Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ARDS (ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

Oleh :

SULAEMAN

NIM: 433131490120041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes KHARISMA KARAWANG

2020
A. Pengertian
Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2)
dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi.Gagal nafas
akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan.Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh.Sehingga menyebabkan tegangan
oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida
lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia).
ARDS adalah penyakit akut dan progressif dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler yang disebabkan oleh karena
terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun
intraalveolar.ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dispnea
dan infiltrasi pulmonari bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat
parah. ARDS pernah dikenal dengan banyak nama termasuk syok paru, paru-paru basah
traumatik, sindrom kebocoran kapiler, postperfusi paru, atelektasis kongestif dan
insufisiensi pulmonal postraumatik. Sindrom ini tidak pernah timbul sebagai penyakit
primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi.

B. Etiologi
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat.Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan.Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla
spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada
pernapasan akansangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi
paru.Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura
atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal
nafas.Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan
dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan.Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada
gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus.Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat
asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa
kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai
paru-paru:
1. Trauma langsung pada paru:
- Pneumonovirus, bakteri, funga.
- Aspirasi cairan lambung.
- Inhalasi asap berlebih.
- Inhalasi toksin.
- Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
2. Trauma tidaklangsung :
- Sepsis.
- Shock, lukabakarhebat.
- DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation).
- Pankeatitis.
- Uremia.
- Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
- Idiophatic (tidakdiketahui).
- Bedah Cardiobaypass yang lama.
- Transfusi darah yang banyak.
- PIH (Pregnand Induced Hipertension).
- Peningkatan TIK.
- Terapiradiasi.
- Trauma hebat, Cedera pada dada.
3. Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau
cedera. SGPA (sindromgawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan
kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu factor resikodari SGPA
adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalahsekitar 14 diantara 100.000
orang/tahun. Gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah:
Sistemik:
- Syok karena beberapa penyebab.
- Sepsis gram negative.
- Hipotermia, Hipertermia.
- Takarlajakobat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin).
- Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
- Eklampsiag.
Luka bakar Pulmonal :
- Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistikkarinii)
- Trauma (emboli lemak, kontusioparu).
- Aspirasi ( cairangaster, tenggelam, cairanhidrokarbon)
Pneumositis Non-Pulmonal :
- Cedera kepala.
- Peningkatan TIK.
- Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia

C. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal
nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul.Sedangkan gagal nafas kronik adalah
terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.Setelah gagal nafas
akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya.Pada gagal nafas kronik struktur
paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt.Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan.Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis,
meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan.Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.Pada periode postoperatif
dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan
pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik
opiood.Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
Pathway ARDS

Timbul serangan

Trauma endothelium paru


Kerusakan jaringan paru Trauma type II pnaumocytes
dan epitelium alveolar

Peningkatan permeabilitas Penurunan surfaktan

Penurunan pengembangan
Edema pulmonal Atelektasis
paru

Alveoli terendam Hipoksemia Abnormalitas ventilasi-perfusi

Proses penyembuhan Fibrosis

Sembuh Kematian

D. Tanda Dan Gejala


Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
Takikardia yang menandakan upaya jantung untuk memberikan lebih banyak lagi
oksigen kepada sel dan organ vital.
6. Terdapat retraksi interkosta
7. Sianosis
8. Hipoksemia
9. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing. Ronchibasahdankering
yang terdengardanterjadikarenapenumpukancairan di dalamparu-paru.
10. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop     
11. Pernapasan yang cepatsertadangkaldandispnea dengan kesulitan bernafas, yang
terjadi beberapa jam hingga beberapa hari pasca cedera awal. Gejala ini timbul
sebagai reaksi terhadap penurunan kadar oksigen dalam darah.
12. Peningkatan frekuensi ventilasi akibat hipoksemia dan efeknya pada pusat
pnumotaksis.
13. Retraksi intercostal dan suprasternal akibat peningkatan dan upaya yang diperlukan
untuk mengembangkan paru-paru yang kaku.
14. Gelisah, khawatir dan kelambanan mental yang terjadi karena sel-sel otak mengalami
hipoksia.
15. Disfungsi motorik yang terjadi karena hipoksia berlanjut.
16. Asidosis respiratorik yang terjadi ketika karbondioksida bertumpuk di dalam darah
dan kadaroksigen menurun.
17. Asidosis metabolik yang pada akhirnya akan terjadi sebagai akibat kegagalan
mekanisme kompensasi.

Stadium

1. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema
intertisial atau alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis, dan kerusakan pada
sel alveolar tipe I.
2. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan
puncak inspirasi, penurunan compliance paru (statik dan dinamik), hipoksemia,
penurunan fungsi kapasitas residu, fibrosis interstisial, dan penibgkatan ruang rugi
ventilasi.

E. Pemeriksaan Khusus Dan Penunjang


1. Pemeriksaan fungsi ventilasi
a. Frekuensi pernafasan per menit
b. Volume tidal
c. Ventilasi semenit
d. Kapasitas vital paksa
e. Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f. Daya inspirasi maksimum
g. Rasio ruang mati/volume tidal
h. PaCO2, mmHg.
2. Pemeriksaan status oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2,
PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih
dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk
menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia.
10. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
a. Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi
b. Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
c. Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
d. Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
11. Pemeriksaan Rontgent Dada :
a. Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
b. Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
12. Tes Fungsi paru :
a. Pe ↓ komplain paru dan volume paru
b. Pirau kanan-kiri meningkat

F. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancama kehidupan dengan
segera, antara lain :
1. Intubasi untuk pemasangan ETT
2. Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk
mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
3. Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator
4. Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
 Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung dan tekanan
darah.
 Antibiotik untuk mengatasi infeksi
 Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi
dan mempertahankan stabilitas membran paru
5. Kirimkan jumlah oksigen yang adekuat ke jaringan vital, tetapi
tekankanlah resiko kerusakan iatrogenic pada paru-paru.
6. Pemeriksaan ulang yang sering mengenal kebutuhan akan PEEP,
tingkat kebutuhan ventilatorterakhir, FiO2 adalah penting
7. Jagalah pasien dengan observasi ketat di sepanjang waktu dan pantau
dengan cermat adanya perkembangan yang merugikan.
8. Ingatlah kegagalan oksigenasi seringkali merupakan penyakit
multisistem. Pembatasan cairan yang berat dapat menurunkan cairan paru – paru dan
meningkatkan pertukaran oksigen tetapi secara bersama – sama mengganggu perfusi
keginjal dan usus.

G. Komplikasi
1. Ketidak seimbangan asam basa
2. Kebocoran udara (pneumothoraks, neumomediastinum, neumoperkardium, dll)
3. Perdarahan pulmoner
4. Displasia bronkopulmoner
5. Apnea
6. Hipotensi sistemik

H. Pengkajian primer
a. Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas (total/parsial)
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
3) Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
4) Jalan napas bersih atau tidak
b. Breathing (look, listen, feel)
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Frekuensi pernapasan : cepat
3) Sesak napas atau tidak
4) Penggunaan otot Bantu pernapasan
5) Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
6) Irama pernapasan : teratur atau tidak
7) Bunyi napas Normal atau tidak
8) Kedalaman Pernapasan
9) Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
10) Reflek batuk ada atau tidak
c. Circulation
1) Hemodinamik (tanda – tanda vital, CRT (<3 detik/> 3 detik), akral
(hangat/dingin))
2) Sakit kepala
3) Papiledema
d. Disability
1) Keadaan umum : GCS, kesadaran, penilaian skala nyeri
2) Pupil
e. Eksposure
Adanya trauma atau tidak pada thorax
I. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesa
K : Keluhan
O : Obat-obatan yang dikonsumsi sebelumnya
M : Makanan yang dikonsumsi sebelumnya
P : Penyakit penyerta
A :Alergi
K : Kejadian
b. Pemeriksaan Fisik
1) BTLS
2) Head To Toe
DAFTAR PUSTAKA

Ernawati,dkk. (2016). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.Jakarta : CV Trans Info Media.


Hurst, Marlene. (2015). Patofisiologi Penyakit. Jakarta : EGC.
Istianah Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Ningsih, L, Nurna. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai