Anda di halaman 1dari 21

KUMPULAN TUGAS MATA KULIAH

SEJARAH SOSIAL POLITIK INDONESIA

Disusun Oleh:

Putri Ramadhanisa (E1011221036)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas nikmat dan karunia-Nya
tugas ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas ini disusun atas dasar untuk memenuhi nilai
pada mata kuliah Sejarah Sosial Politik Indonesia
Keterbatasan akan pengetahuan penulis terkait materi ini, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan tugas ini. Akhir kata, semoga tugas ini dapat berguna
bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Pontianak, 1 Desember 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................... ii
BAB I ......................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................ 3
A. Pengertian Budaya Politik di Indonesia .......................................................................................... 3
B. Definisi Budaya Politik Menurut Para Ahli .................................................................................... 3
C. Bentuk-bentuk Budaya Politik ........................................................................................................ 5
D. Macam-macam Budaya Politik ....................................................................................................... 6
BAB III ...................................................................................................................................................... 8
PENUTUP ................................................................................................................................................. 8
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................... 8
B. SARAN ........................................................................................................................................... 8
REVIEW JURNAL................................................................................................................................... 9
Penyebab Konflik Politik dalam Partai Keadilan Sejahtera ........................................................................ 9
RESENSI ................................................................................................................................................. 14
Buku Politik Indonesia sebagai Rujukan Mata Kuliah Sejarah Sosial Politik Indonesia ........................... 14

iii
MAKALAH

“BUDAYA POLITIK INDONESIA”

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia di kehidupan masyarakat, mempunyai peranan penting dalam sistem politik
sebuah negara. Manusia yang kedudukannya sebagai makhluk sosial, selalu berinteraksi
dengan manusia lain dengan tujuan mewujudkan kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup manusia
tidak hanya yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan tempat tinggal.

Setiap warga negara, dalam kehidupan sehari-hari selalu bersentuhan dengan aspek-aspek
politik baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara
langsung atau tidak langsung disertai dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak
langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik
yang sedang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam sebuah
peristiwa politik tertentu.

Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan sifat-sifat yang
lebih khas. Istilah budaya politik ini meliputi masalah legitimasi,
pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-
partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang
sedang memerintah.

Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial,
kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung
mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola
pengalokasian sumber-sumber masyarakatdi dalamnya

1
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian budaya politik di Indonesia!
2. Apa definisi budaya politik menurut para ahli?
3. Sebutkan bentuk-bentuk dari budaya politik!
4. Sebutkan macam-macam budaya politik!

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian budaya politik di Indonesia!
2. Untuk mengetahui dan memahami definisi budaya politik menurut para ahli?
3. Untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk dari budaya politik!
4. Untuk mengetahui dan memahami macam – macam budaya politik!

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Politik di Indonesia


Budaya atau kebudayaan memiliki ruang lingkup yang luas di mana mencakup
pola pikir, sikap, dan perilaku. Politik menyangkut tujuan-tujuan seluruh masyarakat,
termasuk kegiatan berbagai kelompok baik partai poltik maupun individu. Konsep-
konsep pokok politik adalah Negara, kekuasaaan, pengambilan keputusan, kebijakan,
dan pembagian kekuasaan. Sementara itu, politik berkaitan dengan kebijakan
pemerintah. Oleh karena itu, budaya politik dapat diartikan sebagai pola pikir, sikap, dan
perilaku yang berkenaan dengan kebijakan dan pemerintahan. Dalam sikap politik yang
dilandasi kearifan dapat tumbuh kebajikan politik (political virtue). Contoh peralatan
dalam budaya politik yaitu alat komunikasi massa yang masuk ke dalam infrastruktur
politik di samping empat infrastruktur politik lain yakni partai politik, golongan
kepentingan), golongan penekan dan tokoh politik. Pola pikir, sikap, perilaku, dan
peralatan bisa berlaku bagi perorangan, kelompok, komunitas, paguyuban, bangsa, atau
bahkan bangsa-bangsa. Kebijakan bisa berlaku bagi perorangan, kelompok, organisasi
masyarakat, perusahaan, atau negara, atau bahkan negara- negara. Dalam arti umum,
pemerintahan bisa berlaku dalam organisasi masyarakat, organisasi negara, atau bahkan
organisasi bangsa-bangsa seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dari segi ilmu politik,
pemerintahan lazim dianggap sebagai personifikasi negara.

B. Definisi Budaya Politik Menurut Para Ahli


Setiap bangsa pasti memiliki suatu budaya politik. Secara terninologis Budaya politik
adalah suatu nilai dan keyakinan yang dimiliki oleh masyarakat, namun setiap unsur
masyarakat berbeda pula budaya politiknya. berikut menurut para ahli, yaitu :

a. Almond and Verba, budaya politik adalah suatu sikap orientasi khas warga negara
terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya serta sikap terhadap peranan warga

3
negara yang ada di dalam sistem itu. Lebih kepada mengidentifikasikan diri dengan
simbol-simbol dan lembaga kenegaraan.
b. Alan R Ball, budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan,
emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu politik.
c. Albert Widjaja, Budaya politik ialah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang terdiri ide,
pengetahuan, adat istiadat, tahayul dan mitos. Kesemuanya ini dikenal dan dinyatakan
sebagain besar masyarakat. Budaya politik itu memberi rasional untuk menampik atau
menerima nilai-nilai dan norma lain.
d. Dennis Kavanagh, menafsirkan Budaya politik ialah sebagai pengakuan untuk mengaku
lingkungan perasaan dan sikap bagaimana sistem politik tersebut berlangsung.
e. Robert Dahl, budaya politik ialah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang terdiri ide,
pengetahuan, adat istiadat, tahayul dan mitos. Kesemuanya ini dikenal dan dinyatakan
sebagain besar masyarakat. Budaya politik itu memberi rasional untuk menampik atau
menerima nilai-nilai dan norma lain.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa budaya politik merupakan bagian dari ciri-ciri yang
khas meliputi legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan, kegiatan partai
politik, pelaku aparat negara serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Adapun komponen-komponen dalam budaya politik, menurut Almond dan verba, yaitu :

1. Orientasi kognitif : berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan
dan gejala kewajibannya serta input dan output.
2. Orientasi afektif : perasaan terhadap sistem politik pada aktor dan penampilnya.
3. Orientasi evaluatif : keputusan dan pendapat tentang objek-objek politik secara tipikal
melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
Selain itu, terdapat beberapa tipe budaya politik, yaitu :
1. Militan : perbedaan dijadikan usaha jahat dan menentang bukan mencari alternatif. Bila
terjadi krisis yang dicari adalah kambing hitam, bukan peraturan yang salah dan masalah
yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
2. Toleransi : berpusat pada pemikiran masalah atau ide yang harus dinilai, membuka
pintu kerjasama, sikap netral dan kritis terhadap ide orang tapi bukan curiga. Dari realitas

4
budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan
budaya politik.

C. Bentuk-bentuk Budaya Politik


a. Budaya Subjek Parochial (The Parochial Subject Culture)
Pada masyarakat dengan bentuk budaya subjek parochial terdapat sebagian besar yang
menolak tuntutan-tuntutan ekslusif masyarakat. Pada kegiatan politik hanyalah salah satu
bagian yang penting.
b. Budaya Subjek Partisipan (Subject Participant Culture)
Masyarakat yang memiliki bidang prioritas peralihan dari objek ke partisipan akan
cenderung mendukung pembangunan dan memberikan dukungan yang besar terhadap system
politik demokrasi.
c. Budaya Parochial Partisipan (The Parochial Participant Culture)

Budaya politik ini banyak didapati di negara-negara yang relative masih muda (negara-
negara yang berkembang). Pada tatanan ini terlihat negara-negara tersebut sedang giat
melakukan pembangunan,termasuk didalamnya ialah pembangunan kebudayaan.
Berdasarkan klasifikasi parochial, subjek, dan partisipan. Almond membuat tiga model
tentang kebudayaan politik dan disebut model orientasi terhadap pemerintahan dan politik :
a. Masyarakat demokratis industrial
Kelompok ini selalu mengusulkan kebijaksanaan – kebijaksanaan baru dan melindungi
kepentingan khusus mereka.
b. System otoriter
Dalam model ini terdapat beberapa kelompok masyarakat yang memiliki sikap politik
berbeda. Mendiskusikan masalah-masalah pemerintahan dan aktif dalam lobbying.
c. System demokratis praindustriil
Dalam negara dengan model seperti ini hanya sedikit sekali partisipan yang terutama dari
professional terpelajar, usahawan dan tuan rumah.

5
D. Macam-macam Budaya Politik
Berikut ini adalah macam-macam budaya politik, sebagai berikut:

1. Budaya politik abangan


Budaya politik masyarakat yang menekankan aspek-aspek animisme atau kepercayaan
terhadap adanya roh halus yang mempengaruhi hidup manusia.

Ciri khasnya adalah diadakan upacara selamatan untuk mengusir roh halus.

2. Budaya politik santri


Budaya politik masyarakat yang menekankan pada aspek-aspek keagamaan, khususnya
Islam.

3. Budaya politik priyayi


Budaya politik masyarakat yang menekankan keluhuran tradisi.

Priayi adalah masyarakat kelas atas atau kelompok masyarakat aristokrat dan bekerja sebagai
birokrat (pegawai pemerintah). Yang dulunya berafiliasi (berhubungan, berpautan) dengan partai
PNI, kini berinfiliasi pada partai golkar.

Budaya Priyayi mewakili aristokrasi Jawa. Kebanyakan mereka berdiam di kota yang
disebabkan ketidakstabilan politik dalam kerajaan masa pra-kolonial, karena filsafat mereka
yang melihat ke dalam yang lebih menghargai prestasi mistik daripada keterampilan politik,
upaya Belanda merangkul petani. Mereka adalah birokrat, klerk/juru tulis, guru bangsawan yang
makan gaji. Priyayi asalnya adalah keturunan raja-raja besar Jawa yang tersisa merupakan hasil
dari kehidupan kota selama hampir 16 abad., namun berkembang oleh campur tangan Belanda
kepada kelompok instrumen administrasi pemerintah

4. Budaya politik tradisional


Budaya politik tradisional adalah budaya politik yang memprioritaskan satu budaya dari etnis
tertentu. Sebagai contoh, ketika Soeharto memimpin negeri kita selama lebih dari 3 dekade,
masyarakat etnis Jawa cukup mendominasi pusat-pusat kekuasaan penting, seperti kekuasaan
yang ada dalam tubuh ABRI (TNI).

6
5. Budaya politik islam
Budaya politik Islam adalah budaya politik yang lebih mendasarkan idenya pada keyakinan dan
nilai agama Islam. Biasanya kelompok santri mempelopori budaya politik ini.

6. Budaya politik modern


Budaya politik modern adalah budaya politik yang lebih bersifat netral tanpa mendasarkan pada
budaya atau agama tertentu. Budaya politik ini dikembangkan pada masa pemerintahan Orde
Baru yang bertujuan untuk stabilitas keamanan dan kemajuan.

7. Budaya politik parokial


Budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah.
Budaya politik suatu masyarakat dapat di katakan Parokial apabila frekuensi orientasi mereka
terhadap empat dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian
sama sekali terhadap keempat dimensi tersebut.

8. Budaya politik subjek


Budaya politik kaula (subjek),yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah
relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu
masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap
pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman mengenai
penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. Namun frekuensi orientasi mengenai struktur
dan peranan dalam pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan.

9. Buaya politik partisipan


Budaya politik partisipan,yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang
sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan
juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki
pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik.

7
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa budaya politik sangat penting bagi
masyarakat karea budaya politik merupakan system nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat. Dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik. Praktis baik
yang bersimbol maupun tidak. Dalam pelaksanaannya bisa terjadi secara langsung atau tidak langsung
dengan praktik- praktik politik. Jika secara tidak langsung hanya sekedar mendengar informasi,
atau berita-berita tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dan jika secara langsung berarti orang
tersebut terlibat langsung dalam peristiwa politik tertentu.

B. SARAN
Dalam berpolitik sebaikya dilakukan menurut kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang
sesuai agar tercipta integrasi nasional. Karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam
suku, ras, agama, dan budaya.

8
REVIEW JURNAL

Penyebab Konflik Politik dalam Partai Keadilan Sejahtera

Judul : Faksi Dan Konflik Politik Dalam Partai Politik: Partai Keadilan Sejahtera
Jurnal : Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja
ISSN : e-ISSN 2721-7043 ISSN 1979-8857
Volume & Halaman : 15 & 14 hlm.
Tahun : 2022
Penulis : Hilda Wahyuni & Rizqa Febry Ayu

Re-Telling
Artikel jurnal yang berjudul “Faksi dan konflik politik dalam partai politik: Partai
Keadilan Sejahtera” ini berisi tentang bagaimana faksi yang muncul pada partai PKS
menimbulkan konflik yang membuat kurangnya elektabilitas partai politik dan berdampak pada
perolehan suara ketika
dilaksanakamnya pemilihan umum. Abstrak atau bagian Pendahuluan yang disajikan penulis
menggunakan dua Bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Secara keseluruhan isi
dari abstrak atau bagian pendahuluan ini langsung menuju ke topik bahasan yang dibahas dalam
jurnal ini, dimulai dari latar belakang, jenis penelitian, hasil penelitian dan diakhiri dengan
pembahasan hasil penelitian.

Penulis menjelaskan bagaimana awal mula berdirinya Partai Keadilan Sosial (PKS) yang
pada awalnya bernama Partai Keadilan (PK). Diawali dengan berakhirnya orde baru dan
dimulainya orde reformasi memunculkan beberapa tuntutan mengenai perubahan di segala
bidang baik kekebasan pers, kebebasan politik, serta adanya pemberantasan korupsi, kolusi dan
nepotisme. Dengan dimulainya era reformasi dan penegakan demokrasi maka hal ini menjadi
pendorong untuk pendirian partai politik.

Partai Keadilan (PK) merupakan salah satu partai politik yang muncul dan berganti nama
sebagai Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berasal dari gerakan tarbiyah yang kemudian
meluas menjadi Lembaga Dakwah Kampus dan menjelma menjadi partai politik (parpol). Setiap

9
partai pasti mengalami masalah baik itu konflik internal maupun eksternal partai yang harus
diselesaikan. Partai politik terdiri atas beberapa kelompok orang yang memiliki argumen berbeda
dan saling bersaingan. Setiap kelompok partai memiliki cara pikir yang berbeda-beda baik
ideologi, visi, misi dan lainnya. Perbedaan sudut pandang ini yang menimbulkan faksi dan
konflik sebuah partai politik yang sangat sulit dihindari dari perkembangan partai politik.

PKS mengalami konflik yang memberikan dampak yang cukup kuat terhadap
kepercayaan masyarakat sebagai pemilih sehingga membuat pemilih beralih untuk memilih
partai lain. Adanya faksi membuat beberapa pihak dirugikan dan diuntungkan. Faksi yang
muncul pada partai PKS menimbulkan konflik yang membuat kurangnya elektabilitas partai
politik dan berdampak pada perolehan suara ketika pemilu. Misalnya konflik PKS terkait dengan
kasus Yusuf dan Fahri Hamzah yang muncul ke publik. Problematika tersebut menjadi pemantik
bagi penulis, sehingga penulis ingin membahas lebih rinci terkait bagaimana faksi, bagaimana
konflik internal yang dialami PKS serta bagaimana upaya penyelesaian konflik tersebut.

Kelebihan dari artikel ini adalah penulis dengan runtut menjelaskan mengenai
permasalahan dalam penelitian dan kemudian penulis memberikan hasil yang mudah dimengerti
oleh pembaca.

Kekurangan dari artikel ini yakni ketidak konsistenan penulis dalam penulisan beberapa
kata atau istilah. Seperti istilah partai politik. Penulis sering menuliskan partai politik atau
akronimnya yani parpol. Alangkah lebih baik jika penulis konsisten menggunakan satu istilah
saja.

Tanggapan

PKS merupakan partai yang terbentuk dari suatu gerakan yakni dimulai dengan Lembaga
Dakwah Kampus (LDK) yang kemudian berubah menjadi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) (Fanani, 2018). Kemudian pada pada 20 Juli 1998, berdasarkan hasil
diskusi dan didapatkan hasil bahwa mayoritas aktivis KAMMI menyetujui berdirinya partai, oleh
karena itu berdirilah Partai Keadilan (PK) (Desyana, 2013). Kemudian pada 20 April 2002 Partai
Keadilan berubah nama menjadi Partai Keadilan Sosial (Yuniartin, 2018). Partai ini berasaskan
Islam dan PKS adalah partai dakwah Islam. Dikatakan partai dakwah karena pembentukan partai

10
ini memang berangkat dari niat untuk melakukan tugas dakwah di bidang politik (AD ART PKS,
2021).

PKS sendiri merupakan partai yang dikenal akan faksi yang ada didalamnya (Romli,
2018). Faksi di dalam partai politik menyebabkan perbedaan dan perselisihan di dalam tubuh
partai dan dapat menyebabkan terpecahnya elit politik menjadi beberapa kubu berdasarkan nilai
yang berbeda sehingga tiap faksi memiliki potensi kuat untuk mendirikan partai politik baru
(Noor, 2013). Setiap partai politik akan mengalami konflik yang menyebabkan kurangnya
solidaritas partai. Faksi dan konflik partai akan merugikan partai politik untuk melaksanakan
tujuannya karena harus mengutamakan penyelesaian konflik internal terlebih dahulu. PKS dari
awal kemunculannya sering mengalami konflik internal partai politik yang diselesaikan dengan
dewasa tanpa mengumbar permasalahan ke permukaan (Yuniartin, 2018).

Ada beberapa momen dalam PKS yang menjadi alasan kuat dugaan adanya faksi (Noor,
2013). Momen pertama melibatkan kalangan yang Pro-Amien dan Pro-Wiranto pada Pemilu
Presiden 2004. Momen kedua, terkait dengan kelanjutan koalisi dengan Susilo Bambang
Yudhoyono, yang mana PKS berkoalisi dengan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dalam pemilihan presiden tahun 2004 (Ihsanuddin, 2018). Situasi ini dipicu dengan naiknya
harga bahan bakar minyak pada tahun 2005. Beberapa kalangan dalam PKS menyuarakan untuk
meninggalkan koalisi. Tokoh-tokoh tersebut menginginkan adanya evaluasi atas koalisi yang
dirasakan semakin tidak mengutungkan rakyat dan citra partai. Beberapa tokoh yang berbeda
pandangan memilih bersikap hati-hati yang kemudian melihat langkah keluar koalisi tersebut
sebagai langkah yang tidak bijak dan bisa merugikan partai (Noor, 2013).

Tidak lama setelahnya muncul stereotype yang lebih fenomenal lagi, yakni akan
munculnya “Faksi Kesejahteraan” dan “Faksi Keadilan”. “Faksi Kesejahteraan” dianggap
sebagai kalangan “elit” yang berbeda dengan kalangan “Faksi Keadilan” yang menunjukan
sebuah kesederhanaan (Noor, 2013). Dalam perkembangannya Faksi Kesejahteraan terlihat lebih
mengambil peran untuk meningkatkan eletabilitas partai, hal ini tercermin dari sikap partai yang
menjadi lebih terbuka, nasionalistik dan fleksibel, termasuk pemberian penghargaan kepada
tokoh-tokoh Nasional yang sudah berjasa bagi Indonesia, hingga keputusan untuk menjadi
“partai terbuka” secara resmi di tahun 2010 (Yuniartin, 2018).

11
Kemudian faksi di tubuh PKS menimbulkan konflik yang membuat kurangnya perolehan
suara pada pemilu. Misalnya konflik PKS terkait kasus Yusuf Supendi yang muncul ke publik.
Yusuf supendi dan parpol PKS mengalami konflik yang berawal pada pemillihan dukungan
pilpres 2004 yang pada saat itu PKS terpecah menjadi dua kubu. Karena konflik iini, Yusuf
dipecat dan kemudian mulai melaporkan adanya tindakan illegal yang dilakukan oleh pengurus
PKS (Budiatri dkk., 2017).

Dari banyaknya faksi yang terjadi di internal PKS, PKS tetap menjadi salah satu partai
yang selalu menyumbang anggotanya untuk duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Pada
tahun 2019 dengan berkoalisi dengan partai Nasdem dan Demokrat, PKS bisa meloloskan 8,70%
anggotanya di kursi Dewan (Kusnandar, 2022). Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun PKS
dengan sejarah faksi yang ada didalamnya, tetap bisa meraih hati rakyat untuk memilih mereka
dalam pemilihan umum yang rutin diadakan lima tahun sekali.

Lesson Learned

Hal yang dapat diambil sebagai pelajaran adalah, yakni berusaha sebisa mungkin untuk
menyelesaikan masalah secara internal terlebih dahulu, hal ini ditujukan agar masalah yang
terjadi di internal tidak terbawa keluar dan tidak menjadi konsumsi publik. Kemudian, agar bisa
tetap menjunjung tinggi musyawarah, kepala dingin serta tenggang rasa dan toleransi, agar tidak
terjadi perpecahan dalam suatu kelompok. Tetap berusaha diantara banyaknya masalah yang ada
untuk memberikan manfaat bagi orang lain.

Referensi

AD ART PKS. (2021, Juni 15). Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Keadilan
Sejahtera. PKS. Diakses dari http://pks.id/file/ad-art-pks pada 26 November 2022 pukul 17.00

Budiatri, A. P., Haris, S., Romli, L., Nuryanti, S., Nurhasim, M., Darmawan, D., & Hanafi, R. I.
(2017). Faksi Dan Konflik Internal Partai-Partai Politik Di Indonesia Era Reformasi. Jurnal
Penelitian Politik, 14(2), Art. 2. https://doi.org/10.14203/jpp.v14i2.726

Desyana, C. (2013, Februari 9). KAMMI, Sayap Kampus Tak Resmi PKS. Nasional Tempo.co.
diakses dari https://nasional.tempo.co/read/460215/kammi-sayap-kampus-tak-resmi-pks pada 26
November 2022 pukul 17.21

12
Fanani, F. (2018, Agustus 26). Evolusi PKS dari Gerakan Dakwah Kampus. liputan6.com.
diakses dari https://www.liputan6.com/pileg/read/3628254/evolusi-pks-dari-gerakan-dakwah-
kampus pada 26 November 2022 pukul 19.03

Ihsanuddin, I. (2018, Februari 22). PKS, Partai Kader yang Tak Tergantung pada Satu Sosok.
KOMPAS.com. diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2018/02/22/07511951/pks-partai-
kader-yang-tak-tergantung-pada-satu-sosok pada 26 November 2022 pukul 19.58

Kusnandar, V. B. (2022, Oktober 26). Koalisi Nasdem-Demokrat-PKS Alot, Ini Perbandingan


Kekuatannya di Pemilu 2019 | Databoks. Databoks. diakses dari
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/10/26/koalisi-nasdem-demokrat-pks-alot-ini-
perbandingan-kekuatannya-di-pemilu-2019 pada 26 November 2022 pukul 19.40

Noor, F. (2013, April 23). “Faksi” dalam PKS. PUSAT RISET POLITIK. diakses dari
https://politik.brin.go.id/kolom/pemilu-partai-politik-otonomi-daerah/faksi-dalam-pks/ pada 26
November 2022 pukul 19.33

Romli, L. (2018). Koalisi dan Konflik Internal Partai Politik pada Era Reformasi. Jurnal Politica
Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional, 8(2).
https://doi.org/10.22212/jp.v8i2.1138

Yuniartin, T. (2018). Identitas Politik Partai Keadilan Sejahtera. KOMUNIKA: Jurnal Dakwah
dan Komunikasi, 12(2), 257–274. https://doi.org/10.24090/komunika.v12i2.1325

13
RESENSI

Buku Politik Indonesia sebagai Rujukan Mata Kuliah Sejarah Sosial Politik Indonesia

Buku yang berjudul “Politik Indonesia” ini ditulis oleh Haniah Hanafi Suryani dan
diterbitkan oktober tahun 2020 oleh LPPM UIN Jakarta dengan ISBN 9786029483093. Dimensi
buku ini adalah vii, 189 hlm, dan 21 cm.

Resensi

Indonesia memerlukan waktu yang cukup lama untuk merdeka. Berbagai usaha dilakukan
termasuk dengan pembentukan panitia-panitia kecil demi kelangsungan dan mewujudkan
kemerdekaan RI. Dimulai dengan pembentukan BPUPKI, PPKI, hingga Panitia Sembilan.
Meskipun terjadi perbedaan cara dalam menuju kemerdekaan antara kelompok Nasionalis dan
Islami, tetapi masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan kemerdekaan Republik
Indonesia dapat diraih . Pada saat perumusan Piagam Jakarta , umat Islam yang diwakili K.H.
Hasyim Asy'ari, K.H. Agus Salim, dan K.H. Kahar Muzakkir dilibatkan dalam Panitia Sembilan
dan tokoh Islam ini mencoba memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam pembuatan pembukaan
UUD. Namun pada akhir menjelang proklamasi kemerdekaan, isi dari pembukaan tersebut
diubah sesuai dengan permintaan Perwakilan Indonesia Timur (Adryamarthanino, 2022).
Akhirnya terdapat beberapa kalimat yang diubah dan pada waktu itu umat Islam menyetujuinya,
tanpa adanya protes dan hal kurang baik lainnya karena adana perubaan tersebut. Pengorbanan
umat Islam tersebut demi untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia di masa
depan, meskipun sebelumnya, perumusan tersebut telah disepakati oleh wakil non-Muslim
(Ariesman & Iskandar, 2020).

Setelah Indonesia merdeka dan Soekarno menjadi presiden, Indonesia beberapa kali
mengganti sistem pemerintahan. Diawali dengan demokrasi parlementer yang diterapkan di
Indonesia sekitar tahun 1950-1959. Hal ini ditandai dengan munculnya kekuatan sipil yang
diwakilkan dengan dominasi partai politik yang memimpin kabinet-kabinet yang ada. Selain itu,
kebebasan, kejujuran dan integritas pribadi yang baik yang dimiliki anggota-anggota partai
politik pada waktu itu, memungkinkan mekanisme demokrasi berjalan dengan baik
(Purnamawati, 2020). Pada masa ini, kabinet-kabinet sering berubah-ubah sehingga terjadi

14
ketidakmaksimalan program kerja. Partai-partai islam juga mulai mendominasi, hingga terjadilah
pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 dibawah kepemimpinan kabinet Burhanuddin
Harahap dari partai Masyumi. Kemudian demokrasi parlementer berakhir saat diturunkannya
dekrit presiden pada 5 juli 1959, dikarenakan sistem pemerintahan ini dianggap sudah tidak
cocok bagi bangsa Indonesia presiden Soekarno.

Selanjutnya sistem demokrasi Indonesia pun berubah. Demokrasi terpimpin yang


digunakan sebagai sistem pemerintahan saat itu menggantikan demokrasi parlementer. Soekarno
memimpin dengan menggandeng PKI dan juga militer (Irawan, 2007) yang mana pada akhirnya
menyebabkan partai Masyumi yang merupakan partai islam terbesar saat itu dibubarkan pada
tahun 1960 karena memiliki perbedaan pemikiran dengan Soekarno. Beberapa partai islam tetap
eksis dimasa demokrasi terpimpin ini yakni partai NU, PSII, dan Perti. Meskipun masih eksis,
tapi tidak sekuat partai Islam pada masa demokrasi parlementer.

Jatuhnya era Demokrasi Terpimpin yang dipimpin oleh Presiden Soekarno menandai
munculnya era baru yang di sebut dengan masa Demokrasi Pancasila di bawah komando
Soeharto yang dianggap berjasa dalam menumpas Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia (G30 S/PKI). Beragam isu muncul melatarbelakangi kejadian berdarah yang
merenggut 6 orang jenderal Angkatan Darat yang difimah akan melakukan upaya kudeta
(Purnamawati, 2020). Secara langsung peristiwa G 30S PKI telah membukakan pintu bagi
Soeharto menuju kursi tertinggi kepresidenan. Secara terstruktur, pemerintah orde baru
melakukan reduksi terhadap kebebasan berpendapat dan berserikat serta berpolitik. Dari enam
kali pemilihan umum yang di gelar oleh Orde Baru, keseluruhannya dimenangkan oleh Golkar,
sebagai satu - satunya mitra politik Orde baru dan selanjutnya menjadi simbol kuat otoritas Orde
baru berkuasa selama lebih dari 32 tahun di Indonesia (Purnamawati, 2020). Namun demikian,
semangat perubahan mampu membawa angin segar bagi cita - cita perubahan yang selalu
didengungkan oleh kelompok-kelompok pro-demokrasi yang akhirnya mampu menumbangkan
kekuasaan Orde Baru yang sangat kokoh dan berhasil mengibarkan bendera reformasi yang
dikokohkan dengan runtuhnya Orde baru dan turunnya Soeharto dari kursi kekuasaan tertinggi di
Indonesia.

15
Pada masa reformasi yang dimulai dengan mengundurkan dirinya Soeharto dari kursi
kepresidenan memberikan angin segar bagi harapan terjadinya perubahan kondisi sosial ekonomi
dan politik di Indonesi. Perubahan peta politik secara simultan terjadi, dimulai dengan runtuhnya
cengkraman Orde Baru, diawali dengan diberikannya keleluasaan untuk mendirikan partai
politik asalkan memenuhi prasyarat dan ketentuan yang sudah ditetapkan, dilanjutkan dengan
diadakannya pemilihan Umum yang dinilai lebih demokratis dari pemilu-pemilu sebelumnya
dimana jumlah partai peserta pemilu yang sangat banyak. Iklim perubahan sangat terasa di dalam
keanggotaan DPR-MPR yang mana terlibat langsung dalam upaya pemilihan presiden Republik
Indonesia yang ke empat.

Gerakan reformasi telah mengantarkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi presiden
yang tidak hanya dipilih secara kontroversial tetapi juga menjalankan pemerintahannya secara
kontroversial dengan mengeluarkan beberapa kebijakan yang cukup mengejutkan dan
mengundang tanda tanya banyak pihak. Namun demikian, dengan segala kontroversi yang
dimiliki Gus Dur, beliau sudah melakukan perubahan yang sangat signifikan terutama dalam
urusan reposisi militer di Indonesia, Gus Dur secara legal formal telah berhasil mereduksi
cengkraman militer atas kepentingan sipil dalam bidang sosial, politik , dan ekonomi .

Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan pemilihan umum yang sangat bersejarah bagi
bangsa Indonesia, kaarena ini kali pertama rakyat dapat memilih langsung orang-orang yang
akan menjadi wakil mereka di legislatif, baik DPR, DPD, dan DPRD, yang dilanjutkan dengan
pemilihan presiden secara langsung. Perlahan namun pasti Indonesia mulai mendekati pilar-pilar
demokrasi yang diamanatkan oleh gerakan reformasi yang di implementasikan dalam UUD 1945
yang sudah di amandemen sebanyak 4 kali dan menghasilkan pasal pasal baru yang lebih bisa
berpihak pada kepentingan rakyat. Walaupun masih memiliki beberapa kekurangan, pemilihan
umum legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung menjadi prestasi
tersendiri bagi keberlanjutan proses transisi demokrasi yang masih terus berlangsung sampai saat
ini.

Selain sebagai pesta demokrasi, hal ini juga menjadi media yang efektif bagi pendidikan
politik untuk bangsa Indonesia kedepan. Dilanjutkan dengan dilaksanakannya pemilihan umum
kepala daerah yang juga dilakukan secara langsung. Sebagai kelanjutan dari implementas

16
undang-undang otonomi daerah, pemilukada diharapkan bisa menjadi fasilitas bagi masyarakat
untuk mengekspresikan segala kebutuhannya akan sosok pimpinan daerah yang diharapkan
mampu mendatang perubahan dan perbaikan kehidupan masyarakat di daerah .

Kelebihan dari buku ini adalah buku ini cocok digunakan sebagai sumber referensi atau
sumber bacaan mengenai politik di Indonesia. Dijelaskan dengan cukup rinci dan dengan Bahasa
yang mudah dipahami.

Kekurangan dari buku ini adalah pembahasan pada bab VI-VII belum begitu mendalam
dan luas tentang mengenai era Reformasi, sehingga penulisan buku ini perlu dilanjutkan kembali.

Buku ini sangat cocok digunakan sebagai bahan ajar dan bahan referensi bagi mahasiswa
Ilmu politik atau siapapun yang sedang mempelajari sejarah politik Indonesia mulai dari sebelum
kemerdekaan hingga saat reformasi.

Referensi
Adryamarthanino, V. (2022, Juni 22). Piagam Jakarta: Sejarah, Isi, Tokoh Perumus, dan
Kontroversi. KOMPAS.com. diakses dari

https://www.kompas.com/stori/read/2022/06/22/100000779/piagam-jakarta-sejarah-isi-tokoh-
perumus-dan-kontroversi pada 27 November 2022

Ariesman & Iskandar. (2020). Histori Piagam Jakarta: Spirit Perjuangan Penerapan Nilai Islam
Secara Yuridis Konstitusional. BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum Islam, 1(3), 458–
471. https://doi.org/10.36701/bustanul.v1i3.178

Irawan, B. B. (2007). Perkembangan Demokrasi Di Negara Indonesia. 11.

Purnamawati, E. (2020). Perjalanan Demokrasi di Indonesia. Solusi, 18(2), 251–264.

https://doi.org/10.36546/solusi.v18i2.290

17
18

Anda mungkin juga menyukai