Anda di halaman 1dari 25

BOOK REVIEW

Siti Sarah Apriani (22200011120)


Filsafat Ilmu Keislaman – Prodi IIS – Kons. BKI – Kelas S
Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

A. PROFIL BUKU

Judul Buku

: Islam dan
Modernitas Tentang
Transformasi
Intelektual
Pengarang : Fazlur Rahman
Penerjemah : Ahsin Mohammad
Penyunting : Ammar Haryono
Penerbit : Pustaka, Bandung
Cetekan : I, 1985 M
Jumlah Halaman : 210 halaman

B. BIOGRAFI SINGKAT PENGARANG


Fazlur Rahman ialah pemikir muslim berasal dari Pakistan yang
memiliki pemikiran neo-modernis.1 Ia tumbuh dan berkembang dalam
1
Ahmad Amir Aziz, Pembaruan Teologi Perspektif Modernisme Muhammad Abduh Dan
Neomodernisme Fazlur Rahman (Yogyakarta: Teras, 2009).h.6.

1
lingkungan keluarga taat beragama yang bermazhab Hanafi. Ayahnya
seoarang alim lulusan dari perguruan tinggi terkenal di India Utara
(Deoband). Karena ia dididik dengan keluarga yang taat beragama
sehingga menjadikannya mampu menghafal 30 juz al-Qur’an di umurnya
10 tahun.2 Rahman kecil sudah mulai mempelajari ilmu-ilmu Islam secara
formal di madrash ditambah ia menerima ilmu dari ayahnya juga.
Kemudian ia melanjutkan studinya ke Lahore dan memasuki sekolah
modern, setelah itu ia mengenyam pendidikan B.A. nya bidang bahasa
Arab di Universitas Punjab dan dua tahun kemudian ia melanjutkan
pendidikan M.A di bidang dan universitas yang sama. Fazlur Rahman
selama di Pakistan hanya mendapatkan pendidikan Islam tradisional
sehingga ia memiliki rasa tidakpuas dan ingin tahu lebih mendalam
tentang Islam sehingga ia pun melanjutkan studinya ke Barat, Oxford
University, Inggris. Setelah ia mengenyam pendidikan di Oxford, Rahman
tidak pulang ke Pakistan melainkan ia mengajar beberapa tahun di Durham
University. Selain itu, Rahman juga pernah menjadi Direktur Lembaga
Riset Islam di Pakistan, namun karena ada permasalahan yang membuat
Rahman mengundurkan diri sehingga ia pun melepaskan jabatannya dan
menjadi tenaga pengajar di Universitas California. Akhir masa hidupnya ia
menghabiskan waktunya menjadi guru besar di Universitas Chicago.

C. SELAYANG PANDANG TENTANG BUKU

Buku yang berjudul Islam dan Modernitas Tentang Transformasi


Intelektual salah satu karya Fazlur Rahman yang merupakan hasil dari
sebuah proyek penelitian di Universitas Chicago yang awalnya dipandang
sebagai bagian dari sebuah proyek lain yang memiliki nama panggung
yang lebih besaar yaitu “Islam dan Perubahan Sosial.” Buku yang sudah

2
Noor Aziz, ‘Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Filsafat Pendidikan Dalam Islam’,
Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, 19.2 (2019), 82–93
<https://doi.org/10.32699/mq.v19i2.1605>.h.84.

2
diterjemahkan dan disunting ke dalam bahasa Indonesia ini sudah
mempunyai beberapa cetakan, cetakan pertama pada tahun 1985 dengan
jumlah halaman sebanyak 210 halaman. Buku yang asli berbentuk dalam
bahasa Inggris dengan judul yaitu Islam and Modernity, Transformation of
an Intellectual Tradition yang pertama kali diterbitkan oleh The University
of Chicago Press pada tahun 1982. Buku ini terdiri dari empat bagian yang
mengulas tentang perkembangan dan dinamika sistem pendidikan Islam
dari yang tradisional hingga modern di beberapa negara seperti Timur
Tengah. Adapun alur buku ini tersusun secara sistematis mengenai
perkembangan sejarah pendidikan Islam dari zaman abad pertengahan
hingga abad 20 dengan gaya bahasa yang cukup mudah dipahami dan
dikemas dengan pemikiran-pemikiran Fazlur Rahman yang sangat
argumentatif serta menggunakan pemahaman baru tentang al-Qur’an
sebagai landasannya. Meskipun membahas tentang perkembangan dan
dinamika pendidikan Islam, akan tetapi buku ini tidak mengulas secara
mendalam dan keseluruhan mengenai intelektualisme Islam.

Pada bagian pertama membahas sedikit tentang warisan agama


Islam yaitu al-Qur’an dan Nabi yang menjadi pedoman umat Islam dan
sesuai dengan teori yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman dalam menjawab
permasalahan masa kini yaitu Double Movement Theory yang mana ia
menghubungkan situasi modern dengan mencari dan mengetahui peristiwa
yang terjadi dizaman nabi yang nantinya akan diimplementasikan dan
diintegrasikan kembali ke zaman modern. Adapun bagian kedua buku ini
berisikan tentang perkembangan dan perubahan Islam zaman pertengahan
hingga modern serta membahas tentang pembaharuan-pembaharuan
pemikiran pada pendidikan. Pada bagian ketiga dan keempat lebih
mendalam membahas tentang pembaharuan pendidikan di berbagai negara
lebih khusus pada wilayah Timur Tengah, bahkan juga sedikit mengulas
tentang negara Indonesia dan memberikan masukan terkait pembangunan
ilmu sains-sains Islam serta pembaharuan dunia pendidikan Islam. Buku
ini memberikan khazanah keilmuan terkait kekurangan berbagai macam

3
keilmuan klasik, upaya modernisasi yang telah dilakukan selama abad
terakhir, dan memberikan tawaran metodologis yang dianggap efektif.
Sehingga buku ini sangat cocok dibaca bagi para akademisi, pengajar,
mahasiswa, rohaniawan, sejarawan, umat Islam dan siapa pun yang
tertarik dalam dunia pendidikan Islam.

D. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF


FAZLUR RAHMAN
Pendidikan Islam dalam kacamata Fazlur Rahman berbeda dengan
pandangan pemikir muslim yang lain. Ia berpandangan bahwa pendidikan
Islam itu tidak hanya sekedar kebutuhan atau peralatan fisik saja seperti
struktur eksternal dan buku-buku yang diajarkan melainkan sebagai
intelektualisme Islam. Menurut Rahman, intelektualisme Islam ini sangat
cocok digunakan daripada pendidikan Islam karena dalam kacamata atau
sudut pandang Rahman sendiri bahwa intelektualisme Islam itu ialah suatu
pertumbuhan sebuah pemikiran Islam yang memadai, yang nantinya harus
memberikan penilaian suatu keberhasilan ataupun kegagalan dalam sistem
pendidikan Islam.3
Secara umum pendidikan Islam terbagi menjadi dua pengertian
besar yaitu dalam pengertian praktis dan intelektualisme Islam. Dari segi
pengertian praktis menjelaskan bahwa pendidikan Islam sudah ada
tersebar luas diberbagai negara atau di dunia Islam seperti Pakistan, Mesir,
Sudan, Saudi, Iran, Turki, Maroko, bahkan Indonesia dan lain sebagainya.
Pendidikan Islam diterapkan mulai dari pendidikan dasar hingga
perguruan tinggi. Berbeda dengan negera Indonesia yang mana pendidikan
Islam dibagi menjadi beberapa bagian yang meliputi pesantren, madrasah,
dan perguruan tinggi Islam. Kemudian dari segi intelektualisme Islam

3
Tohet Moch., ‘Modernisasi Pendidikan Islam (Telaah Pemikiran Fazlur Rahman)’,
Edureligia, 3.1 (2019), 3 <https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/edureligia>.h.3.

4
yang mana menurut Fazlur Rahman pada bagian ini merupakan suatu
proses untuk menghasilkan ilmuwan yang bersifat integratif, yang meliputi
sifat kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur dan lain
sebagainya. Ilmuwan yang seperti ini diharapkan akan memberikan
alternatif atau jalan pintas atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi
oleh umat manusia di muka bumi.4

E. PERKEMBANGAN DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM


Pada bagian awal buku ini menjelaskan tentang warisan yang
diberikan oleh Tuhan untuk umat muslim yaitu al-Qur’an dan as-sunnah.
Rahman meletakkan itu pada bagian awal, hal ini bertujuan untuk
mengajak para pembaca agar dapat memahami bahwa suatu ilmu
pengetahuan tidak lain berlandaskan dari adanya sumber utama pedoman
umat Islam. Adanya kedua sumber tersebut para ilmuwan muslim dapat
mengembangkan dan mengajarkan apa-apa yang sudah ada di dalam al-
Qur’an yang kemudian akan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Karena pada dasarnya al-Qur’an itu perhatian utamanya terletak pada
perilaku manusia, dan dipandang oleh muslim modernis bahwa al-Qur’an
memberikan “prinsip-prinsip” sedangkan as-Sunnah menumbuhkan
prinsip-prinsip tersebut dalam menemukan solusi-solusi yang konkrit.
Sehingga Fazlur Rahman dalam pemikirannya menggunakan metodologi
kritik sejarah dan gerakan ganda (double movement).
Pendekatan melalui kritik sejarah bertujuan untuk menemukan
fakta-fakta objektif agar dapat memberikan nilai-nilai tertentu pada
peristiwa sejarah. Hal ini dilihat tidak hanya dari kronologinya saja
melainkan juga dilihat dari konteks latar belakangnya. Pendekatan
selanjutnya yaitu metode gerakan ganda atau yang disebut double
movement method yang mana gerakan ini terbagi menjadi dua gerakan
yaitu membawa situasi saat ini (kontemporer) ke masa ketika al-Qur’an

4
Sutrisno, Fazlur Rahman: Kajian Terhadap Metode, Epistemologi, Dan Sistem
Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).h.170.

5
diturunkan (pewahyuan) dengan memperhitungkan kondisi-kondisi sosial
pada saat itu dalam rangka untuk menemukan prinsip-prinsip umum dari
ayat-ayat tersebut. Kemudian pada gerakan selanjutnya dari prinsip-prinsip
umum tersebut dibawa ke masa kini dengan memperhitungkan kondisi-
kondisi umum saat ini untuk memberikan pemaknaan al-Qur’an yang
sesuai dengan situasi kontemporer.5 Melihat dari kedua pendekatan yang
digunakan Fazlur Rahman tentu saja tidak lepas dari adanya al-Qur’an dan
as-Sunnah yang dikaji melalui aspek historis. Oleh karena itu, asbabun
nuzul sangat diperlukan untuk memaknai ayat al-Qur’an dan
menghubungkannya dengan situasi saat ini. Selain itu, perlu adanya kisah-
kisah dari para sahabat mengenai Nabi Muhammad saw agar ayat-ayat al-
Qur’an dapat dipahami dengan jelas.
Buku ini tidak berfokuskan pada pemaknaan al-Qur’an dan hadis,
melainkan berfokus pada perkembangan pendidikan Islam baik dari zaman
para sahabat, zaman pertengahan, hingga perkembangan pendidikan Islam
di Anak Benua Indo-Pakistan. Namun sebagai awal dari buku ini, Rahman
ingin membahas bagaimana ia mendapatkan ilmu pengetahuan dan
menjelaskan terkait konsep pemikirannya tersebut yang menghubungkan
situasi sekarang dengan masa pewahyuan al-Qur’an. Sesuai dengan judul
buku ini yaitu “Islam dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual”
tentu saja yang akan dibahas secara mendalam ialah yang berkaitan
tentang perkembangan atau perubahan yang terjadi pada pendidikan Islam
dari zaman temporer ke zaman kontemporer yang akan reviewer ulas
dengan singkat dan padat dengan menggunakan analitis-kritis pada review
buku kali ini.
Berbicara tentang perkembangan pendidikan Islam yang sampai
saat ini di era modern kita sudah mendapatkan ilmu-ilmu keislaman
dengan mudah dan cepat. Hal ini tentu saja tidak lepas dari adanya turut
andil para sahabat Nabi, tabi’i-tabi’in, ilmuwan muslim, para ulama, dan
pengajar. Seperti yang sudah dipaparkan dimuka, bahwa pada masa

5
Abid Rohman, ‘Fazlur Rahman Dan Teori Penafsiran Double Movement.’, 2019.

6
sahabat atau setelah Nabi Muhammad saw wafat, umat muslim dalam
mengambil suatu keputusan dan menghadapi permasalahan-permasalahan
baru bukan menggunakan sistem pemikiran yang mendetail dan dikerjakan
secara intelektual melainkan merujuk kepada dua sumber utama, yaitu al-
Qur’an dan Sunnah yang pernah mereka alami sebelumnya. Maka dari itu,
umat Islam generasi pertama memberikan penilaian-penilaian tersebut
berdasarkan pengalaman mereka tentang ajaran al-Qur’an sebagai suatu
keseluruhan sehingga mereka tidak mengutip ayat-ayat individual al-
Qur’an, kecuali apabila ayat-ayat tersebut berkaitan langsung dengan
permasalahan yang dihadapi.6 Hal ini dianggap lumrah karena pada
dasarnya manusia dalam menyelesaikan permasalahan akan
mempelajarinya dari pengalaman yang pernah dialami terlebih dahulu agar
lebih mudah dalam mengaplikasikannya.
Seiring berjalannya waktu, perubahan-perubahan terus terjadi pada
masyarakat muslim terutama pada zaman pertengahan yang dianggap
berlangsung tidak tertib dan tidak terkontrol. Hal ini disebabkan oleh
pikiran umat Islam pada saat itu bersifat statis dalam kehidupan sosio-
ekonominya. Sehingga mengakibatkan ilmu pengetahuan yang stagnan
dan kemerosotan sosial serta pada akhirnya umat muslim hanya
berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah namun tidak didasarkan pada
pengajaran intelektual yang sistematis. Beranjak dari hal ini pada zaman
pertengahan, mulai bermunculan kaum Sunni dan Syiah dalam mendirikan
sekolah-sekolah yang terorganisasi untuk mengajarkan pengetahuan dan
memberikan doktrinisasi kepada murid-murid. Secara garis besar, Rahman
berasumsi bahwa pada zaman pertengahan ini yang pertama berkembang
adalah hukum dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan administratif
yang diikuti oleh teologi yang isinya berupa ajaran-ajaran moral namun
tidak bisa diberlakukan dalam mahkamah peradilan. Akan tetapi, hukum
Islam pada zaman pertengahan hanya satu bagian tertentu saja yang dapat

6
Fazlur Rahman, Islam Dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual, ed. by
Ammar Haryono (Bandung: Pustaka, 1985).h.27-28.

7
diberlakukan hampir secara seragam di seluruh dunia Islam meskipun
hukum tersebut bukanlah hukum yang ketat.
Pada zaman pertengahan ini pulalah terjadi pembedaan antara
sains-sains tradisional/agama dengan sains-sains rasional/sekuler.
Sehingga muncullah sikap yang semakin kaku terhadap sains-sains
rasional. Hal ini dipicu dengan dalih ilmu itu luas, hidup itu singkat
sehingga sains-sains agama sangatlah diperlukan karena itu merupakan
kunci sukes hidup di akhirat. Tidak hanya itu saja, penyebaran sufisme
dianggap penting untuk menumbuhkan kehidupan spiritual dan
pengalaman keagamaan. Sehingga sikap ini seolah-olah memusuhi sains-
sains rasional/sekuler dan seluruh intelektualisme. Pada periode zaman
pertengahan buku ini menjelaskan tentang sistem pengajaran di
sekolah/madrasah yang mana pada sistem tersebut masih kental dengan
sistem tradisional dan belum bisa menerima sistem pengajaran yang
sekuler karena dianggap sebagai “non religius”.
Namun sejak lahirnya ilmu retorika dan kefasihan bahasa Arab
membuat orang merasa sangat senang dalam mengapresiasi poin-poin
retoris dan gramatikal serta kepelikan bahasa dalam orasi, hadis atau ayat
al-Qur’an. Sehingga hal ini membuat dokumen keagamaan yang
revolusioner (al-Qur’an) terkubur dibawah timbunan gramatika dan retoris
yang pada akhirnya memicu perkembangan besar yang efeknya sangat
merugikan kualitas ilmu pengetahuan pada abad pertengahan Islam dengan
melakukan penggantian naskah-naskah yang terkait teologi, filsafat,
yurisprudensi dengan komentar-komentar dan superkomentar-
superkomentar. Adanya kebiasaan menulis komentar demi komentar
menjadikan ilmu pengetahuan pada saat itu mengalami kemerosotan dan
membuat para cendikiawan dipandang tidak kreatif atau sebagai
pemerolehan pasif atas ilmu pengetahuan yang telah mapan.
Berdasarkan pemaparan di atas Reviewer dapat menarik simpulan
bahwa sekularisme muncul di masyarakat muslim pada masa pra-
modernis. Hal ini dikarenakan adanya stagnasi pemikiran Islam pada

8
umumnya. Dan lebih khusus, karena kegagalan hukum dan institusi syar’i
untuk mengembangkan diri mereka sendiri dan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang berubah. Yang demikian itulah dapat
memberikan pengaruh pada perjalanan Islam modern terlebih pada bidang
pendidikan. Disisi lain Rahman memberikan masukan bahwa
pembaharuan pendidikan Islam itu dapat dilakukan dengan menerima
pendidikan sekuler modern yang kemudian diintegrasikan dengan konsep-
konsep Islam.7 Disamping itu juga Rahman mendeskripsikan terkait
pendidikan yang ada dalam lingkungan umat Islam pada masa abad
pertengahan dan pra modern, di mana antara konsepsi dengan sikap dan
cara berpikir keilmuan modern bertolak belakang. Karena mereka masih
beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan sesuatu yang “diperoleh”
yang mana posisi akal pikiran bersifat pasif dan reseptif daripada kreatif
dan positif.

F. MODERNISME ISLAM KLASIK DAN PENDIDIKAN

Beranjak dari perkembangan pendidikan Islam dari zaman para


sahabat hingga zaman abad pertengahan di mana pengetahuan Barat pada
saat itu sudah mulai muncul di tengah-tengah umat Islam. Akan tetapi
umat Islam masih bersifat pasif akan ilmu pengetahuan dan menganggap
pengetahuan itu tidak dicari melainkan hanya diperoleh saja. Pada bagian
kedua buku ini, Fazlur Rahman akan membahas terkait perkembangan dan
perbedaan pendidikan dari masa klasik/tradisional ke masa modern, selain
itu juga membahas terkait konsep pendidikan nasionalis, budaya,
westernisasi dan Islam, mengulas tentang kritik-kritik dari para pemikir
muslim mengenai sistem pendidikan tradisional dan modern, serta sedikit
membahas tentang pendidikan bagi kaum wanita. Semua ini akan diulas
dan dibahas secara singkat, padat dan sistematis oleh Reviewer terkait
pemikiran Fazlur Rahman.

7
Sutrisno. Fazlur Rahman: Kajian Terhadap Metode, Epistemologi, Dan Sistem
Pendidikan.h.176-177

9
Pada bagian awal bab ini mengantarkan kita untuk mengetahui
sistem perkembangan dari berbagai negaara. Apakah para ulama menganut
sistem tradisional ataukah sudah menganut sistem modern. Berikut
Reviewer akan memaparkan sistem pendidikan di berbagai negara yang
dimulai dari nergara yang menganut sistem pendidikan klasik yang sudah
terorganisir dan terkonsentrasi yakni negara Mesir dan Turki. Selanjutnya
beralih ke negara India dan Indonesia yang mana pada kedua negara
tersebut kaum ulama sudah sangat menyebar luas ke berbagai daerah
namun dalam sistem pengajarannya pada dua negara ini masih
memasukkan unsur-unsur kenegaraan. Pada negara Indonesia ulama-ulama
terbagi menjadi dua kubu organisasi yang mana terbagi menjadi NU
(Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah. Ulama yang berasal dari
organisasi NU, ilmu pengetahuan ataupun sistem pengajarannya
berkiblatkan pada Mekkah yang bersifat konservatif dan ada memasukkan
kekhasan suku Jawa. Sedangkan para ulama yang berasal dari organisasi
Muhammadiyah, ilmu pengetahuan atau sistem pengajarannya berpatokan
pada Kairo yang mana kebanyakan para ulama Indonesia merupakan
alumni Universitas Al-Azhar yang bersifat modernis dan progresif. Di sisi
lain pada negara Iran dan Turki sistem pengajarannya masih ada pengaruh
besar dari kebijakan negara ataupun dari kelas pemerintah yang berkuasa.8

Meskipun ada perbedaan-perbedaan dalam perkembangan ilmu


pengetahuan dan sistem pengajaran akan tetapi dalam hal ini disisi lain
juga terdapat keseragaman tanggapan umat Muslim yang muncul karena
adanya sifat intelektual Islam yang sudah dikondisikan pada masa abad
pertengahan. Berkat adanya keseragaman inilah yang terkadang argumen
modernis dapat berjalan beriringan, susul menyusul, tetapi selalu secara
fungsional berhubungan dengan adanya perubahan.

Berbicara pengetahuan modern, terdapat dua pendekatan dasar


yang telah digunakan oleh para pemikir muslim modern yaitu pertama,

8
Ibid.h.51-53

10
pengetahuan modern dibatasi oleh teknologi praktis karena menurut
mereka suatu pemikiran murni umat Islam tidaklah memerlukan suntikan
dari produk intelektual Barat dan bahkan dapat menimbulkan keraguan
dan kekacauan dalam pemikiran muslim yang mana suatu sistem
kepercayaan Islam klasik dianggap sudah memberikan jawaban-jawaban
yang memuaskan dalam pertanyaan-pertanyaan mengenai pandangan
dunia. Yang kedua, umat Islam pada masa awal abad pertengahan
sebenarnya telah memperoleh sains yang mana pemikiran murni waktu itu
sudah dibudidayakan oleh kaum muslimin, akan tetapi diambil alih oleh
Eropa.

Kedua pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada dua sisi


dalam memaknai dan menggunakan teknologi dan sains dengan pemikiran
murni umat Islam. Ada yang beranggapan bahwa teknologi dan sains
murni berguna tetapi pemikiran Barat modern tidak berguna. Selain itu ada
juga yang beranggapan bahwa teknologi dapat merugikan tanpa adanya
didikan etika yang memadai. Dan modernisasi teknologi secara tidak
langsung melibatkan waternisasi besar-besaran. Sehingga dalam kedua
pandangan atau pendekatan tersebut menjadi titik tolak yang baik untuk
pembahasan modernis terkait pendidikan.

Pada bagian ini Fazlur Rahman menyebutkan tokoh-tokoh pemikir


muslim yang memiliki pemikiran modernis yang mana tokoh-tokoh ini
muncul pada pertengahan abad ke-19 untuk merumuskan dan merincikan
Islam terhadap sains dan penyelidikan yang bebas terhadap alam, yaitu
Sayyid Ahmad Khan, Sayyid Amir ‘Ali, Jamaluddin al-Afghani, Namik
Kemal, dan Syekh Muhammad ‘Abduh. Kelima tokoh ini sangat antusias
dalam menyuarakan penggalakan sains dan penanaman semangat ilmiah
Barat.

Adapun penalaran mereka yang memiliki kemiripan satu sama lain


yang sangat menakjubkan antara lain; Pertama, mereka berasumsi bahwa
tumbuh dan berkembangnya sains di kalangan umat Islam pada abad

11
kesembilan sampai kesepuluh terjadi karena berkat hasil dari upaya
memenuhi tuntutan al-Qur’an yang mana telah diperintahkan agar manusia
mengkaji alam semesta. Kedua, pada akhir abad pertengahan semangat
dalam pengkajian ilmiah telah merosot sehingga kaum muslim pun juga
mengalami kemerosotan. Ketiga, pemikir Barat telah membangkitkan
kajian-kajian ilmiah yang sebagian dari kajian tersebut telah mereka
pinjam dari kaum muslimin, oleh karena itu mereka memperoleh
kemakmurat sedangkan negera-negara muslim terjajah. Keempat, kaum
muslimin memulai kembali mempelajari sains dari Barat yang telah
berkembang yang berarti kaum muslim akan menemukan kembali masa
lalu mereka sehingga dapat memenuhi kembali perintah al-Qur’an yang
terabaikan.

Di antara kelima tokoh ini ada beberaapa yang menyampaikan


pandangan terkait agama, sains dan ilmiah modern, yakni Muhammad
‘Abduh mengatakan bahwa agama tidak dapat disentuh oleh sains. Karena
keduanya memiliki jalur yang terpisah dan harus tetap tinggal pada garis
edarnya. Lain hal dengan pandangan Namik Kemal yang mengatakan
bahwa ia tidak mengakui adanya klaim sains modern di luar dari apa yang
terbukti secara empiris. Menurut Kemal tidak ada seorangpun yang dapat
membuktikan kekekalan hukum-hukum alam, karena pada dasarnya Tuhan
telah membuat hukum-hukum tersebut dan tentu saja dapat pula
menghapuskannya. Secara garis besar, Kemal menundukkan klaim-klaim
sains kepada tuntutan keimanan. Tidak hanya sampai disitu, Sayyid
Ahmad Khan juga memberikan pandangannya, menurutnya hukum-hukum
alam ataupun ilmiah modern haruslah menjadi tolak ukur untuk menilai
suatu agama bisa diterima atau tidak. Sebagai contohnya yaitu agama
Islam yang terbukti dapat dipandang sebagai yang paling relevan dan
rasional dengan hukum-hukum alam.9

9
Ibid.h.59-60.

12
Banyak tanggapan dari para pemikir muslim terkait agama, sains,
dan ilmiah modern. Namun lain cerita pada jenjang pendidikan tinggi,
yang mana para kaum modernis berupaya dalam memberikan kemudahan
bagi generasi muda muslim dengan cara mengakrabkan kandungan moral
Islam dalam bentuk kisah-kisah yang menarik. Hal ini merupakan inovasi
dan suatu perkembangan yang besar, karena sebelumnya pengajaran
kewajiban moral pengaplikasiannya dengan cara melalui buku-buku
agama yang lebih menekankan pada batasan-batasan surga dan neraka.

Pada bagian tengah bab kedua buku ini, lebih banyak memberikan
tanggapan ataupun pandangan dari para pemikir muslim terkait agama dan
pengetahuan modern. Ada yang mendukung adanya pengetahuan modern
dan dapat diintegrasikan ke dalam agama, namun ada juga yang menolak
adanya pengetahuan modern dengan berasumsi bahwa agama dan
pengetahuan modern tidak dapat digabung menjadi satu. Sejauh ini
berdasarkan apa yang dipahami oleh Reviewer, pada abad pertengahan ini
sudah mulai menerima adanya pengetahuan modern bahkan ada yang
mengintegralkan pengetahuan modern ke perguruan tinggi, namun pada
saat itu masyarakat masih belum bisa untuk menerima pengetahuan
modern seutuhnya dan pola pikir mereka masih bersifat pasif dan statis.
Maksudnya ialah mereka tidak dapat meninggalkan ilmu klasik/tradisional
dan beralih ke ilmu modern. Seperti krtikan dari Muhammad Iqbal yang
mana ia menganggap pengetahuan modern nampaknya lebih mengarah ke
teknologi bersifat materialis yang dapat merusak nilai-nilai manusia yang
harusnya lebih tinggi daripada teknologi. Menurutnya tujuan pendidikan
itu ialah membentuk manusia.

Berdasarkan tujuan pendidikan dari pandangan Iqbal inilah, maka


dari itu ia mengkritik adanya pengetahuan modern. Karena bagi Iqbal
pendidikan Islam tradisional dipandang telah gagal dalam mencapai tujuan
tersebut selama berabad-abad. Iqbal menduga kemungkinan terbesar hal
ini terjadi dikarenakan terciptanya dualisme yang sama antara agamawi

13
dengan sekuler, antara duniawi dengan yang ukhrawi. Seperti kebanyakan
para sarjana agama yang mana sudah dapat menjadi ahli dibidangnya akan
tetapi masih belum bisa menangani problem-problem di dunia tempat ia
berada. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kehidupan yang religius harus
mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan kehidupan duniawi
dengan kreatif. Jika tidak seperti itu, maka klaim spiritual tidaklah bisa
dipertahankan. Tadi sudah banyak dibahas terkait dengan tanggapan atau
pun pertimbangan-pertimbangan teoritis dari para pemikir muslim, maka
dari itu kita akan mengulas tentang pembaharuan modernis praktis.

Sebelum beranjak membahas pembaharuan modernis praktis,


alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahalu apa yang terjadi saat
pembaharuan pra-modern. Pada saat pembaharuan pra-modern atau
sebelum modernisasi ada ketegangan antara Islam ortodoks dengan
Sufisme. Ketegangan ini muncul diakibatkan adanya kekuatan-kekuatan
spiritual dan aliran-aliran yang saling bertabrakan. Berbicara ortodoks dan
sufisme yang memiliki perbedaan yang sangat kompleks ini salah satu
penyebabnya adalah adanya perbedaan tipe para ulama itu sendiri. Secara
umum, masuknya para ulama ke dalam Sufisme menghasilkan penekanan
dan pembaharuan faktor moral yang orisinal. Ini disebabkan berkurangnya
sifat yang belebih-lebihan seperti tahayul dalam sufisme.

Disisi lain terdapat mode berpikir filosofis dari para Sufi spekulatif
dengan berusaha mendukung dirinya sendiri melalui intuisionisme yakni
membuat teori kasyf dan membawakan perubahan-perubahan penting.
Perubahan-perubahan tersebut ialah menghasilkan theologi kalam
ortodoks yang tradisional yang berlandaskan al-Qur’an dan ajaran-ajaran
Islam, namun tetap berpegang teguh pada konsep kewalian dan kedudukan
khas wali dengan tetap melakukan pemujaan yang penuh tahayul pada
makam-makam wali tersebut. Setelah adanya gerakan sufi tersebut yang
dapat menguasai dunia Islam pada abad keenam dan ketujuh secara
emosional, spiritual dan intelektual, sehingga kamu tradisionalis pun mulai

14
menyadari bahwa untuk mengaibaikan kekuatan-kekuatan sufi adalah hal
yang tidak mungkin. Mengatasi hal tersebut para kaum tradisionalis murni
mencoba untuk menggabungkan pemikiran sufi yang dapat didamaikan
dengan Islam ortodoks sehingga dapat diproses dengan harapan
menghasilkan sumbangan pemikiran yang positif.10

Adapun inovasi dari kaum tradisionalis antara lain: Pertama,


menerima konsentrasi spiritual dari sufisme yang berbentuk zikir atau
muraqabah. Namun objek dan kandungan konsentrasi tersebut
diidentikkan dengan doktrin ortodoks dan tujuannya didefinisikan kembali
sebagai penguatan iman dan kesucian moral jiwa. Kedua, menerima teori
kasyf namun menolak klaim kuasi infallibilitas dengan menegaskan bahwa
keandalan kasyf merupakan proporsional dengan kesucian moral hati yang
dalam kenyataannya memiliki tingkat-tingkat yang tidak terbatas.

Jika pembaharuan pra-modern berfokus pada pembaharuan dalam


menggabungkan antara teori kasyf dari kaum sufisme dengan Islam
ortodoks, maka pembaharuan modernis praktis berfokuskan pada
pembaharuan di pendidikan sekolah dengan pendidikan tinggi yang akan
Reviewer bahas pada segmen berikut. Reviewer akan membahas terkait
pembaharuan modernis praktis pada pendidikan sekolah di negara Mesir
dan Turki. Di mana pada negara Mesir saat kekuasaannya dibawah negara
Inggris dengan mudahnya Muhammad ‘Ali mendirikan sekolah sistem
pemerintah yang modern di mana murid-muridnya diambil dari warga
negara asing dan non-muslim sehingga ketika anak-anak muslim
memasuki sekolah tersebut dapat dikatakan mereka terpaksa untuk
memasuki sekolah tersebut. Hal inilah menjadi suatu permasalahan,
sehingga Muhammad ‘Ali memikirkan bagaimana sekolah ini dapat
selaras dengan kebutuhan-kebutuhan religius, budaya dan nasional. Karena
tujuan dibangunnya sekolah ini yaitu untuk menghasilkan pegawai-

10
Ahsin Mohammad, ISLAM FAZLUR RAHMAN, ed. by Ammar Haryono (Bandung:
Pustaka, 1984).h. 285.

15
pegawai pemerintahan dan administrasi, bukan bertujuan untuk
menghasilkan manusia yang berjiwa Islami.

Berbeda dengan negara Turki yang membagi pendidikan dasar


modern menjadi tiga bagian yaitu kelas dasar, primer, dan keterampilan
teknik. Namun pada kelas keterampilan teknik tidak dapat dilaksanakan
secara maksimal, karena mengalami kekurangan tenaga guru yang
kompeten dibidang teknik. Pendidikan dasar modern di negara Turki tidak
dapat langsung meninggalkan pendidikan dasar tradisional yang murni
keagamaannya ke konsep pendidikan yang praktis. Disamping itu juga
negara Turki harus berusaha keras untuk menjalankan sistem pendidikan
modern, karena ada pemerintah Turki yang mana menyeru semua
pendidikan dalam belajar mengajar menggunakan bahasa Turki.

Seperti yang telah dipaparkan pada pembahasan di atas, negara


Mesir dan Turki bergerak dalam arah yang berlawanan selama
pertengahan pertama abad kesembilan belas. Di negara Mesir, Muhammad
‘Abduh mengkritik atas adanya sekolah yang dibangun oleh Muhammad
‘Ali yang sistem pendidikannya murni sekuler dengan mengusulkan untuk
menggabungkan pembelajaran-pembelajaran Islam dengan tujuan agar
dapat lebih Islami dan nasional. Namun disisi lain di negara Turki,
pendidikan tradisional harus mengalah kepada peraturan pemerintah yang
mana menerapkan sistem pendidikan yang sekuler.

Setelah membahas pembaharuan pendidikan sekolah, maka


Rahman mengajak kita untuk mengetahui pembaharuan pendidikan di
perguruan tinggi. Pada awal bagian ini kita disuguhkan pembaharuan
pendidikan di salah satu perguruan tinggi yang amat terkenal dan tersohor
di Mesir, yaitu Universitas Al-Azhar Kairo. Di mana universitas ini telah
mengalami serangkaian pembaharuan organisasional dan administratif
yang bermula adanya tuntutan ujian akhir yang menghasilkan gelar.
Namun Fazlur Rahman tidak membahas hal yang demikian, melaainkan ia
akan membahas tentang pembaharuan intelektual di al-Azhar.

16
Pembaharuan pada universitas tersebut muncul karena adanya kritikan dari
Muhammad ‘Abduh dan Muhammad Ibnu Ibrahim al-Zhawahiri yang
mana masing-masing diantara keduanya mengrkitik terkait sistem
pendidikan sekuler yang mulai masuk ke dunia pendidikan. Oleh
karenanya, Muhammad ‘Abduh memberikan masukan terhadap
pembaharuan pendidikan tinggi yaitu memberikan pemikiran terkait
pembaharuan dalam batasan-batasan intelektual dan renaisans positif
Islam. Begitupula sejalan dengan al-Zhawahiri yang mana ia memberikan
masukan terkait pembaharuan di al-Azhar untuk memasukkan lebih
banyak terkait batasan-batasan kesalehan.

Meskipun di al-Azhar sudah banyak memiliki alumni yang


kompeten dalam bidangnya, namun masih banyak yang belum
memaksimalkan ilmu dan gelar yang mereka dapat. Menurut al-Zhawahiri
hendaknya para ulama ataupun alumni dari al-Azhar tersebut tidak
berhenti untuk menambah ilmu dan meninggikan akhlak. Akan tetapi,
pembaharuan di al-Azhar masih begitu saja, maksudnya ialah masih belum
bisa menerima ilmu-ilmu modern dan masih stagnan pada ilmu-ilmu
agama. Hal ini pun membuat Muhammad ‘Abduh kecewa, ia memandang
kurikulum pendidikan di al-Azhar masih kaku. Melihat hal tersebut,
‘Abduh langsung memberikan saran kepada pemerintah untuk mendirikan
sebuah akademi secara terpisah untuk mendidik ahli-ahli hukum yang
independent dari al-Azhar. Namun masukan tersebut ditolak oleh rektor al-
Azhar dengan mengatakan bahwa tujuan didirikannya al-Azhar ialah untuk
mendirikan sebuah “rumah Tuhan”. Maksudnya ialah al-Azhar didirikan
hanya untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama saja. Sehingga, ketika ‘Abduh
berusaha untuk memperkenalkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat dan
modern, usulannya tetap ditolak meskipun ia tetap tidak meninggalkan
ataupun menghilangkan ilmu-ilmu klasik Islam di al-Azhar.

Lambat laun ilmu-ilmu pengetahuan Barat dan modern sudah


mulai diterima di al-Azhar. Hal ini karena ketika adanya undang-undang

17
mengenai al-Azhar pada tahun 1872 di mana waktu itu dipimpin oleh
Syaikh Muhammad al-‘Abbasi al-Mahdi. Undang-undang tersebut
berisikan tentang matakajian yang akan diujikan kepada mahasiswa al-
Azhar yang terdiri dari lima mata kajian keagamaan dan ada juga memuat
mata kajian sains retorika, kefasihan dan sastra, serta logika. Berbicara
logika hal ini tentu saja masih dilarang di al-Azhar karena berkaitan
dengan filsafat. Namun logika di sini tetap diajarkan sebagai suatu “sains
instrumental” berkat adanya ilmu logika tersebut dapat membantu
mahasiswa dalam proses berpikir. Sehingga membuat al-Anbabi
menyadari bahwa betapa pentingnya pembaharuan modernis praktis.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan di muka, bahwa Fazlur


Rahman pada bagian ini menceritakan seperti apa perkembangan
pendidikan di dua negara yaitu Mesir dan Turki. Tidak seperti negara
Mesir yang dapat menerima adanya pembaharuan ilmu-ilmu pengetahuan
modern, di negara Turki untuk melakukan pembaharuan ilmu pengetahun
bisa dikatakan sulit. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa di
Turki sempat menutup semua sekolah-sekolah agama dan sistem
pengajaran agama. Namun kemudian, saat pemerintahan Abdul Hamid II
(perdana mentri) Said Pasya mengusulkan agar pemerintahan Turki untuk
membangun universitas dan lembaga ilmu teknologi tinggi serta
menjadikan seluruh lembaga tinggi keagamaan sebagai fakultas-fakultas
teologi pada universitas untuk masing-masing pemeluk agama.11

Berbeda pula dengan negara India yang mana lembaga pendidikan


di India yang bernama Aligarh didirikan oleh Sayyid Ahmad Khan di
mana pada lembaga tersebut sudah menerapkan pengajaran modernisme
teoritis. Akan tetapi pada akademi tersebut dalam pengajaran Islam
seluruhnya diserahkan kepada para ulama tradisionalis berasal dari
Deoband, sehingga menjadikan ilmu pengetahuan modern tidak pernah
benar-benar bertemu dengan yang ilmu Islam klasik. Meskipun demikian,
11
Fazlur Rahman, Islam Dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual, ed. by
Ammar Haryono (Bandung: Pustaka, 1985).h.80.

18
akademi Aligarh dapat menghasilkan alumni dari umat Islam dalam ilmu
pengetahuan modern sehingga Aligarh dapat dinobatkan sebagai pusat ide
gerakan nasionalis Islam yang mencikalbakali Pakistan.

Bagian akhir dari bab kedua ini, Rahman juga mengulas sedikit
terkait pendidikan bagi kaum wanita. Setelah ia menjelaskan
perkembangan pendidikan dari klasik hingga modern di berbagai negara.
Maka dari itu mari kita bahas bagaimana sistem pendidikan yang akan
diterapkan kepada kaum hawa, apakah para tokoh-tokoh muslim
mendukung atau menolok adanya pemberian pendidikan modern untuk
kaum hawa.

Berdasarkan apa yang dibaca dan dipahami oleh reviewer terkait


sistem pendidikan kepada kaum hawa, secara keseluruhan pemikir muslim
menolak adanya pendidikan modern kepada wanita. Menurut mereka
wanita hanya perlu diberikan pendidikan tradisional dan domestik saja
terlebih pada ilmu agama, menurut mereka kaum wanita tidak perlu
diperkenalkan dan diberikan ilmu-ilmu pengetahuan Barat, karena kaum
wanita hanya memerlukan ilmu pengetahuan agama dan moral saja agar
dapat mendidik generasi berikutnya serta yang diperlukan oleh wanita
ialah perlunya penanaman sifat-sifat kebaikan, kasih sayang, cinta dan
budi pekerti dan semua itu dapat dipenuhi dengan adanya ilmu agama.

Namun menurut reviewer, seharusnya pendidikan bagi kaum


wanita tidak hanya diberikan ilmu agama saja yang memang kebutuhan
dasar bagi setiap manusia melainkan wanita juga memerlukan ilmu
pengetahuan modern yang nantinya dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari yang mana harus mengikuti perkembangan zaman. Karena
pada hakikatnya perempuan ialah sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Sehingga seorang perempuan yang nantinya menjadi ibu dikemudian hari
kelak akan bisa mendidik anak-anaknya dengan ilmu pengetahuan yang
telah dimiliki. Jadi, dalam hal ini reviewer kurang setuju dengan adanya
tanggapan para tokoh-tokoh muslim ataupun pemikir muslim yang

19
memberikan sumbangsih pemikiran terkait pendidikan kaum hawa yang
dianggap ilmu pengetahuan modern Barat tidak perlu diberikan. Padahal di
abad pertengahan seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa beberapa
negara pelan-pelan telah menerima adanya ilmu pengetahuan modern.

Akan tetapi di satu sisi, reviewer mulai berpikir alasan para


tokoh/pemikir muslim menolak ilmu pengetahuan modern kepada kaum
hawa. Kemungkinan besar hal ini disebabkan adaptasi dan pengintegralan
pengetahuan modern yang masih belum seutuhnya diterima dikalangan
kaum tradisionalis. Sehingga menurut mereka, pemberian ilmu
pengetahuan modern kepada kaum wanita belum terlalu dibutuhkan pada
saat itu.

G. MODERNIS KONTEMPORER

Setelah membahas perkembangan dan pembaharuan pendidikan


klasik dan modern. Maka di bab ketiga ini akan membahas sistem
pendidikan di era modern saat ini. Perkembangan dan pembaharuan
tersebut tentu saja ada beberapa hal yang melatar belakanginya sehingga
beberapa negara yang difokuskan pada buku ini dapat beralih dan
menerima sistem pendidikan yang modern. Berikut reviewer akan
mengulas terkait hal tersebut.

Pada pertengahan abad kedua puluh di sinilah awal mula


terbentuknya “situasi baru” di mana dalam keadaan tersebut ada beberapa
faktor yang menjadikan negara-negara Islam mulai naik, faktor tersebut
ialah adanya faktor ekonomi-politik yang menyebabkan terjadinya situasi
baru. Seperti yang terdapat pada dua negara Islam yang sering dibahas
dalam buku ini, yaitu negara Mesir dan Turki yang telah memastikan
kemerdekaan politiknya dengan kekalahan sekutu sesudah terjadinya
Perang Dunia I. Kedaulatan politik ini melimpahkan tanggung jawab yang
riil dari elit penguasa ke atas pundak rakyat-rakyat di negara baru tersebut.
Sehingga dapat memberikan dampak kepada perubahan yang mendasar

20
pada negara tersebut. Perubahan mendasar secara politik ini dapat
memberikan efek kepada perubahan ekonomi.

Adanya perubahan ekonomi inilah yang membuat pembangunan


yang tidak hanya berfokus pada pembangunan ekonomi saja akan tetapi
juga berpengaruh kepada pembangunan dibidang yang lain dalam empat
sampai lima tahun periode. Dengan adanya pembangunan-pembangunan
tersebut membuat mereka dapat membangun rencana-rencana dan juga
dapat memulai tugas mereka dengan pijakan “ilmiah”. Berawal dari itulah
negara-negara mulai berkembang dan juga memulai untuk menentukan
nasib sendiri yang merupakan pemenuhan yang sebenarnya dari
kemerdakaan politik.

Keberadaan pengaruh politik dan ekonomi di sisi lain menjadikan


permasalahan, yaitu Pertama, adanya pengaruh ini membuat pemerintah di
negeri-negeri tersebut baik yang demokratis ataupun diktator, yang
berorientasi ekonomi sosial ataupun ekonomi bebas semua itu hanyalah
makelar yang mengatasnamakan rakyat. Kedua, pemerintah-pemerintah
tersebut menganggap bahwa diri mereka adalah agent of change padahal
kenyataannya tidak. Ketiga, hampir secara keseluruhan “pembanguan”
yang dimaksud dalam konteks ini ialah difokuskan pada “kemajuan
ekonomi”. Keempat, adapun “pembangunan” tersebut dapat dibilang
berkiblat kepada model pembangunan Barat pada masa kini yang mana
kemajuan tersebut hanya berfokus pada ekonomi dan teknologi saja akan
tetapi mengalami kemunduran pada nilai-nilai intelektual, moral dan
kemanusiaan. Kelima, permasalahan di dunia Islam atau Timur semakin
dipersulit dikarenakan dua hal yaitu teknologi dan impor yang mana kedua
faktor tersebut tidak dipadukan secara organis dengan budaya-budaya
tradisional yang sudah menjadi ciri khas dunia Timur, selain itu para
pemikir pada masa pra-kemerdekaan mereka telah mempopulerkan slogan
bahwa Timur itu bersifat spiritualis dan Barat bersifat materialis. Jika
dunia Timur hanya mengekspor sebagian spiritualitasnya ke Barat dan

21
sebagai gantinya mengimpor sebagian teknologi Barat, maka tidak
dipungkiri lagi dunia ini akan menjadi harmonis. Keenam, adanya
masyarakat yang tidak terdidik, apatis, dan tidak berperan dalam
pemerintahan negara apakah ekstrim kanan ataukah kiri. Mereka hanya
memiliki keinginan untuk dapat memiliki barang-barang materialis dari
Barat akan tetapi gaya hidup mereka yang masih tradisionalis enggan
untuk membuang gaya hidup dan etika kerja yang negatif. Ketujuh,
permasalahan yang paling penting yaitu terletak pada situasi politik, sosial
dan moral yang semakin hari semakin diperburuk dan digersangkan oleh
rendahnya prioritas yang diberikan kepada pendidikan. Adanya wawasan
yang sudah berbaur dengan kemajuan yang bersifat materil sehingga
mereka hanya diberikan pendidikan yang pada akhirnya bertujuan untuk
melayani kepentingan pemerintah kolonial.

H. PROSPEK DAN SARAN-SARAN


Pada bagian terakhir kita disuguhkan dengan masukan atau saran-
saran dari Fazlur Rahman dalam rangka upaya-upaya yang dilakukan
untuk memperbaharui pendidikan Islam. Menurut Rahman, dalam
melakukan pembaharuan pendidikan Islam dapat dilihiat dari beberapa
pendekatan, yaitu menerima pendidikan sekuler modern yang telah
berkembang di Barat dan mencoba untuk mengislamkan pendidikan
tersebut. Maksud dari kata “mengislamkan” di sini ialah memasukkan atau
mengintegrasikan ilmu-ilmu keislaman dalam pendidikan sekuler modern.
Pendekatan yang seperti ini memiliki beberapa tujuan, yakni membentuk
karakter atau watak pelajar/mahasiswa dengan nilai Islam dalam
kehidupan individu maupun masyarakat. Adapun tujuan lainnya ialah
untuk menanami bidang kajian yang sudah dikuasai oleh para ahli yang
latar belakang pendidikannya pendidikan sekuler/modern dengan nilai-
nilai keislaman atau menggunakan perspektif Islam.
Selain itu upaya Rahman dalam melakukan pembaharuan
pendidikan Islam antara lain sebagai berikut: membangkitkan ideologi
Islam, berusaha mengikisi dualisme sistem pendidikan umat Islam,

22
menyadari pentingnya bahasa dalam pendidikan dan sebagai alat untuk
mengeluarkan argumen-argumen yang orisinil, dan melakukan
pembaharuan pada bidang metode pendidikan Islam yakni dengan beralih
dari metode yang berulang-ulang dan mengahapal ke metode yang
memahami dan menganalisis.

I. PENUTUP

Berdasarkan yang sudah reviewer paparkan terkait buku karya


Fazlur Rahman ini, reviewer dapat menarik simpulan sebagai berikut.
Buku ini memang sangat menarik dibaca untuk para pengajar/pendidik,
akademisi ataupun pecinta dunia pendidikan. Buku ini menggunakan alur
maju yang tersusun secara sistematis terkait perkembangan pendidikan
dari klasik sampai modern dan bahkan juga dibahas tentang perkembangan
pendidikan di dunia Islam. Pada pra-modern atau pendidikan
klasik/tradisional para pemikir muslim belum dapat menerima adanya ilmu
pengetahuan sekuler yang dibawa oleh kalangan Barat. Dalam penerimaan
tersebut tentu saja memerlukan proses yang tidak mudah. Banyak pro-
kontra yang terjadi saat pengetahuan modern mulai diperkenalkan di
negara-negara Islam yang masih menganut sistem pendidikan tradisionalis.

Namun seiring berjalannya waktu pada masa modernis Islam


klasik, mereka menganggap pengetahuan modern ini mulai diperlukan
akan tetapi hanya sebatas pengetahuan saja sebagai penunjang dalam
pengetahuan tradisional. Sehingga mereka dalam praktiknya masih tetap
menggunakan pengetahuan klasik. Dan pada masa ini juga menurut para
pemikir muslim pendidikan modern untuk kaum wanita tidak diperlukan,
cukup pengetahuan agama sudah dapat memenuhi kebutuhan wanita. Pada
masa modernis kontemporer, dengan adanya sistem politik ekonomi
membuat negara-negara Islam mulai memasukkan ilmu pengetahuan
modern namun hal itu hanya untuk kepentingan pemerintah saja. Sehingga

23
pada masa ini pun juga antara pendidikan tradisional dan modern belum
seutuhnya dapat dikolaborasikan.

Fazlur Rahman pun menganalisis hal tersebut mengapa pendidikan


tradisional dan modern susah untuk dikolaborasikan. Menurut reviewer,
Rahman menganggap permasalahan ini karena beberapa faktor yaitu dari
tidak ada kerjasama antara pemikir muslim, pemikir dari Barat dengan
pemerintah negara tersebut, dan adanya peraturan terkait kewajiban
menggunakan bahasa sebagai bahasa persatuan dalam kegiatan belajar
mengajar sedangakan masyarakat tersebut masih belum terbiasa dengan
hal ini. Maka Rahman memberikan saran yaitu agar menanamkan karakter
keislaman pada pelajar/mahasiswa sehingga ketika ilmu pengetahuan
sekuler memasuki negara-negara Islam, mereka dapat mengislamisasikan
pengetahuan tersebut. Karena menurut ia, ilmu pengetahuan itu tidak
netral dan masih dapat dipengaruhi oleh pemikiran/ideologi pencetusnya.

REFERENSI

Aziz, Ahmad Amir, Pembaruan Teologi Perspektif Modernisme Muhammad


Abduh Dan Neomodernisme Fazlur Rahman (Yogyakarta: Teras, 2009)

Aziz, Noor, ‘Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Filsafat Pendidikan Dalam


Islam’, Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, 19.2 (2019), 82–93
<https://doi.org/10.32699/mq.v19i2.1605>

Moch., Tohet, ‘Modernisasi Pendidikan Islam (Telaah Pemikiran Fazlur


Rahman)’, Edureligia, 3.1 (2019), 3
<https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/edureligia>

Mohammad, Ahsin, ISLAM FAZLUR RAHMAN, ed. by Ammar Haryono


(Bandung: Pustaka, 1984)

Rahman, Fazlur, Islam Dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual, ed. by


Ammar Haryono (Bandung: Pustaka, 1985)

Rohman, Abid, ‘Fazlur Rahman Dan Teori Penafsiran Double Movement.’, 2019

24
Sutrisno, Fazlur Rahman: Kajian Terhadap Metode, Epistemologi, Dan Sistem
Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)

25

Anda mungkin juga menyukai