OLEH :
NURHAERIA
B111 14 048
OLEH :
NURHAERIA
B111 14 048
SKRIPSI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Nurhaeria
Anak/2017/PN. Sgm).
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H. Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H.
NIP. 19631024 198903 1 002 NIP. 19671010 199202 2 002
iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
iv
v
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
menjadi penerang dan suri tauladan bagi seluruh umatnya di muka bumi.
mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang, doa, dukungan baik moril
dan Muh. Alfian yang selalu menghibur dan memberi semangat serta
dukungan kepada penulis. Untuk itu atas jasa-jasa yang tak ternilai dari
vii
Pada kesempatan ini, penulis juga secara khusus dan penuh
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A selaku Rektor
2. Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas
seluruh jajarannya.
dan Ibu Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H., selaku Pembimbing II atas
4. Bapak Prof. Dr. H. M. Said Karim, S.H., M.H., M.Si., CLA., Ibu Dr.
Haeranah, S.H., M.H. dan Bapak Dr. Abd. Asis, S.H., M.H., selaku
5. Bapak Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H. dan Ibu Dr.
penulis.
viii
6. Bapak Prof. Dr. Abdul Razak, S.H., M.H., selaku Penasehat
bermanfaat.
penulis.
ix
13. Teman-teman seperjuangan KUDETA COMMUNITY: Jemmi,
18. Serta semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu
x
semoga Allah SWT membalas kebaikan-kebaikan kalian dengan
karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan
masa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang
NURHAERIA
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ...................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana......................................................... 7
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana...................................................... 10
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana ........................................................ 14
B. Anak
1. Pengertian Anak ....................................................................... 24
2. Batasan Usia Anak ................................................................... 25
C. Tindak Pidana Pencabulan
1. Pengertian Pencabulan............................................................. 28
2. Tindak Pidana Pencabulan Menurut KUHP .............................. 30
3. Tindak Pidana Pencabulan Menurut UU No. 35 Tahun 2014
Tentang Perlindungan Anak ..................................................... 38
D. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
1. Pertimbangan Yuridis................................................................ 39
2. Pertimbangan Sosiologis .......................................................... 41
xii
D. Analisis Data .................................................................................. 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kualifikasi Perbuatan Tindak Pidana Pencabulan Terhadap
Anak dalam Pandangan Hukum Pidana......................................... 46
B. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana
Pencabulan Anak Yang Dilakukan Oleh Anak dalam Putusan
Nomor 8/Pid.Sus-Anak/2017/PN.Sgm
1. Posisi Kasus ............................................................................. 61
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum .............................................. 63
3. Tuntutan Penuntut Umum ......................................................... 65
4. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan ...... 66
5. Amar Putusan Hakim ................................................................ 77
6. Analisis Penulis ......................................................................... 78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 94
B. Saran.............................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
kehidupan. Masa depan bangsa dan negara dimasa yang akan datang
berada ditangan anak sekarang. Semakin baik keperibadian anak saat ini
mendatang.
Anak).
1
Sebagai implementasi dari ratifikasi tersebut Pemerintah telah
anak yang merupakan hak asasi manusia. Setiap anak berhak atas
adil yang dipandang dari aspek hukum itu sendiri. Kasus-kasus seperti
tiada hari tanpa kasus mengenai anak yang terjadi di indonesia. Bukan
2
utama, namun yang paling memprihatinkan sekarang adalah bahwa ketika
anak. Banyak sekali fenomena yang diberitakan oleh media massa bahwa
anak menjadi pelaku tindak pidana, salah satunya adalah pelaku tindak
pidana pencabulan. Anak sebagai sosok yang lemah dan tidak berdaya
tentu belum memahami apa yang baik dan buruk untuk dilakukan.
diantaranya adalah adanya rasa ingin tahu yang besar yang dimiliki oleh
jaringan internet yang kian menyediakan situs-situs tidak baik bagi anak-
anak.
menjadi rusak. Dalam Pasal 82 Ayat (1) Jo. Pasal 76E Undang-Undang
3
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur tentang
korban.
konkret untuk memulihkan kembali kondisi fisik, psikis dan sosial Anak
4
semakin berkembang ini perlu segera ditanggulangi dan diselesaikan
membutuhkan peran serta yang aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Hal
Anak/2017/PN.Sgm)”.
B. Rumusan Masalah
8/Pid.Sus-Anak/2017/PN.Sgm ?
5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
sebagai berikut:
2. Kegunaan Penelitian
pidana.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana
hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Strafbaar Feit, terdiri dari
tiga kata, yakni straf, baar, dan feit. Straf diterjemahkan dengan pidana
dan hukum. Baar, diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Dan untuk
pidana1.
asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan
1
Amir Ilyas, 2012, Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta,
Yogyakarta, Hlm. 19.
7
diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam
undang-undang2.
kata demi kata : “tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan
yang berasal dari Bahasa latin, yakni delictum. Dalam bahasa Jerman
disebut delict, dalam bahasa Prancis disebut delit dan dalam bahasa
tersebut”5.
2
Ibid, Hlm. 27.
3
Andi Hamzah, 2009, Delik-delik Tertentu (Special Delicten) di Dalam KUHP, Sinar
Grafika, Jakarta, Hlm. 53.
4
Leden Marpaung, 2008, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta,
Hlm. 7.
5
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Hlm. 71.
8
Sedangkan R. Tresna6 menarik definisi mengenai peristiwa
syarat, yaitu:
6
Adami Chazawi, 2010, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan &
Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo, Jakarta, Hlm. 72.
7
Ibid, Hlm. 72-73.
9
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
a) Perbuatan
yakni:
8
Adami Chazawi, Op.Cit, Hlm. 79.
9
Ibid, Hlm. 80.
10
a) Perbuatan (yang)
b) Melawan hukum (yang berhubungan dengan)
c) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang)
d) Dipertanggungjawabkan.
rumusan delik);
terdiri dari 3 (tiga) buku yakni buku I mengenai ketentuan umum yang
ke III KUHP ternyata ada unsur yang selalu disebutkan dalam setiap
KUHP itu, dapat kita ketahui adanya 11 unsur tindak pidana yaitu:12
10
Ibid.
11
Amir Ilyas, Op.Cit, Hlm. 28.
12
Adami Chazawi, Op.Cit, Hlm. 82.
11
g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;
i. Unsur kualitas objek hukum tindak pidana;
j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;
k. Unsur syarat tambahan untuk meringankan pidana.
yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si
meliputi:
KUHP).
12
d. Maksud (Oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian
351 KUHP).
b. Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat
13
meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam
perumusan.
berikut:
III.
13
Amir Ilyas, Op.Cit, Hlm. 28.
14
menimbulkan bahaya secara konkret, sedangkan pelanggaran itu
14
Ibid, Hlm. 29.
15
unsur kesengajaan. Sedangkan tindak pidana tidak dengan
mengandung culpa15.
aktif.16
pasif murni dan tindak pidana pasif yang tidak murni. Tindak pidana
pasif murni ialah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau
pidana pasif yang tidak murni berupa tindak pidana yang pada
15
Ibid, Hlm. 30.
16
Ibid.
16
dengan cara tidak berbuat aktif, atau dilakukan dengan tidak
timbul17.
lama/berlangsung terus.
yang terlarang.
17
Ibid, Hlm. 31
17
(Buku II dan III). Sementara itu tindak pidana khusus adalah semua
aduan.
18
Ibid.
18
yakni korban atau wakilnya dalam perkara perdata, atau keluarga
tertentu dalam hal-hal tertentu atau orang yang diberi kuasa khusus
diperingan.
dibentuk menjadi:
bentuk yang diperberat atau yang diperingan itu menjadi lebih berat
19
Ibid, Hlm. 32.
19
10) Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak
perundang-undangan.
seterusnya20.
11) Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,
berangkai.
20
Ibid, Hlm. 33.
20
tindak pidana dan dapat dipidananya pelaku cukup dilakukan satu
secara berulang21.
delik formiel dan dapat pula berupa delik materiel. Sedangkan delik
dalam undang-undang.
21
Ibid, Hlm. 34.
22
Andi Sofyan & Nur Azisa, 2016, Hukum Pidana, Pustaka Pena Press, Makassar,
Hlm. 105-108.
21
3) Delik yang Berdiri Sendiri dan Delik Berlanjut
pidana.
22
ancaman pidananya lebih berat daripada delik dasar atau delik
yang sama dengan delik dasar atau delik pokok, tetapi ditambah
biasa yaitu delik yang bukan delik aduan dan untuk menuntutnya
B. Anak
23
1. Pengertian Anak
Anak adalah amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa
sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf
23
Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung, Hlm.
11.
24
undangan di Indonesia yang bersifat pluralism, sehingga anak
genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dulu telah
kawin.
belas) tahun”.
24
Abdussalam, 2007, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, Hlm. 5.
25
adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh
kepentingannya”.
tahun”.
26
bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
kandungan”.
tindak pidana.
1. Pengertian Pencabulan
27
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia25 pencabulan berasal
dari kata cabul yang diartikan sebagai “tidak senonoh, melanggar adat
kesusilaan.
25
Tanti Yuniar, 2012, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Agung Media Mulia,
Jakarta, Hlm. 122.
26
R. Soesilo, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, Hlm. 212.
27
Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, Hlm. 80.
28
Leden Marpaung, 2004, Kejahatan Terhadap Kesusilaan, Sinar Grafika, Jakarta,
Hlm. 64.
28
2) Voyeurism yaitu mencium seseorang dengan bernafsu;
3) Fondling yaitu mengelus/meraba alat kelamin seseorang;
4) Fellato yaitu memaksa seseorang untuk melakukan kontak
mulut.
29
P.A.F. Lamintang, 2011, Dasar-dasar Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, Cetakan ke-4, Hlm. 194.
29
sebagai pelaku dikenal dengan kekuatannya sangat kuat dan yang
kekerasan.
Dalam KUHP perbuatan cabul diatur pada Bab XIV Buku ke II,
yaitu pada Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP, yang
berikut:
Hal ini dimuat pada Pasal 289 KUHP yang rumusannya sebagai
berikut:
30
Sebagai tindak pidana menurut pasal ini tidaklah hanya
pidananya.
Hal ini dimuat pada Pasal 290 ayat (1) KUHP yang rumusannya
sebagai berikut:
31
Kata “pingsan” disinonimkan dengan kata-kata “tidak sadar”,
berdaya.
Hal ini dimuat pada Pasal 290 ayat (2) KUHP yang rumusannya
sebagai berikut:
orang itu belum cukup lima belas tahun atau kalau umurnya tidak
sehari-hari oleh “tante girang” maka pasal ini dapat diterapkan. Tetapi
jika sejenis maka hal itu diatur pada Pasal 292 KUHP.
32
Kata “diketahuinya atau patut disangka” merupakan unsur
Hal ini diatur pada Pasal 290 ayat (3) yang rumusannya sebagai
berikut:
disangkanya bahwa umur orang itu belum cukup lima belas tahun,
kecuali “pelaku”. Pelaku pada Pasal 290 ayat (3) ini bukan pelaku
Hal ini diatur pada Pasal 292 KUHP yang rumusannya sebagai
berikut:
Pasal ini melindungi orang yang belum dewasa dari orang yang
33
bahasa Indonesia dimuat arti “homoseksual” dan “lesbian”. Dalam
Kurang jelas kenapa terjadi hal ini karena dari arti sebenarnya
bagi perkembangannya.
Hal ini diatur pada Pasal 293 ayat (1) KUHP yang rumusannya
sebagai berikut:
34
terhadap dirinya dilakukan perbuatan cabul. Sebagai alat untuk tindak
berjanji akan memberi uang atau barang dan dengan jalan demikian
itu belum dewasa. Sementara itu seseorang yang belum dewasa atau
yang diketahuinya belum dewasa atau yang patut harus diduga bahwa
Hal ini diatur pada Pasal 294 KUHP yang rumusannya sebagai
berikut:
35
Tindak pidana yang disebutkan dalam pasal ini adalah
Hal ini diatur pada Pasal 295 KUHP yang rumusannya sebagai
berikut:
(1) Dihukum:
1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun
barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau
memudahkan anaknya, anak tirinya atau anak piaraannya,
anak yang dibawah pengawasannya semuanya dibawah
umur yang diserahkan padanya supaya dipeliharanya,
dididik atau dijaganya, atau bujangnya atau orang
bawahannya, keduanya dibawah umur yakni semua orang
tersebut itu melakukan perbuatan cabul dengan orang lain.
2. Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun
barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau
memudahkan dalam hal diluar yang disebut pada butir 1
orang yang dibawah umur, yang diketahui atau patut dapat
disangkanya bahwa ia dibawah umur, melakukan perbuatan
cabul dengan orang lain.
(2) Kalau melakukan kejahatan itu oleh yang bersalah dijadikan
pekerjaan atau kebiasaan, maka hukuman itu boleh ditambah
sepertiganya.
36
Hal ini diatur pada Pasal 296 KUHP yang rumusannya sebagai
berikut:
lebih khusus pada Pasal 76E dan Pasal 82 UU No. 35 tahun 2014
- Pasal 76E
37
- Pasal 82
30
Muhammad Rusli, 2007, Hukum Acara Pidana Kontenporer, PT. Citra Aditya Bakti,
Jakarta, Hlm. 212-221.
38
Berikut penulis akan menguraikan pembahasan mengenai
1. Pertimbangan Yuridis
hakim”.
barang bukti.
31
Lilik Mulyadi, 2007, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana: Teori, Praktik,
Teknik Penyusunan, dan Permasalahannya, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 193.
39
telah dipertimbangkan korelasi antara fakta-fakta, tindak pidana yang
32
Ibid, Hlm. 196
40
terdakwa bersikap baik selama persidangan, terdakwa mengakui
2. Pertimbangan Sosiologis
masyarakat.
33
Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis), PT. Toko
Gunung Agung Tbk, Jakarta, Hlm. 200.
41
kenyataannya justru berbeda sama sekali dengan penggunaan kajian
lain:34
34
HB. Sutopo, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Gramedia Pustaka Utama,
Surakarta, Hlm. 68.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Jenis dan sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat
43
perundang-undangan, internet dan sumber bacaan lainnya, serta
ini.
ini adalah:
1. Wawancara
terkait.
2. Studi dokumentasi
D. Analisis Data
44
deskripsi yang mendukung kualifikasi kajian ini sehingga dapat
45
BAB IV
yakni Asas Legalitas. Asas legalitas (the principle of legality) yaitu asas
yang menentukan setiap tindak pidana harus diatur terlebih dahulu oleh
hukum yang telah ada atau berlaku sebelum orang itu melakukan
lain bahwa asas legalitas adalah asas yang menentukan bahwa tidak ada
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan
46
nafsu kekelaminannya35. Definisi yang diungkapkan oleh Moeljatno
dipidana.
kesusilaan yang diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP,
persetubuhan itu dilakukan antar orang dewasa atau antara orang dewasa
dengan anak.
35
Moeljatno, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bumi Aksara,
Jakarta, Hlm. 106.
36
Ismantoro Dwi Yuwono, 2015, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, Hlm. 4.
47
Rumusan dari tindak pidana pemerkosaan dimuat dalam Pasal 285
baik dilakukan diri sendiri oleh si pembuat kepada diri korban atau
48
satu syarat saja, misalnya penis belum masuk spermanya sudah keluar,
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata zina dimuat artinya sebagai
berikut:
bukan suaminya.
37
Adami Chazawi, Op.Cit, Hlm. 82.
49
terjadi paksaan, maka orang yang dipaksa tidak melakukan suatu
berikut:
dilakukan atas dasar suka sama suka tanpa paksaan salah satu
pihak.
38
Moch Anwar, 1982, Hukum Pidana Bagian Khusus Jilid II, Penerbit Alumni,
Bandung, Hlm. 223.
50
Selain asas legalitas, dalam hukum juga dikenal asas “Lex
Specialis Derogate Lex Generalis” dengan artian bahwa aturan yang lebih
karena kasus yang penulis teliti adalah kasus Anak maka aturan hukum
dalam undang-undang ini diterangkan lebih khusus pada Pasal 76E dan
- Pasal 76E
- Pasal 82
51
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000, 00 (lima
miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau
tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
jika yang melakukan tindak pidana adalah orang dewasa maka diancam
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
rupiah). Berbeda halnya jika yang melakukan tindak pidana adalah Anak,
penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua)
dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa”. Selain itu
jika Anak yang melakukan tindak pidana tersebut diancam dengan pidana
penjara dan denda maka pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.
Hal ini diatur dalam Pasal 71 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun
52
tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, penulis jabarkan
sebagai berikut:
Pidana
(2) Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat
dikenai tindakan.
a. Pidana peringatan;
3) Pengawasan.
c. Pelatihan kerja;
e. Penjara.
53
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
atau
1. Pidana Pokok
yaitu:
a) Pidana peringatan
tahun.
54
(3) Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
9 (sembilan) tahun.
sebagai berikut:
55
Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa keharusan:
terhadapnya.
56
(c) Pengawasan
(dua) tahun.
c. Pelatihan kerja
menyatakan bahwa:
Anak.
(satu) tahun.
57
Menurut Pasal 80 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012
menyatakan bahwa:
masyarakat.
(4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya
bersyarat.
e. Penjara
menyatakan bahwa:
58
(3) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18
(4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya
upaya terakhir.
2. Pidana Tambahan
berikut:
atau
Pidana
59
Sanksi tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak sebagai
sebagai berikut:
4) Perawatan di LPKS;
60
dilakukan oleh anak dalam putusan Nomor 8/Pid.Sus-
1. Posisi Kasus
sebagai berikut:
“sini mi masuk, ka capek ka, saya mau tidur” sehingga korban ikut
61
berbaring ditempat tidur bersama dengan pelaku. Tak lama
korban.
pakaiannya kembali.
62
pidana yang dilanggar. Jaksa Penuntut Umum yang melakukan
Dakwaan:
63
langsungb menarik celana korban sampai terlepas dan langsung
membuka celana korban.
Bahwa kemudian pelaku memegang alat kelamin (vagina)
korban dengan menggunakan jari telunjuk tangan kanannya kurang
lebih 5 menit. Selanjutnya pelaku menarik korban menyamping dan
menyentuhkan alat kelaminnya ke alat kelamin (vagina) korban lalu
menggoyang-goyangkan pantatnya ke pinggir alat kelamin (vagina)
korban namun tidak sampai masuk dan alat kelamin (penis) pelaku
mengeluarkan cairan putih (sperma) dan mengenai pinggiran alat
kelamin (vagina) korban.
Bahwa sebelumnya kejadian tersebut, pelaku sudah sering
melakukan perbuatan cabul terhadap korban dan untuk pertama
kalinya pada tanggal 13 Januari 2017, kedua kalinya pada tanggal
19 Januari 2017 dan yang ketiga kalinya pada tanggal 07 Pebruari
2017 yang mana dilakukan di rumah sepupu pelaku dan biasanya
sebelum pel aku mengajak korban melakukan hal tersebut pelaku
selalu mengatakan “kalau kamu tidak mau lagi berhubungan sama
saya, saya akan memberitahu temanmu” karena korban pun takut
makanya korban mau mengikuti semuanya.
Bahwa adanya perbuatan cabul yang dilakukan oleh pelaku
kepada korban dikuatkan dengan keterangan yang termuat dalam
Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Bhayangkara Makassar
Nomor: VeR/084/II/2017/Forensik tangga 14 Pebruari 2017 yang
ditandatangani oleh dr. Mauluddin. M. Sp. F, dengan hasil
pemeriksaan yang pada intinya sebagai berikut:
Serambi kemaluan (vestibulum vagine): tampak jelas
kemerahan pada sisi kanan dan kiri.
Selaput dara (hymen): tampak luka robek lama pada arah
jam 1,5,8 dan 11 disertai luka lecet geser pada sisi kanan.
Liang senggama (introitus vagine): jelas kemerahan pada
sisi kanan dan bawah.
Kesimpulan:
Ditemukan luka robek lama dan luka lecet geser pada
selaput dara dan jelas kemerahan pada serambi kemaluan
dan liang senggama akibat persentuhan tumpul.
Perbuatan pelaku Anak sebagaimana terurai di atas, diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 82 Jo. Pasal 76E UU RI No. 35
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
64
perkara. Adapun tuntutan pidana dari Jaksa Penuntut Umum yang
65
Umum, maka hakim selanjutnya memeriksa apakah tindak pidana
yang dituduhkan terbukti atau tidak. Oleh karena itu, dalam perkara
merah.
sebagai berikut:
1) Setiap orang;
2) Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak;
3) Melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
66
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “setiap orang”
sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Angka 16 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
adalah orang perseorangan atau korporasi;
Menimbang, bahwa unsur “setiap orang” merujuk pada
subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban,
meliputi subjek hukum orang/pribadi (natuurlijke persoon)
maupun badan hukum (recht persoon) yang dapat
dimintakan pertanggungjawaban pidana atas perbuatan
yang dilakukannya;
Menimbang, bahwa unsur ini perlu dipertimbangkan agar
tidak terjadi kesalahan mengenai orangnya (error in
persona);
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta dipersidangan
yang diperoleh dari keterangan Saksi-Saksi dan keterangan
Anak telah menunjuk kepada subjek hukum orang
perseorangan yaitu Anak MF yang setelah dicocokkan
identitasnya dipersidangan sebagaimana ketentuan Pasal
155 Ayat (1) KUHAP, ternyata Anak memenarkan dan telah
sesuai pula dengan identitas Anak dalam surat dakwaan
Penuntut Umum dan Saksi-Saksi yang didengar
keterangannya dipersidangan juga mengakui bahwa Anak
yang diajukan dipersidangan dalam perkara ini adalah benar
MF sehingga Hakim berkeyakinan unsur “setiap orang” ini
telah terpenuhi menurut hukum;
Menimbang, bahwa mengenai apakah terhadap Anak dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana tentunya Hakim perlu
mempertimbangkan tentang unsur berikutnya.
67
undangan akan tetapi pelaku tetap melakukan perbuatan
tersebut;
Menimbang, bahwa terhadap frase selanjutnya mengandung
beberapa elemen unsur atau kualifikasi perbuatan yang
bersifat alternatif yaitu melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan atau membujuk Anak, hal tersebut terlihat dari
penggunaan kata “atau” dan “tanda koma” dalam pemisahan
setiap elemen unsur atau kualifikasi perbuatan tersebut, hal
ini berarti sudah cukup bila salah satu perbuatan saja
terbukti dan tidak perlu seluruh alternatif perbuatan tersebut
dibuktikan dengan kata lain apabila salah satu elemen unsur
telah terpenuhi, maka unsur kedua telah terpenuhi, dan
elemen unsur lainnya tidak perlu dibuktikan lagi, dengan
demikian Hakim akan langsung membuktikan elemen unsur
yang terpebuhi;
Menimbang, bahwa yang dimaksud unsur “melakukan
kekerasan” artinya menggunakan tenaga kekuatan fisik,
sedangkan ancaman kekerasan artinya ada daya upaya
sehingga menimbulkan tekanan jiwa sedemikian rupa;
Menimbang, bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 55.K/Pid/1994 yang menyatakan
bahwa kekerasan atau ancaman memaksa tidak harus
ditafsirkan dengan kekerasan lahiriah (fisik) saja namun
harus ditafsirkan secara lebih luas, yaitu termasuk pula
pschische dwang (paksaan/tekanan pschis kejiwaan) yang
sedemikian rupa sehingga korban menjadi tidak bebas lagi
sesuai kehendaknya yang akhirnya menuruti saja kemauan
pemaksa, sedangkan yang dimaksud dengan melakukan
tipu muslihat adalah melakukan perbuatan atau perkataan
yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan
maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari
untung, selanjutnya melakukan serangkaian kebohongan
adalah menyampaikan serangkaian hal yang tidak sesuai
dengan hal atau keadaan yang sebenarnya, sedangkan
yang dimaksud dengan membujuk yaitu menanamkan
pengaruh terhadap orang lain sehingga orang tersebut mau
berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak si pelaku, padahal
apabila orang itu mengetahui duduk persoalan yang
sebenarnya, maka ia tidak akan mau melakukan perbuatan
tersebut;
Menimbang, bahwa unsur pasal ini mengatur bahwa pihak
yang menjadi korban peristiwa haruslah seorang Anak,
selanjutnya yang dimaksud dengan Anak sebagaimana
ketentuan Pasa 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah
68
dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah Seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
Anak yang masih dalam kandungan;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para Saksi dan
Anak bahwa pada hari Minggu tangga 12 Februari tahun
2017, sekitar pukul 13.30 Wita dirumah Anak yang terletak di
Kaccilolo, Kel. Malino, Kec. Tinggimoncong, Kab. Gowa,
berawal ketika Anak dan Saksi Korban berjanji untuk
bertemu, lalu Anak menjemput Saksi Korban didekat
Mushallah yang terletak didekat rumah Saksi Korban
kemudian Anak mengajak Saksi Korban ke rumah Anak.
Sesampai di rumah Anak, Saksi Korban bersama dengan
Anak berbincang-bincang di ruang tamu kurang lebih 30
(tiga puluh) menit bersama dengan Nenek dan tante Anak
(Saksi Murni), lalu setelah Saksi Murni pergi ke rumah
temannya, Anak mengajak Saksi Korban masuk kedalam
kamar dengan mengatakan “ayo mi” namun Saksi Korban
menjawab “tidak mau ja masuk biar mi saya disini” lalu Anak
mengatakan “sini mi masuk, ka capek ka, saya mau tidur”
sehingga Saksi Korban ikut masuk kedalam kamar dan
langsung menonton TV sambil berbaring ditempat tidur
bersama dengan Anak, tidak lama kemudian Anak mengajak
Saksi Korban berhubungan layaknya suami istri dengan
mengatakan “ayo mi” dan Saksi Korban mengatakan “ayo
apa?” lalu Anak mengatakan “ayo begitu” namun Saksi
Korban menolak selanjutnya Anak memeluk sambil
mencium pipi dan bibir Saksi Korban, lalu Anak meraba-raba
payudara dan vagina korban, setelah itu Anak memasukkan
jari tengah tangan kiri Anak kedalam vagina Saksi Korban,
selanjutnya Anak membuka seluruh pakaiannya, kemudian
Anak menyuruh Saksi Korban untuk membuka celananya
namun Saksi Korban tidak mau membuka celananya
sehingga Anak yang membuka celana Saksi Korban sampai
ke lututnya lalu Anak berusaha memasukkan penisnya yang
sudah tegang kedalam vagina korban namun Saksi Korban
mendorong tubuh Anak dan mengatakan sakit, sehingga
Anak menggosok-gosokkan penisnya ke vagina Saksi
Korban, setelah itu Anak menggoyang-goyangkan pantatnya
ke vagina Saksi Korban namun penis Anak tidak sampai
masuk kedalam vagina Saksi Korban selama kurang lebih 5
(lima) menit, setelah itu Anak meemgang penisnya lalu
mengocok-ngocok hingga mengeluarkan cairan putih
(sperma), kemudian Saksi Korban dan Anak membersihkan
cairan putih tersebut dan langsung memakai pakaiannya
69
kembali setelah itu Anak dan Saksi Korban tidur bersama
sampai magrib;
Menimbang, bahwa jika perbuatan Anak tersebut
dihubungkan dengan arti dengan sengaja sebagaimana
telah diuraikan diatas, maka telah nyata bahwa perbuatan
Anak membujuk Saksi Korban untuk masuk kedalam kamar
Anak dengan mengatakan “sini mi masuk, ka capek ka saya
mau tidur” lalu setelah Saksi Korban masuk kedalam kamar,
Anak mengajak Saksi Korban berhubungan layaknya suami
istri namun Saksi Korban menolak selanjutnya Anak
memeluk korban sambil mencium pipi dan bibir Saksi
Korban, lalu Anak meraba-raba payudara dan vagina
korban, setelah itu Anak memasukkan jari tengah tangan kiri
Anak kedalam vagina Saksi Korban kemudian Anak
berusaha memasukkan penisnya yang telah tegang kedalam
vagina Saksi Korban adalah suatu perbuatan yang
dikehendaki Anak yang mana perbuatan tersebut Anak
lakukan dengan tujuan untuk memuaskan nafsunya karena
Anak merasa enak pada saat melakukan hal tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para Saksi dan
keterangan Anak yang bersesuaian pula dengan Kutipan
Akta Kelahiran Nomor 784/IST/CS/2012 tertanggal 8 Maret
2012 yang menerangkan bahwa NPA adalah Anak
perempuan dari Amir, S. Sos dan Ira yang lahir pada tanggal
27 Juli 2003, dengan demikian Saksi Korban pada tanggal
12 Februari 2017 masih berusia 13 tahun sehingga masih
terkategori sebagai Anak sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah
dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tersebut diatas, Hakim berkeyakinan bahwa
unsur dengan sengaja membujuk Anak telah terpenuhi.
perbuatan cabul
70
kemaluannya pada tubuh korban dengan tujuan agar pelaku
mendapatkan kepuasan yang kesemuanya itu dalam lingkup
nafsu birahi;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para Saksi,
keterangan Terdakwa, dihubungkan dengan barang bukti,
Visum Et Repertum yang bersesuaian satu dengan yang
lain, didapati fakta-fakta persidangan bahwa Anak mengajak
Saksi Korban masuk kedalam kamar kemudian Anak
mengajak Saksi Korban berhubungan layaknya suami istri
namun Saksi Korban menolak selanjutnya Anak memeluk
Saksi Korban sambil mencium pipi dan bibir Saksi Korban,
lalu Anak meraba-raba payudara dan vagina Saksi Korban,
setelah itu Anak memasukkan jari tengah tangan kiri Anak
kedalam vagina Saksi Korban, selanjutnya Anak membuka
seluruh pakaiannya, kemudian Anak menyuruh Saksi
Korban untuk membuka celananya namun Saksi Korban
tidak mau membuka celananya sehingga Anak yang
membuka celana Saksi Korban sampai ke lututnya lalu Anak
berusaha memasukkan penisnya yang sudah tegang tegang
kedalam vagina korban namun Saksi Korban mendorong
tubuh Anak dan mengatakan sakit, sehingga Anak
menggosok-gosokkan penisnya ke vagina Saksi Korban,
setelah itu Anak menggoyang-goyangkan pantatnya ke
vagina Saksi Korban namun penis Anak tidak sampai masuk
kedalam vagina Saksi Korban selama kurang lebih 5 (lima)
menit, setelah itu Anak memegang penisnya lalu mengocok-
ngocok hingga mengeluarkan cairan putih (sperma),
kemudian Saksi Korban dan Anak membersihkan cairan
putih tersebut dan langsung memakai pakaiannya kembali
setelah itu tidur bersama-sama sampai magrib;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tersebut diatas, maka unsur “untuk melakukan
perbuatan cabul” telah terpenuhi;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
diatas, Hakim berkeyakinan bahwa unsur melakukan
perbuatan cabul telah terpenuhi;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tersebut diatas telah nyata bahwa unsur-unsur
untuk adanya perbuatan pidana dalam Pasal 82 Jo. Pasal
76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak sebagaimana dalam dakwaan Penuntut
Umum tersebut telah terpenuhi, pembuktian mana telah
memenuhi syarat minimum pembuktian (bewijs minimum)
maka Anak harus dinyatakan terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam pasal
tersebut;
71
Menimbang, bahwa dalam persidangan Hakim tidak
menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan
pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar
dan atau alasan pemaaf oleh karena itu Anak harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya;
Menimbang, bahwa oleh karena Anak mampu
bertanggungjawab, maka harus dinyatakan bersalah dan
dijatuhi pidana;
Menimbang, bahwa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 69
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, disebutkan bahwa terhadap Anak
hanya dapat dijatuhi pidana atau tindakan yang ditentukan
dalam undang-undang ini;
Menimbang, bahwa pengertian pasal diatas adalah dalam
penjatuhan sanksi kepada Anak, Hakim dapat memilih jenis
sanksi yang ada, yaitu penjatuhan pidana atau penjatuhan
tindakan;
Menimbang, bahwa tujuan dari penjatuhan hukuman adalah
bukan sebagai tujuan balas dendam bagi si pelaku, namun
lebih dititikberatkan untuk pembinaan bagi si pelaku yaitu
untuk menyadarkan bagi si pelaku atas segala perbuatannya
agar dimasa yang akan datang si pelaku tidak mengulangi
perbuatannya;
Menimbang, bahwa dengan memperhatikan tujuan dari
pemidanaan, maka Hakim dalam menjatuhkan hukuman
yang sesuai terhadap Anak, harus pula memperhatikan
ketentuan yang berlaku, khususnya yang menyangkut
kepentingan terbaik bagi Anak;
Menimbang, bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas,
maka untuk menjatuhkan hukuman yang pantas bagi Anak,
Hakim harus mempertimbangkan penelitian kemasyarakatan
dari Pembimbing Kemasyarakatan, sebagaimana ketentuan
dalam Pasal 60 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dalam hal
mana telah diutarakan sebagai berikut: Berdasarkan hasil
konsultasi dalam siding Tim Pengamat Pemasyarakatan
(TPP) Bapas Klas I Makassar, Pembimbing
Kemasyarakatan berpendapat bahwa terhadap Klien MF
direkomendasikan untuk diberikan bimbingan agama,
kepribadian serta keterampilan di Lembaga Penyelenggara
Kesejahteraan Sosial;
Menimbang, bahwa memperhatikan hasil Penelitian
Kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan
Klas I Makassar terhadap diri Anak, Hakim dapat memahami
bahwa terhadap Anak perlu diperbaiki dalam kehidupan
tingkah laku serta perilaku kehidupannya, maka Hakim akan
72
menjatuhkan hukuman yang setimpal dan yang terbaik bagi
kepentingan Anak;
Menimbang, bahwa dalam menjatuhkan putusan Hakim
tentunya tidaklah semata-mata mengutamakan kepentingan
Anak, namun perlu pula diperhatikan nilai keadilan dari
sudut pandang korban, yang mana sebagaimana telah
diuraikan dalam pertimbangan diatas yang juga merupakan
seorang Anak dengan perspektif yang sama dengan Anak,
selain itu penjatuhan pidana terhadap Anak juga
dimaksudkan sebagai upaya peringatan sekaligus preventif
atau pencegahan terhadap orang lain yang bermaksud
untuk melakukan tindak pidana yang sama, dengan
demikian hukuman yang akan dijatuhkan kepada Anak
dipandang tepat demi kepentingan masa depan Anak kelak
dan diharapkan memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak;
Menimbang, bahwa dalam ketentuan Pasal 82 Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,
selain ancaman pidana penjara ditetapkan pula ancaman
pidana denda, namun dalam ketentuan Pasal 71 Ayat (3)
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak yang menjadi acuan dalam
menyidangkan perkara Anak dijelaskan apabila dalam
hukum materiil diancam hukuman kumulatif berupa penjara
dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja
sehingga terhadap Anak akan dikenai pula pelatihan kerja
yang lamanya serta tempatnya akan ditentukan dalam amar
putusan;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Anak telah
dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, masa
masa penangkapan dan penahanan tersebut harus
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena pidana yang akan
dijatuhkan kepada Anak lebih lama dari masa penahanan
yang telah dijalani Anak, maka perlu ditetapkan agar Anak
tetap berada dalam tahanan;
Menimbang, bahwa barang bukti berupa 1 (satu) lembar
baju kaos warna pink, 1 (satu) lembar baju lengan panjang
kotak-kotak, 1 (satu) lembar celana training warna hitam
garis merah seluruhnya merupakan milik Saksi Korban yang
berinisial NPA sehingga perlu ditetapkan agar barang bukti
tersebut dikembalikan kepada yang berhak yakni Saksi
Korban NPA;
Menimbang, bahwa oleh karena Anak telah dinyatakan
terbukti bersalah dan harus dihukum, maka kepada Anak
73
tersebut supaya dibebani untuk membayar biaya perkara
yang akan ditetapkan dalam amar putusan ini.
74
Korban, setelah itu Anak menggoyang-goyangkan pantatnya
ke vagina Saksi Korban namun penis Anak tidak sampai
masuk kedalam vagina Saksi Korban selama kurang lebih 5
(lima) menit, setelah itu Anak memegang penisnya lalu
mengocok-ngocok hingga Anak mengeluarkan cairan putih
(sperma), kemudian Saksi Korban dan Anak membersihkan
cairan putih tersebut dan langsung memakai pakaiannya
kembali setelah itu tidur bersama-sama sampai magrib;
Bahwa sekitar pukul 19.00 Wita Anak dan Saksi Korban
keluar dari rumah Anak untuk jalan-jalan sampai pukul 23.00
Wita, lalu karena Saksi Korban takut pulang ke rumahnya,
Saksi Korban kembali ke rumah Anak sampai pukul 05.00
Wita. Setelah itu Saksi Korban dan Anak melanjutkan lagi
perjalanan ke Sungguminasa dan akhirnya sampai ke
daerah Limbung di rumah Tante dari Anak;
Bahwa Saksi Korban dan Anak baru berkenalan sekitar 2
(dua) bulan lamanya melalui Facebook (FB);
Bahwa Anak dan Saksi Korban melakukan perbuatan cabul
sebanyak 4 (empat) kali pada tempat yang berbeda-beda;
Bahwa Anak dan Saksi Korban melakukan perbuatan cabul
pertama kali sekitar bulan Januari 2017 di rumah teman
Anak yang bernama Ria dan yang terakhir yaitu tanggal 12
Februari 2017 di rumah Anak;
Bahwa adapun cara Anak melakukan perbuatan cabul
tersebut sama yaitu dengan cara Anak memeluk Anak
sambil mencium pipi dan bibir Saksi Korban, lalu Anak
meraba payudara dan juga vagina korban, setelah itu Anak
memasukkan jari tengah Anak kedalam vagina Saksi
Korban;
Bahwa akibat kejadian tersebut Saksi Korban mengalami
rasa sakit pada vagina, trauma, takut dan malu;
Bahwa benar barang bukti yang diperlihatkan yaitu: 1 (satu)
lembar baju kaos warna pink, 1 (satu) lembar baju lengan
panjang kotak-kotak bergaris putih, 1 (satu) lembar celana
training warna hitam bergaris merah adalah milik Saksi
Korban;
Bahwa setelah kejadian tersebut Anak dan Saksi Korban
dijemput oleh ibu kandung Anak yang langsung membawa
Anak dan Saksi Korban ke Kantor Polisi karena orang tua
Saksi Korban dan Anak telah melapor tentang kehilangan
Anak dan Saksi Korban.
75
menjatuhkan putusan terhadap perkara Nomor 8/Pid.Sus-
perbuatannya.
M E N G A D I L I:
76
pelatihan kerja di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus
Anak) Kelas II B di Maros selama 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah
dijalani oleh Anak dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;
4. Menetapkan Anak tetap ditahan;
6. Analisis Penulis
77
tidak. Seorang terdakwa hanya dapat dijatuhkan hukuman karena
dakwaannya.
telah sesuai dengan apa yang diatur di dalam Pasal 143 Ayat (2)
KUHAP, yang dalam hal ini selain memenuhi unsur dalam Pasal
143 Ayat (2) poin a, poin b, dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut
perkara.
78
Pasal 82 Jo. Pasal 76E UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang
Anak.
sesuai dengan posisi kasus disertai dengan alat bukti yang sah
sebagai berikut:
1) Setiap orang;
2) Dengan sengaja;
79
3) Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
membujuk;
4) Anak;
cabul.
oleh terdakwa.
80
mengerti dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan
terpenuhi.
perbuatan tersebut.
pengetahuan pelaku.
81
kesadaran pelaku tentang tindakan dan akibat yang
perbuatan tersebut.
82
kekerasan lahiriah (fisik) saja namun harus ditafsirkan secara lebih
serangkaian hal yang tidak sesuai dengan hal atau keadaan yang
tersebut.
83
mengajak korban berhubungan layaknya suami istri namun korban
terpenuhi.
4) Unsur “Anak”
Sos dan Ira yang lahir pada tanggal 27 Juli 2003, dengan demikian
84
Korban pada tanggal 12 Februari 2017 masih berusia 13 tahun
terpenuhi.
birahi.
85
Anak memeluk Saksi Korban sambil mencium pipi dan bibir Saksi
Korban, setelah itu Anak memasukkan jari tengah tangan kiri Anak
vagina Saksi Korban selama kurang lebih 5 (lima) menit, setelah itu
terpenuhi.
86
mata melainkan persoalan keadilan biasanya dihubungkan dengan
87
pihak. Untuk itu sebelum menjatuhkan putusan pemidanaan, hakim
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
88
masing alat bukti serta barang bukti, maka akan diperoleh fakta
lain.
89
tidak melakukan tindak pidana lagi, apalagi melihat bahwa
Maros.
90
Menurut Penulis, Majelis Hakim dalam menjatuhkan sanksi
(empat kali). Hal ini dapat diketahui dari salah satu fakta hukum
91
hukuman si terdakwa. Kemudian yang di rusak bukan hanya
korban. Selain itu akibat peristiwa ini keluarga korban juga merasa
kejahatan saja.
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Setiap orang;
93
3) Melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Anak maka sanksi yang dapat dijatuhkan ada 2 (dua) yakni sanksi
Anak sudah tepat. Hal itu sesuai dengan Dakwaan Tungal Jaksa
94
Repertum, keterangan terdakwa serta barang bukti yang saling
terdakwa.
B. Saran
95
3. Seluruh orang tua termasuk anak-anak sepatutnya waspada
terjadi bagi siapa, kapan dan dimana saja tanpa melihat lingkungan
96
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali. 2002. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis). PT.
Toko Gunung Agung Tbk. Jakarta.
Andi Sofyan dan Nur Azisa. 2016. Hukum Pidana. Pustaka Pena Press.
Makassar.
Lilik Mulyadi. 2007. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana: Teori,
Praktik, Teknik Penyusunan, dan Permasalahannya. Citra Aditya
Bakti. Bandung.
Moch Anwar. 1982. Hukum Pidana Bagian Khusus Jilid II. Alumni.
Bandung.
97
Moeljatno. 2003. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bumi
Aksara. Jakarta.
PERUNDANG-UNDANGAN
98
99