2, Oktober 2016
Website : http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Religia
INTEGRASI-INTERKONEKSI
DALAM STUDI HADIS DISERTASI
DI UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Fadhli Lukman
Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek
e-mail : fadhlilukman@yahoo.com
kedua aspek inilah, Amin Abdullah dengan studi hadis melalui indeks judul-
menggagas paradigma integrasi- judul disertasi yang dapat ditemukan di
interkoneksi keilmuan sebagai basis perpustakaan pascasarjana UIN Sunan
perubahan Institut Agama Islam Negeri Kalijaga. Indeks tersebut akan dijadikan
(IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta landasan untuk mencari disertasi terkait.
menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sayangnya, dari 17 judul disertasi yang ada
Sunan KalijagaYogyakarta. dalam indeks, hanya 14 yang ditemukan di
Dengan Integrasi-Interkoneksi, perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. Untuk
Amin Abdullah menggagas kemajuan itu, makalah ini hanya akan membahas 14
paradigma kajian keislaman dari normal disertasi tersebut. Pada tahap berikutnya,
science (level Islamic Doctrines) menuju penulis akan lakukan analisis seputar objek
revolutionary science (level Islamic material dan objek formal yang digunakan
Studies) (Abdullah, 2011: 103). Perpin- masing-masing disertasi.
dahan paradigma (shifting paradigm) ini,
meniscayakan pengakuan keberadaan dan PEMBAHASAN
sekaligus menggarisbawahi perlunya A. Metodologi Penelitian Hadis
memanfaatkan metodologi ilmu-ilmu Sub bab ini merupakan kerangka
sosial yang berkembang pada abad ke-18 teoretik yang digunakan untuk
dan 19. Bagi Amin Abdullah, jika mendapatkan gambaran mengenai
metodologi ilmu sosial tidak dilibatkan dinamika studi hadis pada disertasi di UIN
dalam bangunan keilmuan Islam yang Sunan Kalijaga. Sebagai tolok ukur
baru, pergeseran keilmuan Islam dari pola penggunaan paradigma integrasi-
tradisional menuju Islamic Studies tidak interkoneksi, komponen yang diteliti
akan tercapai (Abdullah, 2011: 111). meliputi dua bidang; objek material dan
Artikel ini merupakan usaha untuk objek formal. Objek material adalah fokus
melihat sejauh mana cita-cita mantan kajian dari ilmu pengetahuan tertentu, yang
Rektor UIN Sunan Kalijaga tersebut dalam hal ini adalah studi hadis.
tercapai dalam konteks studi hadis di UIN Sedangkan objek formal adalah objek yang
Sunan Kalijaga sendiri. Sebagai subjek menyangkut sudut pandang, yaitu dari
penelitiannya, dipilih karya tulis ilmiah sudut pandang apa objek material kajian
grade tertinggi, disertasi, mengenai studi ilmu terkait dibahas (Kaelan 2005: 34).
Hadis. Sebagai usaha menggambarkan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas
dinamika studi hadis pada disertasi di UIN mengenai kedua objek, berikut ini akan
Sunan Kalijaga dalam rangka memper- dipetakan satu per satu.
hatikan dampak paradigma Integrasi- Pada prinsipnya, terdapat
Interkoneksi, maka objek kajian makalah kesepakatan ulama dalam mendefinisikan
ini difokuskan kepada inventarisasi objek hadis. Mayoritas memandang hadis adalah
material dan objek formal yang digunakan sebagai sesuatu yang disandarkan kepada
oleh disertasi-disertasi tersebut. Nabi baik berupa perkataan, perbuatan,
Pembahasan kajian ini akan ketetapan, dan sifat fisik (khalqi) maupun
dilakukan dengan metode deskriptif- psikis (khulqi) (Itr, 1979: 27).
analitis. Pertama-tama, penulis akan
mengumpulkan disertasi yang berkaitan
ﻣﺎ ﺃﺿﻴﻒ ﺇﱄ ﺍﻟﻨﱯ ﻣﻦ ﻗﻮﻝ ﺃﻭ ﻓﻌﻞ ﺃﻭ ﺗﻘﺮﻳﺮ ﺃﻭ ﻭﺻﻒ terutama kritik otentisitas, menjadi
mungkin. Dalam pada itu, muncullah
ﺧﻠﻘﻲ ﺃﻭ ﺧﻠﻘﻲ sejumlah ulama yang membicarakan aspek
ini. Aspek ini kemudian dikenal dengan
Definisi tersebut memperlihatkan Muṣṭalaḥ al-Ḥadi>ṡ. Sebagai bidang yang
dua komponen yang dimiliki oleh hadis. membicarakan kaidah-kaidah hadis yang
Pertama, aspek konten hadis yang ditandai diterima dan ditolak, Muṣṭalaḥ al-Ḥadi>ṡ.
dengan ‘mauṣūl mā’, yaitu perkataan, berkaitan dengan aspek teoritis. Pada
perbuatan, ketetapan, atau sifat Rasulullah. cabang inilah dibahas kriteria-kriteria hadis
Aspek ini dikenal dengan matan. Aspek maqbūl, mulai dari teori pada lingkup
kedua adalah penyandaran (al-iḍāfah) general, hingga aspek yang detil seperti
kepada Rasul. Ini mengindikasikan adanya perdebatan tentang jarḥ ta’dīl, taḥammul
proses perujukan konten hadis kepada wa adā’, dan sebagainya.
Rasulullah. Aspek ini disebut dengan Kedua bidang di atas, kritik hadis
sanad. baik otentisitas maupun pemaknaan dan
Imam Syafi’i menempatkan hadis aspek teoritis Muṣṭalaḥ al-Ḥadīṡ, telah
sebagai sumber rujukan kedua dalam Islam melewati waktu yang panjang dalam
setelah al-Qur’an. Akan tetapi, eksistensi perjalanan studi hadis. Oleh sebab itu,
hadis secara historis berbeda dengan al- telah muncul sejumlah nama besar dengan
Qur’an. Rasulullah memerintahkan karya-karya monumental seputar tema
sahabatnya menulis al-Qur’an, dan tersebut. Sebagai contoh, kitab-kitab
melarang penulisan hadis (Rahman, 1995: primer hadis seperti Jāmi’ al-Ṣaḥīḥ al-
15; 2003: 69-74). Sebagai implikasinya, Bukhāri disamping delapan kitab lainnya
para uṣūliyyūn menyebut al-Qur’an yang kemudian populer dengan sebutan
bersifat qaṭ’iy al-wurūd sementara hadis kutub al-tis’ah. Di samping itu, juga
bersifat ẓanniy al-wurūd. Oleh sebab itu, bermunculan kitab-kitab pemaknaan hadis
dalam konteks hadis, diperlukan penelitian (syarḥ al-hadīṡ) seperti tulisan Ibnu Hajar
untuk memastikan apakah hadis tertentu al-‘Asqalānī atau Imam Nawāwī.
secara otentik berasal dari Rasulullah. Sementara pada bidang teoritik nama besar
Setelah suatu hadis diyakini otentik dari yang muncul diantaranya adalah Ibn Ṣalāḥ.
Rasulullah, maka seorang muḥaddiṡ Pada gilirannya, tulisan-tulisan hadis ini
bertugas menjelaskan hadis terkait kepada bisa menjadi lahan penelitian tersendiri
umat. Kedua tugas ini kemudian disebut bagi generasi berikutnya. Penelitian
sebagai kritik hadis, baik aspek otentisitas tersebut bisa dalam upaya untuk
maupun pemaknaan. mengkritisi, mengaitkan dengan situasi
Kritik hadis membutuhkan historis pengarang, pemaknaan
bangunan keilmuan tersendiri. Ada ribuan kontekstual, dan sebagainya.
hadis yang beredar di masyarakat pada Dalam perkembangan studi hadis,
abad-abad awal perkembangan Islam. Pada muncul lah nama-nama besar seperti yang
saat yang sama, terjadi beberapa peristiwa disebutkan di atas. Penulisan hadis
fitnah yang sedikit banyak bermuara mengalami dinamikanya tersendiri
kepada pemalsuan hadis (Adlabi, 2004: sehingga menghasilkan berbagai jenis
26). Oleh sebab itu, diperlukan suatu buku hadis, seperti musnad, jāmi’, dan
kaidah yang menjadikan kritik hadis,