Anda di halaman 1dari 13

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA POLITIK DAN

IDEOLOGI NEGARA
Fahri Aliansyah (2021.03.011)
Widuri Khoerunnisa’i (2021.03.015)
R.M. Hikam Usman Ma’mun (2021.03.020)
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-FALAH
CICALENGKA BANDUNG
EMAIL:
fahrialiansah675@gmail.com
radenhikam.gmail.com
ichawiduri56@gmail.com

ABSTRAK
Pancasila is not only a source of derivation of legislation, but also a source of morality,
especially in relation to the legitimacy of power, law and various policies in
theimplementation and administration of the state. The existence of the first precept of
“TheAlmighty Godhead”, and the second precept of “Fair and Civilized Humanity” is the
sourceof moral values for national and state life. The state of Indonesia which is based on the
firstprecept of “The Almighty God” is not a “theocracy” state which bases state power and
stateadministration on religious legitimacy. The power of the head of state is not absolute
based
on religious legitimacy but based on legal legitimacy and democratic legitimacy. Therefore,
the principle of the principle of “Godhead of the Almighty” has more to do with
morallegitimacy. This is what distinguishes the Almighty God from theocracy. The writing
methodin this journal is a qualitative method, with an interdisciplinary approach. Although in
theIndonesian state it is not based on religious legitimacy, morally the life of the state must
be inaccordance with the values derived from God, especially the law and morals in the life
of the
state.

Keywords: Political Ethics, Law, Pancasila

Abstrak
Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan,
melainkan juga merupakan sumber moralitas, terutama dalam hubungannya dengan
legitimasi kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Eksistensi sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, serta sila
kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” merupakan sumber atas nilai-nilai moral bagi
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Negara Indonesia yang berdasarkan sila pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa” bukanlah negara “teokrasi” yang mendasarkan kekuasaan
negara dan penyelenggaraan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak
bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius, melainkan berdasarkan legitimasi hukum
serta legitimasi demokrasi. Oleh karena itu asas sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” lebih
berkaitan dengan legitimasi moral. Hal inilah yang membedakan negara yang Berketuhanan
Yang Maha Esa dengan negara teokrasi. Metode penulisan dalam jurnal ini adalah metode
kualitatif, dengan pendekatan interdisipliner. Walaupun dalam negara Indonesia tidak
mendasarkan pada legitimasi religius, secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan
nilai-nilai yang berasal dari Tuhan, terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara.

Kata kunci: Etika Politik, Hukum, Pancasila

PENDAHULUAN

Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolak ukur kehidupan berbangsa dan bernegara
di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia
tertanam dalam jiwa Pancasila. Kesadaran etik yang merupakan kesadaran relational akan
tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai pancasila  itu diyakini
kebenarannya, kesadaran etik juga akan lebih berkembang ketika nilai dan moral pancasila
itu dapat di breakdown kedalam norma-norma yang di berlakukan di Indonesia .
Secara hukum Indonesia memang sudah merdeka, namun jika kita telah secara individu
(minoritas) hal itu belum terbukti. Masih banyak penyimpangan yang dilakukan para elit
politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang seharusnya mampu menjunjung tinggi
nilai-nilai Pancasila dan keadilan bersama. Sehingga cita-cita untuk mewujudkan rakyat yang
adil dan makmur lenyap ditelan kepentingan politik pribadi. Dalam fakta sejarah tidak sedikit
orang berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Dunia politik penuh dengan intrik-intrik
kotor guna memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat normatif ataupun praksis
melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik
meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih
lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan
maupun kebangsaan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan Studi Pustaka, yaitu dengan mempelajari referensi-referensi
buku, artikel dan browsing internet yang berhubungan dengan landasan dan tujuan Pancasila
sebagai mata kuliah pembentuk karakter mahasiswa dengan memanfaatkan daftar pustaka ini
agar dapat lebih mendukung objek suatu penelitian dengan melakukan perbandingan-
perbandingan teori-teori yang sudah ada dengan praktek yang ada di lokasi sumber data.
. Studi pustaka merupakan langkah awal dalam metode pengumpulan data. Studi pustaka
merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data dan informasi
melalui dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen
elektronik yang dapat mendukung dalam proses penulisan. Hasil penelitian juga akan
semakin kredibel apabila didukung foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah
ada. Studi pustaka merupakan Maka dapat dikatakan bahwa studi pustaka dapat memengaruhi
kredibilitas hasil penelitian yang dilakukan.

PEMBAHASAN PENGERTIAN ETIKA POLITIK

Pengertian Etika
Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan
sadar dilihat dari sudut baik buruknya. Etika membicarakan seluruh kepribadian baik hati nurani,
ucapan dan perbuatan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika memberikan standar atau
penilaian terhadap tingkah laku manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, etika dapat diklasifikasikan
kedalam empat golongan, yaitu:

Etika deskriptif ialah etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan penilaian.

Etika normative ialah etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan mana
yang buruk, dan apa yang sebagainya dilakukan oleh seseorang.

Etika individual ialah etika yang objeknya tingkah laku manusia sebagai makhluk individu.
Misalnya berkaitan dengan tujuan hidup manusia.

Etika social ialah etika yang membicarakan tingkah laku dan perbuatan manusia dengan
hubungannya dengan orang lain. Misalnnya dalam keluarga, masyarakat, Negara dan
sebagainya.
Kempat klasifikasi tersebut, menegaskan bahwa etika berkaitan dengan masalah nilai.
Hal ini dikarenakan etika pada hakekatnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan
dengan predikat nilai yaitu susila dan asusila, baik dan buruk.
Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kosakata politics, yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan tujuan-
tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan pengertian-
pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-
konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state), kekuasaan (power), pengambilan
keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi
(allocation).
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para
pelaksana pemerintahan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik
serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian
politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan
hidup yang disebut masyarakat negara.

Pengertian Nilai, moral dan norma

Nila, moral, dan norma merupakan konsep yang saling berkaitan. Ketiga konsep ini saling
terkait dalam memahami pancasila sebagai etika politik.

Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan
manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong
dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia.
Disamping teori nilai diatas, Prov. Notonegoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu:
Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktifitas.
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian
dapat dirinci menjai empat macam, yaitu:

nilai kebenaran, yaitu bersumber kepada unsur rasio manusia, budi, dan cipta.
Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intuisi.
Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak anusia atau kemauan.
Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang tertinggi
dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia terhadap tuhan.
Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) = Kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran
tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji,
dan mulia.
Norma
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalm kehidupan sehari-hari
berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya merupakan perwujudan marabat
manusia sebagai mahluk budaya, sosial, moral, dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran
dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk di patuhi. Oleh karena itu, norma
dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma
hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi,  yang dikenal
dengan sanksi, misalnya:
Norma agama, dengan sanksinya dari tuhan.
Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri.
Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat.
Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau denda yang dipaksakan oleh Alat
negara.

Pengertian Etika Politik

Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika
politik yang demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan
mana yang jelek. Apabila suatu politik sudah mengarah pada kepentingan umum atau negara,
itu etika politik yang baik, sedangkan apabila suatu politik sudah mengarah pada kepentingan
pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Fungsi etika politik dalam
masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoretis, untuk mempertanyakan serta
menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi,tidak berdasarkan emosi,
prasangka, dan apriori, melainkan secara rasional, objektif, dan argumentatif.
Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapata dijalankan
secara objektif. Etika politik dapat memberikan patokan orientasi dan pegangan normatif bagi
mereka yang memang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolak ukur
matabat manusia atau mempertanyakan legitimasi moral sebagai keputusan politik. Suatu
keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat
secara keseluruhan.

Etika politik bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik masyarakat yang berdasarkan
Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur
dalam aturan secara legal formal. Karena itu, etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa
aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali
keberadaannya bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah.
Ditunjang dengan alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis
(uang) yang begitu kuat, rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan.
Akibatnya, pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada dan tidak berkembangnya nilai-nilai
tersebut sesuai dengan moralitas publik.

Prinsi-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu negara adalah
adanya cita-cita the rue of law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan hak-hak asasi
manusia menurut kekhasan paham kemanusiaan dan struktur sosial budaya masyarakat
masing-masing dan keadilan sosial.

Tanpa disadari, nilai etis politik bangsa Indonesia cenderung mengarah pada kompetisi yang
mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang.
Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik
dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang
lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, run away) menuju ke arah
jual-beli menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.
Namun demikian, perlu dibedakan antara etika politik dengan moralitas politisi. Moralitas
politisi menyangkut mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi (dan memang sangat
diandaikan), misalnya apakah ia korup atau tidak (di sini tidak dibahas).

Nilai-nilai Pancasila sebagai Sistem Etika Politik

Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa pancasila merupakan dasar etika politik bagi
bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian, nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
sila.    Pancasila menjadi sumber etika politik yang harus selalu mewarnai dan diamalkan
dalam kehidupan politik bangsa indonesia baik oleh rakyat ataupun penguasa. Oleh karena itu
dapat dikatakan kehidupan politik meliputi berbagai aktifitas politik dinilai etis, jika selalu
berpijak kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan
indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
atau perwakilan serta selalu ditujukan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan
sesuai dengan hukum  yang berlaku dan dilaksanakan berdasarkan prinsipprinsip moral
(legitimasi moral). Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan
kekuasaan dan penegakan hukum.

Ketuhanan yang maha esa

Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti Maha
Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat- Nya dan perbuatan-Nya. Atas keyakinan
demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, negara
memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan
beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti
Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29
ayat 1 dan 2, yang berbunyi :  negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa dan  negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamnya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.

Pernyataan tersebut secara normatif merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, harus diingat, pernyataan tersebut
bukan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah negara Teokrasi yang mendasarkan
kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara berdasarkan legitimasi religius, dimana
kekuasaan kepala negara bersifat absolut atau mutlak. Dengan demikian sila pertama
merupakan legitimasi moral religius bagi bangsa Indonesia.

Kemanusiaan yang adil dan beradab


Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki potensi
pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-
norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang.
Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila.
Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 alinea pertama: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan. Selanjutnya dijabarkan dalam batang tubuh
UUD 1945.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan sangat erat dengan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila
Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimas moral kemanusiaan (sila Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab) dalam kehidupan dan proses penyelenggaraan negara, sehingga Indonesia
terjerumus kedalam negara kekuasaan (machtsstaats).

Persatuan Indonesia

Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu kebulatan.
Sila Persatuan Indonesia memberikan suatu penegasan bahwa negara Indonesia merupakan
suatu kesatuan dalam hal Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Proses
penyelenggaraan negara harus selalu didasari oleh asas persatuan, dimana setiap kebijakan
yang ditetapkan oleh penguasa tidak ditujukan untuk memecah belah bangsa, tetapi untuk
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945
alinea keempat, yang berbunyi, Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia. Selanjutnya lihat batang tubuh UUD 1945.

Persatuan Indonesia merupakan perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Oleh karena itu
paham kebangsaan Indonesia bukanlah paham kebangsaan yang sempit (chauvinistis), tetapi
paham kebangsaan yang selalu menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi
paham golongan, suku bangsa serta keturunan.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia.
Sila ini menegaskan bahwa negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan
diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system
demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan
tertinggi berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya
ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea keempat, yaitu, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat .Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.

Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif
dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus
berdasarkan legitimasi dari rakyat.

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia

Keadilan social berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan,
baik materil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik
yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu Dan
perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia  Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.

Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial.
Keadilan sosial merupakan tujuan dalm kehidupan negara, yang menunjukkan setiap warga
negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi
dan kebudayaan. Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan
penyelenggaraan negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Penyelenggaraan
terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan
hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila Pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara
negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai
bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentu suatu pemerintahan yang etis serta
rakyat yang bermoral pula.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

Pengertian Ideologi

     Ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan
pedoman dan cita-cita hidup. Ideologi terbagi dua yaitu ideologi secara fungsional dan
ideologi secara struktural. Ideologi secara fungsional adalah seperangkat gagasan tentang
kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik.
       Ideologi secara fungsional terbagi menjadi dua yaitu ideologi yang doktoriner dan
ideologi yang pragmatis. Ideologi doktoriner yaitu ajaran-ajaran yang terkandung di dalam
ideologi yang dirumuskan secara sistematis dan pelaksananya diawasi secara ketat oleh
aparat partai atau aparat pemerintahan, contohnya adalah komunisme. Sedangkan ideologi
pragmatis yaitu ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi tersebut tidak  dirumuskan
secara sistematis dan terinci.

       Ideologi itu disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem


pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama, dan sistem politik. Jadi, ideologi adalah
kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis,
yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.

Pancasila Sebagai Ideologi Negara

Kita mengenal istilah berbagai ideologi, seperti ideologi negara, ideologi bangsa, dan
ideologi nasional. Ideologi negara khusus dikaitkan dengan pengaturan penyelenggaraan
pemerintahan negara. Sedangkan ideologi nasional mencakup ideologi negara dan ideologi
yang berhubungan dengan pandangan hidup bangsa. Bagi bangsa Indonesia, ideologi
nasionalnya tercermin dan tekandung dalam pembukaan UUD 1945.

Dalam alenia pertama pembukaan UUD 1945, terkandung motivasi, dasar, dan pembenaran
perjuangan (kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan). Alenia kedua mengandung cita-cita bangsa Indonesia
(Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur). Alenia ketiga memuat
petunjuk atau tekad pelaksanaanya (menyatakan kemerdekaan atas berkat rahmat allah yang
maha kuasa ). Alenia keempat memuat tugas negara atau tujuan nasional, penyusunan
undang-undang dasar, bentuk susunan negara yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara
pancasila.
Pancasila sebagai ideologi ialah perumusan suatu pola pikir berupa sistem dari pada ide (cita-
cita atau angan atau paham), kepercayaan dan sikap yang menjadi dasar suatu masyarakat
atau bangsa tertentu dalam menginterprestasikan hidup. Suatu sistem tata nilai yang tumbuh
dari pandangan hidup  suatu masyarakat atau bangsa berkaitan dengan filsafat hidup bagi
suatu bangsa yang berkaitan dengan falsafah hidup pada suatu bangsa yang menyangkut
sistem nilai yang dalam kehidupan sehari-hari tampil dalam bentuk norma-norma dasar.
Dalam pancasila tercantum berbagai gagasan dasar dan tatanan yang kita anggap baik dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ini berarti bahwa dasar-dasar Pancasila sudah mulai
kita letakan lebih teratur dan kuat dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan politik ini berarti
pula mengharuskan kita semua untuk mengamalkan pancasila.

Ideologi yang bersumber dari suatu pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa
merupakan suatu ideologi yang baik atau sempurna, jika tumbuh melaui kurun waktu yang
panjang.  Ideologi yang baik itu ideologi yang terbuka bagi pandangan filsafat. Jadi pancasila
itu tidak hanya sebagai pandangan hidup dan ideologi bangsa, melainkan sebagai filsafat
bangsa. Jelaslah bahwa pacasila itu berhubungan antara sumber dengan pertumbuhan dalam
filsafat dan ideologi negara.

Makna Ideologi bagi Negara

Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu
cara berfikir dan cara kerja perjuangan. Sebagai dasar negara, pancasila perlu dipahami
dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat, yaitu pembukaan, batang tubuh, serta penjelasan UUD 1945.
Pancasila bersifat integralistik yaitu paham tentang hakikat negara yang dilandasi dengan
konsep kehidupan bernegara. Untuk memahami konsep pancasila yang bersifat integralistik,
terlebih dahulu kita harus melihat beberapa teori yaitu:

Teori perseorangan (individualistik)


Menurut teori ini negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak
antara seluruh orang dalam masyarakat itu (social contrac). Hal ini mempunyai pengertian,
bahwa negara dipandang sebagai organisasi persatuan pergaulan hidup manusia yang
tertinggi.  Manusia sebagai individu bebas dan merdeka tidak ada yang di bawah orang lain,
semua dalam kedudukan dan taraf yang sama.

Teori golongan (class theory)

Negara dipergunakan sebagai alat untuk mereka yang kuat untuk menindas golongan
ekonomi yang lemah, yang dimaksud golongan ekonomi yang kuat adalah mereka yang
memiliki alat-alat produksi. Negara akan lenyap dengan sendirinya apabila dalam masyarakat
tidak ada lagi perbedaan kelas dipertentangan ekonomi.

Teori kebersamaan (integralistik)

Dari segi integritas antara pemerintah dan rakyat, negara memiliki penghidupan dan
kesejahteraan bangsa seluruhnya, negara menyatu dengan rakyat dan tidak memihak pada
salah satu golongan dan tidak pula menganggap kepentingan pribadi yang lebih diutamakan,
melainkan kepentingan dan keselamatan bangsa serta negara sebagai suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.  Teori ini mengemukakan bahwa negara adalah suatu susunan
masyarakat yang integral diantara semua golongan dan semua bagian anggota masyarakat.
Persatuan masyarakat itu merupakan persatuan masyarakat yang organis. Pancasila itu
bersifat integralistik karena:

Mengandung semangat kekeluargaan dan kebersamaan.

Adanya semangat kerjasma atau gotong royong.

Memelihara kesatuan dan persatuan, dan Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.

KESIMPULAN

Kehidupan politik rakyat indonesia selalu didasari oleh nilai-nilai Pancasila. Pancasila
merupakan landasan dan tujuan kehidupan politik bangsa kita. Berkaitan dengan hal tersebut ,
proses pembangunan politik yang sedang berlangsung dinegara kita sekarang ini harus
diarahkan pada proses implementasi sistem politik demokrasi pancasila yang handal, yaitu
sistem politik yang tidak hanya kuat tetapi juga memilki kualitas kemandirian yang tinggi
yang memungkinkannya untuk membangun atau menggembangkan dirinya secara terus
menerus sesuai dengan tuntutan aspirasi masyarakatnya  dan perubahan zaman. Dengan
demikian, sistem politik demokrasi pancasila akan terus berkembang  bersamaan dengan
perkembangan jati dirinya, sehingga senantiasa mempertahankan, memelihara dan
memperkuat relevansinya dalam kehidupan politik. Nilai-nilainya bukan saja dihayati dan
dibudayakan, tetapi diamalkan dalam kehidupan politik bangsa dan negara kita yang terus
berkembang. Oleh karena itu, secara langsung pancasila telah dijadikan etika politik seluruh
komponen bangsa dan negara indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Alhaj, S. dan Patria U.S. 1999. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka.
Komalasari, Koko. 2002. Pendidikan Pancasila. Surabaya: Lentera Cendekia.
Setia, E .2005. Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai