Anda di halaman 1dari 13

ISLAM DAN POLITIK IDENTITAS PADA SLOGAN

“ASLI URANG BANUA” DALAM PEMILIHAN KEPALA


DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2010
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Contemporary Islam and Globalization
Dosen pengampu: Dr. Subaidi, S.Ag., M.Si

DI SUSUN OLEH:

Siti Sarah Apriani (22200011120)

PRODI INTERDISCIPLINARY ISLAMIC STUDIES


KONSENTRASI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOYAKARTA
2022 M / 1444 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................2

A. Latar Belakang..............................................................................................2

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

A. Sistem Politik Pada Kalimantan Selatan.......................................................4

B. Politik Identitas Pada Slogan “Asli Urang Banua”.......................................5

C. Nilai dan Norma Sosial Keagamaan dan Politik Sesudah Pemilihan Kepala
Daerah Kalimantan Selatan Tahun 2010..............................................................7

D. Dampak Adanya Slogan “Asli Urang Banua” Di Kalimantan Selatan


…………………………………………………………………………….10

BAB III PENUTUP...............................................................................................11

A. Simpulan.....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

1
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Politik identitas kerap kali marak terjadi di Indonesia terlebih pada
pemilihan kepala daerah bahkan kepala negara. Politik identitas merupakan
suatu gerakan politik yang berfokus pada suatu perbedaan sebagai suatu
kategori politik yang utama. Adapun politik identitas di Indonesia lebih terkait
tentang etnisitas, agama, ideologi, dan kepentingan-kepentingan lokal yang
diwakili umumnya oleh para elit politik dengan artikulasinya masing-masing.
Adapula yang mendefinisikan bahwa politik identitas seringkali digunakan oleh
para pemimpin sebagai retorika politik dengan sebutan bagi “orang asli” yang
menghendaki kekuasaan dan bagi “orang pendatang” yang harus melepaskan
kekuasaan.1 Politik identitas yang seperti inilah yang terjadi di Provinsi
Kalimantan Selatan pada pemilihan kepala daerah tahun 2010.
Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi yang ada di bagian
selatan pulau Kalimantan. Kalimantan Selatan memiliki suku dan agama yang
beragam, yaitu terdiri dari suku Banjar, Bugis, Dayak Bakumpai, Dayak
Meratus, Dayak Maanyan, Dayak Lawangan, Dayak Bukit Ngaju, Melayu
Jawa, Cina dan Arab Keturunan. Adapun agama yang ada di Kalimantan
Selatan antara lain agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan Budha.
Kalimantan Selatan di dominasi oleh suku Banjar dengan jumlah 2,7 juta orang
pada data sensus tahun 2010 dan juga didominasi oleh agama Islam dengan
persentase 96,80%.2 Seperti yang terlihat pada data di atas, bahwa Kalimantan
Selatan mayoritas penduduk bersuku Banjar dan beragama Islam. Maka dari itu
muncullah iklan politik dengan slogan “Asli Urang Banua” pada pemilihan
kepala daerah pada tahun 2010 yang mana slogan ini digunakan oleh pasangan

1
Leli Salman Al- Farisi, ‘Politik Identitas: Ancaman Terhadap Persatuan Dan Kesatuan
Bangsa Dalam Negara Pancasila’, Jurnal Aspirasi, 2018, h.81-82.
2
Website Resmi, ‘Profil Daerah Provinsi Kalimantan Selatan’
<https://kalselprov.go.id/laman/profil daerah provinsi kalimantan selatan#:~:text=Suku Banjar
%2C Dayak Bakumpai%2C Dayak,Bugis%2C Cina dan Arab Keturunan.&text=Islam
96%2C80%25%3B Protestan,%25%3B Budha 17%2C59%25.>.

2
“Dua Rudy” – Rudy Ariffin dan Rudy Resnawan yang terpilih menjadi
gubernur dan wakil gubernur provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2010.
Drs.H. Rudy Ariffin, M.B.A merupakan mantan gubernur Kalimantan Selatan
pada periode 2005-2010 bersama wakilnya Rosehan Noor Bahri dan kemudian
menjadi gubernur kembali pada periode 2010-2015 dengan diwakili oleh Rudy
Resnawan. Rudy Ariffin lahir di kota Banjarmasin dan berlatar belakang
pendidikan di jurusan Sosial Politik. Begitupula wakilnya yang bernama Rudy
Resnawan yang lahir di Amuntai. Kedua pasangan ini tentu saja beragama
Islam dan bersuku Banjar. Sehingga slogan “Asli Urang Banua” ini merupakan
hal yang lumrah digunakan bagi pasangan gubernur dan wakil gubernur
Kalimantan Selatan pada saat itu.
Iklan politik yang dipelopori Dua Rudy ini berbunyi “Asli Urang Banua”
bermakna asli warga atau penduduk wilayah yang ada di Kalimantan Selatan.
Selain itu dibalik slogan ini juga mengandung pesan politik yang kuat agar
pemimpin daerah berasal dari putera-puteri daerah juga. Sehingga dalam hal
ini, politik identitas sangat berlaku. Oleh karena itu, penulis akan membahas
tentang Islam dan politik identitas pada slogan “Asli Urang Banua” dalam
pemilihan daerah provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2010 dengan
menggunakan teori sosial keagamaan dan politik guna menjawab rumusan
masalah berikut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem politik yang ada di Kalimantan Selatan?
2. Mengapa slogan “Asli Urang Banua” dapat memicu politik identitas?
3. Bagaimana nilai dan norma sosial keagamaan yang terjadi setelah adanya
pemilihan kepala daerah di Kalimantan Selatan?
4. Bagaimana dampak yang terjadi pada masyarakat dengan adanya slogan
“Asli Urang Banua” dalam pemilihan kepala daerah di Kalimantan Selatan?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Politik Pada Kalimantan Selatan


Sistem politik Indonesia ialah kumpulan berbagai kegiatan yang ada di
dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum
termasuk proses dalam menentukan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi
dan penyusunan skala prioritasnya. Sistem politik dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu lingkungan, sosial budaya, dan kondisi ekonomi suatu
negara. Dengan adanya pengaruh-pengaruh tersebut akan membentuk
perilaku politik pada masyarakat dan negara, baik pemegang kekuasaan
maupun yang dikuasai dan dikendalikan oleh kekuasaan yang ada. Menurut
David Easton, sistem politik merupakan kehidupan politik yang di
dalamnya terdapat sistem interaksi yang ditentukan oleh fakta yang
berhubungan dengan penyebaran nilai-nilai secara otoritatif dalam
masyarakat.3
Sistem politik yang ada di Kalimantan Selatan sangat berkaitan dengan
agama. Hal ini dikarenakan masyarakat Kalimantan Selatan yang terkenal
religius sejak zaman kerajaan. Pada zaman kerajaan seorang raja dimotivasi
oleh semangat keagamaan yang mana ajaran agama dijadikan nilai dasar
moralitas perjuangan dalam memimpin rakyat. Karena menurut mereka
haram untuknya apabila seorang raja melanggar amanah yang sudah
diajarkan dalam agama. Baginya agama merupakan petunjuk utama dalam
bersikap, berbuat, dan bertindak, sehingga dalam melakukan segala
tindakan apapun tentulah selalu berlandaskan pada moralitas ajaran agama.
Sebagaimana Pangeran Antasari dengan motivasi agama yang
mengantarkannya untuk berjuang bersama rakyatnya dengan menyatakan
slogan “Haram Manyarah, Sampai Kaputing” yang berarti tidak menyerah

3
Sahya Anggara, ‘Sistem Politik Indonesia’, Sistem Politik Indonesia (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2015), pp. 22–24.

4
sampai akhir.4 Berdasarkan penjelasan di atas dari zaman dahulu kala di
Kalimantan Selatan sudah sering menggunakan slogan atau slogan seakan-
akan membawa pesan tersirat bahwa pemimpin tersebut akan selalu
membersamai rakyatnya. Maka dari itu hingga saat ini tidak jarang para
pemimpin daerah yang ada di Kalimantan Selatan seringkali menggunakan
slogan saat kampanye.
Di samping itu di Kalimantan Selatan juga sangat kental
keagamaannya karena adanya salah satu tokoh agama yang sangat terkenal
dan juga berkaitan dengan politik, tokoh agama atau alim ulama tersebut
bernama Muhammad Zaini Abdul Ghani atau sering kali disebut dengan
Abah Guru Sekumpul. Banyak politisi, artis, dan pejabat-pejabat negara
yang meminta nasihat dan berkonsultasi tentang berbagai masalah
keagamaan. Selain itu, para politisi yang ada di Kalimantan Selatan ingin
menunjukkan bahwa mereka selalu mendekatkan diri dengan para alim
ulama dan juga mencari perhatian publik bahwa mereka ialah orang-orang
yang selalu memperhatikan persoalan yang berkaitan dengan agama
terutama dengan kepentingan politiknya. Begitulah sistem politik yang ada
di Kalimantan Selatan yang masih sangat kental dengan sosial keagamaan
dan politiknya, sehingga tidak heran banyak pemimpin daerah yang sering
menggunakan slogan yang berbau Islami dan menunjukkan identitas
kesukuannya seperti pada slogan “Asli Urang Banua”.
B. Politik Identitas Pada Slogan “Asli Urang Banua”
Menurut Purwanto, politik identitas merujuk pada praktik politik
yang berbasis identitas kelompok seperti etnis, agama, atau denominasi
sosial-kultural lainnya yang bertolak belakang dengan praktik politik yang
berbasiskan kepentingan. Berkembangnya politik identitas sama sekali
tidak berkait dengan sistem politik tertentu akan tetapi dapat berkembang
subur dalam sistem demokrasi.5 Politik identitas seringkali didefiniskan

4
Mirhan AM, ‘Agama Dan Politik Di Kalimantan Selatan’, Jurnal Ilmiah Ilmu
Ushuluddin, 15.2 (2017), 111 <https://doi.org/10.18592/jiiu.v15i2.1294>.
5
Purwanto, ‘Politik Identitas Dan Resolusi Konflik Transformatif’, Jurnal Review Politik,
Volume 05 (2015), 62.

5
pada politik yang melibatkan suatu kelompok yang memiliki persamaan
baik dari segi etnis, agama, suku, dan budaya. Seperti yang terjadi pada
pemilihan kepala daerah provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2010
yang menggunakan slogan “Asli Urang Banua” pasangan Rudy Ariffin
dan Rudy Resnawan. Slogan tersebut dianggap mengandung politik
identitas, karena dari segi makna “Asli Urang Banua” itu berarti penduduk
asli masyarakat Kalimantan Selatan. Dalam bahasa Banjar arti Banua itu
adalah daerah atau wilayah untuk menyebutkan kabupaten-kabupaten yang
berada di daerah Banjar Hulu, pada zaman dahulu digunakan ungkapan
Banua Lima (Hulu Sungai Selatan, Tengah, Utara, Tapin dan tabalong)
namun sekarang bertambah kabupaten Balangan, maka disebut dengan
Banua Anam (enam).

Adapun kalimat “Urang Banua” mengandung makna bahwa calon


gubernur di Kalimantan Selatan harus menyatakan dirinya sebagai putra
daerah yang berarti yang mencalonkan diri memanglah berasal dari tanah
Kalimantan Selatan. Hal tersebut juga berarti secara tidak langsung,
apabila calon gubernur merupakan asli putra daerah maka ia akan sangat
mengenal daerahnya sendiri, sehingga ia dapat menjalankan tugasnya
dengan baik. Kemudian makna “Urang Banua” ini akan menjadi suatu
serangan bagi calon gubernur yang bukan putra daerah atau bukan berasal
dari keturunan suku Banjar.6 Contohnya yaitu pada calon kandidat yang
bernama Zairullah Azhar yang mana ia bukan benar-benar asli suku
Banjar, melainkan suku Bugis. Meskipun ia memiliki kinerja yang bagus
selama menjadi bupati kabupaten Tanah Bumbu, namun ia bukan putra
daerah maka masyarakat pun mulai memprioritaskan calon gubernur yang
memang asli putra daerah yang bersuku Banjar dan beragama Islam. Oleh
karena itu dengan adanya slogan “Asli Urang Banua” ini menjadikan
pasangan Rudy Ariffin dan Rudy Resnawan terpilih menjadi gubernur dan
wakil gubernur Kalimantan Selatan periode 2010-2015.
6
Muhammad Syafi’i, ‘Simbol Agama Dan Budaya Dalam Iklan Politik Pilkada Analisis
Semiotika Roland Barthes’, Living Islam: Journal of Islamic Discourses, 2019, 75
<https://doi.org/10.14421/lijid.v2i1.1878>.

6
Masyarakat Banjar sangat identik dengan Islam yang berusaha
untuk taat melaksanakan ibadah bahkan seringkali cenderung fanatik.
Banyak majelis-majelis taklim dan pengajian tumbuh dengan subur di
masyarakat Banjar, dan pemuka agama Islam atau yang biasa mereka
sebut dengan Tuan Guru akan menjadi tokoh masyarakat yang dihormati.
Sehingga dengan adanya identitas keislaman masyarakat Kalimantan
Selatan ini seringkali dimanfaatkan oleh para politisi untuk mendapatkan
suara dengan program kampanye yang cukup dikenal bagi orang Islam,
seperti mengadakan tabligh akbar yang mendatangkan ustadz atau alim
ulama yang terkenal, membangun fasilitas keagamaan (mesjid) dan tidak
jarang juga politisi memberikan sumbangan pada perayaan hari besar
Islam atau hari besar keagamaannya. Dari situlah terlihat sangat jelas
bahwa politik identitas di Kalimantan Selatan masih sangat kuat.

C. Nilai dan Norma Sosial Keagamaan dan Politik Sesudah Pemilihan


Kepala Daerah Kalimantan Selatan Tahun 2010
Nilai sosial merupakan suatu konsep-konsep umum tentang sesuatu
yang dianggap baik, patut, layak, pantas yang keberadaannya dicita-
citakan, diinginkan, dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan
bertujuan kehidupan bersama di dalam masyarakat, mulai dari unit
kesatuan sosial yang terkcil (keluarga) hingga yang terbesar (masyarakat).7
Dalam konsep mikro penjabaran nilai berbentuk sebuah kehidupan yang
bahagia, tentram, damai, sejahtera, dan makmur. Adapun dalam konsep
makro, penjabaran nilai dalam bentuk konsep keadilan, kebebasan,
demokrasi, pemerataan, dan kemanusiaan yang dapat membentuk
masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman dan damai. Nilai dalam
politik merupakan suatu komoditas utama yang didistribusikan
olehstruktur-struktur di setiap sistem politik yeng meliputi wujud seperti
kekuasaan, pendidikan atau penerangan, kekayaan, kesehatan,
keterampilan, kasih sayang, kejujuran dan keadilan, serta keseganan. Yang

7
Goleman Richard, ‘Nilai Dan Norma Sosial’, Journal of Chemical Information and
Modeling, 53.9 (2019), 1689–99.

7
kemudian nilai-nilai ini diasumsikan dalam keadaan yang tidak merata
persebarannya di masyarakat sehingga memerlukan campur tangan
struktur-struktur yang memiliki otoritas untuk mendistribusikannya pada
elemen masyarakat. Adapun struktur yang di maksud adalah negara dan
pemerintah yang berperan sebagai aktornya.

Notonegoro membagi nilai menjadi tiga macam yaitu (1) Nilai


Material, yang meliputi berbagai konsep tentang jasmani/fisik manusia.
(2) Nilai Vital, meliputi berbagai konsep yang berkaitan dengan manusia
dalam melaksanakan segala aktivitas. (3) Nilai Kerohanian, meliputi
konsep yang berkaitan dengan kebutuhan rohani manusia seperti nilai
kebenaran (bersumber akal manusia), nilai keindahan (perasaan), nilai
moral (kehendak) dan nilai keagamaan (kitab suci atau wahyu Tuhan).

Jika nilai dainggap sebagai suatu konsep yang diinginkan ataupun


dicita-citakan dengan tujuan untuk kehidupan bersama di ruang lingkup
sosial, maka norma diangap sebagai pernjabaran atau perwujudan nilai
dalam bentuk aturan seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Konvensi dan lain-lain. Seperti nilai-nilai keluarga menurut Islam yaitu
harmonis, bahagia dan kehidupannya tentram di dunia dan akhirat. Untuk
menggapai nilai tersebut maka ada norma yang harus dipatuhi yakni al-
Qur’an dan Hadis. Norma terbagi menjadi empat macam, yaitu norma
agama (Qur’an dan Hadis), norma kesopanan (tata tertib, atau aturan di
keluarga), norma kesusilaan, dan norma hukum (Undang-Undang).
Begitupula nilai dan norma yang akan terjadi setalah pemilihan umum
kepala daerah di Kalimantan Selatan pada tahun 2010, baik dari segi
sosial, agama, dan politik yang akan penulis paparakan.

Berdasarkan pemaparan di atas nilai dan norma sosial keagamaan


dan politik yang terjadi setelah adanya pemilihan kepala daerah provinsi
Kalimantan Selatan pada tahun 2010 yaitu dari segi agama, adanya
kebiasaan masyarakat untuk tetap melaksanakan kegiatan keagamaan
seperti majelis taklim, pengajian dan selalu mengadakan haul guru

8
sekumpul. Selain itu juga dengan slogan “Asli Urang Banua” tersebut di
samping visinya “Meningkatkan Kualitas Kehidupan Beragama, Sosial,
dan Budaya”. Maka dengan visi tersebut secara tidak langsung memang
membuat masyarakat Kalimantan Selatan lebih memiiki latar belakang
kultur religius yang sangat tinggi. Kemudian nilai dan norma dari segi
sosial yaitu “Dua Rudy” ini karena memang merupakan “Asli Urang
Banua” atau penduduk asli Kalimantan Selatan sehingga dalam segi
pembangunan daerah pun “Dua Rudy” ini lebih mengenal daerahnya
sendiri. Oleh karena itu, pasangan gubernur dan calon gubernur ini
menuntaskan pengerukan alur ambang sungai Barito dan melarang truk
batubara melintasi jalan negara sesuai dengan Peraturan Daerah No.3
Tahun 2008. Pergerakan seperti ini membuat masyarakat senaang karena
memang daerah Kalimantan Selatan ini dikelilingi oleh sungai dan juga
permasalahannya adalah tambang batubara.

Namun disisi lain nilai dan norma dari slogan “Asli Urang Banua”
ini membuat masyarakat yang bukan suku asli masyarakat Banjar
maksudnya ialah bukan orang yang bersuku Banjar, tidak akan
dimasukkan ke dalam golongan mereka ataupun jika ada orang yang
bukan suku Banjar yang ingin mencalonkan sebagai pemimpin
kabupaten/kota maka seringkali yang dicari dan diprioritaskan terlebih
dahulu adalah mereka yang putera daerah atau penduduk asil masyarakat
Kalimantan Selatan yang tentu saja bersuku Banjar dan beragama Islam.
Sehingga hal ini masyarakat yang ada di Kalimantan Selatan pun akan
memandang negatif terhadap pemimpin daerah ataupun pemimpin
instansi-instansi pemerintah. Hal ini akan menjadi pemicu perpecahan
antar suku dan agama. Sebagaimana yang akan dibahas pada pembahasan
selanjutnya tentang dampak adanya slogan “Asli Urang Banua”.

9
D. Dampak Adanya Slogan “Asli Urang Banua” Di Kalimantan Selatan
Berdasarkan pemaparan di atas yang sudah penulis bahas mengenai
politik identitas pada slogan “Asli Urang Banua” dalam pemilihan kepala
daerah Kalimantan Selatan tahun 2010 dengan menggunakan teori sosial
keagamaan dan politik, maka penulis dapat menganalisis dampak ataupun
pengaruh yang terjadi di masa yang akan datang, adapun dampaknya
menurut penulis adalah sebagai berikut:

1. Adanya slogan “Asli Urang Banua” ini yang merupakan bagian dari
iklan politik akan berdampak pada masyarakat yang nantinya akan
memilih bakalan calon gubernur dan wakil dengan pengaruh psikis.
Karena dengan slogan atau iklan politik tersebut membuat masyarakat
menjadi tahu bahwa salah satu dari mereka ada terlibat dalam
pencalonan pemilihan anggota legislatif, sehingga mereka secara tidak
langsung akan memilih orang yang mereka kenal dan yang satu daerah
dengan mereka.
2. Slogan ini pun berdampak pada struktur politik setelahnya. Karena dari
slogan ini saja sudah sangat terlihat seakan-akan yang memiliki
kekuasaan ialah mereka yang asli penduduk daerah dan tidak
memperbolehkan “orang asing” atau yang bukan bagian dari mereka
untuk mendapatkan kekuasaan ataupun jabatan.
3. Berdampak pada persepsi masyarakat terhadap pemimpin daerah
selanjutnya bahwa yang akan menjadi pemimpin daerah selanjutnya
tentu saja masyarakat beranggapan dari bagian mereka pula, dan tidak
ada ruang kosong untuk yang bukan orang yang bersuku Banjar serta
membuat orang yang ingin mencalon pun pesimis karena masyarakat
tersebut sudah terkontaminasi pikirannya bahwa apabila yang
memimpin daerahnya ialah putra daerah itu sendiri, maka tidak
diragukan lagi tentang pengetahuannya terhadap permasalahan daerah
tersebut (Kalimantan Selatan).

10
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Sistem politik yang ada di Kalimantan Selatan sangatlah masih
kental dengan latar belakang masyarakatnya yaitu kultur religiusnya yaitu
identik dengan keislamannya atau taat dalam beragama. Para elit politik
pun memanfaatkan hal tersebut dengan menarik perhatian masyarakat
dengan melakukan kegiatan keagamaan dan juga melakukan pembangunan
untuk keagamaan. Sehingga saat kampanye para calon lageslatif ini
membuat slogan atau iklan politik yang berbau religius dan kesukuan, agar
dapat menarik perhatian masyarakat seperti pada calon “Dua Rudy” –
Rudy Ariffin dan Rudy Resnawan yang memiliki slogan “Asli Urang
Banua” dan memiliki visi “Meningkatkan Kualitas Kehidupan Beragama,
Sosial, dan Budaya”. Berkat slogan dan visi mereka tersebut membuat
masyarakat pun memilih pasangan ini dan terpilih lah mereka menjadi
gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Selatan tahun 2010.

Slogan ini pun memberikan pengaruh kepada masyarakat yaitu


masyarakat memahami bahwa yang dapat menjadi pemimpin suatu
instansi hanyalah dari kalangan mereka yaitu suku Banjar dan beragama
Islam. Selain itu mereka juga beranggapan bahwa jika pemimpin daerah
merupakan dari putra daerah sendiri maka tidak diragukan lagi tentang
pengetahuannya terhadap permasalahan daerahnya tersebut. Dan ini pun
juga berdampak pada struktur politik selanjutnya yang mana yang harus
diprioritaskan haruslah orang suku Banjar asli. Sehingga pada periode
pemilihan selanjutnya seringkali menggunakan iklan politik yang
menimbulkan kedekatan antara pemimpin dengan rakyat.

11
DAFTAR PUSTAKA

AM, Mirhan, ‘Agama Dan Politik Di Kalimantan Selatan’, Jurnal Ilmiah Ilmu
Ushuluddin, 15.2 (2017), 111 <https://doi.org/10.18592/jiiu.v15i2.1294>

Anggara, Sahya, ‘Sistem Politik Indonesia’, Sistem Politik Indonesia (Bandung:


CV Pustaka Setia, 2015), pp. 22–24

Leli Salman Al- Farisi, ‘Politik Identitas: Ancaman Terhadap Persatuan Dan
Kesatuan Bangsa Dalam Negara PancasResmi, Website. “Profil Daerah
Kalimantan Selatan,” n.d. Https://Kalselprov.Go.Id/Laman/Profil Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan#:~:Text=Suku Banjar%2C Dayak Bakumpai
%2C’, Jurnal Aspirasi, 2018, 77–90

Purwanto, ‘Politik Identitas Dan Resolusi Konflik Transformatif’, Jurnal Review


Politik, Volume 05 (2015), 62

Resmi, Website, ‘Profil Daerah Provinsi Kalimantan Selatan’


<https://kalselprov.go.id/laman/profil daerah provinsi kalimantan
selatan#:~:text=Suku Banjar%2C Dayak Bakumpai%2C Dayak,Bugis%2C
Cina dan Arab Keturunan.&text=Islam 96%2C80%25%3B Protestan,
%25%3B Budha 17%2C59%25.>

Richard, Goleman, ‘Nilai Dan Norma Sosial’, Journal of Chemical Information


and Modeling, 53.9 (2019), 1689–99

Syafi’i, Muhammad, ‘Simbol Agama Dan Budaya Dalam Iklan Politik Pilkada
Analisis Semiotika Roland Barthes’, Living Islam: Journal of Islamic
Discourses, 2019, 75 <https://doi.org/10.14421/lijid.v2i1.1878>

12

Anda mungkin juga menyukai