A. PROFIL BUKU
Judul Buku
: Islam dan
Modernitas Tentang
Transformasi
Intelektual
Pengarang : Fazlur Rahman
Penerjemah : Ahsin Mohammad
Penyunting : Ammar Haryono
Penerbit : Pustaka, Bandung
Cetekan : I, 1985 M
Jumlah Halaman : 210 halaman
1
lingkungan keluarga taat beragama yang bermazhab Hanafi. Ayahnya
seoarang alim lulusan dari perguruan tinggi terkenal di India Utara
(Deoband). Karena ia dididik dengan keluarga yang taat beragama
sehingga menjadikannya mampu menghafal 30 juz al-Qur’an di umurnya
10 tahun.2 Rahman kecil sudah mulai mempelajari ilmu-ilmu Islam secara
formal di madrash ditambah ia menerima ilmu dari ayahnya juga.
Kemudian ia melanjutkan studinya ke Lahore dan memasuki sekolah
modern, setelah itu ia mengenyam pendidikan B.A. nya bidang bahasa
Arab di Universitas Punjab dan dua tahun kemudian ia melanjutkan
pendidikan M.A di bidang dan universitas yang sama. Fazlur Rahman
selama di Pakistan hanya mendapatkan pendidikan Islam tradisional
sehingga ia memiliki rasa tidakpuas dan ingin tahu lebih mendalam
tentang Islam sehingga ia pun melanjutkan studinya ke Barat, Oxford
University, Inggris. Setelah ia mengenyam pendidikan di Oxford, Rahman
tidak pulang ke Pakistan melainkan ia mengajar beberapa tahun di Durham
University. Selain itu, Rahman juga pernah menjadi Direktur Lembaga
Riset Islam di Pakistan, namun karena ada permasalahan yang membuat
Rahman mengundurkan diri sehingga ia pun melepaskan jabatannya dan
menjadi tenaga pengajar di Universitas California. Akhir masa hidupnya ia
menghabiskan waktunya menjadi guru besar di Universitas Chicago.
2
Noor Aziz, ‘Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Filsafat Pendidikan Dalam Islam’,
Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, 19.2 (2019), 82–93
<https://doi.org/10.32699/mq.v19i2.1605>.h.84.
2
diterjemahkan dan disunting ke dalam bahasa Indonesia ini sudah
mempunyai beberapa cetakan, cetakan pertama pada tahun 1985 dengan
jumlah halaman sebanyak 210 halaman. Buku yang asli berbentuk dalam
bahasa Inggris dengan judul yaitu Islam and Modernity, Transformation of
an Intellectual Tradition yang pertama kali diterbitkan oleh The University
of Chicago Press pada tahun 1982. Buku ini terdiri dari empat bagian yang
mengulas tentang perkembangan dan dinamika sistem pendidikan Islam
dari yang tradisional hingga modern di beberapa negara seperti Timur
Tengah. Adapun alur buku ini tersusun secara sistematis mengenai
perkembangan sejarah pendidikan Islam dari zaman abad pertengahan
hingga abad 20 dengan gaya bahasa yang cukup mudah dipahami dan
dikemas dengan pemikiran-pemikiran Fazlur Rahman yang sangat
argumentatif serta menggunakan pemahaman baru tentang al-Qur’an
sebagai landasannya. Meskipun membahas tentang perkembangan dan
dinamika pendidikan Islam, akan tetapi buku ini tidak mengulas secara
mendalam dan keseluruhan mengenai intelektualisme Islam.
3
keilmuan klasik, upaya modernisasi yang telah dilakukan selama abad
terakhir, dan memberikan tawaran metodologis yang dianggap efektif.
Sehingga buku ini sangat cocok dibaca bagi para akademisi, pengajar,
mahasiswa, rohaniawan, sejarawan, umat Islam dan siapa pun yang
tertarik dalam dunia pendidikan Islam.
3
Tohet Moch., ‘Modernisasi Pendidikan Islam (Telaah Pemikiran Fazlur Rahman)’,
Edureligia, 3.1 (2019), 3 <https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/edureligia>.h.3.
4
yang mana menurut Fazlur Rahman pada bagian ini merupakan suatu
proses untuk menghasilkan ilmuwan yang bersifat integratif, yang meliputi
sifat kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur dan lain
sebagainya. Ilmuwan yang seperti ini diharapkan akan memberikan
alternatif atau jalan pintas atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi
oleh umat manusia di muka bumi.4
4
Sutrisno, Fazlur Rahman: Kajian Terhadap Metode, Epistemologi, Dan Sistem
Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).h.170.
5
diturunkan (pewahyuan) dengan memperhitungkan kondisi-kondisi sosial
pada saat itu dalam rangka untuk menemukan prinsip-prinsip umum dari
ayat-ayat tersebut. Kemudian pada gerakan selanjutnya dari prinsip-prinsip
umum tersebut dibawa ke masa kini dengan memperhitungkan kondisi-
kondisi umum saat ini untuk memberikan pemaknaan al-Qur’an yang
sesuai dengan situasi kontemporer.5 Melihat dari kedua pendekatan yang
digunakan Fazlur Rahman tentu saja tidak lepas dari adanya al-Qur’an dan
as-Sunnah yang dikaji melalui aspek historis. Oleh karena itu, asbabun
nuzul sangat diperlukan untuk memaknai ayat al-Qur’an dan
menghubungkannya dengan situasi saat ini. Selain itu, perlu adanya kisah-
kisah dari para sahabat mengenai Nabi Muhammad saw agar ayat-ayat al-
Qur’an dapat dipahami dengan jelas.
Buku ini tidak berfokuskan pada pemaknaan al-Qur’an dan hadis,
melainkan berfokus pada perkembangan pendidikan Islam baik dari zaman
para sahabat, zaman pertengahan, hingga perkembangan pendidikan Islam
di Anak Benua Indo-Pakistan. Namun sebagai awal dari buku ini, Rahman
ingin membahas bagaimana ia mendapatkan ilmu pengetahuan dan
menjelaskan terkait konsep pemikirannya tersebut yang menghubungkan
situasi sekarang dengan masa pewahyuan al-Qur’an. Sesuai dengan judul
buku ini yaitu “Islam dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual”
tentu saja yang akan dibahas secara mendalam ialah yang berkaitan
tentang perkembangan atau perubahan yang terjadi pada pendidikan Islam
dari zaman temporer ke zaman kontemporer yang akan reviewer ulas
dengan singkat dan padat dengan menggunakan analitis-kritis pada review
buku kali ini.
Berbicara tentang perkembangan pendidikan Islam yang sampai
saat ini di era modern kita sudah mendapatkan ilmu-ilmu keislaman
dengan mudah dan cepat. Hal ini tentu saja tidak lepas dari adanya turut
andil para sahabat Nabi, tabi’i-tabi’in, ilmuwan muslim, para ulama, dan
pengajar. Seperti yang sudah dipaparkan dimuka, bahwa pada masa
5
Abid Rohman, ‘Fazlur Rahman Dan Teori Penafsiran Double Movement.’, 2019.
6
sahabat atau setelah Nabi Muhammad saw wafat, umat muslim dalam
mengambil suatu keputusan dan menghadapi permasalahan-permasalahan
baru bukan menggunakan sistem pemikiran yang mendetail dan dikerjakan
secara intelektual melainkan merujuk kepada dua sumber utama, yaitu al-
Qur’an dan Sunnah yang pernah mereka alami sebelumnya. Maka dari itu,
umat Islam generasi pertama memberikan penilaian-penilaian tersebut
berdasarkan pengalaman mereka tentang ajaran al-Qur’an sebagai suatu
keseluruhan sehingga mereka tidak mengutip ayat-ayat individual al-
Qur’an, kecuali apabila ayat-ayat tersebut berkaitan langsung dengan
permasalahan yang dihadapi.6 Hal ini dianggap lumrah karena pada
dasarnya manusia dalam menyelesaikan permasalahan akan
mempelajarinya dari pengalaman yang pernah dialami terlebih dahulu agar
lebih mudah dalam mengaplikasikannya.
Seiring berjalannya waktu, perubahan-perubahan terus terjadi pada
masyarakat muslim terutama pada zaman pertengahan yang dianggap
berlangsung tidak tertib dan tidak terkontrol. Hal ini disebabkan oleh
pikiran umat Islam pada saat itu bersifat statis dalam kehidupan sosio-
ekonominya. Sehingga mengakibatkan ilmu pengetahuan yang stagnan
dan kemerosotan sosial serta pada akhirnya umat muslim hanya
berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah namun tidak didasarkan pada
pengajaran intelektual yang sistematis. Beranjak dari hal ini pada zaman
pertengahan, mulai bermunculan kaum Sunni dan Syiah dalam mendirikan
sekolah-sekolah yang terorganisasi untuk mengajarkan pengetahuan dan
memberikan doktrinisasi kepada murid-murid. Secara garis besar, Rahman
berasumsi bahwa pada zaman pertengahan ini yang pertama berkembang
adalah hukum dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan administratif
yang diikuti oleh teologi yang isinya berupa ajaran-ajaran moral namun
tidak bisa diberlakukan dalam mahkamah peradilan. Akan tetapi, hukum
Islam pada zaman pertengahan hanya satu bagian tertentu saja yang dapat
6
Fazlur Rahman, Islam Dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual, ed. by
Ammar Haryono (Bandung: Pustaka, 1985).h.27-28.
7
diberlakukan hampir secara seragam di seluruh dunia Islam meskipun
hukum tersebut bukanlah hukum yang ketat.
Pada zaman pertengahan ini pulalah terjadi pembedaan antara
sains-sains tradisional/agama dengan sains-sains rasional/sekuler.
Sehingga muncullah sikap yang semakin kaku terhadap sains-sains
rasional. Hal ini dipicu dengan dalih ilmu itu luas, hidup itu singkat
sehingga sains-sains agama sangatlah diperlukan karena itu merupakan
kunci sukes hidup di akhirat. Tidak hanya itu saja, penyebaran sufisme
dianggap penting untuk menumbuhkan kehidupan spiritual dan
pengalaman keagamaan. Sehingga sikap ini seolah-olah memusuhi sains-
sains rasional/sekuler dan seluruh intelektualisme. Pada periode zaman
pertengahan buku ini menjelaskan tentang sistem pengajaran di
sekolah/madrasah yang mana pada sistem tersebut masih kental dengan
sistem tradisional dan belum bisa menerima sistem pengajaran yang
sekuler karena dianggap sebagai “non religius”.
Namun sejak lahirnya ilmu retorika dan kefasihan bahasa Arab
membuat orang merasa sangat senang dalam mengapresiasi poin-poin
retoris dan gramatikal serta kepelikan bahasa dalam orasi, hadis atau ayat
al-Qur’an. Sehingga hal ini membuat dokumen keagamaan yang
revolusioner (al-Qur’an) terkubur dibawah timbunan gramatika dan retoris
yang pada akhirnya memicu perkembangan besar yang efeknya sangat
merugikan kualitas ilmu pengetahuan pada abad pertengahan Islam dengan
melakukan penggantian naskah-naskah yang terkait teologi, filsafat,
yurisprudensi dengan komentar-komentar dan superkomentar-
superkomentar. Adanya kebiasaan menulis komentar demi komentar
menjadikan ilmu pengetahuan pada saat itu mengalami kemerosotan dan
membuat para cendikiawan dipandang tidak kreatif atau sebagai
pemerolehan pasif atas ilmu pengetahuan yang telah mapan.
Berdasarkan pemaparan di atas Reviewer dapat menarik simpulan
bahwa sekularisme muncul di masyarakat muslim pada masa pra-
modernis. Hal ini dikarenakan adanya stagnasi pemikiran Islam pada
8
umumnya. Dan lebih khusus, karena kegagalan hukum dan institusi syar’i
untuk mengembangkan diri mereka sendiri dan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang berubah. Yang demikian itulah dapat
memberikan pengaruh pada perjalanan Islam modern terlebih pada bidang
pendidikan. Disisi lain Rahman memberikan masukan bahwa
pembaharuan pendidikan Islam itu dapat dilakukan dengan menerima
pendidikan sekuler modern yang kemudian diintegrasikan dengan konsep-
konsep Islam.7 Disamping itu juga Rahman mendeskripsikan terkait
pendidikan yang ada dalam lingkungan umat Islam pada masa abad
pertengahan dan pra modern, di mana antara konsepsi dengan sikap dan
cara berpikir keilmuan modern bertolak belakang. Karena mereka masih
beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan sesuatu yang “diperoleh”
yang mana posisi akal pikiran bersifat pasif dan reseptif daripada kreatif
dan positif.
7
Sutrisno. Fazlur Rahman: Kajian Terhadap Metode, Epistemologi, Dan Sistem
Pendidikan.h.176-177
9
Pada bagian awal bab ini mengantarkan kita untuk mengetahui
sistem perkembangan dari berbagai negaara. Apakah para ulama menganut
sistem tradisional ataukah sudah menganut sistem modern. Berikut
Reviewer akan memaparkan sistem pendidikan di berbagai negara yang
dimulai dari nergara yang menganut sistem pendidikan klasik yang sudah
terorganisir dan terkonsentrasi yakni negara Mesir dan Turki. Selanjutnya
beralih ke negara India dan Indonesia yang mana pada kedua negara
tersebut kaum ulama sudah sangat menyebar luas ke berbagai daerah
namun dalam sistem pengajarannya pada dua negara ini masih
memasukkan unsur-unsur kenegaraan. Pada negara Indonesia ulama-ulama
terbagi menjadi dua kubu organisasi yang mana terbagi menjadi NU
(Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah. Ulama yang berasal dari
organisasi NU, ilmu pengetahuan ataupun sistem pengajarannya
berkiblatkan pada Mekkah yang bersifat konservatif dan ada memasukkan
kekhasan suku Jawa. Sedangkan para ulama yang berasal dari organisasi
Muhammadiyah, ilmu pengetahuan atau sistem pengajarannya berpatokan
pada Kairo yang mana kebanyakan para ulama Indonesia merupakan
alumni Universitas Al-Azhar yang bersifat modernis dan progresif. Di sisi
lain pada negara Iran dan Turki sistem pengajarannya masih ada pengaruh
besar dari kebijakan negara ataupun dari kelas pemerintah yang berkuasa.8
8
Ibid.h.51-53
10
pengetahuan modern dibatasi oleh teknologi praktis karena menurut
mereka suatu pemikiran murni umat Islam tidaklah memerlukan suntikan
dari produk intelektual Barat dan bahkan dapat menimbulkan keraguan
dan kekacauan dalam pemikiran muslim yang mana suatu sistem
kepercayaan Islam klasik dianggap sudah memberikan jawaban-jawaban
yang memuaskan dalam pertanyaan-pertanyaan mengenai pandangan
dunia. Yang kedua, umat Islam pada masa awal abad pertengahan
sebenarnya telah memperoleh sains yang mana pemikiran murni waktu itu
sudah dibudidayakan oleh kaum muslimin, akan tetapi diambil alih oleh
Eropa.
11
kesembilan sampai kesepuluh terjadi karena berkat hasil dari upaya
memenuhi tuntutan al-Qur’an yang mana telah diperintahkan agar manusia
mengkaji alam semesta. Kedua, pada akhir abad pertengahan semangat
dalam pengkajian ilmiah telah merosot sehingga kaum muslim pun juga
mengalami kemerosotan. Ketiga, pemikir Barat telah membangkitkan
kajian-kajian ilmiah yang sebagian dari kajian tersebut telah mereka
pinjam dari kaum muslimin, oleh karena itu mereka memperoleh
kemakmurat sedangkan negera-negara muslim terjajah. Keempat, kaum
muslimin memulai kembali mempelajari sains dari Barat yang telah
berkembang yang berarti kaum muslim akan menemukan kembali masa
lalu mereka sehingga dapat memenuhi kembali perintah al-Qur’an yang
terabaikan.
9
Ibid.h.59-60.
12
Banyak tanggapan dari para pemikir muslim terkait agama, sains,
dan ilmiah modern. Namun lain cerita pada jenjang pendidikan tinggi,
yang mana para kaum modernis berupaya dalam memberikan kemudahan
bagi generasi muda muslim dengan cara mengakrabkan kandungan moral
Islam dalam bentuk kisah-kisah yang menarik. Hal ini merupakan inovasi
dan suatu perkembangan yang besar, karena sebelumnya pengajaran
kewajiban moral pengaplikasiannya dengan cara melalui buku-buku
agama yang lebih menekankan pada batasan-batasan surga dan neraka.
Pada bagian tengah bab kedua buku ini, lebih banyak memberikan
tanggapan ataupun pandangan dari para pemikir muslim terkait agama dan
pengetahuan modern. Ada yang mendukung adanya pengetahuan modern
dan dapat diintegrasikan ke dalam agama, namun ada juga yang menolak
adanya pengetahuan modern dengan berasumsi bahwa agama dan
pengetahuan modern tidak dapat digabung menjadi satu. Sejauh ini
berdasarkan apa yang dipahami oleh Reviewer, pada abad pertengahan ini
sudah mulai menerima adanya pengetahuan modern bahkan ada yang
mengintegralkan pengetahuan modern ke perguruan tinggi, namun pada
saat itu masyarakat masih belum bisa untuk menerima pengetahuan
modern seutuhnya dan pola pikir mereka masih bersifat pasif dan statis.
Maksudnya ialah mereka tidak dapat meninggalkan ilmu klasik/tradisional
dan beralih ke ilmu modern. Seperti krtikan dari Muhammad Iqbal yang
mana ia menganggap pengetahuan modern nampaknya lebih mengarah ke
teknologi bersifat materialis yang dapat merusak nilai-nilai manusia yang
harusnya lebih tinggi daripada teknologi. Menurutnya tujuan pendidikan
itu ialah membentuk manusia.
13
dengan sekuler, antara duniawi dengan yang ukhrawi. Seperti kebanyakan
para sarjana agama yang mana sudah dapat menjadi ahli dibidangnya akan
tetapi masih belum bisa menangani problem-problem di dunia tempat ia
berada. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kehidupan yang religius harus
mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan kehidupan duniawi
dengan kreatif. Jika tidak seperti itu, maka klaim spiritual tidaklah bisa
dipertahankan. Tadi sudah banyak dibahas terkait dengan tanggapan atau
pun pertimbangan-pertimbangan teoritis dari para pemikir muslim, maka
dari itu kita akan mengulas tentang pembaharuan modernis praktis.
Disisi lain terdapat mode berpikir filosofis dari para Sufi spekulatif
dengan berusaha mendukung dirinya sendiri melalui intuisionisme yakni
membuat teori kasyf dan membawakan perubahan-perubahan penting.
Perubahan-perubahan tersebut ialah menghasilkan theologi kalam
ortodoks yang tradisional yang berlandaskan al-Qur’an dan ajaran-ajaran
Islam, namun tetap berpegang teguh pada konsep kewalian dan kedudukan
khas wali dengan tetap melakukan pemujaan yang penuh tahayul pada
makam-makam wali tersebut. Setelah adanya gerakan sufi tersebut yang
dapat menguasai dunia Islam pada abad keenam dan ketujuh secara
emosional, spiritual dan intelektual, sehingga kamu tradisionalis pun mulai
14
menyadari bahwa untuk mengaibaikan kekuatan-kekuatan sufi adalah hal
yang tidak mungkin. Mengatasi hal tersebut para kaum tradisionalis murni
mencoba untuk menggabungkan pemikiran sufi yang dapat didamaikan
dengan Islam ortodoks sehingga dapat diproses dengan harapan
menghasilkan sumbangan pemikiran yang positif.10
10
Ahsin Mohammad, ISLAM FAZLUR RAHMAN, ed. by Ammar Haryono (Bandung:
Pustaka, 1984).h. 285.
15
pegawai pemerintahan dan administrasi, bukan bertujuan untuk
menghasilkan manusia yang berjiwa Islami.
16
Pembaharuan pada universitas tersebut muncul karena adanya kritikan dari
Muhammad ‘Abduh dan Muhammad Ibnu Ibrahim al-Zhawahiri yang
mana masing-masing diantara keduanya mengrkitik terkait sistem
pendidikan sekuler yang mulai masuk ke dunia pendidikan. Oleh
karenanya, Muhammad ‘Abduh memberikan masukan terhadap
pembaharuan pendidikan tinggi yaitu memberikan pemikiran terkait
pembaharuan dalam batasan-batasan intelektual dan renaisans positif
Islam. Begitupula sejalan dengan al-Zhawahiri yang mana ia memberikan
masukan terkait pembaharuan di al-Azhar untuk memasukkan lebih
banyak terkait batasan-batasan kesalehan.
17
mengenai al-Azhar pada tahun 1872 di mana waktu itu dipimpin oleh
Syaikh Muhammad al-‘Abbasi al-Mahdi. Undang-undang tersebut
berisikan tentang matakajian yang akan diujikan kepada mahasiswa al-
Azhar yang terdiri dari lima mata kajian keagamaan dan ada juga memuat
mata kajian sains retorika, kefasihan dan sastra, serta logika. Berbicara
logika hal ini tentu saja masih dilarang di al-Azhar karena berkaitan
dengan filsafat. Namun logika di sini tetap diajarkan sebagai suatu “sains
instrumental” berkat adanya ilmu logika tersebut dapat membantu
mahasiswa dalam proses berpikir. Sehingga membuat al-Anbabi
menyadari bahwa betapa pentingnya pembaharuan modernis praktis.
18
akademi Aligarh dapat menghasilkan alumni dari umat Islam dalam ilmu
pengetahuan modern sehingga Aligarh dapat dinobatkan sebagai pusat ide
gerakan nasionalis Islam yang mencikalbakali Pakistan.
Bagian akhir dari bab kedua ini, Rahman juga mengulas sedikit
terkait pendidikan bagi kaum wanita. Setelah ia menjelaskan
perkembangan pendidikan dari klasik hingga modern di berbagai negara.
Maka dari itu mari kita bahas bagaimana sistem pendidikan yang akan
diterapkan kepada kaum hawa, apakah para tokoh-tokoh muslim
mendukung atau menolok adanya pemberian pendidikan modern untuk
kaum hawa.
19
memberikan sumbangsih pemikiran terkait pendidikan kaum hawa yang
dianggap ilmu pengetahuan modern Barat tidak perlu diberikan. Padahal di
abad pertengahan seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa beberapa
negara pelan-pelan telah menerima adanya ilmu pengetahuan modern.
G. MODERNIS KONTEMPORER
20
pada negara tersebut. Perubahan mendasar secara politik ini dapat
memberikan efek kepada perubahan ekonomi.
21
sebagai gantinya mengimpor sebagian teknologi Barat, maka tidak
dipungkiri lagi dunia ini akan menjadi harmonis. Keenam, adanya
masyarakat yang tidak terdidik, apatis, dan tidak berperan dalam
pemerintahan negara apakah ekstrim kanan ataukah kiri. Mereka hanya
memiliki keinginan untuk dapat memiliki barang-barang materialis dari
Barat akan tetapi gaya hidup mereka yang masih tradisionalis enggan
untuk membuang gaya hidup dan etika kerja yang negatif. Ketujuh,
permasalahan yang paling penting yaitu terletak pada situasi politik, sosial
dan moral yang semakin hari semakin diperburuk dan digersangkan oleh
rendahnya prioritas yang diberikan kepada pendidikan. Adanya wawasan
yang sudah berbaur dengan kemajuan yang bersifat materil sehingga
mereka hanya diberikan pendidikan yang pada akhirnya bertujuan untuk
melayani kepentingan pemerintah kolonial.
22
menyadari pentingnya bahasa dalam pendidikan dan sebagai alat untuk
mengeluarkan argumen-argumen yang orisinil, dan melakukan
pembaharuan pada bidang metode pendidikan Islam yakni dengan beralih
dari metode yang berulang-ulang dan mengahapal ke metode yang
memahami dan menganalisis.
I. PENUTUP
23
pada masa ini pun juga antara pendidikan tradisional dan modern belum
seutuhnya dapat dikolaborasikan.
REFERENSI
Rohman, Abid, ‘Fazlur Rahman Dan Teori Penafsiran Double Movement.’, 2019
24
Sutrisno, Fazlur Rahman: Kajian Terhadap Metode, Epistemologi, Dan Sistem
Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)
25