Anda di halaman 1dari 4

Mitigasi bencana dalam UU No.

24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, diartikan


sebagai “Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana”.
Sebelum merencanakan arahan mitigasi bencana banjir, perlu dilakukan pemetaan mengenai
kerentanan bencana banjir. Arahan mitigasi banjir ditentukan berdasarkan tingkat kerentanan
dan jenis banjir.

Untuk menghindari atau mengurangi dampak akibat bencana, perlunya pengelolaan bencana.
Dimana pengelolaan bencana terdiri dari pencegahan/mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap
darurat, rehabilitasi dan rekontruksi pada tahap setelah bencana. Mitigasi adalah tindakan
yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang disebabkan oleh terjadinya bencana.
Tindakan mitigasi terdiri dari mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi
struktural adalah tindakan untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan dampak
bencana secara fisik. Mitigasi non struktural adalah tindakan terkait kebijakan, pembangunan
kepedulian, pengembangan pengetahuan dan peraturan. (Dr. Ir. Krishna S. Pribadi, Ir.
Engkon K. Kertapati, Dr. Diah Kusumastuti, Dr. Hamzah Latief, Dr. Hendra Grandis, Dr.
Eng. Imam A. Sadisun, Dr. Soebagiyo Soekarnen, Dr. Harman Ajibowo, Retno Dwi, Ayu
Krisnha Juliawati, Farah Mulyasari, Novya Ekawati, Bayu Novianto. 2008)

Menurut Khrisna S. Pribadi (2008) mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi dampak yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan
pada tindakan jangka panjang untuk mengurangi risiko bencana. Implementasi strategi
mitigasi dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan mitigasi
dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun pelaksanaannya
merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau
mengurangi risiko pada masa datang dikategorikan sebagai tindakan mitigasi. Tindakan
mitigasi terdiri dari mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural adalah
tindakan untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan dampak bencana secara fisik.
Sedangkan mitigasi non struktural adalah tindakan untuk mengurangi risiko bencana melalui
kebijakan, pengembangan pengetahuan, peraturan dan pengamanan benda berbahaya.
Mitigasi merupakan tindakan yang paling efisien untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh terjadinya bencana.
Arahan mitigasi banjir tipe I adalah arahan mitigasi untuk kelas kerentanan sangat
rentan dengan jenis banjir kiriman. Satuan lahan pada tipe ini adalah satuan lahan 6 (F.7 – I –
Al) dan satuan lahan 7 (F.7 – II – Al) seluas 705,56 ha (25,90%). Arahan mitigasi struktural
yang dilakukan adalah dengan membangun tanggul penahan banjir, normalisasi sungai
(pengerukan dan perbaikan alur sungai), dan pengaturan pintu air. Arahan mitigasi banjir tipe
II adalah arahan mitigasi banjir untuk kelas kerentanan rentan dengan jenis banjir kiriman.
Satuan lahan pada tipe ini adalah satuan lahan 1 (F.1 – I – Al) dan satuan lahan 2 (F.1 – II –
Al) dengan luas 1587,19 ha (58,26%). Arahan mitigasi struktural yang dilakukan adalah
melakukan pengerukan sungai dan pembuatan tanggul penahan banjir.

Arahan mitigasi banjir tipe III adalah arahan mitigasi banjir untuk kelas kerentanan
rentan dengan jenis banjir lokal di satuan lahan 4 (F.1 – I – Re) dan satuan lahan 5 (F.1 – II –
Re). Arahan mitigasi struktural yang perlu dilakukan adalah perbaikan saluran air dan
pembuatan gorong-gorong.

Arahan mitigasi banjir tipe IV adalah arahan mitigasi banjir untuk kelas kerentanan
kurang rentan dengan jenis banjir kiriman. Satuan lahan yang ada pada tipe ini adalah satuan
lahan 3 (F.1 – III – Al) di Desa Pasuruhan dengan luas 2,57 ha (0,09%). Arahan mitigasi
struktural yang dilakukan untuk tipe IV adalah dengan perbaikan saluran air.

1. Mitigasi Struktural

Mitigasi Struktural adalah upaya yang dilakukan demi meminimalisir bencana seperti dengan
melakukan pembangunan danal khusus untuk mencegah banjir dan dengan membuat
rekayasa teknis bangunan tahan bencana, serta infrastruktur bangunan tahan air. Dimana
infrastruktur bangunan yang tahan air nantinya diharapkan agar tidak memberikan dampak
yang begitu parah apabila bencana tersebut terjadi.

Beberapa contoh yang dapat dilakukan dengan metode mitigasi struktural adalah :

 Membangun tembok pertahanan dan tanggul – Sangat dianjurkan


untuk membangun tembok pertahanan dan tanggul di sepanjang aliran sungai yang
memang rawan apabila terjadi banjir, seperti kawasan yang dekat dengan penduduk.
Hal ini sangat membantu untuk mengurangi resiko dari bencana banjir yang kerap
terjadi pada tingkat debit banjir yang tidak bisa diprediksi.
 Mengatur kecepatan aliran dan debit air – Diusahakan untuk memperhatikan
kecepatan aliran dan debit air di daerah hulu. Yang dimaksud disini adalah
dengan mengatur aliran masuk dan keluar air di bagian hulu serta membangun
bendungan / waduk guna membendung banjir.
 Membersihkan sungai dan pembuatan sudetan – Pembersihan sungai sangatlah
penting, dimana hal ini untuk mengurangi sedimentasi yang telah terjadi di sungai,
cara ini dapat diterapkan di sungai yang memiliki saluran terbuka, tertutup ataupun di
terowongan.

2. Mitigasi Non-Struktural

Mitigasi non-struktural adalah upaya yang dilakukan selain mitigasi struktural seperti dengan
perencanaan wilayah dan & asuransi. Dalam mitigasi non-struktural ini sangat mengharapkan
dari perkembangan teknologi yang semakin maju. Harapannya adalah teknologi yang dapat
memprediksi, mengantisipasi & mengurangi resiko terjadinya suatu bencana.

Beberapa contoh yang dapat dilakukan dengan metode mitigasi non-struktural adalah :

 Pembentukan LSM – Membentuk LSM yang bergerak dalam bidang kepedulian


terhadap bencana alam dan juga mengadakan kampanye peduli bencana alam kepada
masyarakat, agar masyarakat lebih sadar untuk selalu siap apabila bencana alam
terjadi.
 Melakukan Pelatihan dan Penyuluhan – Melatih, mendidik dan memberikan
pelatihan kepada masyarakat akan bahaya banjir yang disertai dengan pelatihan
lapangan
 Membentuk Kelompok Kerja atau POKJA – Dimana dalam kelompok tersebut
didalamnya beranggotakan instansi terkait untuk melakukan dan menetapkan
pembagian peran dan kerja untuk penanggulangan benjana bajir.
 Mengevaluasi Tempat Rawan Banjir – Melakukan pengamatan dan penelusuran
di tempat yang rawan banjir, sehingga apabila ada tanggul yang sudah tidak kuat
segera diperbaiki.
 Memperbaiki Sarana dan Prasarana – Mengajukan proposal untuk
pembangunan perbaikan sarana dan prasarana yang memang sudah tidak layak.
 Menganalisa Data-data yang Berkaitan dengan Banjir – Mengevaluasi dan
memonitor data curah hujan, debit air dan informasi yang berkaitan dengan banjir
seperti daerah yang rawan banjir dan mengidentifikasi daerah yang rawan
banjir tersebut. Apakah memang ada tanggul yang rusak atau memang daerah tersebut
sangat berbahaya apabila ditempati
 Membuat Mapping – Membuat peta sederhana untuk daerah yang rawan banjir
disertai dengan rute pengungsian, lokasi POSKO dan lokasi pos pengamat banjir.
 Menguji Peralatan dan Langkah Selanjutnya – Menguji sarana sistem peringatan
dini terhadap banjir serta memikirkan langkah selanjutnya apabila sarana tersebut
belum tersedia.
 Menyiapkan Persediaan Sandang, Papan dan Pangan – Mempersiapkan
persediaan tanggap darurat seperti menyediakan bahan pangan, air minum dan alat
yang akan digunakan ketika bencana banjir terjadi.
 Membuat Prosedur Operasi Standar Bencana Banjir – Merencanakan Prosedur
Operasi Standar untuk tahap tanggap darurat yang nantinya melibatkan semua
anggota yang bertujuan untuk mengidentifitasi daerah rawan banjir, identifikasi rute
evakuasi, mepersiapkan peralatan evakuasi dan juga tempat pengungsian sementara.
 Mengadakan Simulasi Evakuasi – Melakukan percobaan pelatihan evakuasi apabila
bencana banjir terjadi dan menguji kesiapan tempat pengungisan sementara
beserta perlengkapan dalam pengungsian.
 Mengadakan Rapat – Mengadakan rapat koordinasi di berbagai tingkat dan
utamanya adalah instansi pemerintah tentang pencegahan bencana banjir.

Anda mungkin juga menyukai