Anda di halaman 1dari 24

iilllriij.lr li'.-rf--dilLlrllJl l'!I{iiliri'i:i.

ill"q/U:i'rrilll
.likifn lliT:i: :Jlr:r!:an a,r1i n:rir_r4l cri
],. .,iid:ri[t]l!aii
Gl-.dltlll,[17:{lr] Eiilllli
li!,:,3'.:itili]!$nidi rd

-ir{[J Lq*I]!!.ALijl|ili:fl
t lr. ehrElfi liiBlrtd

,:r L''re1ucl\ljll FSMI{mal-n Elrrn:'Sriru,iutill si/l1HMil

{"7it ':;11L tu L"i


f.il ffi
x?.:,D{lS Ni,msu,aru tii!,u4{ll
J{,JiANB &J'!O D^N

&]HruF$'S
:AN
Vol. 13, No. 7, Jan\ari 2072 ISSN: 1411-6855

fumal Studi llnu-ilmu


'dl-Qur'an dan tladis
DAFTAR ISI
EDITORIAL
METODE KONTEMPORER DAIIM TAFSIR ALQUR'AN
Kesalingterkatatr ,4:bab al-Ntzal aLQadin dat aLJadid
dalam Ta6ir al-Quial Kontemporer
. AininA6f,ult46
'e 1' - 27
GAGASAN TAFSIR FEMINIS
l{tueingluhamnai @' B-38
IIMU USHUL ALTAFSIR
,4. Cfrozin Naufra ,E 39-51

POLIGAMI DAI-rqM TEORI B.{TAS MUHAMMAD SYAHRUR


Vit4 6itri4 c' 53 -75
,, ,ta+n
u\v
n L- a1it-r ^-^-t llL-uttt:
"r-d;,
^
Telaah Kritis atas Konsep Elipsis dalam Kesarjanaan Islam
nzamtBafttiar ,e n -98
KISAH IBMHIM DAIIM TMDISI ISLAM SUATU KAJIAN
EKSEGETIKTERHADAP SURAH AU-IMRAN t 64-69 dan
RELEVANSII.IfA BAGI PLUMLISME AGAMA
qtaeiut.FtoasXntries .1' 99-122

KONSEP AL.MANTHUQ VA AL-MAFHUM


DAN HERMENEUTTKA GMCIA DAI-AM DISKURSUS
PENAFSIRAN ALQUR'AN
Afrna"dfxlnutffiitan ,- 123 - 145

TEORI INTERPRETASI PAUL NCOEUR


DAN IMPLIKA,SINYA DAI-AM STUDI ALQURAN
Lindd Nurftli4 Astut; 'v' 147 -176
77

AL-EAZFrit^U AL-IJAZ
Telaah Kritis atas Konsep Elipsis
dalam Kesarjana"" Islam

Azdn qahtial
Alumni MSI Unsiq Jawa Tengah, li7onosobo
Jl. Raya Kali Bcber KM. 3, rifonosobo

Abstract
The tbeory ofellipsn gadhf) and concismest fijez) is uery common in
Qutbxic satdies. The main purpose ofmentioning thir theory i! to bel?
the inter?rtel ofthe Qar'an in andzutanlitg Qar'anic textt in whicl
tbe phenomenan oftbe ellipsis and concisenets happen. Houeuer, the
author ofthis articlz pointt out that it i not *itabb uith the idca of
the ininiabiliry olthe Qrr'an fi'jn d',Qui zn) axd ties u proue t hit
uithout the theorl one can undtrstand them by *ing another knguistic
4nallrit

KeXuords: ellipsis (hadhfl, conciseness (ij:a), thc irimiablity ofthe


Q*r'an (i'jaz a|-Qrf an), nethod ofixterprctation

I. Pengantar
Pena6iran al-Qufan scbagai sebuah upaya elsegcsis teks suci untuk
menyisihkan ambiguita-s makna dao menemul<an nilai-nilai universal
yang terkandung di dalamnya, mcrupakan fenomena historis yang akan
terus berlanjur dan tak pernah sclcsai. Statement
ini tidaklah berlebihan,
mengingat kebutuhan umat Muslim terhadap taGir al-Qur an benrntuhan
langsung dcngan dimensi spirinral mereka yang paling mendalam, di sam-
ping tentn saja, dimensi prattis-pragmatis mereLa sebagar nubaUif Hzl
ini diperkuat juga oleh keyakinan mereka yang tak akari pcrnah pudar,
balwva al-Qvr n
sdih li halli zonan wa nahan. Karenanya, modifiLasi dan
pengembangan upaF tersebut akan tcrus berlanjut. Beruntuog, para pan-
78 Jun.l Studi llmu-ilmu Al'Quio dd Hadn Vol 13No. rJduri20t2

dahulu kita dengan sadar telah memosisikan segmen ini dalam koridor
ilmu-ilmu yang belum m pan dar. fnal (' ;lm I; naizj ua li ihwmq) .l
Tlnttr saja, dalam upaya tencbut harus ada syarat darr kaidah-kaidah
yarrg dapat dipertanggungjawabkan sccara etiL-akademis, demi merni-
nimalisasi pcna6iran al-Qur'an dari 'bias-bias' penafsir yang tak terhin-
darkan. As-Suyugi, misalny., dengajukan sekian q'arat kuatifiLasi yang
harus dipenuhi oleh pcna6ir, di antaranya adalah penguasaan terhadap
ilmlu bakghah, sebagai lanjutan dari penguasaan terhadap bahasa Arab.'z
Di antara isu yang didiskusikan oleh as-Suyuti dalam konteks ini ada.lah
persoalan /af(elipsis), y.ang sccara l*rusus dikaji di bawah speLmm |Z
den ima-b-t
Penulis sepakat bahwa harus ada sJarat bagi kualifikasi penafsir darr
kaidah-kaidah yang memadai untuk memandu kerja tafsir. \falau demi-
kian, menurut penulis, ryarar-syarat dan kaidah-kaidah tersebut pada
dasarnya lebih bersifat ijtihadiah, artinya ia dapat dikembangkan secara
dinamis sesuai perkembang:n ilmu pengetahuan tcrLait obyek ta6ir,
sehingga dalam tataran ini ia dapat dircvisi, ditambah, atau dibuang seLali-
pun; sebagaimaoa berlaku pada disiplin lain. Untuk membuttikan hal
ini, penulis akal mendiskusikan isu elipsis dalam konteks ufsir al-Quian;
iejauh mana ia bcrperan dan scjauh mana ia layak untuk dipertafian]an.
Fehomena clipsis, dcngan aqdb sebagi solusinya, tersebar luas
dalam lernbar demi lcmbar buku-btrku ta6ir yurg ada" Hal ini menandaLan
betapa konsep tersebut ditcrima rccera luas dan dianggap dapat niem-
bannr memahami nansi relc. Sebagi misal, pcrhatiLan kutipan dari
SyaiLh Nawawi al-J"avi berikuc

.r"s a! Js o. ot5 riq ci & J+ l,l.;.lJ li;ir Ej-o e,4 dt--SJt lA


Ji-s dJ,.J .rr.>lj dF rl-r)q csi . :, r--#'.iJL t)Li)l
JL.r
J--etJl s-r' &ri l{Jlj , ;'iFjl? fi-)l al !;,-+ ds
j; j!ry -"i
oi ,Jl' rr,r.:i (' .i!Jr .jl ljb .!J"!,. Ji.taFJ ddb

' Jaliluddn 1{bdunahmin a*Sryufr, Syar$ 'UqA aLlun;,' f 'Iln at-Ma ati
un al-Bqi" (SenatarytKar2Toha Putra, tt.), 3.
Jalaluddin Abdunahnan as-S'uti,ti, dLhqi" f 'UEn aLQ", aa, ed. Fawwaz
1

A. Zmdli (Behut: Dar al-Kiab al-'Araby, 2007), 853, khususn)€, 864 .fs44.
JAlaluddh 'Abdurahdn as-Stywi, aLhqin, 586.
3
.fr,tr-ii,J, J-J,i -, ;:-::::;:,r:
.i-jr
"J, ii:r ll :
r,.Jj dl r ci -1q! +lr
Dalam kutipan di atas, spekulasi bahwa ada clip sis d,an u46r untl:k
menjelaskan maksud teks, dcngan mudah dimunculLan oleh penafsir,
tarpa teding aling-ahng. Fenomena semacam ini sangat lumrah dalam
buku-bukut rzrd.t
Pendekatan a4dir wtuk memahamipesan oarasi teks karcna ada-
nya asumsi telah ter.jadi elipsis di dalamnya, pada dasarnla, dapat dengaa
mudah dimeogerti dal cukup rasional sec.ara literer Hanya saja, terkait
tafsir al-Qur'an, agaknya konsep ini perlu dipikirkan ulang. Mengingat
kor:sep elipsis dan ra4dr ini, dari perspektiftencnruJ seperti akan. diulrs
nanti, mengindikasikan "posterioritas" al-Qur'an, di mana seharusnya
diposisikan sebagai "prioritas" dan tels utama, Gntu sa.ia, secera teologis
dan literer hal itr.r tak dapat dibenarkan. Namun, penolakan secan zpzaz'
berdasarkan argumen-argurnen teologis an ricl menandakan kedang-
kalan berpiLil Sebab, rcrbuLti rasio tak dapat membeoarLan "siLlus sesat
piktt" tanpa, al$ir (datr ticbrs circe\. Kerenanva diperlukao analisis png
seimbang dan memadai unnrk menguji konsep tersebut. Unni< itu, pene-
lusuran dan analisis lebih lanjut terhadap konsep elipsis dirasa perlu,
sebagai mode apresiasi terhadap jerih payah sarjana Muslim klasik dalam
mengembangkan pendekatan-pendekatan sistematis untu! mcmahami
al-Quian dan tcLs-teks Arab secara umum.
{
Mul'ammad bin 'Umar Nawwi al-li*i, Matil lzbid n kyf
Ma,na at-et it
aLM4iA, d- M. /fr,jn a+Dinn-awi, er. III, Juz I (Beirur Dar al-Icnub at-Imiyyah, 2006),
rr7 QoA dzri ps:ulxl.
5
S€basd ar$ahrn lrgi, pdhatikan lolimar png penulis 6ud d:ri sratemenr lbn
Rutd b€rikufl or, {J;l' ugl .)h,u.jt.l jE ta.__*!a- Jrrl !r} Jrj.Jj JJL,r,J
j_j.rLJij !r__rr,._&1, - !rJ!J,1;! (Jr!lJJ{6i L|J: u)Lj -1, ! Ju!/ !.rri rLrq Fr.l
B\i t'--tb'-t tJ-+6. nt? !., t --llr,JJ utJ ji. JJr. Jr<! i,irl,+lrrrr,J rr-
s,r! :,J--r Jr_+.r.$.__1, JJr !j L-t r+ s4r ur r! a r.:i € ) r+ a. o,jr b#
L,y,rJjJlf.e j,-+,.--rrr, rj-, rn {4L JJlrrr JLiy 6! Q Jrg!t1t) qc +.i,.itt 11;
)LJt s---t' .t- j. ,itt .@Lt J..)r<r ljtri ol c_rlt rjJ J, J ._,t4 a.!r rjl tj, {+r dri r!-ifj
ril.j .L-jJ )r-<1, .je u,L__rr Ji :rrrt_b! +-lJ ,c_1, Jj etr cr, Lrr !E
C_, lj .3,ruijr r,
,L__4r r+ ,/L_-1 a__r, di! -q,J !t *t 4 !9 a .jjJ-r r& )+r dq J!-.!1 + rrlr. Abtr at_
"l-a
\ralid Muhmmad b. Alnad b. Muhammad b. Almd b. tusyd, Bid,tlat aLMtjtat;l
ua Nihardt al.Muqtarid jv,l (SurabaF: al-Hi&rah, .r.), 42.
80 J.m.l Studi n-"-nFu Al-Qu.n de H.disvol. 13 No. I Jmudi 2012

ini dimaksudkan sebagai pembacaan kritis terhadap konscp


Ti.rlisan
elipsrs beserta ta4dir sebagai konsekwensi logis dar sisi baliknya. Tentu
saja pendckatan dalciptif dan analisis lcitis menjadi metodc yang paling
t€pat da.L-m rnerlgantartarl nrlisan ini kc maksud yang dituju Secare kate-
goris, tu.lisan ini memusatkan diri pa& resepsi hermeneutis.

II. Konsep Elipsis


Sccara etimologis, scpeni dilaporkan lbn Maazur, rangkaian panikel
ba'ial-fa' dalam bahasaArab memilifti ani dasar "memotong", larenanya,
65> .rl-, &:-Jt j- berarti eirt ." r.L;; dan "melempat" (+1, a,
s.Jl
-ota "r -. ,Jl 3).6 Tidak aneh jika kemudiaa at-Thhanavi memilih Lta
!rt-)t (mengeliminasi) sebagai malna linguistik dari al-haif, demiktarr
juge dengan az-Zatkasj-7
Bctdasarkan makna linguistik terscbut, as-slarnai menyataLan bahwa
tolak ulcr konxp elipsis adalahSu-lt (elimidasi). Hal ini pada gilirannya
mengasumsikan, dalam kasus klausa teotunya, bahwa scbelum dibcrlaku-
kara haif; tetdapatl<ata atau kalimat tertentu yarg kemudian dieliminasi,
Sebab tak dapat dibayangkan ada sesuatu yang dibuang darr dihilangLan,
namul dikatakan bahwa ia sebelumnya tidak eksis. Untuk kata atau kali.
mat yarrg dihilangkan ini, digunakan tetma musqay atar mahiif
Betapa pun konsep elipsis ini ditcrima secara luas di lalangan gre-
matisi &n linguis Arab, agaknya definisi terminologis terhadapnya tidak
begitu diperhatikan.t Boleh jadi, karena mcmang catupan makna dan
kerja rerma ini tidal tcrlalu bcrbeda jauh dari makna semantiknya. Karena-
nya, jika harus didcfinisiken, elipsis dalah pnghilangan satt ata,a hb;h

6Ibn Marznr,ka, aLAftb, ju II (Kairo: D:r al-Ma'dif, a.), slo.


7
Muhanmad Ali at-Tahan Mawt-dh r,arEaTl'tibha aLfu"1n ua dL'ULa,',
^\n,
tnis.,lMul.h d-Xhaid,.d- R fc.l-{am dan Ali Drt'rouj, oct I,iua I (Beidc Mat@bah
Lubn-ar Nasyirm, 1996), 631; Ba&uddin Mulrammad l>in tJ>d'ulla},, zz-Zwkasi, At-
Bul^hf 'Ul'u" aLqont d. M. Abu al-f{ IbraEm, iua lll (Kairo: Da at-fiu*, a.),
to2.
I
i{liAMul F:ttab Muhi aesyan',n,"Dal;tz' aLIkt;Ff at-pntzb at-eo'iniyah;
DireahNa4diyah lil-Qa biLHaifua at Ta1&', diserrali dokrorel Depajt€metr Bah,sa
AEb, Falalras TadiylEh, Universiras Baghdad (2000, r I .
' Lihat misaln'2, Jamtluddil Ibn Hisyef'i il-At\r n, Mugllli al-Labib (svzbatz:
Al-HidaF-ll, tr.), L
Jdaluddn Abdunahnar *Sur1d, Al-Iqda 593,F,di1s;!t\e
156;
$r;EaAllanbn ali*abllah mW;lu Aa@'utA &r II (Orrm: Da!
^l-F,kr,200n,75.
tuanBat\ttat At-Hzrfdra! al-lje 8l
dai partihel, hau, awu bdgidfi teltentt d4i ranghaian halinat-to Deirisi
ini menang &batabh, sebagaimana dcfinisi terminologis yang diajukan
az-Zarkasyi perlu kita telaah lebih selaama. Menurutnya, elipsis adalah
,xer.angdlhdn tebagian ata keselurahan &hwa (hakm) kdrena saaht
I
drgamen at6r PeTtimbdngdn tcTtmtu.t
Fnse " hareta saa* argumenlpertimbangan tertentu" d am defrr'isi
az-7atkxy1 di atas, memperteguh asumsi yang telah disinggung di muka,
yaitu bahwa sebelumnya betul-beol ada kata atau kalimat dari rangkaian
klausa, yang kemudian dilenJapkan karena alasan tertentu. Az-Zarkxyi
tidak menyadari bahwa statcment tersebut "kontradiktifl dengan sa-lah
satu dari dua etik yang ia gariskan kemudian, pitu: a.) jika harrx mengakui
kcb:radaan clipsis atau tidak, Iebih baik memilih 'tidak'. Karena yang
asa.li adalah tidak adarya taghyir (perubahaa),tz dan b.) jiLa harus meng-
aktikeberzdaan mahi4f, pilih yang mtntan (taq6r)-nya paling sedikit.rl
Mcnurut penulis sisi kontradikdfnya terlerak pada aspek "kcmestian
menanggalkan" vt "kenlsc taar. ta4&/ seba5i efek logis d;d elipsis. Proses
"pclenyapan" dalam kerja clipsis, yang semestinya dituturkan,r! walau
dinilai beralasan oleh zz-Zarkasi, bagaimaaa pun juga tetap menyalahi
yarg asali (khilaf al-a;t1.

Ill.Elipsis dalam Lintas Sejarah


Tak ada informasi yang pxti dan
meyakinkan sejak kapan konscp
elipsis ini mengemuka- Munculnya banyak pakar di kemudian hari yang
mengajukaasyair-syairpra-Islamyangdiarggap mcmiliki muacan-muat-
an elipdk, tidal dengan sendirinl'a mcnjadi fundamen bagi kooscptualisasi
elipsis. Bagaimanapun, formulasi itu secara mapan munorl bclakangan.

'o Bandingkra dcnga rcTarru^'


i, Mdslr-ah Ka'rEaT hi@t, L 63r-632.
Semotara itu, &lam IAD* Bctar Bdhata Lda"etid, elipsis di:rrilor "P€niadaan l(.ta
atau eoran lzin png wujud a;llnya dapat dirudkan dri kont€16 bahasr atau kont€ks
l\lAt I'^Ara" . Lih3i, Krm$ Bcrat Balaa |dorciz Azkan Pusar Bahasa Deparamen
Pcndidikn Ndional, 2008), 385.
tt Az-Za*si, AlBobin,lll: to2.
D
Atau, lebih apatnya "pcnanbahan" kata acau lclinat tetha&p te|ts asli, seb:gei
konskwensi logis dad kerja td4dr-pen.
B Az-zakasi, At-tuthia, III: rM.

" /6-s'nni\, At-funlab at-tuzblyah, 94.


82 Jumal Sludi nmu-il'nu Al Qur'e do Hedis Vol. r3 No. I Jmu.ii 2012

Di babak awal, ada beberapa terma yang sering dipadanlan dengar


elipsis, seperi idnar dat ija2,walarkemudlan ditolak oleh az-Zarkasyi.
"
Dalam pcnelitiannya, Saad Daroub menunjuklcan ada beberapa rerma
png digunakan oleh Sibawaih, yang kesemuanya rnemiliki relasi kuat
dengan taqtra sepefti idma1, heif dan aniil.t6 Bahkan menurutnya,
Sibawaih juga mengakui dibenarkannya upaya menghilargk . (irq;l
beberapa bagian d-ari Hausa-t7 Seperti akan kita kcuhui nanti, elipsis me-
mlliki rclasi k::at dengen taqdir -
Menurut Nul Kholis Setiawan, tertait m€kmisme pelahiran makna
(iliyyit intaj al-na infl, interaki para ahli dan sarjara Muslim awal (sejak
paruh pertama abad kedua) tcrhadap al-Qufan, yang lebih mcnekankan
pendekatan Lebahasaan dan susastra, menginformasikan kepada kita
adanya ide darl gagasan tentang elipsis. IGrya-karya yangbefiirel Md'drri
Al-Qur'an,yeng menelaeh aspck mikrosuuktur al-Qulan dan kemungkin-
an perubahan makna akibat perubahan struknrr kalimat, memuat ide-
ide tersebut. Dalam penelitian Nur Kholis, sarjana paling awal dalam isu
ini adalah Hamzah al-Kisi'i (w. 189/805).8
Penelitian Daroub maupun Nur Kholis, dalam batas-batas tertentu,
hanya menunjukkan elipisis sebagai sebuah medium untuk memahami
dal memecahlan problem kler.ra, dan mengungkap "rahasia-rahasia"-
. oya dari persepktif struktur maupun makna. DcmiLianjuga penelitiaa
kritis as-Syamari, harya membedah dari perspektif terscbut. Sampai di
sini, kita belum mengetahui motif-motif lain yang maxghin trnt
mendasad dan membentuk ide tentang clipsis.
Namun, jika kita bemlih ke abad keempat, kita dapati Abu Bakar
al-Biqilani (w 403 H) menpjuhn isu ini dalam konteks perdebatar
dengan kaum ateis kala iu (nulhidah).t' N-Ea1il-ani lang berusaha mem-
t' Az-Zarksi, Al-Bttha III: r02.
16
Lihat "Mukadimah' dram,sndHassn D., " Qalii at-Ta4& an-Nah)i'hda
Sfuazzili, risalahmplanoter moih gelu MAdi Depanment ofArabic and Near Eastm
lraguages, faculty ofArts ard Sciences, Anericatr Universiry, Be;rut (Nov€mbs I 996).
t? Darc,,th," at-7'aa& {'Nahu;'ida Sbaoanl,95-96.
Qalz1a
'! M. Nur Khol;s Seriawan, Al-Qrrhn lctab Szwa Tbbcna cer. I (Yosnkana:
eISAQ Press, 200t), 147-150.
I' Lihat penilaian da pengaku.n ini dalam Abu Baka' Mulamnad bin Thalyib
at-Raqilani, I'jaz al-Qtti4 ed. $alih Muhammd 'Umi4ah, cet. II (B€hltt Da.r al-
Kutub al-Ilniyyah, 2008 ), 6.
lesB.\.it, At Ed;f dtu dtt;z a3

pertahankan dan meneguhkan kemukjizatan al-Quran lewat tiga aspek m


memasukkan elipsis di bawah naungan (ckonomi kata);rt di mana
!Z
ijaz merupakan tun:nan dari :spek kctiga muklizat al-Quian, yaitu ke-
indahan susunan dan tiogkat sasttawioya. Dalam kontela ini, dimensi
sastrawi dimunculkan untuk kepcotingan perdebaral teologis, bukan
semata-mae unruk mcmahai narasi tel<s.
Di akhir abad Leempat, seorang pakar sastra dan teolog Asy'arian
terLemuka, Abdul Qihi t al-lurjir.i (w. 4711474 H) menyuguh l,ar karya
benttel Da lz-i I aJ-Ij a< yangmenuru edi@mya-Mahmid Syikir-{itulis
untuk membangun disiplin baru mengenai balaghah, merevisi dan
melengkapi karya-karya sebelumnya rentang 6a laghah dan ijaz al-Qar'an;n
di s.rmping untuk merespons dan kritilc kepada al-Qadi i{bdul Jabbar,
teolog Muktazilah yang sangat berpengaruh.,3 Jika temuan Mahmid
S1a[ir ini kia terima, paling tidak ada dua motifdi balik penulisan karya ini.
Grlepas dari itu, dalam [arya ini al-Jurjani juga mcnelaah elipsis, bah-len
secara meluagluap al-Jutiani m€ngantarkzn kaiian elipsis dengn frase berikut:

,j-t i!!j ,J-Jl?'11,.-: .r,!t i=,r.'' , j;'tlt i;,r-r .9Ul ,!-p. l,!
g1+;r ,lrtrI !-ji irG)t !€ ;-,:'-'b lJstjr b,'CAi JJtt'!'t 4
iJ.* p t:l fp L* u er: ''Or C rr! lJsr r ,!!ri
Di senpingteraa hdf(elipsis), ada terma lain yang digr:nakan oleh
al-lutlifi, yitt idnar 35'l&syaag peniis bo Atencbut, kelakakan tcrbukd
sangat berlawanan dengan Lonsep elipsis yaag meniscayakad wqdfr .
Di penghujung abad kclima, scorang yuris dan filsufAndalusia paling
I terLenal, Ibn Rusyd (w 595 H) mendiskusikan elispsis dalam konteks

@
A-Baqtani, liar al-Qltrb", 28-30.
! N-Eiq't'fi, Iiiz al-Quti", 167 .
a Mahmud Mu.hammad Sy;kir, "Mukadimah",
dalarn Abdul Qinir 6. Abdur-
rahmrn b. Muhammad al-Jvj^it, Kbab Dak-il dl,lia ed. Mafimnd Mun:mmd Syakir
Gano: Makt bah al-Khani ji, 20M), hlm. alif.
! Mahmnd Syakir, "Mukadim|h", ha.
?i
Abdul Qajril b. Abdurhthm b. Muhmm3d al,Jurjd n, Ki';b Data-it at rjaz,
ed. Mahnnd Mullmnad Syakir (K-riro: Ma-krabah al-Khtniii,2004), 146.
' At-Juljani, Khaa Dah-il ot-Ij,i2, 163.
84 J-ra S.A l-"-itr"r,\.l-Qur'm do Hadis Vol. t3 No. I Jmudi 2012

proscdur penarikarl hukum dari alacaJat a1-Quian. S€can gf,rrg, menurut


Ibn Rusyd, silang pendapat dalam proses tersebut ditimbulkan oleh enam
faktor, di antaranya (yang ke 4) adalah apakah suatu kata harus dimaknai
secara hakiki ataukah majazil Nah, di sinilah kita dapati Ibn Rusyd memosisi-
kan clipsis sebagai bagian dan nzjaz"x yangdalamkesempatan lain dijelas'
kan sebagi, "lhta yng signif.kaasi fa mmjadi jelzt lzntarun louyLo*
sqnya buhaa bcatul; harena mjadi peru.bahax lantdtun fdbtor neqp,
hazf, dan zilzdah, amujuga harew sn5la\ fun tabdl".'?7 Masih terkait isu
tersebut, Ibn Rusyd mcngHaim bahwa yang dimaksud olch ayat scpeni
Li+ us oJt L.jJf ,JLIJ, secara qathi, aAAalL"penduduk"-nyz, bukan negeri
itu sendiri.'?s Klaim ini akan kita diskusikan nanti, Yang penting untuk
diperhatikan adalah fakta betapa konsep clispsis ini, besena sisi baliknya,
yatto a4&, mcmheikan pengaruh signifikan dalam proses dcduksi hukum,
sebagaimana tersebar dalam lembaran Bidayat al-Mujtaltid-
Bararrgkali, formulasi kaidah-kaidah elipsis secara matang dirnaPa.n-
kan oleh Jam-aluddin Abdull-ah b. YGsuf b. Ahmad b. Abdull-ah b. Hiryam
al-Anui, yang lebih dikcnal sebagai Ibn Hiq":m (708-761 H), dalan k rya-
nya yang kelak mcnjadi pegangan bagi gencrasi ses&ahnya,yaitt Mughnl
al-Iab[b." Keryaini ditulis murni untuk kepetingan akademis; sistemati-
sasi dan koreksi atas kcsa.lahan-kesalahan gramatik kasus / i'al yang meng-
gejala kala itu.'o
Jika tokoh-tokoh lang disebutkan di atas mercprescntasikan Lalang-
an yang menerima &n mcndukuog konsep elipsis, bolehjadi kehadiran
buku Ibn Madi' al'Qu4ubi menandai babak baru kritik serius atas tcori-
teori gramatik png sudah mapan. Ibn Ma,g (512-592 H) y:ng hidup sernasa
dengan lbn Rr.rsy<L dan mengusung ideologi Zhahirisme secara ketat, menulis
b,*l:betjldvl Ar-Radd hli an-N*hat, yang setelah sckian lama "tcrpen-
dam" akhirnya diterbitkaa kembali deogan editorial Syauq-i Qayf, linguis

a Abu d-\0alid Ibn Rutd, B fryat al-Mtjnli,ll:4.


aLF;ql, d. hna[lddD
'Abu al-\fajid Muhamma d!'inRlrd, At-D. annif Uk;l
al-t{a#i (Benut: Dir al-Gharb allddl, 1994), 102.
4 Ar ,l-\0ard lbn Rulyd, Al-Darin, rr8,
'1, Janaluddin
Ibn Hisrn al-An9iri, Mughni aLlzbib (Sunbaya: al-Hida1zh,
ft.).II volume.
& lbn H{an, Mqhni aLlzbib,1:34.
Am Rahn^\ At-Hatf dt4s 4t r;z 85

kontemporer ternama-3r Terbitnya karya tersebut di tahun I 947 menimbul-


kan kehebohan dan reat<si luar biasa di milieu akademis. Berbeeai artikei
maupu. penelirian kesarjana"an bermuculan; rak pelek lagi, pro drn konr ra
tak dapat dihindari.
Grkait dengan isu yang didisLusikan di sini, pada daomya Ibn Madi
ddak menolak seluruh lconsepsi mengenai elipsis, hanya saja penolatan-
nyz terhadzp aa8rit naltuiyah yangberehuanda.lam diskursus nahwu,r,
darl secara khusus ajakannya unruk membuang jarh teori 'imil,33 sebag;i
momok dan sumber "masalah" utamanya, dalam beberapa segmen meng-
antarkan pada penolakan elipsis. Lebih khusus tagi, kritiknya yang tajam
tethedap isu tanalu' dar isytigha1,3a dapat menguatkad apa yang penulis
sarr paikan.
Uraian scderhana di atas mcngantarLar kita pada konklusi bctapa
konsep clipsis ini menempati posisi lcusial dalam disktrws bakghah,
ta{iir, aau pun yang laio; pcndek kata, dalam lingkup kcsarjanaan Llam,
Konsep elipsis 1'rng sclalu diletakkan di bawrh spclcrum ijaz ddatupeiafu-
annya kemudian, digunakan untuk berbagai kcpenringan.

IV. Bcntuk-bentuk Elipsis


As-SuyuJ-i mencatat ada beberapa bentuk elipss. Pertanta, iqtiia-,
yaitu menghilangkar scbagirn partikel huruf dalab satkzta" Kdua. ihtif ,
yaitu penuturan salah satu dari dua materi atau lebih, yzng mcrniiiki rclasi hnt,
karcna diangap cukup mew[ili. Galibrye, lebih pada elasi konjungsional
(ittibit b1afl .l(eti,ga ihtibil,yakni terkumpulnya dua hal yang berlawan-
an dalam satu unghpan, lalu dieliminir salah satu bagian d.ari masing-masing
kcduanya sebagai pcnunjuk pada yang laia. Keempat, ihlttizal, yaitt
menghilangLan satu kata atau lebih, yakni nomina, vcrba, arau Loojungsi.3t

,t Ibn Mada' al-Qnrrubi, ,6irz, at-Rdd hri atNuhit, ed. syauq]


ea)4 cer. rr
(Kairc: D& al-Matuil 1982).

'1 Ib^ MAaA' , Ktr-b a4rdd 26 an-Nuh,z1, 78 .t


1. Ibn M^d;', Knal ar-Radd ,D da-Nuha1,76. '.qq.
t' Ibn Madt, IGib nr-Rru 'aD aa-Nshal, ,4 et C,an \03 et leqq.
r,laltuddnAbduruhman s-StwA, ALitqh, 600-602. 'eqq
Lih jusaaFTrhana$:t,
Mns na h rrrlj4 l' t i la-ha1, I : 63 2.
86 Jutnat Srudi llmu-ilmu Al-Quio dd Hadir vol. 13 No. IJuudi2012

Klasifikasi semacam ini discbutkan juga oleh az-ZarLati, walau dalam


sebagian kasus menggunakan terma yang berbeda.s

V Tujuan Elipsis
Ada beberapa manfaat dan tujuan elipsis, di antaran)z: a). Memini-
malisir penggunaan kata, b). Efisiensi waktu, c). Menimbulkan Lctak-
jubaa di hati pendengar lantaran adarya ambiguius (l6Dz7), d). Rcdulai
kata, karena terlalu sering diucapLan, e). Memelihan keutuhan ritrne
$wgayet (E1ikh\, fi . Sudah cukup populcr, karenanya taL 1rcrlu disebut
lagi, dan lainJain.tT
Bagaimanapun, contoh-contoh yang diajukan trntuk klaim tujuan
elipsis di atas, secara gramatiL masih bisa diperdcbatlan lebih lanjut,
dan bukan di sini tempat mendiskusikannya. Semcntara itu, mengenar
syarat-ryarat pembcrlakuan elipsis, yang secan matang dimapankan olch
Ibn Hisyam; seperti adrnya indikator sintagmatik (dzlil hiE-naq;ft)
ataupun prg lain, tidak alcan disoroti dalam tulisan ini, mengingat tulis-
an ini dimalaudkan sebagai kridk atas konsep elipsis, buLan panduan
aplikasi elipsis.

M. Kebcratan-keberatar Teologis-Epistemologis
Diskursus elipsis sebagai scbuah konsep, lumrahnya, diletakLan
di bawah spektrum iZ. Unruk menyedcrhanakan pembahasan, dalam
kontcks ini, Lita jadikan as-Suyu! scbagi rujukan dan panduan. Mcnurut
as-Snyid, |Zrcrbagi menladr dr:o" qalt dan ;jdz hzif Sqrcr. pnero"
le
ijaz qalr, diadkan sebzgi, al-uajh bi hrtihi (yang nngkas k*eny ).
Tcntu definisi ini terlalu umum, namun kutipan as-Suyiti yang menyusul
kemudian cukup mcmpcrjclas, yakni "upa1a mcmperkeya makne, dcngan
kata sesedikit mungkin' (3-i!t J-rb, siJtJ*5).33 Scmcntara scgmcn
kefua, ijaz ba$, dala\ clipsis yang sudah didalripsikan di atas.

'Sebetulryr,
z-Zarlori nmun menurut
mengldadfikasi elipsis dalam 8 bcnn*,
pcnulis, enpat bentuk yang berbeda klasifik si as-Suyun, tidak cukup rdeo unmk
d{i
didiskusikan. Seleagkapnyz llhu *-ZarU.zsfi, Al-Buhnr, W: tr7 -r34.
r? Lihar ane.a lain az-Zarkasi Al-Buth;,, Ill: ro5-108, as-S'znia\, Al-ltnlah
,

a l- tldb 4!. h, 9 6- 1 09 ; r-Styti, A I- h 4 in, 59 3 - 59 4.


' As Snt\n, ALI4;I, 588 daa Syath 'Uq'A alt-at 68.
&^B^n\ At-I!d4@ 4t-ie 87

Jikalimit iaz atat ijaz qast drpatlota sepakati, menurut penulis,


ada kejanggalan tersendiri dengan memasukkan ijaz haif atar haif dr
bawah domain r]1Z. Kejanggalan rersebut muncul karena pada dasarnya
terdapat pcrbcdaan karaker yang mendasar antara konsep ijaz dengan
elipsis. Di dalam rjZ, muatan makna yarg kaya memang terLandulg
secao c:etial dalam klausa yang dirangkai berdasa*an pilihan yang
cermat dan cita rasa bahasa yang tinggi dari si peoutur, Kamkter derniLi-
an sangat berbeda dengan kasus elipsis, di mana muatan makna leng
kaya (.lika dapat discbut demikian) tcrkandung dan tclargkum dalam
Hall;,z secata aktidmtal,bukan csewial, yzitt d,engan adanya pelenyapan
dan peniada.an patikel atau komponen tcnentu dari Hausa- Karena itu,
az-7,a:lrcsi benar saat menilai perbedaan mendasar aotara ijaz dengn
clipsis, bahwa di dalam elipsis terkandungal-muqaddar(kaa yang diasumsi-
kan dibuang), namun tidak demikian dengan ijZ.te Pendek Lata, untuk
rnuata.r: makna, konsep elipsis meoiscayakan ke rja uq&t, tetapi
iaztidak
Yang menjadi persoalan selanjutnya, apa yang dimaksrd taqdir
Betapa pun fenomena u4lir atkrp mewaba\ dalam diskursus gramatik
dan tradisi taftir, aamun sulit untuk menemul<an satu bab khusus yang
menjclaskan secara komprchensif konsep tzq&t; de6nisi, karakter, dan
ketentuan-kercntuaonya. Narnun, dcngan rneminjam ana.lisis as-Syamari,
aq&r dapatlatz defirtdkan sebagi, " dugaan adznya hawkat awu partkel
dahm sebxah kata, ata* Iata dahm hlzusa, aw klzusa dakm unghapaa,
yang emua ia ak adz uajudnya bai6 dzhm $az maupux nliaa" -e
Jika demikian, dcfinisi tersebut memiliki karatteristik I'ang hampir sama
dengnkonsep ijiz at-a4&r versi at-Thibi,,yitr:"asumsi adanya makna
tambahd at . apa faog tetrryaakan (nanlraf , yang oleh Badruddn bin
Milik disebut rzl1i4 (redulsi).{'
Sampai titik ini, benaag merah yang dapat ditarik adalah bahwa
kerjr a4dir, secan futrdamental, justru mereduJ<si dal membatxi c&up-
an makna yang dikandung teks. Sebab, al-muqaddar yetg dimunculkzn
untuk "rnenambal" partikel atau komponeo yang diasumsikan ditiada-

'a Az-Z^kzsi, ALButh;", llL r02.


As-stMi, "DrlAat at-IW f aLhdhh At-Qr'lnn4ryah", ro4.
n As-Sluwri,Al-Itq;,, 588. Dalan'Uqid al-lana1, *-Suy:ti menazhmkan
konsep ini s€bagai bcr;kur; ,j.'--!. r o-!
dJr Jr ., * lriir' f.. ,J--o jL--+J Lihar
as-sryn, qarh Uq;a aL|utua.6s.
88 J".""1 Studi llmu-ilmu Al-Qui'.r dm Hadis Vol- 13 No. I ls@n2ol2

kan, pada gilirannya, justru menjadi semacam taq1id (pembarx), sebagai


efek logis dari rangkaian sintals. Misalnya, frase LiaUS (Ft i--);Jt Ji-b;
ketika kata "negcri" dal am frase tersebt di-taqdir-kan sebagai "pendudut
negeri", di situ tclah berlaku redulai maknl Untul menjustifikasi klaim
ini, biasary,a argumen yang diajukan adalah bahwa negeri bukanlah sesuatu
y:ng bisa ditanyai, karenanya dalam frase tersebut diyaLini telah terjadi
elipsis, sehingga perlu rz4dr untuk memahaminya.{'? Argumen tersebut
sepintas tampak beralasan, namun bila kita telaah lebih lanjut, tampak
celah-celah yang tak depat diutupi lagi.
Pada dasarnya, muatan makna dalam frase ayat tenebut sudah cuLup
jelas secara artistik, sekiranya ia kita posisikan sebagai majaz. Tak ubahnya

?ertdn!tutn retoit y^nE t^k memerlukan lawaban, frase ianyakan pada


rumput yang bcrgoyzng" dalam bahasa Indoncsia, tidak bisa atau kurang
tepat jika kita maknai 'tanlakan pada oraog yarg menggoyangLan mmput"-
Sebab, frase tcnebut lebih bcrupa majaz, yang kurang lebih muaun makna-
rya mengareh pa& trmtut n dialog pasif-intemal, yaitu rnenyelami diri dan
hanyut dalam pikinn unnrk mencari jawahan dari fenomena yarg sedang
dibicarakan. Terkait ayat 82 surat Yusufdi atas (L-.erus {rr-l r i-_rt Ji-'J),
yang rll,er^jedt saszuan hbila-b adalah Nabi Ya'qub as. Boleh jadi, periotah
tersebut dimalaudkan agar Nabi Ya'qub memerhatil:an ihwal seputar Mesir
yang sempat dikuniudgi anak-anak bcliau, uotuft mcncari jawaban dari
persoalan yang mcnggundah di hatinya. Sehingga, frase tenebut tidak
dimaLsudtan agar bcliau melakukal visitasi ke Mesir lalu berunp-anya
Lepada pcndudul setempat. Hal ini dikuatkan dengan 6ase berikutnya
(L1z [$i .,lt J-.JIJ) yang mcnunjuk pada kafilah yang mcmbawa sandang
pangan (perhatikarr ayatT0l.a3 Selannya ta46r ahl al-qaryah dircrima
secara niscaya frase berikrtnyajugaharus di-taqdir-kzn ahl al-Tr, r:'ela\i
relasi konjungsional. Namun ini jelas janggal dan tidak dapar dibenarkan,
mengingat orang yarrg mengatakan (JL!) kcpada Nabi.Ydqub as., ada

a1 Az-zarkasyl, Al-Brthan, III:


108 dan 146. Bahkan lucunye, a-Zakasf
drinrr b€rtanF langsug
mengu.ip pendapar bahw nalcud alat tcrsebut adalal hakiki,
kepada banguno-bdgud di Mesi., k rcna a$'nsiorr, so.ag nabi rlng menjldi
suean khitdb rcnt'r stj^ nemiliki mukjiat, s.hinggr bisl b€rkomunikui dengm
bangman (htrn. 148).
'r "lsi_l:-!r r-.+i liF lji ;-J .-r-i J-r i !u-Jr J--". lrjt-.ra! a.;; LJ
A'"d&zhti{, Al-Ha,f4ug aLr@ 89
di antara rombongan kafilah itu seodiri. Semestinla ia sendiri yang meng_
abarkan kepada Nabi Ya qub, tanpa perlu dengan acuh menyuruh beliau
datang r<e Mesir.a Gntu saja uGir dan penjelasan semacam ini masih bisa
didiskusikan lebih lanjut Gdepas dari itu, terbukti bahwake\a td4& sbag;lr
mana di xlas iusrru meredulsi malcna.
(cganjilan lain dalam pcrsoalan elipsis dan ra4dr muncul dari
pembacaan terhadap al-Juriani. Meskipun al-Jurj-ari mengakui elipsis, namun
komentarnye sebagaimana disinggung sebelumnya, yaloi !
Ji :Ll
r5jJt j- Pir5lJt .:Jjr..t menyisakan tanda rarya besat Bagaimana
mungkin suaru frase dinilai "keren" dan memiliki nuansa sastra tinekat
tinggi, di mana elipsis di siru memiliki peran urgen bahkan di_karekin
hazfuha ahsan min zibihi,4 lals dlk;l:aJ,an "taq6r-nya demiljan -.-"?!
Keganjilan ini tentu saja ridak alan mengemr*a sel<ranya wrh ai-iihr
tidak sela.lu kita maknai sebagai clipsis. Namun, sialnya, frase tersebut
merupak:n bagian d"ri kalimar pembula dan penjclas bab elipsis yang
sedang digarap al-Jurjani.
Keberatan teologis yang dapat kita ajutan di sini ada.lah fakta bahwa
al-Qufan mcnyifati di tinya. sebagai ahvn al-hadi (az-Ztmat: 23) .-ferrra
tersebut, yang juga mengindikasikan muatan sastra tingkat tinggi, aLan
berbenturan-jika kita hadapLan deogan konsep elipsis, di manatosep
ini mengandaikan ada.nya "sesuatu yang dibuang" (.rlL.r
r^-.dnr urrn k
kepentingan sastrawi, lallu dimwatlkzr a l-muqaddatruntuk kepentingan
pemahaman. Di sisi lain, pada dasarya tcla al-eur'an adalah firndamen,
semcntara clipsis adalah cabang. Kztcnanya, "jika baras mczgahui antaa
clQsis dan tidzh, bbih 6ai, menilib Edak". Kacu yzg aari a/a!al1
tidah dlznla tAdn'tri .4 Der€an dcmikiat! clipsis itl, Ahitdia,t, rrrsnyalahi
tcks primer. Karcna itu p! a, pernyahan Syaikh .Izzuddn, scbagaimana
difrporlen as-Suyrigi, "keLila rerjadi kedmpangan nahiuf antln yzng
beratilnr hasan dan ahsan, mekahatur memilih ta4diryang ahran, Karci
AJlah meoyebut kitab -Nya sebzgai ahvn al-ha6, semesirrya pula yarrg

. ' Unruk analisis aFr tersebur, lihar as-S,"mdt, " Darafa al_Ihifa,f at-lu,hh
Al-Qurzniuah" , 60-61.
a Al,luriui, Kiub Data-it aLljaz r
46.
a lJ-lurjui' Kinb Data-it 4/_rja, ]52-151.
a? Az-Za*xit,
Al-BurLia,III: ro3.
a Az-Atkasf\ Al-Bturha,,llr: to4.
90 Jumal Studi Ilhu-ilhu Al-Quid do Hldis Vot 13 No. 1 ,sq.i 2012

nahiifadalah ahsar al-nahb,rfal',{' tidak dapat kita paharni dengan logika


sehat berdasarkar relasi dua arah dan posisi arr.al.t al-Qv'ar. dar. haif,
antzra asl den far' (trhilif al'a5l .

\fII.Menguji Laporan dan Contoh dari as-Suyili


AgaLnya, di sini perlu disebutLan sebagian contoh dari ke cmpat
bentuk elipsis sebagaimana diakui oleh as-Suyi! di atas,s untuk tita uii
dan ketahui sejauh mana tingkat pemikirannya. Untuk kasus petama,
l4a,ia-, as-S uy.ufl menolak keberatan Ibn al-Alir yang mengingkari bcntuk
penama ini, dengan mengutip pendapat yang mengHaim bahwa rangkaian
hrrrlf-hurrf fawitih as-*war sebettlnya tdalah potongan dari oama-
Nya. Sayang sekali, Haim ini tidak didukung dengan data atau argunen
yang memadai, sehingga bisa kita analisis lebih lanjut. Contoh berikutnya
yang disampaikan as-Sr:yr-rii adalah kasus 1.1*t 3 (al-Maidah: 6),
f-1,r;
yang menurutnya--{e rgan mengstip " ba'/uhum" (tokoh-tokoh anoryr'
rzoas)-kata atau humf "--i di situ, mulanya berasal dad kata (,r---,2) 1c-ng
kemudian hufur 'ain dar, y'i4nye dibwang. Klaim scmacam ini sangat
sulit uotuk bisa diterima. Scbab, di samping lebih rnempakan imajinasi
liar seorang penafsir, partikel 6a'umum diketahui---sesuai kontela, bukan
inhat-memrnt dala1ah ub'i/i1yah (meauajwk arti scbagian) . Singkat-
nya, contoh yang disampaikan as-Suy'ugi kurang argumentatif Tidak
berhenti sampai sini, as-Suyi! menyusul dengan contoh lang sangat ganjil,
dan, tcotu saj+ tidak berdasar sccara mqtakinlan. Menurumye, salah satu
model baean Jt- 12 l;,u -9 (yang bclum lengkap, den dtanggep u*bim
l*-Zilstuf7'fl) dengn" karau begi* dahryamyz iksa
dtlelaskan neraha,
maclz tah h*asa mclanjutkat rngbapan tetsebafll'l

4' A.-styni, ALhq;n, 599.


{ ini,liherd $n
Unruk contoh-contoh Al-Itqin,600-607.
^s-S!r\.ti,
P.n&pat s€m.cam ini diakui jusa oleh Srikh Nawawi Banten. Menurutnla'
'r
!"rian b.@ smacam itu berarl dai lbn Mas ud. Liha4Nawzw'Lal-liwi, Marah Labil,
II: 388. SemeDrara itu, az-Zanakhsterl m€nkbatkan \?rian bacaan ini berasal dai Ali
dan lbn Mas ud. B.taF pun az-Zamal{rytri mengudp poiongd bait s}Eir rang d;dgap
dapet rnemberikan informsi m€madai mensenai model ,afhhis di a"3' (d.ti lJt t4
menjadi.JL ri), herus p€nulis tegaskan beh*a upala ru;onalioi dengm mengetengahkai
"efet sika" terhadap "ketidak-berdayaa nengungkapkar stu Fase uoti"-yang diakui
oleh Sraikh Nawawi dan a-Zamakhslti-lebih nerupakan opini individud yans
NzmR*,t;zt, At /!a,f aitu dt rd! 97

Unrukkaats iktifi', ayat F I Fir, Ll* !- (an-NalJ: 8 I ) diajukan


oleh as-Suyr:ti. Menurutnya, ridak disebutkan "dingin' karena yang men-
jadi sasatet Ahiib it:ubangsa Arab, yang hidup di daerah yang panas dan
tandus, dan renru saja perlindungan dari "panas'lebih mereLa buuhkan
ketimbane "dingin'. Alasan lainn;a, konon perlindungan dari dingin sudah
discbutkan dalam ayat 80 dan 5 sebelumnya. Rasionalisasi ini sepintx
tampak beralasan, hanya saia-menurur penulis-makna "dingiri' dalam
rasionalisasi demikian lebih diperoleh dai ra46, bukan konjr.mgsi relasio-
nal (irtibat 2uf1. Bagaimanaprn, pemahaman terhadapnya tidak perlu
mellbatlat taqdir, sek:ranya ayat tersebut tidak kita porong begitu saja
atau kita putus sampai di situ. Sebab, frasc beriLutnya
a<-L ,sri: ,;,g_,
suCah memuar makra yxrg lebih lu.:s. dm bisa iadi memuar "dingin" jugaf,
atau dapat juga kita relasiLan dengan ayat ke 5, di mana diseburkan
L-r4 fll .lrrl; fLiltJ .i,;3t3r-: U6:",
aru.1 Tenru saja, kata yang dicerak
teb:l iersebur mengarah pada 'paluian-p;kairn yang rerbuat dari kulir
binatang, seperti wol, sebagai penghangat tubuli.tr
Di antara contoh yang diajulan as-Suyrti unntk kasus ihtibib
adalah sepenggal kisah Musa as. sebagaimana direkam dalam al-euian,
J "ciGii"r,r:.+1 j .:1. . .l:ri3 (an-Naml: l2). Menurutnye, dalam ayat
tersebv terjzdi ihtiba-€, kira-kira demikian penjelaiannya; !,-:-j :,,!-jll
.l'll ,i- j'.jr.Lir eF qr-\,,1-* * (,' .+ *;) qi -il ,,,L.lrc-.r).
Mengomentari penjelasan rersebur. menurur ai-Syamrri, ayir ini sama
haifmatEn a4&r.Sebab,.r o
scLali tak memerlukan, baik
jawa-b ";.rseb€ai
ahb tak lan merupakan hukum kausarif (naijdh ,nQ'udoh) dari
narxi lisah di atas, yang meruFkarr salah satu d:ri sembilan mukiizat Musa es.
unnrk mcoeguhlan nubuwamya. Kaim as-Suyui bahwa ada frase pcrtama
yang dibuang GL-,,! F), sama sekali tidak memberikan penjelasan me-
madai. Sebab, wama tangan Mrua as. yang "bu.lcn putiH' sebclum dimasuk-
kan ke kentoog adalah sesuatu ;eng lumrah dan rak petlu men&pat pen-
jelasan ekstra dengan pola taqdir sepettl di atas; demikian juga dengal

direka-reka. Litur, Malrnud bin 'UlI:,^t i-Zanel syai, At-K6wq Haqi;qb


Ghnudnid at-Ta,z;l ua'Uyft dLAq;u;lf wjnh a?nul"ed. Adil A. Abdut Maujud,
dll, cet.I (Riyd: M,kabatl al,hbiktn, 1998),v: 4j6.
5: Bandingkan deryan kririk aesyamari, ,,Data1zt
f
at,r*ifa at luntah Al
Qttz|iydt; ,2r.
'r Bandingkan dengan Naw^w:, Mau-h ljbid. r: 587 d^D 602.
^-lawi,
92 Jum.l studi nmu-ilDu Al'Quiu da Hadis Vol. 13 No. I Jmlri 2012

frase kedua. Karenanya, al-Alusi dalam Rih al-Ma'ini seperti dikutip as-
Spmai, menilai penfelasan tafsir semacam itu sebagai tahalluf(mengada-
rd")."
Untr* kasus ihhtizal, as-Suyuti mcmaparkan contoh sedemikian
ban$,tt sebab kescmuanya merupaken turunan dad tiga hal yang sudah
disebut di atas, yaitu nomina, verba, dan konjungsi. Untuk menghernat
rempat, kita diskusikan tiga sampel saja. l'). Nomioa (mudzX; mcnwntt
as-Suyu!, ayer -L-9r-../i;.Jt (ai-Baqanh: 19, memill<t uqfi,demil<t-
an. f-:r ,a.:i ;i ,.3-i ,- Tz4E, deml[^n, s.pcni relah disinggr.rng, justru
meripersempit cakuian makna ayat. Sebab, berdasatkan prinsip aq&r
tersebut, Lurang lebih pengenian aJat ini menjaAi,'haji adzhb hdji padz
bukn-balzn.," atau" bulaz4ulan haji adaW bthn-bahn yng dileuhai.." .
Karena itr.r, fahir Sulaimin Hamudch dalam Za-himt al-Haiff ad-Dars
al-LryLaui mengomcntati pnnsip haifaLnQaftni, yang baryak diusung
oleh pakar bahasa, scbagai tidak meoiliki pembenar ilmiah dan malah
menggiring pada redulrsi makna.56 Sekiralya, ta4dir tersebut kita tolak,
boleh jadi, waktu pclaksanaan haji bisa dipikirkan ulaog. 2). Verba; iL1
or-.ii crq;-r ;5r:rt ,1" oi (acTaubah: @. Dalam conroh ini, kata yaig
meajadi pusat perhatian adalah isajam. Berdeserker opini mazhab
Bashrah, ma'mul tidakdiperkcnankan mendahului lzzl-nya, atau dalam
konteLs ioi, f-/ mend ahduj f'1. Kzrenanya diasurnsilan, sebclum Lata
ahad tcrdepar kata isnja-ta yang dibuarrg. Atau bolch jadi, kasus ini
disandarkan pada penoalan isltighal, di mane"korrfrik" antan mafassir
(loa penjefas) daryan mrfassar (kzta yang dibuang) hanrstah dcngan
melenyapkan mufassar, sebab kedunya tak boleh discbut bcriringan dalam
satu frase. Hanya saja, jika kita pcrhatikan, pada dasamya opini tersebut
sangat dipengaruhi oleh pcmikirao mengeni teori 'imil, yeng dialak

'$ f
A*syznan, " Dalalzt al-Iktifr aLlanhh At'Qurhnlryah", 23 -24.
I' Haru dialoi bahw kesemlra contoh tersebut hanpk epcnuhnla dikutip dari
Ibn Hispm, walau as-Supti tidrk menyinggung namarla kecuali pada Kaidah
Pcrnbedakuan Eipsis, Stbapi pembanding, lihat lbn Hissnm, Mush"; aLlrbib, Itl
t5Gt77.
'"Li s.4 i rL>!r .J-;i !riu, 4+i jii t - rj+5 ii-s-r. L-i 'Jj
:.i.rr--
q 3r.;i ui.lr .;--ll !- :1'-.1 ii !5+ !-rrr ;i !- }'.i r:linl |ij Jl fl.. Li;
tt\-;tt t-t& 'jS it52 ii. Dikutip dalam a-Syamari ,'Dalilzt al-Il;fa'f allunhh
Al-Qarhniryl| ,25 .
A,n B&ttu,,at-Haifdau d1'4e 93

oleh Ibn Ma{i'. Sekiranya lxitz rclak ta4frt tersebut, penempatanfil di


awal dengan posisi mutlak-kondisiotai (nakirah t:erlara), bisa jadl,
malah memberikan nuansa arti yang lebih umum darr prioritas perhacian
peda ahad, buka.n pada. iwjira. 3). Konjulgsi; untuk bagiar ioi, kita
ketengahkan contoh kcdua, yullu mauyl haf. Kasus ini hanya dapat
dibetlakukan dalam konjungsi yang galib dikenal deogan sebutan az
ma.sda.iyah, sebagaimana kurip as-Suyuli dati Ibn Milik Misalnya, i,.3
oFl F-r--+ i-rLi
(ar-Rum: 24). Terlepas dari argumen yang diajukan,
mcoyelipkan an sebagai maqaldar (yuiLun menjadi an luiyalum)
jelas mengubah matsud dan arti ayat tersebut. Sebab, ketika dalam posisi
ma.sdar (an yuilaLum), kata tersebut memuat arti "tettp" (dalikt ai-
izbal ua ad-dzwim) , Berbeda ketika ia tetap dalam posisi f il nQiri'
(lwikum), l"ang tentu saja memuat makna "Lontinuitas" (atujadd'ud ua
al-*timriilyah\.57 Semestinya ayat ini kita pahami secta utuh dalam
kontels modus beberapa jenis Lannia-Nya (ar-Rum: 20-25), sehjlgga tidak
mcnimbulkao pemahaman parsial dan ambiguitas semacam itu.

VIII. Elipsis: Menguji Teori Abdul Moqsith Ghaz:li


Teori elipis png baryak digunakan dan diterima dengan leh.r:sa oleh
sarjana Muslim kita, walau reoun dan ul< dapat lepas dari kritik yang bisa
diajukan, belaLangan diadopsi oleh Abd. Moqsith Ghazali untuk kepen-
tingan lcga.lisasi petrikahan beda agarna, antara wanita Muslimah dcogan
lakilaki Ahli Kitab. Teori elipsisini (al-iktifa) digunakan olehnya untuk
menganalisis QS. Al-Ma'idah 5 dan oelakutan dedr-rlai hukum dadnya.
Mengingat isu ini tcrkait erat dcngan persoalan gramatik dan ta6ir,
dan memiliki posisi vital dalam persoalan yuidis (fqh), di sini pcnulis
alon mencoba menclaah daa mcoguji teori elipsis yang digun:kan Mogsith.
Tak ada pretensi apa pun dalam analisis ini selain uji secara akademis.
Dalam disertasi dokroralnya yang kemudian tcrbit dengan titel
Argtmen Pluralisne Agana, Moqsith Ghazali mencatumkan satu artikel
tentang pernikahan bcda agama, yang sebelumnya pernah dimuat dalam
Jurnal Istiqra'.t8 A4a yang perlu didiskusikan di sirri adalah fakta bahwa
5?
Bandingkm dengan *S1a'r,^4," Dadat dl-tknfa f al-lanlah Al-Qtbniyalt" ,
3t-32.
'3
Abd. Moqsid Ghaali, 'zl ir Ishn ?rogesiftentang NiI& Bdz Agana" , driam
ltnal ktiqra'vol. 4, no. 0t , rh. 20A1, 225-2,19.
94 J".",i Studi llm",il-u Al-Quim da Hadjr Vol. 13 No. I tduarj 2ol2

Mcqsith memanfaatka n teorl al-ihtifi'sebqai fundamen unruk melegal-


kan pernikahan antara Muslim perempuar dengan lelaki Ahli Kitab.
Dimaklumi, perbedaan dalam menangkap dan mengidentifikasi raca gra-
matik suatu ayat, dapar m€lahirkan perbedaan konklusi hulrrm dari dedulai
yang dilakukan terhadapnya.
Penr.:lis tidak henda! mencari kata putus apakah pernik:lan antara
wanica Muslim dengan Ahli Ktab legal seera syar'i atau tidak, persoalan
itu memerlukan bahasan tersendiri. Di sini hanl'a akan didiskusilan becapa
a4umen dasar Moqsirh, setelah dikaji, tidak cukup kuat untuk diperrahan-
kan dan terlalu rapuh.
Ada dga argumen yang diglnakan Moqsith untuk melegalbn per-
nilahan antare wanita Muslim dengan lakiJaki Ahli Kitab,5t namun han1.a
argumen pertama yang akan ditelaah di sini, yaitu yang terLait dengan
teori al-ibfi',yangmerupakan segmen elipsis. Menurut Moqsith, dengarr
mengacu pada teori a/-iktift, kebolehan pernikahan model di atas bisa
diafrrmasi. Artinya, ketika al-Qur'an secara tekstual (4a7rr) menegaskan
kebolehan pcrnikahan lakiJaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab,
namun tidak sebaliknya; sejatinya secara tersirar rerkandung pesan se-
baliknya, yakni perempuan Muslim boleh meoikahi laki-laki Atrli Kitab.
Moqsith mcngklaim:

Jika dieksplisitkan, ayat ini kira-kira akan berbunyi demikian,


'Diha.Llkan mcoikahi perempuan yang menjaga kehormatannya
dari kaum mukminah dan Ahli Kitab sebclum kalian, scbaqaimana
iuga dihalalk-an menikahi lakilaki yang menjaga kehormamnnya
dari kaum mutmin danAhli Kitab scbelum kalian'.@

Untut menguad<ar klalmnya, di dalamfoomole, Moqsith menenru-


kan dua kasus yang dianggap serupa, yaitu sebuah dwalat populer tentang
keharusan menuntut ilmu bagi "lakiJaki" dan satu ayat al-Qu/an yang

5e
Petr2n , reori zl-iktiF; kedh, kaiialt u';btyah yanl wgr d.batabtz, yeit!
Jrjlr f Jrjlr tu; drr yang teraHrn ad.lah persoa.lu utio b?Ly^:tlsifa.fy^ttiha{a\\
dan sansai lokal{emponl. Lihar, Abd. Moqsirh chaz.lt, A'Stlna Plaftkne Agaad,
.er. il (Depok l:rexira, 2009),354-355.
"" Mcnsacu pada QS..l,Mtjdah 5. Lihar. Moqsnh chuliArs"nea PhraLffit,
A'$n Rahiit, At-Hatfa'du dLije 95

m€nyitir ka(a "panas" sebagai fungsi pakaian.6r Tidak disebutkannya


'perempuan" dalam riwayat tersebut, atau "dingiri dalam ayat yeng dikutip,
diasumsikan masuk dalan koridor al-;htifi'.
Bagaimanapun, argumetasi di atas cukup problematis. Setidaknya
ada tiga alasan mengapa argumen tersebut ddak cukup valid untuk dijadi-
kan 6!1daln€n hukum, Pmana fal<ehah*z aksatu pun dari para pena6ir
yang ada, baik yleng menulis tafsir secara uruh maupun yang konsentrasi
pada ayar-ayat hukum saja, yang megetangahkan isu serupa, atau paling
tidak sekedar mcnyinggungnya saja. Tentu ini mengejutkan, bagaimana
mungkin para sarjana yang memahami dengn baik teori-ter.i haif,, ijiz,
taqdil, qalr, ihi@', et^u t€rma apa pun yang hendak dipakai-tak satu
puc dari mer€ka yang menyadari konklusi sebagaimana yang ditarik
Moqsith. Jika diasumsikan hal itu karena cfek pauiarkhal yang dominan
di duniaAnb, Haim inijelas mcmerlubn sederet a.rgunentasi yeig mernadai.
Singkatnya, klaim bahwa telah,terladi ihnfi'pada ayar di atas, bukanlah
"sesuatu yang jelas dengan sendirinya". Artinya, konklusi itu adalah
spekulasi yang mestiny'a didukung oleh atgumen yang memadai. Penulis
sadar, kcbentan pettarna yang penulis ajulan ini, lebih bernada dialekrik

Qadafi, b*an a4wentatif-demosttzif (burhin). Betul bahwa argumcn


dialektik tidak membawa pada keyakinan yang memadai, namun pcrlu
diingt bahwa kebenun penama ini bulan scbagai 'afrrmasi (dalam hel
ini, "ncgasi" terhadap klaim Moqsith), tetapi lebih pada upala "mempcr-
unlelan" weliditas prosedur kerja dalam arulogi png dibangun oleh Moqsirh.
I(cfua, jrktideritfikasi al'muqaddzr dalam sut:'t rangkaian kalimat
(ayat) tidrkmemiliki konsekwensi huLum, bolch jadi toleransi penerapa.n
ra4lr bisa diperlebar. Namun, jika ia berkaitan dengan konsckwrnsi hukum,
semestinya digunakan argumen-argumen yang lebih memuaskaa. Pcnilai-
an yang penulis ajukan memang dzbaabb, namun faka bahwa Moqsith
tidak mengajukan dasar-dasar untuk klaim elipsisnya, sementara muatan
m-akna dari ayat la-5 al-Mdidah tersebut &pat dipahami secara penuh tanpa
rlrldib^&nko4a tz4&-4 nar\a t:np^ taq6r pt:ul. tjdak memunatlkan dear
ma'natr'i ztarpun ina-i-tenru saja memalsa kita unnrL mengatakan betapa
dasu hulum yang digunakan Moqsith sargar rapuh dan rentan kritik.
Dalam kontels ini, Moqsith tidak memiliki otoritas akademis untuk me-

' "ir... -Ll yJJ i--r_i r.Lj' .-$ dd _Jr .--s-u


-ut--
96 jurnal s(udi llmu'ilmu Al-Quim dd Hadis Vol. 13 No 1jdwi2012

n€rapkan adanya eiipsis da.lam suatu frase yang-tanpa kerja elipsis dan
ar4&sekaiipnn-tidak mel ahirkan dzrar ma' nzwi maupun.azaae Singlamya,
penetapan adarya elipsis dalam ayat rersebut dan penentuan aqdiryang
diusuJLannya tidal< berdasar secara rlcdemis.
Ketiga, ini yang pding parah, Moqsith memilih "tafsir" lang muatan
a4 [r ny a palingbaoy ak, kar ena taq dir y angdibuat Moqsith merupakan
sisi balik dari mantth selttthnya. Kaidahnya sederhana, jika harus
^y*
mengakui elipsis, pilih yzng n:,ratan uqdir-nya paling minim. Gntu ini
problematis; di sampin g hhilafal-asl, taqfrtyang diberikan oleh Moqsith
lebih merupakan az-zaid 'ali hitibillih (ek:terior tela). Jika kita meminjam
terminologi dalam Hermen€utika Jorg€ Gracia, dapat dlkatakan: inter-
praant yzng disugohlan Moqsirh rerLJ u memban ilui i n*rpmandum seun
over dosis dan meluap, sehingga melahirkan "perbedaan esensial" yang
dapat merusak "identit as tel<s" interyreandum.6r Hal semacam ini, secara
hermeneutik, tidak dapat dibenarkan. Di sini, dalam pemberlakuan elipsis,
Moqsith tidak mematuhi lirnit yang berlaku dalam kaidah elipsis, tentunya
jika konsep elipsis ini kita terima dan sePakari.

DCSimpulan
Kricik yang diajukan dalam rulisan ini bukan mengajak unuk
menyingkirkan dan membuang total konsep elipsis dari diskursus ke-
sa-tjaraan Islarn. Bagaimanapun, dalam beberapa disiplin, konsep tersebut
cllcrp membantu. HaoJz saja, unn:lc diskunus al-Qur an dan ta6ir, agaknya
penggunaan terma clipsis pcrlu dipikirkan ulang, atau s€tidaknya,
dirumuskao ularrg. Terlepas dari itu, tulisarr ini hendak menegaskan juga
betapa materi-materi dalam Ulumul Qur an dan ta6ir bukanlah sesuatu yang
sakral, final, dan kebal kritik. Pcmbacaan lcritis untuk kepentingan studi
ini tetap t€rbuka lebar. Timbahan lagi, lahirnya konsepsi elipsis dalam
diskursus al-Qur'an dan tafsir, yang diaplikxikan secara lux, menan-
dakzn betapa generasi sebelum kita ddak pernah sungkan menggunakan

@
Penodn danr;tiimerupakan wilarn g.npan seoiang gramrikr *mentara
dztar na'aauilndt tt bawah otoritas ahli ta&ir, yairt ket;'ka nzhiuf dtkare2orlkan
Wh
seb.{:li fi4;1.
-fentmg pcreoalan ini l;hat d zlzm Ih
Hisyan' M4hni al'
^eu
Labib, IL 156 d{ 176; FA4il Salih a'Samra'i,/4zlah zl-Arabl1ah, 78-80
61lory.e
J. E- GA<i, A Tb.o-) of rdiutiry: th. Lasi. dnd EpittenohgJ lAibsv:
State Universirv of Nq York P.ss, 1995), I l0-l1l
A^ B.l.Lri.', AI-IWare al-ija. 97

berbagi appmaches dalam berinteraksi dcngan al-Quian, betapapun hasil


upala itu tidak banrs disepatati sepeouhnp (scbagaimana kit
l<ritisi dalam
tulisrn sederhana ini). Oleh karena itu, selain sep:ntasnl'a mengapresiasi
upaya mcreka, sepatutnya pula kita tidak terjcbaL-kaftu dalam rumusan
merekz. " Ham ijd ua nahnu ijil , seru lthu}{anihh deogan lantang.
Wa-AIIahu a'lam.

DAFTAR PUSTAKA
Ans-ari, Jam-aluddinIbn Hisyim d-- Mugbni al-Labib. Surabaya: Al-
Hidiyah, t.th.
Biqilani, Abu Bakar Muhammad bin Jaryib al-. Ijfu aLQurin, ed.
galih Muhammad 'Uwai{ah, ccr. II. Bcinrt: Dir al-Kutub
al-Ilrniyyah,2008.
Daroub, Saad lJasstn. "Qa/ayi at-Taqlir aa-Nahui'iada Sibzuaili',
risalah suplementer unruk meraih gelar MA di Departement
ofArabic and Ncar Eastcm l-eanguagcs, Faculty ofAru and
Scicnccs, American University, Bcirut, 1996.

Ghazali, Abd. Mogsit\, Argumen Pladismc Agama c€t. II. DcPok:


KataKita 2009.
65.'n;, Nbd MoqsitL "Tafn Ishn PryrcsiftcxangNikah BcdaAgana",
dalamJurnal Istiqri vo[.4, no. 01, th. 2005.
Gncia,JorgeJ . E. A Tbnty ofTanakE: thc Logic and Epistctnohg ltlbanyl.
State Univcrsity of Ncw York Press, 1995.

Jiwi, Mulrammad bin'Umar Nawad al-. Ilzra-h Labid Ii lhr1f Ma'i


aLQur in al-Majid, ed. M. Amin ad;Qinniwi, cet. III. Bei-
rul D-ar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 2006.

Jurjrn-i, Abdul Qahir b. Abdurahman b. Muhammtd d-- Kub DalTil


aLljaz, ed.. MahmndMuhammad Syikir. IGiro: Maktabah
al-Khaniii, 2004.
Kamus Besar Bahata Indonesia- Jakarta: Pusat Bahasa Dcpartemen
Pcndidikan Nasional. 2008.
Manzillhn. Lisin al-Arab. Kairo Dir al-Ma-arif, t.th.
98 Jud,l Studi tlmu-itou Al,eur,n dd Hadis vot. l3 No. IID@i2012

Quttubi, Ibn Madi' al-. Kita-b ar-Radl ,ali an_Nuhal, ed. Syauq.i ea)4
cer. II. Kairo: Dar al-Ma?ril 1982.

Rusyd, Abu al-Wafid Mul,ammad b. Ahmad b. Muhammad


b. Ahmad
b. Bidzyat al-Mujaltid ua Nibalat al-Maqtalid. Suraiaya:
Al-Hidavah, r.th.
Rusyd, Abu al-V'alid Muhammad b. Ahmad b. Ad-Daili fi tlzl al,
Fiqh. ed. Jtnaltdd.n al-.Alawi. Bejrut: Oar at-Gharb al_
Islimi. 1994.
Simirai, lidilSilih as,. At-lunkh at-Arabiyyah TaEfuLi aa Aqsintti,
cet. II. Oman: Dir al-FiLr, 2007.
Setiawan, M. Nur Khol ls.AJ-earbn IGub Sa:tn Tefiaar, cet.l.yogj,akatta:
elSAQpras,2005.
Sr.ryuti, Jalilnddin Abdurrahm-an as-.Al-hqanf .tJlun al-eur,an, ed.
Faww.ez A, Zamarfi. Beirut: Dir al_Kitib al_,Arabi, 2007.
Suyutl, Jalaluddn Abdr.rnahman as-. .Uqid .IIn
$arh at_lunin
Ma'ani wa al-Bayin. Semamg: Karya Toha putra, t.th.
a!- f
Syikir, Mahmud Muharnmad. "Mukadimah,,, daLlrr Abdd
eahir b.
Abdurrahmin b. Muhammad d_Jli;rt. Kita-b Dafi dl_
1j2, ed. Mahmud Muhammad SyiJ<ir Kairo: Makrabah
al_
. Kh iii,2004.
Syamari, Ali Abdul Fattih Muhyi as-. "Dafa-ht a!_Ihtifi,f af_funhh at-
Qurixi.yah: Dirarah Na4dlyah l;Le*t i;t-Hazf wa at-
Taqdir ", disertasi doktoral Deparremen Bahasa Arab,
Fakultas Tirbfyah, Universiras Baghdad, 2006.
Tahanawi, Muhammad 'Nt et-. Maun-ah leryEif llilihit al-Funin uw
al-'Ulu-m, trans. |Abdt ll-ah al-Khalidi, ed. R nc al_Aiam dan
Ali Daluouj, cer.l. Beirur: Mal<uba_h Lubn-an Mrsyirun, 1996.
Zamalhsyari, Mahmnd l>in'tJmat az-. Al-Kryy{,an Haqa-iq
Ghauamid
at-Tanzil wa 'U1nn al4qiuil
f
Vfujih at_Ta,uil, ed,. 'Adttl
A AMul Maujud, etc., cet. I. Ri),ad Makrabah el_.Ab-il<;n, 1998.

Zarkasyi, Badruddin Mulrammad bin Abdu lh n-. At_Burhin fr ,Lllim al-


Qar;z. ed. M.Abu:l tadt lbrahtm. Kairo: Dir,,.Tu.^, ,.,h.

Anda mungkin juga menyukai