Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH AGAMA DALAM POLITIK

Figur Pemimpin Ideal bagi Masyarakat Muslim Desa Bangkes Kecamatan Kadur

Kabupaten Pamekasan dalam Pemilu Tahun 2024

Faza Aulia Putri, Suhairiyah, Nurul Kamilia


STAI Al-Mujtama
Plakpak Pegantenan Pamekasan

Abstrak

Agama merupakan sesuatu yang esensial dalam kehidupan manusia dan juga berpengaruh
terhadap berbagai bidang kehidupan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan
pengaruh agama dalam dunia politik, dan yang menjadi fokus bahasan dalam penelitian ini
adalah pengaruh agama terhadap pandangan masyarakat muslim di desa Bangkes mengenai
figur pemimpin ideal dalam pemilu tahun 2024. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan tipe deskriptif analitis induksi dengan pendekatan fenomenologi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Masyarakat muslim desa Bangkes mengutamakan kriteria
keadilan bagi seorang pemimpin karena sifat adil merupakan bagian yang signifikan. Mereka
cenderung pada pemimpin yang memiliki nilai moral-religius tinggi, karena mereka
menganggap pemimpin yang baik agamanya pasti adil dan bijaksana. Mereka juga condong
pada pemimpin yang mengutamakan etika di atas segalanya dan mampu membawa
perubahan pada negara ini dengan membenahi kekurangan dan meningkatkan kualitas
program yang sudah berjalan baik. Mayoritas mereka tidak menaruh percaya terhadap janji-
janji calon pemimpin, karena masyarakat melihat bahwa program-program yang dijanjikan
calon pemimpin sebelum pemilu kebanyakan tidak terlaksana dengan baik saat mereka sah
menjabat. Maka pidato mereka tidak terlalu berpengaruh terhadap pilihan masyarakat desa
Bangkes dalam pemilu mendatang.

Kata kunci: Agama, Politik, Pemimpin ideal, Pemilu

Abstract

Religion is something that is essential in human life and also influences various areas of
human life. This research aims to show the influence of religion in the world of politics, and
the focus of discussion in this research is the influence of religion on the views of the

1
Muslim community in Bangkes village regarding the ideal leader figure in the 2024
elections. This research uses qualitative methods with a descriptive analytical induction
type approach. phenomenology. The results of the research show that the Muslim
community in Bangkes village prioritizes the criteria of justice for a leader because fairness
is a significant part. They tend towards leaders who have high moral-religious values,
because they consider that leaders who are good at their religion must be fair and wise. They
also gravitate towards leaders who prioritize ethics above all else and are able to bring
change to this country by fixing shortcomings and improving the quality of programs that
are already running well. The majority of them do not believe in the promises of prospective
leaders, because people see that the programs promised by prospective leaders before the
election are mostly not implemented well when they officially take office. So their speeches
will not have much influence on the choices of the people of Bangkes village in the
upcoming elections.
Keywords: Religion, Politics, Ideal leader, Election

PENDAHULUAN

Agama merupakan sesuatu yang terikat kuat dengan masyarakat, karena setiap umat
manusia baik individu maupun kolektif mayoritas memiliki keyakinan beragama. Namun
agama setiap kelompok berbeda-beda karena berbagai faktor seperti keadaan sosial, budaya
dan lingkungan. Persoalan mengenai agama senantiasa menjadi hal yang menarik untuk
dibicarakan. Selain karena agama merupakan sesuatu yang sangat sulit didefinisikan, para
intelektual merasa menarik untuk mengkaji persoalan agama karena peran dan pengaruhnya
yang sangatlah tampak dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Masyarakat yang
memiliki komitmen yang kuat dengan agamanya maka akan mendapat pengaruh yang kuat
dari ajaran agamanya terhadap kehidupannya. Sedangkan masyarakat yang tidak
berkomitmen dengan agamanya, maka agamanya tidak begitu kuat berpengaruh dalam
tatanan kehidupannya. Pada dasarnya agama memiliki peran dan pengaruh dalam berbagai
praktik kehidupan seperti sosial, politik, budaya dan lain-lain.

Faktor peran dan pengaruh agama memang menjadi hal yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Agama adalah cerminan atas wujud rohaniah yang ada pada diri
manusia, yang dipandang mampu menjadi pedoman yang dapat memberikan ketenangan
hidup bagi manusia. Oleh karena itu, menurut Zakiah Drajat dalam bukunya agama

2
mempunyai peran penting dalam pengendalian seseorang.1 Sedangkan bagi Wilson, agama
tidaklah hanya memberikan makna pada manusia itu sendiri, tapi juga berdampak dan
berfungsi pada tatanan kehidupan masyarakat. Contohnya ketika agama memberi solusi
pada kohesi kepentingan sosial atau dalam rangka melegitimasi status sosial.2 Karena alasan
inilah yang menjadikan peran serta pengaruh agama tidak dapat dipandang remeh.

Agama dengan ketentuan dan hukum-hukum yang terdapat di dalamnya dapat


mencegah terjadinya gangguan jiwa, yaitu dengan menghindari kemungkinan-kemungkinan
sikap, perasaan dan perilaku yang membawa kegelisahan pada jiwa. Maka ketika terjadi
kesalahan yang pada akhirnya membawa penyesalan bagi orang yang bersangkutan, pada
akhirnya agama dianggap mampu memberi jalan untuk mengembalikan ketenangan dengan
meminta ampun kepada tuhan.3 Pembahasan dalam penelitian ini adalah mengenai
pengaruh agama terhadap politik. Yakni bagaimana agama dapat memengaruhi perilaku
seseorang dalam berpolitik dan sejauh mana pengaruh tersebut. Namun bahasan penting
dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh agama terhadap pandangan masyarakat
muslim desa Bangkes tentang sosok pemimpin ideal dalam pemilu tahun 2024. Pengaruh
agama sangatlah tampak baik bagi individu maupun kolektif, apalagi mereka yang memiliki
komitmen kuat terhadap agamanya.

Menurut Smith ada tiga hal pokok dalam agama yang secara psikologis menentukan
pembentukan sikap dan perilaku politik: (1) otoritas dogmatis, atau kebenaran ajaran agama
itu sendiri (2) otoritas terarah, yaitu sehimpunan peraturan yang perlu ditaati dan (3)
pelembagaan otoritas, atau pemaduan pemahaman dan penggunaan kebenaran mutlak dalam
perumusan aturan yang memperkuat struktur keagamaan.4 Baik agama maupun politik
merupakan lembaga masyarakat yang memiliki nilai-nilai tertentu. Dalam kehidupan
masyarakat, perilaku politik memiliki arti yang sangat luas dan kompleks. Luasnya arti
perilaku politik bukan saja karena perilaku politik merupakan perilaku setiap warga negara
di hadapan negara atau pemerintah, melainkan karena perilaku politik menyangkut berbagai
lini kehidupan yang lain yang demikian kompleks seperti sosial, budaya, ekonomi dan lain-
lain.

1
Zakiah Dradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993), 2.
2
Bryan. S. Turner, Agama dan Teori Sosial (Yogyakarta: IRCisoD, 2003), 189.
3
Zakiah Dradjat, Peranan Agama dan Kesehatan Mental (Jakarta: Agung, 1969), 74.
4
Donald Eugene Smith, Agama dan Modernisasi Politik (Jakarta: Rajawali Press, 1985), 224.

3
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif
analitis induksi, yaitu untuk menggambarkan bagaimana gambaran pandangan atau
pemikiran masyarakat muslim desa Bangkes mengenai sosok pemimpin ideal dalam
menghadapi pemilu tahun 2024 kemudian ditarik kesimpulannya. Teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teori fenomenologi, yakni dengan menggambarkan secara
komprehensif objek yang diteliti melalui keterangan-keterangan dari pihak terkait.
Fenomenologi juga mengadakan refleksi dari suatu objek atau fenoomena sehingga dapat
menangkap makna darinya. Teori ini merupakan teori yang digagas pertama kali oleh
seorang filsuf abad ke -18 yaitu Edmund Husserl. Metode fenomenologi Husserl menurut
Smith dimulai dengan serangkaian reduksi-reduksi. Kemudian pada masa selanjutnya,
Alferd Schultz mengembangkan metode ini dengan pendekatan interpretatif praktis yang
bermula dari teori hermeneutik.5

Pemilu selalu menjadi hal yang menegangkan bagi rakyat terlebih pemilihan presiden
dan wakil presiden. Semakin dekatnya pemilu, sikap dan pandangan rakyat baik individu
maupun kolektif mulai semakin nampak. Terlebih kalangan intelektual seperti mahasiswa,
mereka terlihat antusias mengikuti isu-isu tentang pemilu baik secara langsung maupun via
media sosial. Masyarakat juga ramai mengikuti debat capres-cawapres yang dilaksanakan
sejak awal Desember lalu. Termasuk juga masyarakat muslim yang ada di desa, mereka juga
mulai memperbincangkan mengenai pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada tahun
2024 mendatang. Mereka mulai menunjukkan bagaimana pandangan mereka mengenai
pemimpin negara yang baik. Pemikiran mereka mengenai figur pemimpin yang ideal
dipengaruhi banyak faktor diantaranya agama. Maka dalam penelitian ini akan dibahas
bagaimana pandangan masyarakat muslim desa Bangkes mengenai pemimpin ideal dalam
pemilu mendatang?, apakah pandangan mereka dipengaruhi oleh agamanya?, Jika iya maka
seberapa besar agama itu memiliki pengaruh?. Penelitian ini bertujuan untuk menyelesaikan
rumusan masalah tersebut dan memberikan nilai pengetahuan baru melalui fenomena yang
tersaji dalam penelitian ini.

Fenomenologi Agama dalam Perpolitikan

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang mana istilah ini berasal
dari kata fenomena dan logos. Sedangkan pendekatan itu sendiri dapat diartikan sebagai
kerangka teori atau yang lebih spesifik dapat dimaknai sebagai sebuah konsep yang
5
Mami Hajaroh, “Paradigma, Pendekatan dan Metode Penelitian Fenomenologi”, 12.

4
berhubungan satu sama lainnya secara logis membentuk sebuah kerangka pemikiran yang
berfungsi untk memahami, meafsirkan dan amenjelaskan kenyataan atau masalah yang
dihadapi.6 Adapun Fenomena berasal dari bahasa Yunani “phainesthai” yang berarti
menampak, dan terbentuk dari akar fantasi dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya.
Sedangkan dalam bahasa kita secara harfiah berarti gejala atau sesuatu yang menampakkan.
Dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan seksama pada
kesadaran pengalaman manusia. Adapun konsep utama dalam fenomenologi adalah makna
yang merupakan pokok penting yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia.
Pendekatan fenomenologi ini pertama kali diperkenalkan oleh Husserl dengan mengenalkan
cara mengekspos makna dengan mengekplisitkan struktur pengalaman yang masih implisit.
Tokoh lain yang memperkenalknnya juga adalah Heideger ynag memperkenalkan konsep
phenomenologik hermeneutik.7
Melalui pendekatan fenomenologi ini kita dapat menangkap makna dari objek
penelitian terkait yang mana merupakan sebuah fenomena dalam realitas sosial masyarakat.
Agama memiliki ruang dalam perpolitikan baik mengenai peran maupun pengaruh terhadap
struktural dan kebijakan politik. Untuk mengulas tentang bagaimana eksintensi pengaruh
agama dalam perpolitikan maka pendekatan fenomenologi merupakan alternatif yang baik
karena penelitian ini berbentuk fenomena. Sehingga segala hal yang terkait dengan objek
penelitian dapat diungkap dan dijabarkan secara objektif melalui penelitian yang teliti dan
seksama dengan menggunakan pendekatan fenomenologi ini.
Untuk menguraikan bagaimana agama dalam perpolitikan maka perlu diketahui
terlebih dahulu mengenai definisi agama dan politik itu sendiri. Definisi agama dapat dilihat
dari dua sisi yaitu kebahasaan (etimologis) dan istilah (terminologis). mendefinisikan agama
dari sisi kebahasaan lebih mudah dipahami daripada mendefinisikannya secara istilah karena
pengertian terminologis sudah berkaitan dengan subjektivitas individu yang memberikan
definisinya. Karena dasar itulah banyak kalangan ilmuwan yang tidak tertarik
mendefinisikan agama. Seperti James. H. Leuba yang mengumpulkan beberapa definisi
beberapa tokoh tentang agama, yang mana tidak kurang dari 48 teori. Namun, akhirnya ia
berkesimpulan bahwa usaha untuk membuat definisi tentang agama tidak ada gunanya

6
Heddy Shri Ahimsha-Putra “FENOMENOLOGI AGAMA: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami Agama”,
Walisongo, Volume.20, No.2, (November 2012) . 272.
7
Mami Hajaroh, “Paradigma, Pendekatan dan Metode Penelitian Fenomenologi”, 8-9.

5
karena hal itu hanyalah kemampuan bersilat lidah saja.8 Secara fenomenologis agama
dapat didefinisikan sebagai sebuah kesadaran akan adanya dunia yang berlawanan (gaib)
Dan empiris dan bagaimana manusia sebagai bagian dunia empiris dan menjalin hubungan
simbolik dengan dunia gaib tersebut.9
Mukti Ali mengatakan dalam bukunya “Universalitas dan Pembangunan” bahwa
tidak ada kata yang sulit didefinisikan selain dari kata agama. Pernyataan ini didasarkan
kepada tiga alasan. Pertama, bahwa pengalaman agama bersifat sosial batini, subjektif, dan
individualis. Kedua, tidak ada orang yang begitu semangat dan emosional daripada mereka
yang membahas tentang agama. Karena itu, setiap pembahasan mengenai agama selalu
melibatkan emosi dari subjek yang terlibat sehingga kata agama itu sulit didefinisikan.
Ketiga, konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan
definisi tersebut.10
Salah satu kesulitan dalam pembahasan mengenai agama secara umum ialah
pemahaman mengenai agama yang bersifat variatif, dan adanya perbedaan penerimaan
setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interpretasi
yang berbeda-beda dan luasnya cakupan interpretasi tersebut pun berbeda-beda. Bahkan
sampai saat ini, perbedaan definisi mengenai agama tetap belum selesai dan tetap menjadi
pembahasan terutama bagi kalangan intelektual.
Definisi agama menurut bahasa dapat kita analisis antara lain dari uraian yang
diberikan oleh Harun Nasution. Menurutnya, masyarakat indonesia selain dari kata agama
juga mengenal kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Agama
berasal dari Bahasa Sanskrit, kata itu tersusun dari dua kata, a yang berarti tidak dan gam
yang berarti pergi. Jadi, agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun-
temurun. Hal tersebut mengarah pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun-
temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya ada lagi pendapat bahwa agama
berarti teks atau kitab suci, hal ini juga selaras karena agama-agama memang mempunyai
kitab-kitab suci. Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa agama berarti tuntutan. Definisi
ini menunjukkan peran agama sebagai ajaran yang memberikan tuntutan pada manusia.11
Selanjutnya din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam
bahasa Arab kata ini memiliki makna menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan dan
8
Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadits (Dirasah Islamiyah 1) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), 7.
9
Heddy Shri Ahimsha-Putra “FENOMENOLOGI AGAMA: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami Agama”,
Walisongo, Volume.20, No.2, (November 2012) . 294.
10
A. Mukti. Ali, Universalitas dan Pembangunan (Bandung: IKIP Bandung, 1971), 4.
11
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 9.

6
kebiasaan. Pengertian ini juga koheren dengan kandungan agama yang di dalamnya memuat
peraturan-peraturan yang merupakan ajaran hukum yang harus dipatuhi oleh penganut
agama yang bersangkutan. Adapun kata religi berasal dari bahasa Latin, Harun Nasution
mengatakan bahwa asal kata religi adalah relegare yang mengandung arti mengumpulkan
dan membaca. Definisi ini juga selaras dengan kandungan agama yang mana di dalamnya
terdapat kumpulan teknik dan metode mengabdi kepada tuhan yang maha suci yang
terhimpun dalam sebuah kitab suci yang perlu dibaca, dipahami dan direnungi oleh penagnut
agama tersebut.
Dari beragam definisi yang ada, Harun Nasution menarik kesimpulan bahwa inti
pokok yang terkandung dalam definisi-definisi di atas ialah ikatan. Agama memang
mengandung makna ikatan yang harus digenggam erat dan dipatuhi manusia. Ikatan ini
memberikan dampak dan pengaruh yang signifikan dalam keseharian manusia. Ikatan itu
berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia atau di luar alam manusia
(superanatural). Satu kekuatan ghaib yang tidak mampu dijangkau oleh pancaindera
manusia.12
Sedangkan kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota atau
negara kota. Turunan dari kata tersebut yaitu, polites yang bermakna warga negara,
politikos berarti kewarganegaraan, politike tehne berarti kemahiran politik, politike
episteme berarti ilmu politik. Kata ini memberikan pengaruh pada wilayah Romawi
sehingga kemudian mereka memiliki istilah ars politica yang berarti kemahiran dalam
masalah kewarganegaraan.13 Sedangkan pengertian politik secara terminologis beraneka
ragam, dengan banyaknya ilmuwan yang mendefinisikan politik dengan sudut pandang
berbeda.
Menurut Miriam Budiardjo “politik adalah kegiatan yang menyangkut cara
bagaimana suatu kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif
dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-
anggotanya. Sedangkan Joyce Mitchell mendefinisikan politik adalah pembuatan
kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya. Menurut Roger F. Soltau ilmu politik
adalah ilmu yang mempelajari negara, tujuan negara, lembaga yang akan melaksanakn
tujuan itu, hubungan negara dengan warga negaranya dan negara-negara lain.14

12
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya ( Jakarta: UI Press, 1979), 9-10.
13
Soelistiyati Ismail Ghani, Pengantar Ilmu Politik (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), 2.
14
Aditya Basudewa, Visuallisasi Data Pilkada ( t.tt: FTI UMN, 2018), 7.

7
Menurut Delia Noer politik adalah segala aktivitas atau sikap yang berhubungan
dengan kekuasaan dan bermaksud untuk mempengaruhi masyarakat , dengan jalan
mengubah atau mempertahankan bentuk susunan masyarakat. Meninjau dari definisi ini,
maka hakikat politik menunjukkan perilaku atau tingkah laku manusia, baik berupa
kegiatan, aktivitas maupun sikap yang tentunya memiliki tujuan mempengaruhi atau
mempertahankan tatanan kelompok masyarakat dengan menggunakan kekuasaan. Hal ini
menunjukkan bahwa kekuasaan bukanlah hakikat politik, walaupun tidak bisa ditolak
bahwa kekuasaan tidak dapat dipisahkan dari politik, justru politik memerlukannya sebagai
salah satu media agar suatu kebijaksanaan dapat berjalan dalam kehidupan masyarakat.15
Dari berbagai definisi yang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat kita lihat bahwa
politik berkaitan erat dengan dua hal di bawah ini, yaitu:
1. Politik berkaitan erat dengan negara di mana di dalamnya terdapat urusan
pemerintahan pusat dan daerah
2. Politik juga memiliki relasi yang erat dengan masalah kekuasaan, otoritas dan
konflik.
Berbagai variasi definisi mengenai politik yang kita jumpai itu disebabkan karena setiap
orang yang memberikan definisi hanya memandang dari satu aspek atau unsur dari politik
saja. Maka definisi yang hadir tergantung sudut pandang subjek yang mendefinisikannya.
Satu unsur yang dipilih dijadikan sebagai konsep pokok, yang dipakainya sebagai pisau
analisis unsur-unsur lainnya. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa konsep-konsep pokok dari
politik itu adalah negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan
pembagian atau alokasi.16

Agama dan politik merupakan lembaga dalam masyarakat yang menghasilkan nilai-
nilai tertentu. Nilai agama yang diyakini bersumber dari Yang Maha Suci dijadikan
kerangka acuan seluruh realitas baik kehidupan dunia maupun akhirat. Sedangkan nilai-nilai
dalam politik dijadikan roda acuan untuk menstabilisasi fungsi tatanan dalam masyarakat.
Nilai-nilai yang terkandung dalam politik tidak dapat dipisahkan dari ideologi yang menjadi
sumber nilai dan cita-cita yang direalisasikan oleh lembaga-lembaga politik seperti partai
dan ormas. Agama dan politik merupakan dua hal yang memiliki hubungan resiprokal dan
sama-sama memiliki pengaruh terhadap realitas sosial.

15
Abdulkadir B. Nambo dan Muhammad Rusdiyanto Puluhulawa, “Memahami Tentang Beberapa Konsep
Politik (Suatu Telaah Dari Sistem Politk) “, Mimbar, Volume XXI, No. 2 (April – Juni 2005), 262-285.
16
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1972), 9.

8
Pembahasan mengenai relasi agama dan politik adalah proses timbal balik satu sama
lain, keduanya memiliki proses tarik menarik dan timbal balik dalam kepentingan. Agama
memiliki peran dan posisi penting dalam mengkonstruksi nilai dan norma dalam
membentuk struktural negara dan upaya pendisplinan masyarakat. Sedangkan, negara
menggunakan agama sebagai legitimasi dog-matik untuk mengikat warga negara melalui
norma yang ada di dalamnya agar mematuhi negara. Esensi timbal balik itulah yang
kemudian menimbulkan hubungan dominasi-saling mendominasi antar kedua entitas
tersebut. Negara yang kekuatan agamanya lebih dominan atau superior hanya akan
melahirkan negara teokrasi yang cenderung melahirkan adanya hipokrisi moral maupun
etika yang ditunjukkan para pemuka agama. Keadaan tersebut terjadi karena adanya
pencampuran unsur teologis (agama) dan materialis secara konservatif. Adapun negara
yang mendominasi relasi agama (menjadikan agama berada dalam kendali otoritas negara)
justru menciptakan negara sekuler di mana agama dan negara berjalan berbeda dan tidak
bisa saling mempengaruhi. Agama berada pada otoritasnya sendiri, begitu pula negara
mengalir di wilayahnya sendiri. Hal tersebut menyebabkan persoalan agama yangkemudian
termarjinalkan dan tereduksikan dalam pengaruh kehidupan berbangsa dan bernegara
akan berkembang tinggi. 17
Diantara tokoh Islam yang berpendapat mengenai politik adalah Hasan al-Banna.
Beliau mengatakan politik adalah hal yang mengkaji tentang persoalan-persoalan internal
maupun eksternal umat. Di sini politik memiliki dua sisi: pertama, sisi internal. Yang
dimaksud dengan sisi internal politik adalah mengatur persoalan pemerintahan, menjelaskan
fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, mengawasi kinerja penguasa agar
kemudian ditaati oleh rakyat jika kinerjanya baik dan dikritik jika melakukan kesalahan.
Pada intinya bagian internal ini menyangkut hal-hal yang berada dalam pemerintahan itu
sendiri. Kedua sisi eksternal, yang dimaksud sisi ekternal politik adalah memelihara
kemerdekaan dan kebebasan bangsa, menjadi perantara menuju kemajuan bangsa dengan
program-program yang ada sehingga bangsa ini memiliki nilai dalam kancah internasonal”.18
Di dalam Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin Hasan Al-Banna memaparkan bahwa

17
Wasisto Raharjo Jati, “Agama dan Politik: Teologi Pembebasan Sebagai Arena Profetisasi Agama”,
Walisongo, Vo. 22, No.1, (Mei 2014), 134.
18
Utsman Abdul Mu’iz Ruslan,DR, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin (Solo: Era Intermedia, 2000), 72.

9
Sesungguhnya dalam Islam ada politik, namun politik yang dimaksud terletak pada
kebahagiaan dunia dan akhirat, Itulah politik kami.19

Perilaku politik juga ditentukan oleh identitas bersama yang terdapat dalam
masyarakat. 20 Faktor pembentuk identitas bersama itu menurut Ramlan Surbakti mencakup
identitas primordial, sakral, personal, dan civilitas.21 Faktor primordial antara lain berupa
kekerabatan, kesukuan, kebahasaan, kedaerahan, dan adat istiadat. Dengan demikian
ekspresi seseorang dalam politiknya dapat dipengaruhi oleh faktor kekerabatan, kesukuan,
bahasa, daerah, dan adat istiadat. Terlebih lagi faktor genetik, karena kekerabatan selalu
memiliki pengaruh kuat dalam banyak hal. Seseorang tentu akan lebih cenderung pada
keluarganya karena adanya ikatan kuat sehingga terkadang rasa fanatik terhadap keluarga
mengantarkan pada keputusan yang salah. Sedangkan faktor sakral berdasar pada agama,
dalam artian agama dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku seseorang dalam
berpolitik. Maka dari itu, adanya pluralitas agama dan corak pemikiran keagamaan yang
beragam dalam suatu agama dengan sendirinya dapat membentuk perilaku politik seseorang.
Sedangakan Faktor personal berkaitan dengan keribadian seseorang, identitas diri idividu
berpengaruh terhadap segala perilakunya termasuk dalam hal politik.

Fenomena politik yang sedang muncul kembali saat ini adalah pradigma dinasti
politik, di mana suatu jabatan dalam pemerintahan dapat dimiliki oleh beberapa dinasti
(keluarga) saja. Pada dasarnya konsepsi dinasti politik telah ada sejak dulu di Indonesia,
bahkan bukan hanya sekedar fenomena melainkan tradisi. Namun isu ini kembali hadir ke
permukaan disebabkan beberapa hal yang berkaitan dengan pemilu mendatang. Saat ini isu
dinasti politik merupakan pembahasan yang hangat bagi seluruh masyarakat Indonesia, hal
ini dipicu dengan keputusan MK terhadap pengesahan salah satu paslon calon wakil presiden
yang dianggap tidak etis oleh segolongan masyarakat. Masyarakat dapat memiliki
pandangan demikian karena antara dua pejabat tersebut terdapat hubungan kekerabatan,
termasuk dengan Presiden RI saat ini. Dinasti politik dianggap sebagai dampak dari
lemahnya lembaga partai dan tidak berjalannya fungsi partai politik, sehingga jabatan dapat
didominasi oleh sebagian golongan. Lemahnya partai politik juga dapat terjadi karena
lemahnya ajaran agama orang-orang yang terlibat di dalamnya, karena agama dapat menjadi
kontrol yang baik agar partai politik terhidar dari penyimpangan.

19
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Terj. Anis Mata, (Solo: Intermedia, 2001) , 63
20
Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), 228.
21
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Widiaswara Indonesia, 1982), 47.

10
Selain itu, dapat kita lihat bahwa dewasa ini seseorang maupun sekelompok orang
menggunakan agama untuk kepentingan politik, sehingga lahirlah isu politik identitas. Di
mana individu maupun kolektif menggunakan identitas seperti ras, suku, dan agama untuk
kepentingannya dalam politik. Pada suasana menjelang pemilu tahun 2024 ini, isu politik
identitas juga terdengar dan menyebar di kalangan masyarakat. Baik masyarakat kota
maupun desa, karenatidak ada penghalang bagi penduduk desa untuk mendapatkan
informasi sebab teknologi telah menjadi solusi. Fenomena ini seperti ketika para calon
berkunjung ke pesantren-pesantren, sowan ke rumah-rumah ulama, ataupun melakukan
pertemuan dengan tokoh agama. Segolongan masyarakat menilai hal tersebut sebagai politik
identitas, atau dengan kata lain mereka seakan berkampanye dengan berlatar agama.
Walaupun demikian, masyarakat tidak dapat menjustifikasi hal tersebut dengan tanpa
mengesampingkan kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Kemudian, terdapat sebagian golongan yang menggunakan politik sebagai wadah


pengaplikasian nilai-nilai agama. Lebih spesifiknya di sini adalah tokoh agama Islam,
sebagian mereka terjun ke dalam politik agar dapat memamsukkan nila-nilai Islam di
dalamya, Serta untuk dapat mengontrol jika terjadi perserongan jalan. KH. Maimoen Zubair
sebagai tokoh besar Nahdlatul Ulama’ pernah mengatakan jika kita umat Islam tidak
menjadi bagian di dalamnya maka siapa yang akan dapat membawa jalan politik tersebut
menjadi lurus sebagaimana yang diajarkan agama Islam. Artinya, partisipasi para ulama’ di
dalamnya bisa tergolong sebagai agent of control agar tidak terjadi penyimpangan dengan
merealisasikan nilai-nilai Islam dalam setiap keputusan.

Maka dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa agama dan poliitik
memiliki tempat masing-masing dalam kehidupan manusia. Namun keduanya juga
memengaruhi perilaku manusia dalam tatanan sosial kehidupannya. Agama juga memiliki
peran dan pengaruh dalam dunia perpolitikan, sehingga muncul istilah seperti politik
identitas karena sebagian orang atau sekelompok menggunakan agama untuk kepentingan
politik. Selain itu pengetahuan agama seseorang dapat menjadi kontrol baginya sehingga
dapat menjalankan amanah dengan baik dalam berpolitik sehingga partai politik tidak
berjalan lemah atau bahkan menyimpang dari kebenaran.Walaupun pengaruh agama tersebut
tergantung seberapa besar komitmen seseorang atau suatu komunitas terhadap ajaran
agamanya. Maka agama dan poiltik merupakan dua hal yang berhubungan satu sama lain

11
dan memiliki pengaruhnya masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Termasuk dalam
fenomena politik yang sedang terjadi, agama juga memiliki peran di dalamnya.

Hasil penelitian: Figur Pemimpin Ideal bagi Masyarakat Muslim Desa Bangkes

Menjelang pelaksanaan Pemilu Presiden dan wakil Presiden Republik Indonesia


2024, masyarakat mulai menunjukkan pandangannya mengenai pemimpin harapan mereka
yang dianggap merupakan pemimpin yang ideal. Masyarakat tentunya memiliki cara
pandang yang berbeda sesuai dengan dari sudut mana mereka memandang sesuatu. Namun
yang dibahas dalam penelitian ini adalah komunitas Muslim desa Bangkes, yakni mengenai
pandangan mereka tentang figur pemimpin ideal yang mampu membawa Negara menuju
kesejahteraan dan kemajuan dalam pemilu mendatang.

Islam mewajibkan kepada setiap muslim supaya taat kepada Allah, Rasul-Nya dan
mentaati pemimpin, yang mana pemimpin dalam hal ini adalah pemerintahan. Akan tetapi
perintah untuk taat atau patuh terhadap pemerintah (negara) bukanlah kewajiban mutlak
melainkan kewajiban bersyarat. Yakni umat Islam wajib menaati pemimpin selama ia taat
pada Allah dan Rasul-Nya dengan tidak membuat program yang menyalahi aturan syariat.
Jika ia tidak taat pada Allah dan Rasul-Nya maka tidak boleh taat kepada pemimpin yang
seperti itu. Artinya Islam memerintahkan umatnya untuk mematuhi aturan pemerintahan
selama tidak melintasi pagar larangan syariat agama .

Setiap muslim memiliki kewajiban untuk menetapkan kepemimpinan yang dapat


mendorong terealisasinya amar ma’ruf nahi munkar. Maka dari itu memerlukan pemikiran
yang sangat selektif untuk mennetukan pemimpin pilihan sesuai ajaran Islam. Menurut
IbnuTaimiyah kepemimpinan merupakan bagian dari menunaiakan amanat, maka menjadi
pemimpin berarti membawa amanat rakyat yang harus dipertanggungjawabkan. Islam
memiliki empat hal dalam menetapkan kepemimpinan. Pertama, memberikannya pada orang
yang lebih patut dari yang lain (ashlah), maka dalam memilih kita harus melihat figur yang
lebih patut menjadi pemimpin. Dan kemudian pemimpin terpilih (pemerintah) juga
menerapakan hal ini dengan meletakkan segala urusan umat kepada orang yang lebih patut
(kompeten dalam bidang tersebut). Kedua, memilih yang lebih utama (Afdhal), jika tidak
ditemukan seorang yang pantas atau patut maka kita harus memilih yang lebih utama dari
yang lain. Yaitu mereka yang lebih utama dalam segala macam jabatan yang sesuai
dengannya. Karena power dalam lapangan kepemimpinan juga ditentukan kemampuan

12
seseorang dalam bidangnya. Ketiga, amanah dan kekuatan yang jarang ditemukan dalam
setiap orang. Dalam jabatan kepemimpinan perlulah menempatkan orang yang lebih cocok
dengan kedudukannya. Artinya bila ternyata terdapat dua orang yang mana satu lebih
amanah dan satunya lebih kuat, maka harus melihat kebutuhan lapangan kemudian
pilihannya disesuaikan. Jika memang membutuhkan yang kuat maka dia yang diutamakan
untuk mengisi jabatan. Keempat, mengenal yang lebih maslahat dan gaya
kepemimpinannya. Hal ini terkait dengan motif dan metode, artinya untuk mengenal yang
lebih baik hanya dapat disempurnakan dengan melihat motif dari pimpinan dan mengetahui
jalan (metode) yang diterapkan. 22

Pandangan umat Islam mengenai pemimpin ideal dalam pemilu 2024 mendatang
tentunya selaras dengan karakteristik pemimpin ideal menurut al-Qur’an dan hadits. Berikut
Karakteristik pemimpin ideal menurut al-Qur’an:23
1. Keadilan. Salah satu karakteristik pemimpin ideal menurut al-Qur’an adalah
keadilan. Sikap adil merupakan poin penting bagi sesorang pemimpin sehingga dapat
menjamin kesejahteraan rakyat. Pemimpin yang adil juga memiliki derajat yang
tinggi di sisi Allah swt, bahkan mendapat jaminan naungan di padang mahsyar saat
umat menderita kepanasan.
2. Kesederhanaan. Kesederhanaan adalah nilai yang sangat dihargai dalam Islam.
Seorang pemimpin ideal dalam Islam harus hidup zuhud dan jauh dari kemewahan.
Karena dengan seperti itu berarti ia tidak terlalu mengedepankan kehidupan
pribadinya di atas kepentingan umat.
3. Kepedulian terhadap kesejahteraan umat. Pemimpin dalam Islam diharuskan untuk
peduli dan mengutamakan kesejahteraan umatnya. Mereka harus memastikan bahwa
masyarakat di bawah kepemimpinannya mendapatkan kebutuhan dasar seperti
pendidikan, kesehatan, dan keadilan sosial.
4. Ketakwaan. Karakteristik lain dari pemimpin ideal dalam Islam adalah ketakwaan.
Takwa memiliki tempat yang sangat tinggi dalam agama Islam bahkan menentukan
kedudukan seseorang di sisi tuhan. Seorang pemimpin harus memiliki hubungan
yang kuat dengan Allah dan harus menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran

22
Neneng Yani Yuningsih, Pola Interaksi Antara Agama, Politik, dan Negara (Pemerintah) Dalam Kajian
Politik Islam (PDF Online, 1970), 4.
23
Muhammad Arifin, “Konsep Kepemimpinan dalam Islam : Karakteritik Pemimpin Ideal Menurut Al-
Qur’an”, Jurnal Mahasiswa Humanis, Vol.3, No. 2 (September 2023), 154.

13
agama. Karena ketakwaan akan membimbing pemimpin dalam pengambilan
keputusan yang baik dan etis.
Masyarakat muslim pedesaan tentu ajaran agamanya lebih kental daripada wilayah
kota karena banyaknya ulama’ dan pesantren di dalamnya. Maka dari itu pandangan mereka
mengenai pemimpin ideal tentu berdasar pada apa yang telah ditetapkan dalam syariat.
Masyarakat desa bukan tidak peduli dengan pelaksanaan pemilu mendatang hanya saja
mereka tidak kelihatan terlalu sibuk akan hal itu. Karena mereka juga mengikuti isu-isu
pemilu melalu media sosial. Tentunya dalam pelaksanaan pemilu yang semakin dekat,
individu maupun kolektif mulai menentukan pilihannya.
Walaupun berpijak pada dasar yang sama namun pandangan mereka tetaplah berbeda
karena setiap individu juga berbeda-beda dalam menginterpretasikan nilai-nilai agama
dalam realitas kehidupan. Pemimpin ideal harapan masyarakat Bangkes diantaranya adalah
ia yang adil dan mengutamakan kesjahteraan rakyat seperti pencairan bantuan bagi yang
tidak mampu, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, perbaikan dalam bidang
pendidikan, dan memerhatikan tenaga didik swasta.24 Sebagian lagi mengharapkan
pemimpin yang adil bijaksana dalam menghadapi segala hal, memiliki nilai moral-religius
yang tinggi sehingga dapat mencintai rakyat dan mengutamakan kepentingan bersama.25
Walaupun rakyat dari kalangan tidak mampu masih tetap mengutamakan kriteria pemimpin
yang adil sebagai yang utama, walaupun yang sangat mereka butuhkan adalah bantuan
seperti bahan pokok dan finansial namun mereka tetap menginginkan pemimpin yang adil
karena menurut pandangan mereka keadilan akan membawa seorang pemimpin yang peduli
sehinnga bantuan pun akan terjamin.26
Diantara calon pemimpin yang ada, masyarakat Bangkes cenderung pada pemimpin
yang memiliki nilai religus tinggi dan mengutamakan etika di atas segalanya. Karena
masyarakat memandang bahwa etika menjadi hal penting dalam perilaku seseorang, jika
kebiasaannya dalam hal kecil saja sudah baik maka tentu dalam hal besar pun akan lebih
baik. Masyarakat melihat pemimpin yang perilakunya dalam khidupan sehari-hari
berlandaskan pada etika dan selaras dengan ajaran agama. Mereka juga condong pada
pemimpin yang memiliki gagasan perubahan dengan membenahi segala kekuarangan dan
meningkatkan hal-hal yang telah berjalan baik untuk negara. Dengan itu, masyarakat

24
Hasil wawancara dengan Herlin Kismawati (10 Desember 2023).
25
Hasil wawancara dengan Farida Asyati (13 Desember 2023).
26
Hasil wawancara dengan Rumiati (10 Desember 2023).

14
berharap negara yang masih tergolong berkembang ini, kian menjadi maju dengan
melakukan perubahan di dalamnya.
Dunia saat ini lebih banyak dihuni oleh kaum milenial walaupun dari kalangan
pedesaan yang mana mereka tidak pernah ketinggalan informasi karena selalu aktif di sosial
media. Cara pandang kalangan milenial ini menjadi salah satu faktor terpilihnya pemimpin
pada pemilu Tahun 2024 ini karena banyaknya populasi mereka. Kalangan milenial
mengharapkan lima gaya kepemimpinan yang dimiliki pemimpin bangsa di masa
mendatang. Lima gaya kepemimpinan tersebut yaitu:27
1. Inovatif. Para pemimpin ini tidak hanya memimpin saja namun juga selalu berfikir
untuk melakukan perubahan dari apa yang sudah dianggap lama (konvensional), ia
selalu memiliki cara baru untuk menggantikan produk lama yang sudah tidak
relevan. Pemimpin yang inovatif ini memiliki pandangan yang besar ke depan, ia
memahami bahwa pengambilan risiko yang signifikan diperlukan untuk dapat
mencapai hal besar berikutnya.
2. Melayani. Pemimpin yang melayani akan memastikan kebahagiaan dan
kesejahteraan rakyatnya secara universal tanpa adanya diskriminasi. Ia ikut
berpartisipasi dalam segala hal yang dapat mengacu pada kemakmuran rakyat dan
selalu mengayomi apa yang dibutuhkan oleh rakyat. Pemimpin seperti ini akan turun
tangan sendiri untuk mengtasi permasalahan yang dihadapi rakyatnya.
3. Empati. Pemimpin yang memiliki rasa empati tinggi akan mendengarkan dan
memahami rakyat sehingga aspirasi rakyat yang disalurkan lewat dewan akan
diproses olehnya bukan hanya sekedar dijadikan angin lalu.
4. Transformatif. Dengan gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha mendorong dan
menginspirasi rakyat terutama pejabat pemerintah untuk lebih fokus pada
kesuksesan masa depan bangsa melalui inovasi dan perubahan nyata di dalam negara.
5. Berkomitmen pada keragaman. Pemimpin yang terus menerus mencari keragaman
menciptakan lompatan besar bagi negara. Pemimpin seperti ini mampu melihat
bahwa dari keragaman itulah akan ditemukan sesuatu yang berbeda-beda dan
perspektif baru.
Gaya kepemimpinan yang disukai oleh para milenial lebih banyak mengarah ke
kepemimpinan yang sifatnya merakyat dan demokrasi. Hal ini dikarenakan kalangan

27
Pramelani dan Tri Widyastuti, “Persepsi Milenial terhadap Gaya Kepemimpinan Calon Presiden Tahun
2024”, Nahkoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 20, No. 2 (2022), 111.

15
milenial apalagi yang intelektual cara berfikirnya mengikuti arus perkembangan zaman
sehingga tidak konvensional sebagaimana orang-orang terdahulu. Sebagian rakyat pedesaan
mengikuti isu-isu pemilu termasuk pidato dan debat calon presiden dan wakilnya. Dari sana
maka timbul persepsi berbeda dari setiap individu dalam lapisan masyarakat. Sebagain
berpandangan bahwa pidato para calon sebenarnya merupakan hal yang bagus namun
masyarakat kurang percaya pada apa yang disampaikan atau bahkan dijanjikan dalam
pidatonya. Karena masyarakat telah melihat rekam sejarah bahwa apa yang dijanjikan caon
sebelum pemilihan kebanyakan tidak terealisasi pada saat dia sudah sah menjadi
pemimpin.28 Sebagian lagi mengatakan bahwa rakyat tidak membutuhkan janji-janji manis
yang kemudian hilang tanpa terlaksana namun rakyat menginginkan tindakan nyata
walaupun tanpa dijanjikan sebelumnya.29 Maka dari itu, pidato para calon tidak berpengaruh
besar pada pilihan rakyat Bangkes pada pemilu mendatang, potensi pengaruhnya hanya pada
kalangan milenial saja yang memahami gagasan para calon.
Pandangan masyarakat muslim desa Bangkes mengenai pemimpin pada pemilu 2024
mendatang, tentunya sangat berdasar pada ajaran-ajaran yang terkandung dalam agama
Islam. Maka dapat diketahui bahwa pandangan mengenai figur pemimpin ideal bagi
masyarakat muslim desa Bangkes berdasar pada dasar yang sama yaitu al-Qur’an dan hadits,
namun mengenai objeknya bersifat relatif tergantung pada cara pandang subjek dalam
melihat karakter dari setiap calon pemimpin. Maka dari uraian di atas, dapat kita lihat
bahwa agama memiliki pengaruh terhadap pandangan umat mengenai figur pemimpin ideal
pada pemilu mendatang, tentang seberapa jauh pengaruhnya maka tergantung pada seberapa
besar komitmen seseorang terhadap agamanya. Jika komitmen terhadap agamanya kuat,
maka pengaruh agama terhadapnya juga dominan. Jika seseorang memiliki komitmen lemah
terhadap agamanya atau bahkan hanya sekedar identitas maka ajaran agamanya tidak terlalu
memberikan pengaruh terhadapnya.
Setelah mengambil sampel dari sebagian masyarakat maka dapat dilihat bahwa
mayoritas masyarakat muslim desa Bangkes mengutamakan kriteria adil bagi seorang
pemimpin, karena dari keadilan tersebut kriteria kepemimpinan yang lain juga akan tercapai.
Pemimpin yang adil pasti senantiasa berusaha mensejahterakan rakyatnya dan jelas juga
ketakwaannya. Namun di era modern ini sangat sulit menjumpai figur pemimpin yang adil.
Walaupun demikian, masyarakat tidak putus harapan agar memiliki pemimpin yang ideal di

28
Hasil wawancara dengan Duhah (10 Desember 2023).
29
Hasil wawancara dengan Sarjono (14 Desember 2023).

16
masa mendatang. Yakni pemimpin yang dapat membawa rakyat menuju kesejahteraan dan
negara menuju kemajuan. Karena bangsa kita ini masih terhitung sebagai negara miskin
walaupun memiliki sumber daya yang melimpah ruah.
Adapun mengenai pidato dan gagasan yang disampaikan para calon sebenarnya
merupakan sesuatu yang baik karena dapat mempengaruhi cara pandang masryarakat
teruatama kalangan intelektual sehingga bisa mengurangi kuantitas golput saat pemilu.
Namun ternyata rakyat tidak percaya penuh pada apa yang disampaikan para calon dalam
pidatonya karena mereka telah melihat jejak sejarah yang kelam dimana pemimpin tidak
merealisasikan apa yang telah dijanjikan dalam pidatonya sehingga masyarakat seperti
mengalami trauma akan hal itu. Maka gagasan yang disampaikan dalam pidato para calon
tidak banyak memberikan pengaruh pada cara pandang masyarakat dalam memilih.

Kesimpulan
Agama dan politik merupakan dua hal yang nyata dalam kehidupan masyarakat.
Agama berkaitan dengan keyakinan seseorang akan Dzat yang ada di luar manusia
(Superanatural) namun mendefinisikannya begitu sulit sehingga perbedaan pendapat
mengenainya masih belum usai sampai saat ini. sedangkan politik berkaitan dengan tingkah
atau perilaku seseorang yang berkaitan dengan kekuasaan. Agama dan politik begitu
substansial dalam tatanan masyarakat, keduanya memiliki relasi dan timbal balik. Agama
membutuhkan politik untuk mendapatkan legitimasi, dan politik membutuhkan agama agar
masyarakat mudah menaati norma dan peraturan yang ada.

Lebih jauh dari hal tersebut, pemikiran atau cara pandang seseorang dalam beragama
dapat memengaruhi perilakunya dalam berpolitik. Semakin kuat komitmen seseorang
terhadap agamanya maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap periku berpolitiknya.
Titik fokus pembahasan dalam penlitian ini adalah pandangan masyarakat muslim pedesaan
mengenai Figur pemimpin yang ideal dalam pemilu Tahun 2024 mendatang. Sebagai
muslim, dalam memilih mereka tentunya tetap berpedoman pada ajaran Islam mengenai
karakteristik kepemimpinan yang baik. Mayoritas masyarakat Bangkes lebih
mengutamakan kriteria adil karena keadilan akan menarik pada kriteria yang lain seperti
empati dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Mereka lebih condong pada pemimpin
yang kuat agamanya, beretika dan memiliki gagasan perubahan. Adapun kalangan milenial
lebih menyukai pemimpin yang merakyat dan demokrasi. Masyarakat tidak menaruh
kepercayaan penuh terhadap gagasan-gagasan yang disampaikan para calon dalam pidatonya

17
karena trauma masa lalu dimana gagasan hanya sebatas janji tanpa adanya realisasi. Maka
pidato para calon tidak terlalu berpengaruh pada cara pandang masyarakat dalam memilih.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. Mukti. Universalitas dan Pembangunan . Bandung: IKIP Bandung, 1971.


Arifin, Muhammad . “Konsep Kepemimpinan dalam Islam : Karakteritik Pemimpin Ideal
Menurut Al-Qur’an”, Jurnal Mahasiswa Humanis, Vol.3, No. 2, September, 2023.
(Al)-Banna, Hasan . Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Terj. Anis Mata. Solo:
Intermedia, 2001.
Basudewa, Aditya. Visuallisasi Data Pilkada . t.tt: FTI UMN, 2018.
Budiarjo, Miriam . Dasar-dasar Ilmu Politik . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1972.
Dradjat, Zakiah . Ilmu Jiwa Agama . Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993.
_____________. Peranan Agama dan Kesehatan Mental . Jakarta: Agung, 1969.
Ghani, Soelistiyati Ismail . Pengantar Ilmu Politik . Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.
Hajaroh, Mami. “Paradigma, Pendekatan dan Metode Penelitian Fenomenologi”, t.th.
Jati, Wasisto Raharjo. “Agama dan Politik: Teologi Pembebasan Sebagai Arena Profetisasi
Agama”, Walisongo, Vo. 22, No.1, Mei, 2014.
Nambo, Abdulkadir B. dan Muhammad Rusdiyanto Puluhulawa, “Memahami Tentang
Beberapa Konsep Politik (Suatu Telaah Dari Sistem Politk) “, Mimbar, Volume
XXI, No. 2, April – Juni, 2005.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya . Jakarta: UI Press, 1979.
Nata, Abuddin . Metodologi Studi Islam . Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
____________. Al-Qur’an dan Hadits (Dirasah Islamiyah 1) . Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1993.
Pramelani dan Tri Widyastuti, “Persepsi Milenial terhadap Gaya Kepemimpinan Calon
Presiden Tahun 2024”, Nahkoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 20, No. 2 , 2022.
Putra, Heddy Shri Ahimsa. “FENOMENOLOGI AGAMA: Pendekatan Fenomenologi
untuk Memahami Agama”, Walisongo, Vol.20, No.2, November, 2012.
Ruslan, Utsman Abdul Mu’iz . Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin . Solo: Era
Intermedia, 2000.
Sastroatmodjo, Sudijono. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press, 1995.
Smith, Donald Eugene . Agama dan Modernisasi Politik . Jakarta: Rajawali Press, 1985.

18
Surbakti, Ramlan . Memahami Ilmu Politik . Jakarta: Gramedia Widiaswara Indonesia,
1982.
Turner, Bryan. S. Agama dan Teori Sosial . Yogyakarta: IRCisoD, 2003.
Yuningsih, Neneng Yani . Pola Interaksi Antara Agama, Politik, dan Negara (Pemerintah)
Dalam Kajian Politik Islam. PDF Online, 1970.
Hasil wawancara dengan Herlin Kismawati pada 10 Desember 2023.
Hasil wawancara dengan Farida Asyati pada 13 Desember 2023.
Hasil wawancara dengan Rumiati pada 10 Desember 2023.
Hasil wawancara dengan Duhah pada 10 Desember 2023.
Hasil wawancara dengan Sarjono pada 14 Desember 2023.

19

Anda mungkin juga menyukai