Anda di halaman 1dari 8

CRITICAL BOOK REVIEW ( CBR )

Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah wahdatul ulum


Dosen Pengampu : SAIDATUL FADILLAH M.Pd
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
NAMA : NEHA SARTIKA
NIM : 0506233184

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN
TA 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Diskursus Integrasi Ilmu Dari Transdisipliner Ke wahdatul Ulum
ISBN : 978-602-690373-0
Penulis : Prof. Dr. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag & Dr. Muhammad Yafiz, M. Ag
Editor : Dr. Marliyah, M. Ag
Penerbit : FEBI UIN-SU Press
Tahun Terbit : 2022
Tebal Buku : 264 Halaman
Cetakan : Pertama
Cover dan Layout : Alfaruq Grafika
BAB II
PEMBAHASAN
BAB PERTAMA :
ILMU PENGETAHUAN DALAM AL-QUR’AN
A. Pendahuluan
Gagasan besar yang ingin diusung oleh buku ini adalah konsep integrasi ilmu. Integrasi
adalah kata yang umum digunakan oleh PTKIN sebagai konsekuensi dari alih status IAIN
menjadi UIN. Integrasi dalam hal tertentu disebut dengan reintegrasi ,yaitu kritik terhadap
realitas keilmuan yang berkembang di dunia islam dan lebih spesifik lagi apa yang sedang
terjadi di lingkungan pendidikan islam indonesia. Keilmuan islam awal hakikatnya adalah
keilmuan islam integratif. Perkembangan keilmuan islam tidak adapat bertahan lama dan
peradaban islam yang mengalami kemunduran. Tidak berkembangnya ilmu pengetahuan di
dunia islam disinyalir salah satu sebabnya adalah anggapan bahwa ilmu yang bernilai tinggi
adalah ilmu-ilmu agama atau yang kerap disebut dengan ilmu ukhrawi.
B. Ilmu di Dalam Al-Qur’an
Pentingnya ilmu di dalam al-Qur’an dapat dilihat dari banyaknya kata-kata ilmu yang
diungkap oleh al-Qur’an. Kata ilmu terulang sebanyak 854 kali yang terletak di dalam
berbagai surah dan ayat. Ada yang menyebut kata ilmu tanpa menyertakan kata al-‘alam atau
alamin dan juga alamat ( semuanya 76 kali ) kata ilmu seluruhnya 778 kali. Secara sederhana
ilmu didalam al-Qur’an mengacu kepada tiga hal makna penting yaitu pengetahuan, aktivitas,
dan metode.
Pengetahuan yang dimaksud adalah kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (a
systematic body of know ledge ). Pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas dan metode
merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu dalam arti science itu secara
umum terbagi menjadi dua, natural science yaitu ilmu alam seperti ilmu fisika, biologi, kimia,
astronomi, geologi, dan matematika. Kemudian ada social science yang mempelajari perilaku
manusia, seperti ekonomi, psikologi, antropologi, dan sosiologi. Sedangkan knowledge
adalah sesuatu yang diketahui tanpa ada syarat tertent.
Dalam konteks wahdatul ulum, ketika disebut islamic studies maka maknanya adalah
knowledge. Sedangkan islamic science adalah sains alam dan sains sosial. Dalam pandangan
al-Qur’an, ilmu merupakan keistimewaan yang dimiliki manusia dan menjadikannya unggul
terhadap makhluk-makhluk lain. Ini mencerminkan dalam kisah kejadiaan manusia yang
terdapat dalam al-Qur’an berikut ini :

Al-Qur’an bukanlah buku atau kitab ilmu pengetahuan yang didasarkan pada beberapa hal.
Pertama, Al-Qur’an adalah kitab yang sangat tidak sistematis. Kedua, tidak semua
pernyataan-pernyataan Al-Qur’an kebenarannya dapat di verifikasi secara empirik. Ketiga,
bahasa yang digunakan Al-Qur’an sangat mujmal (global) dan mengundang berbagai bentuk
interpretasi. Beberapa ayat yang memotivasi manusia dalam mencari ilmu pengetahuan dapat
dilihat dibawah ini:
C. Al-Qur’an dan Pergeseran Paradigma Sumber Ilmu

Tentu tidak ada yang salah ketika banyak orang yang berkata, turunnya surah Al-A’laq
sebagai surah pertama sekaligus sebagai penanda kerasulan Muhaammad SAW.
Menunjukkan perhatian islam yang cukup besar terhadap ilmu pengetahuan. Perintah pertama
yang di sampaikan Allah SWT. Adalah perintah membaca iqra. Membaca merupakan jendela
ilmu pengetahuan.
Penekanan surah Al-Alaq sebagai ayat yang mendorong manusia dan khususnya umat islam
untuk mencari, menemukan, dan kemudian mengembangkan ilmu. Berkenaan dengan surah
AL-Alaq ayat 1-5, Khozin dengan merujuk Wan Muhammad Daud mengatakan melalui surah
AL-Alaq, Al-Qur’an telah menggeser pandanga dunia pra islam dari aspek ontologis dan
epistemologis dengan cara yang amat mendasar. Dari sisi ontologis, ayat ini menegaskan
bahwa manusia tidak sendirian dalam mengarungi lautan kehidupakan. Selanjutnya dari sisi
epistemologis, ayat-ayat di atas menegaskan bahwa Allah adalah sumber ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, surah Al-Alaq sesungguhnya bukan hanya bercerita tentang perintah
membaca sebagai cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, surah Al-Alaq
sesungguhnya adalah ayat yang menggeser dan merubah paradigna manusia dan khususnya
umat islam dalam memahami tuhan, alam, dan manusia.

D. Ilmu Bebas Nilai ?


Diskursus “ guna ilmu pengetahuan ’’ atau sering disebut dengan aspek aksoilogis (nilai
guna) ilmu juga telah menjadi perdebatan panjang dalam sejarah ilmu itu sendiri. Paling tidak
ada dua kutub yang saling berhadapan berkenaan dengan tujuan ilmu pengetahuan ini.
Pertama, golongan yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan merupakan tujuan pokok dari orang yang menemukannya sebagaimana pararel
dengan ungkapan “seni untuk seni dan sastra untuk sastra”. Bagi golongan ini, ilmu
sebenarnya sangat netral dan bebas nilai.
Kedua, tujuan ilmu pengetahuan merupakan alat untuk menambah kesenangan manusia
dalam hidupnya sendiri dan merupakan alat untuk meningkatkan kebuadayaan dan kemajuan
peradaban manusia secara keseluruhan. Bagi golongan yang kedua ini, ilmu itu tidak bebas
nilai.
Didalam ilmu itu sendiri, ada nilai-nilai subjektif yang di kandungnya. Nilai-nilai subjektif
tersebut adalah rasionalisme dan materialisme. Bagi golongan ini, islamisasi ilmu
pengetahuan sesuatu yang mesti dilakukan, kalau keimanan umat tidak ingin terus menerus di
himpit oleh desakan rasoinalisme dan materialisme.
E. Ilmu pengetahuan dan peradaban
Sejarah menunjukkan bahwa masyarakat islam adalah masyarakat terbuka. Semangat
keterbukaan yang dimiliki generasi awal islam adalah sebuah kesadaran spritual sebagai umat
penengah (ummatan washata) seperti firman Allah SWT.

Ketika dunia islam mengalami kemajuan yang luar biasa dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, dunia barat pada masa itu, sedang mengalami masa kegelapan (the dark age).
Kenyataan ini membuat barat harus melirik islam untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang
telah mengalami perkembangan yang cukup pesat di dunia islam. Setidaknya ada tiga tahap
transmisi pemikiran dan sains islam ke barat.
Tahap pertama, sekelompok sarjana barat menunjungi wilayah-wilayah muslim untuk
melakukan kajian-kajian pribadi dan mempelajari matematika, filsafat, kedokteran,
kosmografi, dan lain-lain.
Tahap kedua, bermula dengan pendirian universitas-universitas pertama barat yang memiliki
gaya arsitektur, kurikulum, dan metode pengajaran yang dilakukan di universitas barat sama
persis dengan yang ada pada seminar-seminar muslim.
Tahap ketiga, sains muslim di transmisikan ke Prancis dan wilayah-wilayah barat melalui
Italia. Seminar- seminar di Bologna dan Montpellier didirikan pada awal abad ke-13. Sains
barat ini sampai ke Inggris lewat universitas-universitas Oxford dan Koln yang didirikan
dengan pola yang sama.
Menurut pemikiran Al-Ghazali tidaklah dimasukkan untuk memilah ilmu dengan maksud dan
jenis ilmu yang satu lebih penting dari yang lain. Pemikiran Al-Ghazali berimplikasi terhadap
cara pandang yang salah juga merupakan sebuah fakta yang tidak bisa di tolak. Sebagai
contoh, dampak yang tidak positif dari klarifikasi ini adalah penempatan ilmu menjadi sangat
rasionalistik dan partikularistik. Sejatinya ilmu itu bisa digunakan siapa saja karena sifatnya
yang universal dan netral untuk membangun sebuah peradaban manusia yang agung.

F. Membangkitkan etos intelektual muslim


Osman Bakar menyimpulkan paing tidak ada tujuh faktor yang membuat sains islam bangkit
pada masa lalu.
Pertama, peran kesadaran religius sebagai daya dorong unutk menuntut sains dan teknologi.
Kedua, ketaatan pada syariah mengilhami studi atas berbagai ilmu.
Ketiga, kelahiran dan kebangkitan gerakan penerjemahan besar-besaran yang bertahan
selama berapa abad.
Keempat, suburnya filsafat yang ditunjukkan pada pengajaran, kemajuan dan pengembangan
ilmu.
Kelima, luasnya santunan bagi aktifitas sains dan teknologi oleh para penguasa dan wazir.
Keenam, adanya iklim intelektual yang sehat sebagaimana yang diilustrasikan oleh fakta
sejarah.
Ketujuh, keseimbangan yang dicapai oleh perspektif-perspektif intelektual islam yang utama.
Menurut Abdus Salam, dominasi ortodoksi agama dan semangat intoleransi yang menguat
didalam masyarakat islam sebagai faktor utama yang bertanggung jawab atas musnahnya
lembaga ilmu pengetahuan yang pernah jaya dalam islam. Mahdi Ghulsyani dalam karyanya,
filsafat sains menurut Al-Qur’an menyatakan, bagi umat islam saat ini tidak ada lagi pilihan
lain kecuali menghidupkan etos intelektual untuk menguasai imu pengetahuan. Baginya ada
tiga faktor yan perlu dalam ilmu pengetahuan bagi umat islam.
Pertama, jika pengetahuan dari suatu ilmu merupakan persyaratan dari pencapaian tujuan-
tujuan islam sebagaimanayang dipandang oleh syariah, maka mencarinya merupakan sebuah
kewajiban.
Kedua, masyarakat yang di kehendaki oleh Al-Qur’an adalah masyarakat yang agung dan
mulia, jika masyarakat yang takut dan bergantung pada orang-orang kafir. Menariknya
mencermati firman Allah SWT berikut ini.

Ketiga, Al-Qur’an menyuruh umat islam untuk mempelajari ilmu pengetahuan, penciptaan
alam, keajaiban-keajaiban alam, adalah agar umat islam mampu merekayasa dunia ini sesuai
dengan kehendak Allah.
Menurut Muhammed Abdussalam, untuk menghidupkan sains dan teknologi islam, yang
diperlukan adalah :
1. Jumlah ilmuwan dan teknologi yang dilatih harus diusahakan sebanyak mungkin dan
harus didukung oleh negara untuk mempersiapkan komunitas riset dan pengembangan
temuan mereka sendiri
2. Kita sangat membutuhkkan ilmuwan-ilmuwan dasar, setidaknya untuk mengejar dan
sebagai rujukan bagi ilmuwan terapan dan ahli teknologi
3. Harus diingati bahwa sains dan teknologi yang tinggi merupakan mesin pemutar uang
4. Para pelaku sains, pria dan wanita harus menjaga hubungan internasional dengan
rekan-rekan mereka diluar negeri agar dapat memiliki standar sains dan teknologi
yang sama seperti yang berlaku diluar negara-negara islam
5. Terakhir, masih ada harapan. Contohnya, setelah 25 tahun menyerukan untuk pertama
kalinya dana yang digunakan penelitian sains diperoleh dari negara teluk.

Anda mungkin juga menyukai