pebuatannya;

d) Hakim mempertimbangkan keterangan saksi-saksi yang telah

memberikan keterangan dibawah sumpah.

Adapun hal yang menjadi dasar-dasar pertimbangan yang dipergunakan

oleh Hakim dalam menjatuhkan putusan Nomor

10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm yang didasarkan pada fakta-fakta yang ada

dalam persidangan dan juga rasa keadian hakim mengacu pada pasal-pasal

yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan. Adapun yang menjadi

perimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa antara

lain:

Menimbang, bahwa Terdakwa Anak atau Penasehat Hukum Terdakwa

Anak tidak mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan Jaksa

Penuntut Umum tersebut, maka sidang perkara ini dilanjutkan dengan acara

pembuktian;

Menimbang, bahwa Terdakwa Anak yang disampaikan secara lisan

pada pokoknya mohon keringanan hukuman atau dihukum seringan-

70
ringannya karena terdakwa Anak sudah menyesal dan tidak akan mengulangi

lagi perbuatannya;

Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan beberapa

saksi dibawah sumpah menurut agamanya masing-masing antar lain sebagai

berikut:Saksi SYARHRAWATI Alias SARA BINTI SABANG, KAMISAH Dg.

RANNU BINTI PANGE, HASNAH Alias Dg LAYU BINTI SOTANG Dg BELLA,

SRI WAAHYUNI Dg. BOLLO telah memberikan keterangan sesuai apa yang

diberikan kepada penyidik dan keterangan telah termuat dalam berita acara

persidangan dimana keterangannya pada pokoknya telah mendukung

dakwaan penuntut umum dan memberatkan perbuatan terdakwa;

Menimbanmg bahwa telah didengar pula keterangan terdakwa anak dan

korban anak;

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan

apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas anak dapat

dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;

Menimbang bahwa untuk menyatakan seseorang telah bersalah

haruslah memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan

kepadanya;

Menimbang, bahwa Karena anak didakwa oleh penutut umum dengan

dakwaan tunggal yaitu Pasal 81 Ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76D Undang-

71
Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anakdengan unsur-unsur sebagai berikut:

1. Unsur Setiap Orang

Yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perorangan atau

koorporasi selaku subyek hukum pendukung hak dan kewajiban, yang

didakwa atau dipersalahkan melakukan suatu tindak pidana, yang dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Bahwa anak Nur

Hidayat Alias Yayat dipersidangan membenarkan bahwa dirinya orang

yang didakwa melakukan tindak pidana dalam surat dakwaan perkara ini,

dengan identitas lengkap sebagaimana yang terurai dalam surat dakwaan

penuntut umum. Bahwa anak juga mengaku dalam keadaan sehat jasmani

dan rohani serta tidak terganggu jiwanya, sehingga anak dipandang

mampu bertanggungjawab atas perbuatannya dengan demikian unsur ini

telah terpenuhi demi hukum.

2. Unsur dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan

orang lain dan melakukan tipu muslihat, kebohongan, atau membujuk

anak melakukan persetubuhan dengannya.

Bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah unsur mengenai

keadaan atau gambaran bathin orang yang didakwa melakukan suatu

tindak pidana sebelum atau pada saat melakukan perbuatannya, yang

72
dalam doktrin hukum pidana dikenal 3 (tiga) bentuknya yakni 1.

Kesengajaan sebagai maksud atau tujuan, 2, Kesengajaan sebagai

kepastian dan 3. Kesengajaan sebagai kemungkinan

Bahwa yang dimaksud dengan melakukan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa anak adalah cara atau keadaan yang

mempengaruhi/ mendukung pelaku tindak pidana untuk memaksa anak

guna melakukan perbuatannya terhadap anak tersebut, terlihat dari

perbuatan terdakwa Anak NUR HIDAYAT Alias YAYAT yang dengan

sengaja melakukan kekerasan memaksa korban SYAHRAWATI Alias

SARA BINTI SABANG untuk melakukan persetubuhan dengannya, dan

melakukan tipu muslihat , serta kebohongan. Akibat perbuatan terdakwa

setelah kejadian korban mengalami trauma berat rasa malu. Dengan cara-

cara tersebut diatas adalah bersifat alternatif sehingga salah satu cara

telah terbukti maka unsur ini telah terpenuhi juga.

Bahwa yang dimaksud dengan Anak menurut pasal 1 angka 1 UU No.

35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak adalah anak yang belum berusia 18

(derlapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Bahwa sesuai dengan identitas terdakwa dalam putusan Nomor

10/pid.Sus.Anak/2016/PN Sgm atas nama NUR HIDAYAT (pelaku) lahir

pada tanggal 08 Juli 1998. Yang mana pada saat kejadian usia pelaku

73
adalah 17 (tujuh belas) tahun, sehingga dalam hal ini korban masih

termasuk anak.

Bahwa yang dimaksud dengan “persetubuhan” ialah perpaduan

antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan

untuk mendapatkan anak.

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur-unsur dalam rumusan

delik telah terpenuhi semua oleh perbuatan terdakwa maka terdakwa

dinyatakan terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya dan melakukan tipu

muslihat, kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan

dengannya” dan hakim yakin akan kesalahan terdakwa telah melakukan

perbuatan sebagaimana dalam dakwaan jaksa penuntut umum;

Menimbang, bahwa dipersidangan telah diajukan dan diperlihatkan alat

bukti dan barang bukti tersebut telah dibenarkan oleh saksi-saksi dan diakui

74
oleh terdakwa sebagai barang yang telah dibuat pada saat terdakwa

melakukan kejahatan;

Menimbang, bahwa terdakwa dipersidangan telah memberikan

keterangan yang pada pokoknya telah mengakui perbuatannya dan

keterangan tersebut telah termuat dalam berita acara persidangan ini;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka

didapatlah fakta-fakta dipersidangan, dimana keterangan para saksi yang

didengar keterangannya dibawah sumpah antara yang satu dengan yang

lainnya saling berkaitan dan berhubungan dengan keterangan terdakwa serta

dengan diajukan barang bukti dipersidangan maka unsur-unsur yang

terkandung dalam pasal dakwaan jaksa penuntut umum telah terpenuhi oleh

perbuatan terdakwa;

Menimbang, bahwa telah dipertimbangkan pula hasil laporan Pekerja

Sosial (peskos) dan telah dipertimbangan pula hasil laporan penelitian

kemasyarakataan dari Balai Permasyarakatan Kelas 1A yang membawahi

kabupaten Gowa berdasarkan UU RI No. 11 tahun 2012 tntang Sistem

Peradilan Pidana Anak pasal 60 ayat (3);

Menimbang, bahwa hakim tidak melihat adanya alasan penghapus

pidana baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat

menghapuskan kesalahan Anak oelh karenanya itu haruslah Anak dinyatakan

75
terbukti secara sah dan meyakikan bersalah melakukan suatu perbuatan

sebagaimana yang didakwakan kepadanya sehingga karenanya Anak

haruslah dijatuhi pidana;

Menimbang, bahwa Anak dijatuhi pidana maka masa pidana tersebut,

oleh Anak akan dijatuhi diLPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak);

Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadaap diri Anak telah

dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penahanan

tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Menimbang, bahwa oleh karena Anak ditahan dan penahanan terhadap

diri Anak dilandasi alasan yang cukup, maka prlu ditetapkan agar Anak tetap

berada dalam tahanan;

Menimbang, bahwa barang bukti telah disita secara sah berdasarkan

hukum dalam perkara ini statusnya akan ditentukan dalam amar putusan ini;

Menimbang, bahwa oleh karena Anak dijatuhi pidana maka anak

dibebankan pula untuk membayar biaya perkara yang besarnya akan

ditentukan dalam amar putusan ini;

Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap diri Anak, maka

perlu dipertimbangkan terlebih dahulu hal-hal yang memberatkan dan hal-hal

76
yang meringankan guna penerapan hukum yang adil dan setimpal dengan

peruatan Anak yang telah terbukti tersebut;

Hal-hal yang memberatkan:

- Perbuatan Anak bertentangan dengan norma agam dan

kesuilaan;

- Perbuatan Anak megakibatkan trauma, rasa malu pada Anak

korban

Hal-hal yang meringankan:

- Anak sopan dipersidangan;

- Anak menyesali perbuatannya;

- Anak mengakui perbuatannya;

Menimbang, bahwa oleh karena anak dinyatakan bersalah dan dijatuhi

putusan pidana, sedangkan tujuan pemidanaan bukan sekedar sebagaia

suatu pembalasan atas perbuatan pelaku tindak pidana, tetapi juga sebagai

sarana preventif dan edukatif agar pelaku tindak pidana menyadari

perbuatannya serta tidak akan mengulanginya, maka menurut Pengadilan

putusan yang dijatuhkan telah sesuai dengan rasa keadilan yang berlaku

dalam masyarakat.

77
2. Amar Putusan

Dalam perkara nomor 10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm hakim memutuskan:

MENGADILI

1. Menyatakan terdakwa Anak NUR HIDAYAT terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja

melakukan kekerasan atau ancaman kekerasann memaksa anak

melakukan persetubuhan dengannya dan melakukan tipu muslihat,

kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya”

2. Menjatuhkan pidana terhadap anak oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 6 (enam) tahun di LPKA dan denda sebesar Rp.

100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda

tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4

(empat) bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan anak yang telah

dijalai oleh anak dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang

dijatuhkan;

4. Menetapkan agar anak tetap ditahan

5. Menetapkan barang bukti berupa :

78
- 1 (satu) lembar baju sekolah warna putih penuh coretan piloks,

dikembalikan kepada Anak Nur Hidayat Alias Yayat

- 1 (satu) lembar baju sekolah lengan panjang warna putih penuh

coretan piloks,

- 1 (satu) lembar rok panjang sekolah warna abu-abu,

- 1 (satu) lembar sor warna coklat,

- 1 (satu) lembar baju dalam arna putih garis-garis hitam,

- 1 (satu) buah BH warna ungu.

Dikembalikan kepada saksi korban Syahrawati

6. Membebankan Anak untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini

sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah).

3. Analisis Penulis

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus mencerminkan

rasa keadilan baik bagi korban maupun bagi terdakwa. Untuk menentukan

bahwa terdakwa terbukti bersalah atau tidak, hakim harus berpedoman pada

sistem pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP sebagai

berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

79
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bawa

terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Berdasarkan dari uraian putusan tersebut diatas apabila keterangan para

saksi, keterangan terdakwa Anak dan barang bukti yang di ajukan

dipersidangan, di hubungkan satu dengan lainnya maka diperoleh fakta-fakta

hukum yang terungkap dalam persidangan, dan berdasaarkan fakta-fakta

itulah hakim menjadikannya sebagai dasar untuk

membahas/mempertimbangkan unsur-unsur pasal dari pasal yang di

dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum atas diri terdakwa.

Berdasarkan hasil penelitian penulis di Pengadilan Negeri Sugguminasa

dan hasil wawancara dengan hakim yang menangani perkara ini, yaitu bapak

H.AMIRUDDIN MAHMUD,S.H,M.H,. bahwa putusan Hakim harus dapat

memenuhi unsur keadilan bagi setiap pihak, walaupun nilai keadilan

merupakan nilai yang objektif yang tidak dapat diukur dengan standar apapun

juga, maka dari itu sebelum menjatuhkan putusan pidana, Hakim

mempertimbangkan aspek keadilan dari sisi pelaku kejahatan, sisi korban

kejahatan, keluarga pelaku dan korban kejahatan serta lingkungan

masyarakat yang tentunya diresahkan oleh kejadian tersebut. Dalam hal ini

hakim juga mempertimbangkan dampaknya terhadap korban yang dapat

menimbulkan trauma berkepanjangan. Kemudian perlu juga

80
mempertimbangkan dari sisi pelaku bahwa selama proses berjalannya

perkara dalam persidangan pelaku bersikap sopan dan jujur.

Dalam kasus ini Hakim menjatuhkan hukuman penjara dan denda

kepada terdakwa Anak, yaitu penjara 6 (enam) tahun dan denda sebesar

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda

tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidanan kurugan selama 4

(empat) bulan.

Terkait dengan putusan No.. 10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm yang telah

diuraikan diatas,hakim yang memutus perkara tersebut telah

mempertimbangkan semua hal yang tekait dengan putusan tersebut, baik

pertimbangan-pertimbangan yang bersifat yuris maupun non-yuridis.

Adapun pertimbangan yuridisnya seperti mempertimbangkan dakwaan

yang diberikan penuntut umum, kemudian menguraikan pasal yang

didakwakan unsur demi unsur, dan adapun pertimbangan non-yuridisnya bisa

dilihat dalam poin keadaan yang memberatkan ataupun meringankan

terdakwa yang juga dimuat dalam putusan tersebut.

Pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan dalam putusan

No.10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm menurut penulis sudah sesuai dengan

aturan hukum yang berlaku seperti yang dipaparkan oleh Penulis

sebelumnya, yaitu berdasarkan pada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

81
sah, dimana dalam kasus yang diteliti Penulis, alat bukti yang digunakan

hakim adalah keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Lalu kemudian

mempertimbangkan tentang pertanggungjawaban pidana, dalam hal ini Hakim

berdasarkan fakta-fakta yang timbul di persidangan menilai bahwa terdakwa

Anak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan dengan

pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya terdakwa sadar

akan akibat yang ditimbulkan, pelaku dalam melakukan perbuatannya berada

pada kondisi yang sehat dan sadar akan akibat yang ditimbulkan akan

perbuatannya. Ada unsur melawan hukum, serta tidak adanya alasan

penghapusan pidana.

Melihat hal tersebut, penulis sependapat dengan Hakim yang memutus

perkara No.10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm , penulis beranggapan karena

semua unsur dalam pasal yang didakwakan telah terbukti dan terdakwa Anak

Nur Hidayat Alias Yayat terbukti secara sah dan meyakinkan telah

melakukan tindak pidana sebagaimana yang di dakwakan oleh penuntut

umum dalam dakwaannya.

82
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraiankan diatas, maka

penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Penerapan hukum pidana materil pada tindak pidana persetubuhan

dengan kekerasan terhadap anak dalam perkara putusan nomor:

No.10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm telah sesuai karena telah memenuhi

unsur-unsur yang ada pada Pasal 81 Ayat (1) dan (2) Jo Pasl 76D

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Serta selama pemeriksaan di persidangan tidak di temukan alasan-

alasan penghapusan pertanggungjawaban pidana baik alasan pembenar

maupun alasan pemaaf, sehingga terdakwa Anak dinyatakan mampu

bertanggungjawab dan harus mendapatkan sanksi yang setimpal atas

perbuatannya.

2. Pertimbangan hukum oleh hakim sebelum menjatuhkan putusan dalam

putusan No. No.10/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Sgm menurut penulis yaitu

83
lebih mengutamakan perbaikan diri terhadap terdakwa dan sudah sesuai

dengan aturan hukum yang berlaku seperti yang dipaparkan oleh

Penulis sebelumnya, yaitu berdasarkan pada sekurang-kurangya dua

alat bukti yang sah, dimana dalam kasus yang diteliti Penulis, alat bukti

yang digunakan hakim adalah keterangan saksi dan keterangan

terdakwa Anak. Lalu kemudian mempertimbangkan tentang

pertanggungjawaban pidana, dalam hal ini Hakim berdasarkan fakta-

fakta yang timbul di persidangan menilai bahwa terdakwa dapat

dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan dengan

pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya terdakwa

sadar akan akibat yang ditimbulkan, pelaku dalam melakukan

perbuatannya berada pada kondisi yang sehat untuk

mempertimbangkan perbuatannya. Ada unsur melawan hukum, serta

tidak adanya alasan penghapusan pidana.

B. Saran

Berdasarkan dari kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Jaksa Penuntut umum harus teliti dan cermat dalam menyusun surat

dakwaan, mengingat surat dakwaan merupakan dasar bagi hakim untuk

84
menjatuhkan atau tidak menjatuhkan pidana terhadap pelaku yang

dihadapkan di muka persidangan, selain itu Hakim harus lebih peka

untuk melihat fakta-fakta apa yang timbul pada saat persidangan,

sehingga dari fakta yang timbul tersebut menimbulkan keyakinan hakim

untuk memberikan hukuman yang seadil-adilnya. Hakim harus mampu

memberikan efek jera, baik bagi terdakwa Anak untuk tidak lagi

melakukan perbuatannya, maupun bagi masyarakat agar takut untuk

melakukan tindak pidana.

2. Diharapkan kepada para orang tua agar lebih meningkatkan

kewaspadaan dan pengawasan kepada anaknya karena seringnya

terjadi tindak pidana yang tidak terduga karena adanya waktu dan

kesempatan.

3. Anak sebagai korban tindak pidana persetubuhan harus mendapat

perhatian yang lebih khusus dari orang tua dan orang-orangdilingkungan

sekitarnya agar anak tersebut tetap percaya diri serta dapat berprestasi.

4. Data-data yang diperoleh oleh penulis belum lengkap, maka sebaiknya

perlu dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.

85
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori
Peradilan(Judicialprudence Theory), Kencana, Jakarta.

Wagiati Soettodjo, 2010, Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama, Bandung.


No. 98, Bandung.

Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, P.T Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta


& PuKAP-Indonesia, Yogyakarta.

Leden Marpaung, 2011, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyidikan dan


Penyelidikan), Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta.

…………………...., 2004, Kejahatan Terhadap Kesusilaan, Sinar Grafika,


Jakarta

Bunadi Hidayat, 2010, Pemidanaan Anak DIbawah Umur, PT. Alumni,


Bandung.

Shanty Dellyana, 2014, Wanita Dan Anak DImata Hukum, Liberty,


Yogyakarta.

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan. 2011. Perlindungan Terhadap


KorbanKekerasan Seksual. Refika Aditama: Bandung.

Lamintang, 2011, Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan Dan Norma


Kepatutan, Sinar Grafika, Jakarta

Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep


Diversi dan Restorative Justice ), PT Refika Aditama, Bandung

86
Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

Muhammad Ali, 2004. Guru dalam Proses Beajar Mengajar, Bandung: Sina
Batu Algesindo

R. Soesilo. 1980. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


sertaKomentar-Komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor :
Politeia.

……………. 1998. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


sertaKomentar-Komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor :
Politeia.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Undang-UndangNomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana


Anak

87

Anda mungkin juga menyukai