Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Agama merupakan kebutuhan pokok di atas segalanya bagi manusia. Agama

tidak hanya berbicara tentang ritual atau perintah atau halal dan haram, akan tetapi juga

berbicara mengenai nilai-nilai yang harus direalisasikan dalam kehidupan

bermasyarakat, sehingga dapat menghasilkan tatanan yang sesuai dengan nilai agama

dalam bernegara, termasuk juga penerapan dalam politik ( Azyumardi, 2002).

Dalam kehidupan, agama dan politik terdapat dua aspek yang mendasar.

Hubungan antara agama dan politik bukanlah hal yang baru dikaji, permasalahan

hubungan antara kedua aspek tersebut sudah ditelaah oleh para filosof maupun teolog

sepanjang sejarah (Nurchalis madjid, 1985). Keduanya dapat dipahami sebagai tatanan

kehidupan bagi manusia secara umum. Dalam konteks politik praktis, agama bukan saja

digunakan menjadi kedok agar mendapat kepercayaan dan pengaruh dari masyarakat

belaka, melainkan harus berjalan sebagaimana mestinya. Sama halnya juga dengan

politik, politik bukan hanya dimaknai sebagai media dalam mendapatkan kedudukan

dan otoritas formal dalam struktural kekuasaan tentang dunia, melainkan sebagai jalan

mencapai kesejahteraan dan keadilan.

Islam merupakan agama terbesar di dunia dan memiliki sejarah yang panjang

tentang praktik politik. Peradaban yang dibangun oleh Rasulullah SAW sebagai Rasul

yang menyebarkan agama Islam, memberikan dobrakan politik yang membuat Islam

tersebar di seluruh dunia. Hal ini terbukti dengan karakteristik awal masuk dan

perkembangannya Islam sebagai agama adalah kejayaan di bidang politik.

Bukti betapa jayanya politik Islam pada saat itu adalah penaklukan kota

Madinah. Madinah didirikan dan dipimpin oleh Rasulullah SAW, Robert N. Bellah
mengungkapkan, sistem yang dibangun oleh Nabi yaitu “A Better Model For Nation

Community building Than Might be Imaged” yaitu sebuah model bangunan komunitas

nasional modern yang lebih baik. Model pembangunan dinamakan dengan “modern”,

dikarenakan terdapat keterbukaan bagi partisipasi semua komponen masyarakat dan

penerimaan pemimpin terkait dengan penilaian yang sesuai dengan kemampuan para

pemimpin (Nurchalis Madjid, 1988).

Kejayaan Islam melalui langkah sosial-politik oleh Rasulullah SAW di

Madinah termaktub dalam dokumen termasyhur yang pernah ada, yaitu Piagam

Madinah, yang dikenal juga oleh para sarjanawan modern sebagai Konstitusi Madinah.

Piagam Madinah adalah manifestasi politik pertama Islam yang dipimpin oleh

Rasulullah SAW, hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan masyarakat

yang harmonis, sejahtera dan adil di atas perbedaan suku, bangsa, bahasa dan agama

yang sekarang juga dirasakan oleh umat Islam di Indonesia.

Indonesia yang mayoritas Islam tidak memilih bentuk negaranya sekular

maupun berdasarkan agama, melainkan Indonesia memilih untuk membangun negara

berdasarkan Pancasila, yang didalamnya mengandung persatuan antara seluruh

perbedaan. Salah satu tokoh guru bangsa Gus Dur menyebutkan bahwa Pancasila

adalah sintesis antara agam dan negara.

Persoalan antara agama dan negara secara formal-konstitusional sudah

diusahakan penyelesaiannya sejak 1940, melalui sidang BPUPKI, pembentukan

Piagam Jakarta, dan pada sidang konstitusi. Permasalahan itu yang akhirnya

membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia di bawah asasnya yaitu Bhineka

Tunggal Ika. Upaya-upaya menghubungkan negara dengan agama merupakan usaha

membangun negara Indonesia yang modern.


Membangun Indonesia yang modern adalah dengan menerima keberagaman

yang ada di Indonesia dan tata pemerintahan yang mengikut sertakan masyarakat dalam

kebijakan demi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan. Keterlibatan masyarakat

dalam pemerintahan baru saja terwujud ketika orde lama tumbang oleh gerakan

masyarakat melalui aliansi yang tidak setuju dengan cara pemerintahan.

Keterlibatan masyarakat dalam tata pemerintahan mulai tumbuh dengan

menggunakan asas demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

untuk menentukan arah pembangunan politik di Indonesia. Keterlibatan tersebut

dimulai dengan tumbuhnya partai-partai politik yang berperan sebagai wadah

masyarakat untuk menyuarakan pendapat sebagai bentuk terwujudnya masyarakat

Nasionalis. Dasar pembentukan setiap partai berbeda-beda, salah satunya adalah dasar

pembentukan berbasis agama seperti partai PPP, PKS, PKB dan lain sebagainya yang

menjadikan ajaran politik Islam sebagai acuan. Partai-partai yang lahir berupaya

merepresentasikan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan dukungan dan pilihan

langsung oleh masyarakat.

Pemilihan umum adalah salah satu bentuk demokrasi yang paling diterapkan di

Indonesia dengan asas “LUBER” (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) yang diatur

dalam undang-undang. Pemilihan Umum adalah ajang dimana masyarakat memilih

pemimpin atau wakil-wakilnya untuk duduk di kursi pemerintahan. Pada ajang ini

partai-partai mencari aliansi dan dukungan masyarakat untuk mendapatkan suara

termasuk partai Islam.

Partai-partai yang merepresentasikan Islam memberikan dukungan kepada

setiap pemilihan umum yang ada di Indonesia baik di tingkat daerah maupun tingkat

nasional sebagai bentuk usaha partai untuk menciptakan nilai-nilai Islam di dalam
pemerintahan Islam. Selain para partai ada juga tokoh-tokoh agama yang ikut juga

memberikan sumbangsihnya melalui pemikiran maupun doktrinasi untuk memilih

salah satu calon pemimpin Indonesia. Geliat Tokoh Muslim untuk memberikan

dukungan sangat memberikan pengaruh kepada para pemilih, dikarenakan banyaknya

umat Islam yang mengagumi atau mengikuti pengajian tokoh-tokoh.

Hal tersebut juga terjadi pula di Manggarai, Nusa tenggara Timur. Dengan

keadaan kehidupan keagamaan mayoritas kelompok Nasrani, kedudukan kelompok

Muslim dalam Partai Politik sangat minim. Tercatat terdapat 23.390 dari 319.607 jiwa

yang menempati Manggarai yang tersebar di 11 Kecamatan. Jumlah penduduk muslim

yang sedikit juga berdampak pada representasi pemimpin muslim pula di Manggarai

khususnya yang menjadi Bupati dan Wakil Bupati (Sumber: data layanan urusan

keagamaan Kemenag, Kab. Manggarai tahun 2019 dan data Badan Pusat Statistik Kab.

Manggrai tahun 2018).

Bupati dan wakil Bupati di Manggarai tercatat dipimpin oleh bupati yang

beragama Nasrani. Sejarah Manggarai mencatat belum ada perwakilan umat muslim

yang terpilih menjadi Bupati ataupun Wakil Bupati. Gambaran utama ini kemudian

menjadi menarik untuk dijadikan kacamata dalam memandang Islam dan urusan

perpolitikan di wilayah Manggarai.

Keberhasilan kelompok muslim dalam pertarungan politik praktis di Manggarai

sejauh ini masih dalam wilayah pemilihan DPRD. Pada pemilihan DPRD tahun 2019

terpilih salah satu tokoh muslim yang diiusung oleh partai PKS melalui dapil

Kecamatan Reok. Hal ini menunjukkan adanya gairah dan keterlibatan kelompok

muslim untuk menggiring opini ataupun mengajak secara langsung kepada kelompok

muslim lainnya untuk memilih pemimpin yang seagama maupun yang mampu
merealisasikan nilai-nilai agama, selain PKS ada juga partai PKB yang diharapkan

mendapatkan kursi legislatif di Kabupaten Manggarai, akan tetapi hasilnya tidak sesuai

dengan ekspektasi.

Pada bulan Desember 2020, pesta demokrasi Pilkada di Kabupaten Manggarai

akan diselenggarakan, tim sukses para pasangan tentunya telah dibentuk untuk

mendapatkan suara rakyat Manggarai, tidak terkecuali suara kelompok Muslim. Pada

pemilihan kali ini, tidak terdapat calon bupati atau wakil bupati yang beragama muslim,

akan tetapi partisipasi kelompok muslim sangat tinggi dalam menentukan pemimpin

Manggarai kedepannya.

Keterlibatan kelompok muslim kecamatan Reok pada pemilihan bupati tahun

2020 ini sangat signifikan, terlihat dari adanya keterlibatan imam masjid, tokoh PHBI

maupun tokoh agama lainnya yang turut mendukung dan menyuarakan untuk memilih

salah satu kandidat bupati dan wakil bupati. Tidak sampai disitu saja salah satu ketua

PHBI kecamatan Reok turun langsung sebagai ketua tim pemenangan pasangan H2N.

Melihat keterlibatan mereka dalam mempengaruhi suara kelompok muslim

kecamatan Reok memberikan tanda bahwa adanya keinginan besar pemimpin

manggarai akan memimpin wilayah-wilayah yang berada di Kabuapten Manggarai

tanpa adanya diskrimansi Agama, suku, dan ras, yang selama ini sering muncul ketika

pesta demokrasi diadakan.

Maka dari itu, dari keterliban kelompok muslim tersebut peneliti tertarik untuk

meneliti bagaimana upaya muslim manggarai khususnya kecamatan reok untuk

memilih pemerintah yang pro atau mendengar aspirasi muslim dalam pemerintahan

walaupun tidak melalui calon bupati dan wakil bupati yang beragama Muslim, dengan

menentukan pilihan dan mempengaruhi suara lainnya terhadap pemilihan, penelitian


yang akan diteliti dengan judul Analisa Partisipasi Politik Muslim Kecamatan Reok.

Studi Kasus : Pilkada Kabupaten Manggarai Tahun 2020

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dinamika partisipasi politik kelompok minoritas dalam kerangka

demokrasi di Kabupaten Manggarai ?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi partisipasi kelompok minoritas dalam aktifitas

politik di Kabupaten Manggarai ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk;

1. Mengetahui partisipasi kelompok muslim kecamatan Reok dalam pemilihan

kepala daerah Kabupaten Manggarai tahun 2020.

2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi kelompok muslim

dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Manggarai tahun 2020.

D. Kerangka Teori

1. Partisipasi Politik

a. Definisi Partisipasi Politik

Masyarakat mempunyai peranan yang cukup penting dalam menciptakan iklim

demokrasi di Indonesia dan hal tersebut sangat berkaitan dengan partisipasi politik dari

masyarakat itu sendiri. Sebuah buku yang berjudul “The Civic Culture” Almond dan

Verba menjelaskan tentang bagaimana kelompok masyarakat dengan masyarakat

secara umum, agar dapat hidup berdampingan dengan nuasa demokrasi yang stabil.
Meskipun diakui bahwa ada batasan dan penghalang dalam menjalankan demokratisasi

pada kelompok-kelompok masyarakat itu sendiri (Rahmawati Halim, 2016).

Dalam sistem demokrasi partisipasi politik merupakan sebuah aspek yang harus

dipenuhi. Partisipasi politik merupakan proses peran serta masyarakat dalam

pengambilan keputusan yang bertujuan untuk memberikan pengaruh dan

mempertimbangkan suatu keputusan pemerintah (Sastroatmodjo, 1995)

Budiarjo menjelaskan jika partisipasi politik merupakan aktivitas individu

ataupun kelompok yang turut berperan aktif dalam politik yakni dengan cara ikut serta

dalam pemimpin, dan secara tidak langsung juga ikut dalam memberikan sumbangsih

terhadap kebijakan pemerintah. Pengertian lainnya mengenai partisipasi politik

disampaikan oleh Huntington dan Nelson yaitu jika partisipasi politik merupakan

aktivitas masyarakat untuk memberikan pengaruh terhadap sebuah kebijakan yang akan

diambil oleh pemerintah, yang sifatnya dapat berupa individu, kolektif, spontanitas,

mantap ataupun sporadis, lembut atau keras, maupun secara legal ataupun ilegal

(Mariam Budiarjo, 1998)

Partisipasi politik merupakan sikap dan keikutsertaan masyarakat secara

bersama-sama untuk memilih pemimpin, pembuatan keputusan dan pengawasan

jalannya pemerintahan. Untuk merealisasi partisipasi politik, masyarakat dan negara

mengambil sikap untuk membentuk wadah, mulai dari kepentingan kelompok,

organisasi masyarakat, parpol, dan lembaga perwakilan rakyat hingga pada sistem

politik yang otonom dan fungsional.

Secara lebih lanjut, partisipasi politik berkembang dengan opini public dan

kekuatan massa jadi media masa penuh dengan tuntutan masyarakat di tempat public

dan kantor lembaga politik penuh dengan demonstran. Aktivitas tersebut biasanya
berbentuk orasi maupun mogok makan. Dengan aksi tersebut masyarakat menunjukkan

kekuatan massa.

Dari pengertian mengenai partisipasi politik dapat disimpulkan, partisipasi

politik merupakan aktivitas individu ataupun kelompok yang dilakukan dengan efektif

atau tidak efektif, secara sopan atau tidak sopan dalam rangka keikutsertaan dalam

mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh pemerintah. Partisipasi politik adalah suatu

tanda bahwa di dalam negara yang berdemokrasi rakyatlah yang berdaulat.

Teori partisipasi politik ini digunakan oleh peneliti dalam dengan maksud untuk

melihat partisipasi politik kelompok muslim manggarai dalam rangka Pilkada tahun

2020. Fokus kajian teori ini lebih kepada langkah yang dilakukan oleh kelompok

muslim dalam hal ini tokoh muslim dalam mengambil langkah strategis dalam

pemilukada Kabupaten Manggarai.

b. Bentuk Partisipasi Politik

Banyak sekali bentuk partisipasi politik, akan tetapi lebih terlihat kepada

berbagai kegiatan politik yang dilakukan. Bentuk partisipasi politik yang sering

dijumpai dan digunakan adalah hak untuk memilih kepala daerah, perwakilan rakyat

politik maupun presiden dalam pemungutan suara. Dan berikut adalah beebrapa bentuk

partisipasi yang secara umum ditunjukan dalam proses pemilihan, diantaranya;

1) Partisipasi Individual

Partisipasi yang dapat terwujud melalui menulis surat kepada pemerintah

yang berisikan tentang keluhan maupun tuntutan

2) Partisipasi Kolektif

Sebuah partisipasi masyarakat yang dilakukan secara bersama-sama agar

dapat memberikan pengaruh terhadap penguasa, misalnya dalam pemilu.


3) Partisipasi Konvensional

Yang termasuk dalam bentuk konvensional yaitu: Voting, diskusi politik,

kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok

kepentingan serta Komunikasi individual dengan pejabat politik dan

administratif

4) Partisipasi Inkonvensional

Bentuk partisipasi politik inkonvensional dapat ditinjau dengan melakukan;

pengajuan petisi ataupun berdemonstrasi.

Secara umum, partisipasi politik rakyat terbagi menjadi yang sifatnya mandiri,

yang mana seseorang menjalankan aktivitasnya berdasarkan dari inisiatif dan

keinginannya sendiri, hal tersebut biasanya karena individu tersebut memiliki rasa

tanggung jawab dalam kehidupan politik ataupun karena dorongan dari keinginan untuk

merealisasikan cita-cita kelompok yang diikuti. Partisipasi yang bersifat mandiri juga

bisa dilaksanakan atas dasar permintaan ataupun dimotori oleh orang lain atau

kelompok. Partisipasi yang digerakkan atas dasra dorongan ini disebut partispasi yang

dimobilisasi (Samuel P Hatington, 1990). Partisipasi masyarakat dalam politik terbagi

dalam berbagai kategori yaitu;

1) Electoral Activity, yaitu keikut sertaan masyarakat dalam kegiatan secara

langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan pemilu, contoh

dari kegiatan ini ialah mengikuti kampanye partai politik, menyalurkan hak

suaranya, mengawasi perhitungan suara dan pemilihan suara dan

menghimbau dan juga memberikan pengaruh kepada seseorang demi

memberikan dukungan ke partainya tersebut.

2) Lobbying, adalah tindakan individu ataupun kelompok dengan langkah

berkomunikasi dengan pejabat pemerintah maupun tokoh politik, yang


tujuannya adalah memberikan pengaruh kepada pejabat ataupun tokoh

politik supaya turut serta dalam permasalahan yang terkait dengan aktivitas

politik.

3) Organizational Activity, yaitu bentuk partisipasi dengan adanya keterlibatan

rakyat ke dalam berbagai organisasi politik dan sosial, baik sebagai

pemimpin, aktivis ataupun anggota.

4) Contacting, yaitu bentuk partisipasi dengan cara mendatangi tokoh politik

dan pejabat, atau dengan cara menghubungi via media elektronik atau lainnya

5) Violence, adalah jalan kekerasan untuk mempengaruhi pemerintah.

Selanjutnya, bentuk partisipasi politik para individu dapat diidentifikasi melalui

aktivitas politiknya, dari ketidaksamaan intensitas dan bentuknya. Secara umum

perbedaannya sesuai dengan intensitas dan frekuensinya. Individu yang partisipasinya

tidak dilakukan dengan intensif adalah aktivitas yang dilakukannya banyak

menghabiskan waktu dan umumnya tidak dilakukan dengan keinginannya sendiri atau

atas dasar dorongan orang lain dan sebaliknya orang yang memiliki intensitas tinggi,

indvidu meluangkan waktu yang banyak untuk terlibat dalam aktivitas politik (Mariam

Budiarjo, 1998)

c. Tujuan Partisipasi Politik

Menurut Davis, tujuan dari partisipasi politik yaitu untuk memberikan pengaruh

terhadap para penguasa baik dalam artian menguatkan ataupun menekan. Dengan

begitu pemerintah memperhatikan ataupun memenuhi kepentingan masyarakat. Hal

tersebut sangat berasalan sebab target dari partisipasi politik yaitu lembaga politik

ataupun pemerintah yang mempunyai kekuasaan dalam mengambil sebuah keputusan

politik (Sastroatmodjo, 1995).


Dengan keadaan masyarakat yang beragam yang tentu saja memiliki kebutuhan

yang berbeda pula. dan langkah pemenuhan kebutuhan tersebut direfleksikan berbentuk

kegiatan, yang tentu saja kebutuhan yang tidak sama akan menghasilkan aktivitas yang

tidak sama juga. Begitupun partisipasi politik adalah upaya masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan yang berbeda-beda tersebut. Menurut Waimer ada beberapa

penyebab timbulnya perkerakan ke arah partisipasi politik diantaranya sebagai berikut

(Sastroatmodjo, 1995) :

1) Modernisasi disemua aspek akan berpengaruh pada komersialisme

pertanian, industry, revitalisasi pendidikan, pengembangan metode masa

dan yang lainnya.

2) Berbagai perubahan terjadi pada strata sosial.

3) Adanya pengaruh dari para intelektual dan terjadinya peningkatan

komunikasi masa adalah karena komunikasi politik masyarakat meluas.

4) Terjadinya konflik di antara para pemimpin politik

5) Dalam permasalahan sosial, ekonomi dan kebudayaan serta agama

keterlibatan pemerintah semakin luas.

d. Faktor-Faktor Partisipasi Politik

Kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah adalah berbagai faktor

yang berpangaruh terhadap tingkat partisipasi dari seseorang. Kesadaran politik adalah

kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai seorang warga negara. Hal tersebut terkait

dengan pengetahuan individu mengenai lingkungan masyarakat dan politik,

menyangkut minat dan perhatian individu atas lingkungan masyarakat dan politik

dimana mereka tinggal. Kemudian kepercayaan kepada pemerintah yaitu persepsi

individu atas kinerja pemerintah apakah individu tersebut memandang pemerintah

dapat dipercaya dan mendukung rakyat ataupun tidak, lebih lanjut jika tingkat
pendidikan, jenis kelamin dan profesi sangat mempengaruhi partisipasi politik dari

seseorang.

Kebutuhan anggota masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam politik

merupakan hak. Akan tetapi yang sering terjadi adalah adanya benturan dengan ataupun

bertentangan dengan politik yang ada di negara terkait. Benturan yang dimaksud adalah

tingkat sosialisasi politik yang dikembangkan oleh negara yang berbeda-beda, sehingga

tingkat partisipasi masyarakatnya juga beragaman. Bahkan dalam berperan serta dalam

membuat kebijakan politik, menyalurkan hak suaranya, ataupun menempati jabatan

pemerintahan sudah dibatasi untuk untuk kalangan tertentu.

Partisipasi politik yang tidak sama antara masyarakat yang satu dengan yang

lainnya, hal tersebut juga ditandai dengan tingkat partisipasi politik yang variatif. Sikap

politik masyarakat yang bervariasi biasanya dengan wujud sikap apatisme, sinisme,

alienasi, dan anomi. Berbagai wujud ini muncul akibat kurangnya pengatahuan hingga

kebencian terhadap sistem yang dibangun oleh negara (Rafael Raga Maran, 2001).

Apatisme politik merupakan sikap seseorang yang tidak tertarik (undur diri)

ataupun tidak memiliki fokus terhadap seseorang, kondisi ataupun peristiwa umum

ataupun khusus yang ada didalam masyarakat. Apabila dikontekskan dalam politik

orang yang memiliki sikap apatis adalah seseorang yang tidak peduli atas kegiatan

politik ataupun sikap politiknya adalah golput. Hal ini biasanya dikarenakan adanya

kekecewaan atau kurangnya pengetahuan atas politik.

Sinisme politik merupakan sikap seseorang yang menghayati motif dan

tindakan seseorang dengan penuh kecurigaan, individu seperti ini berasumsi jika politik

adalah permasalahan kotor, dan mereka juga beranggapan jika para politisi yang ada
tidak bisa dipercaya, dan kekuasaan dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak bermoral

yang tidak mempunyai malu.

Alinesi politik adalah rasa keterasingan individu dari kehidupan politik dan

pemerintah, orang ini biasanya beranggapan bahwa dirinya tidak diperhatikan oleh

pemerintah sehingga tingkat partisipasi dan kepercayaannya terhadap pemerintah

sangat kecil bahkan akhirnya dapat bersikap apatis terhadap kegiatan politik di

masyarakat.

Anomi politik merupakan rasa kehilangan nilai dana rah kehidupan jadi tidak

mempunyai motivasi untuk melakukan sebuah tindakan yang bermakna dalam

hidupnya. Orang-orang seperti ini biasanya menunjukkan sikap introvet yang

membuatnya malu untuk berbaur dalam masyarakat. Sikap menyendirinya membuat

orang tersebut kehilangan motivasi dan tidak dapat membuka diri terhadap lingkungan

termasuk kegiatan politik (Rafael Raga Maran, 2001).

Sikap-sikap politik diatas dapat terjadi dimanapun termasuk pada pemilukada

Kabupaten Manggarai 2020. Pemilih Muslim kecamatan Reok menemui banyak

hambatan politik dalam memilih calon pemimpinnya. Diantara permasalahan yang

ditemui pemilih Muslim ini yaitu kebingungan politik yang diakibatkan oleh

ketidakpastian dari situasi politik. Berbagai persoalan umum dunia politik misalnya

saja adanya korupsi, terjerat hukum, serta politisasi agama membuat masyarakat

muslim cenderung apatis dengan situasi politik masa kini terlebih hal itu terjadi pada

kalangan muda Islam kecamatan Reok. Ditambah lagi dengan masalah regional seperti

faktor hegemoni kelompok kepentingan yang begitu kuat sehingga memicu terjadinya

kecemburuan sosial dan melahirkan anggapan bahwa sejatinya politik hanya

menguntungkan sebagian pihak dan begitu juga dengan proses Pilkada itu sendiri.
Kemudian pendidikan politik yang minim juga menjadi permasalahan yang

serius bagi para pemilih pemula di kalangan umat Islam. Walaupun banyak upaya sudah

dilakukan yakni dengan gencarnya sosialisasi yang dilakukan akan tetapi hal tersebut

perlu diimbangi dengan adanya tindak lanjut dari program yang dilakukan. Tentunya

para pemilih pemula yang dikategorikan kepada para remaja lulusan Madrasah Aliyah,

harus memperoleh bimbingan, pembinaan dan pengetahuan mengenai politik.

Minimnya pendidikan politik akan menyebabkan partisipasi dalam pemilu rendah.

Akhirnya suara pemilih pemula akan mudah dibeli yakni dengan adanya politik uang

dan pemberian sembako. Sehingga partisipasi pemilih pemula dalam pemilu hanya

sebatas pada materi dan keuntungan sesaat.

Perubahan makna dan fungsi politik akan terjadi jika pendidikan politik di

kalangan pemilih pemula sangat rendah. Sehingga banyak sekali pihak-pihak terkait

misalnya saja media, partai politik, KPU, dan lembaga pendidikan mempunyai peran

dan tanggung jawab dalam memberikan pemahaman dan pembinaan politik kepada

para pemilih pemula di kabupaten Manggarai secara umumnya dan di kalangan muslim

kecamatan Reok khususnya.

Menurut Mayron Weiner setidaknya ada lima hal menimbulkan gerakan kearah

partisipasi yang lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai berikut.

1) Modernisasi

Komersialisasi pertanian, industrialisasi, peningkatan urbanisasi,

penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan, dan pengembangan

media komunikasi masa. Pada saat masyarakat kota baru yaitu buruh,

pedagang, dan kaum profesional merasa mereka adalah kelompok-kelompok


yang mampu mempengaruhi nasib mereka dan orang banyak, maka makin

banyak dari kelompok tersebut untuk turut serta dalam kekuasaan politik.

2) Perubahan Struktur kelas social

Ketika lahir sebuah kelas pekerja baru dan kelas menengah yang meluas juga

perubahan selama proses industrialisasi dan modernisasi, permasalahan

mengenai siapa yang mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam membuat

kebijakan politik menjadi sangat penting dan menyebabkan berbagai

perubahan dalam model partisipasi.

3) Pengaruh kaum Intelektual dan Komunikasi Massa Modern

Kaum intelektual, serjana, filosof, pengarang, dan wartawan sering

mengungkapkan gagasan seperti egalitarianisme dan nasionalisme kepada

masyarakat untuk menggugah tuntutan atas partisipasi masa yang luas dalam

membuat suatu kebijakan politik. Berbagai sistem komunikasi dan

transportasi yang modern dapat mempermudah dan mempercepat

penyebaran gagasan-gagasan yang sanggup mengubah sikap dan perilaku

dari kelas sosial lain. Pengaruh ini ide demokrasi sudah menyebar ke

berbagai negara yang baru meraih kemerdekaan, jauh sebelum

mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

4) Konflik diantara Kelompok-kelompok Pemimpin Politik

Apabila kontestansi perebutan kekuasaan terjadi, strategi yang dapat

diterapkan oleh berbagai kelompok yang saling berhadapan ialah dengan

mencari dukungan dari masyararakat. Mereka beranggapan apa yang mereka

lakukan adalah kegiatan yang legal dan memperjuangkan gagasan partisipasi

masa dan hal tersebut akan berakibat pada terjadinya mobilitas yang
menuntuk supaya hak mereka dapat terpenuhi. Sehingga kelas menengah

dalam perlawanan kaum aristocrat sudah menarik hati kaum buruh dan

membantu memperjuangkan hak pilih rakyat.

5) Keterlibatan Pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dam

kebudayaan.

Dengan diperluasnya keterlibatan pemerintah dalam berbagai bidang

kebijakan baru umumnya berarti jika konsekuensi dari tindakan tersebut

menjadikan pemerintah semakin menyusup ke semua sudut kehidupan

sehari-hari masyarakat. Ketiadaan hak yang sah atas partisipasi politik,

seseorang tidak akan mempunyai kemampuan dalam menghadapinya dan

akan dapat dengan mudah mendapatkan pengaruh dari berbagai tindakan

yang dilakukan oleh pemerintah yang dimungkinkan dapat menciptakan

berbagai tuntutan yang terstruktur untuk berpartisipasi dalam membuat

sebuah kebijakan politik.

Selain partsipasi politik sebagai landasan teori utama dalam penelitian ini,

peneliti juga menggunakana dua model teori lainnya sebagai pendukung temuan dalam

penelitian ini, yang diantaranya ialah;

1. Strategi Politik

Pada bagian ini peneliti menggunakan model strategi gerakan keterlibatan

dalam memahami bentuk strategi politik kelompok muslim di kecamatan Reok pada

pemilihan kepala daerah Kabupaten Manggarai tahun 2020. Politik berlangsung dalam

dua dimensi, yaitu dimensi pluralisme sosial dan konflik, sehinga hal itu berpengaruh

pada model demokrasi yang secara tidak langsung memberi legitimasi pada

pengelolaan perbedaan serta konflik. Selain menjadi ruang bagi warga negara agar
terlibat secara penuh dalam upaya membingkai kesejahteraan bersama, demokrasi juga

menjadi fondasi bagi warga negara dalam menjalankan keaktifan politik guna

meyampaikan tuntutan politiknya. Sehingga upaya mewujudkan keadilan dan

kesejahteraan akan umum mampu tercapai dengan meletakan warga negara sebagai

pemandu jalannya kehidupan bernegara, dimana dengan kata lain, demokrasi adalah

faktor utama dalam perwujudan kemaslahatan umum. Maka inilah yang kemudian

menjadi acuan utama bagi negara demokratis yang didalamnya menjamin keaktifan

warga negara ‘demos’ untuk selalu memberi tuntutan politik dan dirumuskan dalam

konsep politik keterlibatan.

Konsep politik keterlibatan merupakan suatu konsep yang banyak dijumpai

dalam sistem politik kontemporer, hal ini ditunjukan melalui aktivitas politik mampu

dikatakan berhasil selama demokrasi mampu mengubah rakyat atau yang banyak

menjadi ‘demos’ (warga negara yang aktif). Dimana, demos yang dimaksud ialah suatu

hakikat politis yang hidup dalam diri manusia melalui wicara, tindakan, dan karya

(Hanna, 1995; Riyadi, 2013 dalam Teredi, 2021). Lebih lanjut, dalam konsep politik

keterlibatan, politik digambarkan sebagai bentuk solidaritas dalam mecapai kolektivitas

bersama. hal ini mengisyaratkan bahwa demokrasi menjamin solidaritas dan

kolektivitas dalam memunculkan sentimen keberpihakan yang juga sekaligus memberi

ruang bagi siapa saja untuk berbicara dan bertindak termasuk kelompok minoritas.

Dengan model kerangka pemikiran demikian, maka solidaritas merupakan salah satu

basis utama dalam mengidentifikasikan terkait identitas dalam masyarakat, yang jga

kemudian diartikan bahwa identitas menjadi entitas penting dalam memahami konsep

demokrasi liberal.

2. Perilaku Pemilih
Selain partisipasi politik, peneliti juga menggunakan teori perilaku pemilih

dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk menganalisa faktor pendorong

partisipasi kelompok muslim dalam Pilkada tahun 2020. Sejalan dengan itu, para ahli

ilmu politik menyebutkan bahwa aktivitas para individu pada pemungutan suara dalam

konteks pelaksanaan pemilu dianggap dengan konsep perilaku pemilih (voting

behavior). Harold F. Gosnell (1934. Hlm 287) memberikan batasan menjadi berikut:

“Pemungutan suara artinya, proses dimana seseorang individu dalam suatu komunitas

atau kelompok menyatakan pendapatnya serta juga terlibat dalam pengambilan

keputusan diantara anggota -anggota kelompok itu dalam rangka pemilihan seorang

pejabat maupun dalam rangka pengambilan keputusan. Sehingga dapat diartikan

dengan bahwa, konsep voting merupakan aktivitas pengambilan suara dari satu dan

individu lainnya guna turut berpartisipasi dalam aktivitas politik”. Singkatnya, voting

behavior dapat diartikan dalam bentuk keikutsertaan masyarakat suatu negara dalam

kegiatan pemilihan umum yang dikemas dalam serangkaian aktivitas politik dalam

membuat keputusan, yakni apakah ikut menentukan keputusan atau tidak menentukan

keputusan selama proses pemilihan umum berlangsung. Menurut Afan Gaffar (1992),

dalam menganalisa perilaku pemilih (voting behavior), serta juga guna menjelaskan

berbagai bentuk pertimbangan sebagai alasan para pemilih dalam menentukan

pilihannya didasarkan pada tiga model pendekatan yang diantaranya ialah; pendekatan

sosiologis (Mazhab Columbia), pendekatan psikologis (Mazhab Michigan), dan

pendekatan rasional (Mazhab Virginia).

a. Pendekatan Sosiologis (Mazhab Colombia)

Pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-

pengelompokan sosial memiliki pengaruh yg cukup signifikan pada perilaku

memilih seorang atau kelompok masyarakat. Juga dijelaskan bahwa


karakteristik sosial (seperti pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya) dan

karakteristik latarbelakang sosiologis (seperti agama, wilayah, jenis klamin,

umur dan sebaginya) merupakan faktor penting dalam menentukan pilihan

politik.

b. Pendekatan Michigan (Mazhab Psikologis)

Munculnya pendekatan psikologis merupakan reaksi atas ketidakpuasan

terhadap model pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis dianggap

tidak mampu mengukur secara tepat sejumlah indikator kelas sosial, seperti;

tingkat pendidikan, agama, dsb. Selanjutnya, pendekatan sosiologis secara

umum dinilai hanya sebatas menggambarkan dukungan suatu kelompok

tertentu pada suatu partai politik, namun tidak sampai pada penjelasan

mengapa suatu kelompok masyarakat memilih atau mendukung suatu partai

politik atau kandidat tertentu dan tidak untuk partai politik juga kandidat

lainnya. Pendekatan ini juga menjelaskan bahwa, sikap seseorang sebagai

refleksi dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang menentukan

dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Singkatnya, pada pendekatan ini

keputusan seorang atau kelompok masyarakat dalam memberikan suara

kepada partai politik atau kandidat tertentu merupakan persoalan respons

psikologis.

c. Pendekatan Rasional (Mazhab Virginia)

Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah seorang

pemilih yang rasional. Kegiatan memilih merupakan hasil dari perhitungan

untung dan rugi, setiap individu atau kelompok masyarakat akan

mengantisipasi berbagai konsekuensi yang mungkin muncul dari pilihan-

pilihan yang ada. Lalu, dari pilihan-pilihan tersebut, individu atau kelompok
masyarakat akan memilih pilihan yang dianggap dapat membawa

keuntungan baik bagi dirinya sendiri maupun kelompoknya. Bagi para

pemilih, pertimbangan untung dan rugi dipakai untuk membuat keputusan

apakah ikut memilih atau tidak memilih.

Dalam menentukan pilihan politik, individu dan masyarakat yang

menerapkan pendekatan ini akan berusaha melihat dinamika politik dari

berbagai sudut pandang. Segala yang dilakukan atau dimiliki oleh para

pasangan calon akan menjadi bahan pertimbangan untuk memilih atau tidak

memilih. Salah satu tindakan politik yang paling berpengaruh dalam

pendekatan ini adalah melalui proses sosialisasi politik yang dilakukan oleh

calon atau partai politik sebagai upaya untuk memperkenalkan diri dan

program kerja pada masyarakat. Selanjutnya, isu-isu politik selama proses

pemilihan berlangsung juga menjadi pertimbangan penting bagi para

pemilih, artinya dalam pendekatan ini pemilih baik itu individu maupun

masyarakat pada umumnya menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan rasional yang mengedepankan akal serta pemikiran.

E. Kerangka Berpikir

1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah rangkaian alur berpikir dan konsep singkat dengan

menentukan variabel-variabel yang sesuai dengan judul penelitian, sehingga tidak

melebar dan menghadirkan asumsi ganda. Adapun defenisi konseptual dalam penelitian

ini yaitu:
a. Pemilihan Umum (Kepala Daerah)

Pemilu adalah cara atau kegiatan untuk memilih pemimpin dibawah

koordinasi KPU dan diikuti oleh semua masyarakat yang mempunyai hak

suara.

b. Partisipasi Politik

Partisipasi Politik merupakan aktivitas masyarakat yang turut serta dalam

mempertimbangkan langkah pengambilan keputusan pemerintah. Dalam

hal ini upaya yang dilakukan oleh kelompok muslim manggarai dalam

konteks pemilihan kepala daerah.

c. Bentuk dan faktor Partisipasi Politik

Yang dimana merupakan segala bentuk dari aktifitas politik masyarakat atau

individu selama berpartisipasi dan sekaligus sebagai cerminan akan tinggi

rendahnya tingkat kesadaran politik atau kepercayaan atas pemerintah dari

kelompok masyarakat atau individu itu sendiri.

2. Alur Berpikir

PARTISIPASI POLITIK
Gambar

1.1.Alur

PILKADA KABUPATEN Berpikir


MANGGARAI TAHUN
Pilkada
2020
Manggarai

2020 dan
BENTUK PARTISIPASI FAKTOR PARTISIPASI
Peran

Umat

Muslim

F. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan cara

penyajiannya deskriptif analitik. Metode ini digunakan untuk memahami fenomena

yang terjadi di lapangan dan mencari fakta empiris tentang suatu peristiwa yang terjadi

(L. J. Moeleng, 2007). Dalam hal ini penelitian kualitatif cocok untuk digunakan untuk

mengetahui fakta lapangan tentang peran kelompok muslim dalam pertarungan politik.

Peneliti mencoba menggali bagaimana upaya, pola, dan langkah yang dilakukan oleh

kelompok muslim sehingga pemimpin yang dipilih adalah pemimpin yang dapat

memenuhi kepentingan kelompok, khsususnya muslim.

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa

Tenggara Timur, khususnya pemukiman kelompok muslim yang ada di Manggarai

yang terletak di Kecamatan Reok.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data penelitian, ada beberapa teknik yang digunakan

yaitu:

a. Observasi

Observasi dimaknai dengan sebuah pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap peristiwa yang terjadi pada objek penelitian. Aktivitas

tersebut dilakukan di tempat terjadinya peristiwa tersebut, jadi observernya

berada bersama dengan objek yang sedang diteliti. (Rahman, 1999) Dalam

hal ini, peneliti melakukan observasi di wilayah kab. Manggarai khususnya


pemukiman kelompok muslim di Kecamatan Reok selama rentang waktu

proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Manggarai, dimana

observasi ini berlangsung sejak bulan September hingga November Tahun

2020. Dimana pada bulan september peneliti melakukan observasi kepada

kedua pasangan calon, dan kemudian pada bulan November hingga pilkada

berakhir, peneliti memutuskan untuk ikut serta dalam team pemenangan

salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati. Obsevasi yang

dilakukan oleh peneliti dengan melihat partisipasi para pendukung muslim

yang berada di Kecamatan Reok dalam proses pemenangan pasangan calon.

Dimana dalam observasi ini, peneliti melihat adanya partisipasi Imam

masjid, tokoh PHBI Kecamatan Reok dan tokoh agama (muslim) lainnya.

b. Wawancara

Wawancara merupakan sebuah tanya jawab yang mempunyai tujuan

tertentu. Tanya jawabnya terjadi antara dua orang, yakni penanya

(interviewer) yang memberikan pertanyaan dan narasumber sebagai

pemberi jawaban (L. J. Moeleng, 2007). Wawancaranya dilakukan dengan

teknik komunikasi langsung dalam bentuk wawancara tidak terstruktur

sebab kelebihan dari teknik ini yaitu; memungkinkan peneliti untuk

memperoleh informasi yang lebih cepat, terdapat kenyakinan jika persepsi

responden atas pertanyaan yang diberikan ialah tepat, bersifat luas,

pembatasannya bisa dilakukan dengan langsung, jika jawabannya

melampaui batas ruang lingkup permasalahan yang sedang diteliti dan

kebenaran dari jawaban yang diberikan dapat diperiksa dengan langsung.

Dalam hal ini peneliti mewawancarai para tokoh Agama dan tokoh
masyarakat yang termasuk didalamnya adalah imam masjid, ketua PHBI,

tokoh muslim yang berpengaruh.

Peneliti memilih Imam Masjid jami’ bapak Ahmad Usman BA sebagai

narasumber dikarenakan pengaruh mereka terhadap masyarakat muslim

masih sangat besar dikarenakan telah menjadi kebiasaan, sehingga menurut

peneliti apa yang menjadi pilihan para imam masjid dapat mempengaruhi

pilihan kelompok muslim lainnya. Sementara untuk Narasumber selanjutya

yaitu bapak A. Majid Shaleh. Ketertarikan peneliti untuk dijadikan

narasumber ialah selain beliau yang merupakan ketua umum PHBI

Kecamatan Reok juga keterlibatannya dalam proses pemilihan kepala

daerah sangat signifikan yaitu menjadi salah satu ketua tim pemenangan

pasangan calon H2N.

Selanjutnya alasan memilih para tokoh agama yang dipilih menjadi

narasumber, karena sejauh ini dalam pengambilan keputusan kelompok

muslim pada umumnya dapat dipengaruhi oleh suara atau pendapat yang

bersangkutan

Tabel 1.1. Data Narasumber Wawancara

NO. Narasumber Keterangan


1. Ahmad Usman, B.A Imam Masjid Besar Nurul Huda Reo
2. H, Amin Daeng Ngawi Tokoh Masyarakat
3. H, Hamid Ibrahim Tokoh Masyarakat
4. H, Arifin Daeng Manasa Tokoh Masyarakat
5. Abdullah Yakub Koordinator Tim Pemenangan Paket
DM
6. Abdul Majid Saleh Koordinator Tim Pemenangan Paket
H2N
c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian akhir dari pengumpulan data, dimana

dokumentasi menjadi bukti bahwa penelitian telah dilakukan dan

mengumpulakn data yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Pencarian

data yang terkait dengan catatan transkrip, buku, surat kabar, prasasti,

notulen, surat dan yang lainnya adalah teknik dokumentasi (Ari Kunto

(2002). Dalam hal ini peneliti melampirkan dokumentasi hasil pemilu dari

KPUD Kab. Manggarai.

4. Jenis Data

Dalam penelitian ini, peneliti memerlukan dua data dalam menyempurnakan

penelitian ini dianytaranya yaitu:

a. Data Primer

Merupakan data utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pada

penelitian ini data primernya adalah hasil wawancara dan dokumen dengan

tokoh-tokoh kelompok muslim yang telah ditentukan. Yaitu diantaranya

Bapak Abdul Majid yang merupakan Ketua PHBI Kecamatan Reok, Usman

BA yang merupakan Imam Masjid Jami’ Nurul Huda Reok, Yakub

Abdullah (Ketua Yayasan Nurul Huda), H. Abdul Hamid (tokoh agama), H.

Arifin Manasa (tokoh agama)

b. Data Sekunder

Merupakan data pendukung untuk melengkapi penelitian. Adapun data

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dokumen-dokumen,

jurnal, berita online, maupun buku. Dimana data sekunder yang peneliti
gunakan di sini adalah data yang didapatkan dari media online, dokumen

hasil pilkada dan lain-lain.

5. Teknik Analisa Data

Berikut beberapa alur analisa data yang peneliti lakukan agar mudah

mendapatkan kesimpulan dan tidak melebar dalam pembahasan. Diantaranya, yaitu:

a. Reduksi Data

Dalam hal ini peneliti menfokuskan penelitian agar tidak keluar dari

pembahasan, singkatnya peneliti mempertegas data temuan dilapangan

kedalam pembahasan skripsi. Reduksi data ini peneliti lakukan dengan

memilih dan meyeleksi setiap data yang ditemukan selama masa observasi

berlangsung, baik itu dari hasil wawancara maupun juga dokumentasi

b. Penyajian Data

Penyajian data, penyajian data merupakan seperangkat informasi yang

sistematis yang memungkinkan untuk memberikan kesimpulan dan

melakukan sebuah tindakan. Langkah ini dilakukan peneliti dengan

memaparkan beebrapa data terakit temuan peneliti selama melakan

penelitian di lapangan. Data tersebut ada yang berupa dokumen tertulis, data

maupun hasil wawancara peneliti bersama para narasumber selama proses

penelitian ini berlangsung.

d. Menarik Kesimpulan

Dan pada bagian akhir dari penelitian ini, peneliti melakukan pengkajian

kembali atas temuan dilapangan baik yang berupa data, dokumen maupun

hasil wawancara bersama para narasumber yang kemudian menghasilkan


suatu kesimpulan yang dapat dimaknai sebagai sebuah data yang kebenaran

dan kekuatannya perlu diuji yakni dengan uji validitas.

6. Keabsahan Data

Merupakan suatu komponen pokok yang terdapat dalam penelitian kualitatif.

Keabsahan perlu dilakukan supaya dapat mengetahui tingkat kepercayaan dari

penelitian yang sudah dilaksanakan. Jika pemeriksaan keabsahan datanya dilakukan

dengan cermat menggunakan teknik yang tepat akan menghasilkan sebuah penelitian

yang dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi. Dalam melaukakn keabsahan

datanya, teknik yang digunakan peneliti adalah triangulasi. Triangulasi yang dimaksud

yaitu teknik yan digunakan untuk memeriksa data dengan menggunakan sebuah hal

diluar datanya untuk kepentingan pengecekan

ataupun menjadi pembanding datanya (L. J. Moeleng, 2007). Disini teknik

Triangulasi dengan sumber digunakan oleh peneliti yang artinya membandingkan dan

mengecek balik tingkat kepercayaan dari sebuah informasi yang didapatkan dari waktu

serta alat yang tidak sama, dengan langkah yang ditempuh peneliti antara lain;

a. Peneliti membandingkan atas sesuatu yang dikatakan seseorang atau

narasumber di depan publik dengan apa yang dikatakan seseorang atau

narasumber secara pribadi.

b. Peneliti membandingkan seseuatu yang dikatakan seseorang mengenai

keadaan penelitian dengan apa yang didapatkan langsung oleh peneliti

selama penelitian berlangsung.


c. Peneliti membandingkan kondisi pada persepsi orang dengan beberapa opini

dari individu yang lainnya yang juga bersinggungan dengan topik penelitian.

d. Peneliti berupaya membandingkan hasil wawancara terkait dengan isi dari

dokumen yang peneliti temukan selama penelitian.

Anda mungkin juga menyukai