Anda di halaman 1dari 11

SHAFRY SAPUTRA NAWAWI

205120501111016

ILMU POLITIK - C2

A. KONSEP DEMOKRASI

Demokrasi sendiri secara etimologi berasal dari dua kata, yaitu; Demos yang berarti
Rakyat dan Kratos atau Kratein yang berarti pemerintahan. jak abad ke-6 S.M, demokrasi telah
lahir dari pemikiran bangsa YunaniKuno. 1Demokrasi menurut terminologi berarti rakyat
berkuasa (government by the people) berasal dari dua kata,demos berarti rakyat,kratos/kratein
berarti pemerintahan. Dapat dikatakan bahwa demokrasi merupakan suatu pemerintahandari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Dalam perkembangannya, demokrasi
di Yunani mengalami kemunduran padaawal abad pertengahan yang ditandai dengan perubahan
masyarakat Yunanimenjadi masyarakat feodal. Pada abad pertengahan, demokrasi
menghasilkansuatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta (Piagam Besar). Selain itu juga
ditandai dengan munculnya gerakan pencerahan (Renaissance) dan reformasi.2Dalam
pembahasannya, Prof. Miriam Budiardjo menjelaskan dengan singkatmengenai konsep
demokrasi secara global. Beliau lebih menekankan pembahasan pada demokrasi konstitusional
yang memiliki gagasan pembatasan atas kekuasaan pemerintah berdasarkan konstitusi.
Pembahasan mengenai pembatasan kekuasaanini dimaksudkan agar manusia yang memiliki
kekuasaan cenderung tidak menyalah gunakannya (Lord Acton).

Kemudian apabila kita merujuk pada pendapat pakar seperti yang dikemukakan oleh
Joseph Schumpeter, dalam arti yang sempit demokrasi adalah sebuah metode politik, sebuah
mekanisme untuk memilih pemimpin politik. Warganegara diberikan kesempatan untuk memilih
salah satu diantara pemimpin-pemimpin politik yang bersaing meraih suara. Warganegara
diberikan kesempatan untuk memilih salah satu diantara pemimpin-pemimpin politik yang

1
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik : Demokrasi (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm.105.

2
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ilmu Politik ; Demokrasi (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 107
bersaing meraih suara. Diantara pemilihan, keputusan dibuat politisi. Pada pemilihan
berikutnya warga negara dapat mengganti wakil yang mereka pilih sebelumnya. Kemampuan
untuk memilih diantara pemimpinpemimpin politik pada masa pemilihan inilah disebut dengan
demokrasi. Ada beberapa macem istilah demokrasi ada yang di namakan demokrasi
konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasit terpimpin,demokrasi Pancasila,demokrasi
rakyat,demokrasi soviet dan demokrasi nasional.

Menurut Miriam Budiarjo demokrasi adalah sistem organisasi politik dan sosial
yang diperjuangkan oleh pendukung pendukung yang berpengaruh.

Sesudah perang dunia ke ll kita melihat gejala bahwa secara formal demokrasi
merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Menurut suatu penilitian yang
diselenggarakan oleh UNESCO dalam tahun 1949 maka; “Mungkin untuk pertama kali dalam
sejarah demokrasi dinyatakan sebagai nama yang di paling baik dan paling wajar untuk semua
sistem demokrasi politik dan social yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang
berpengaruh. Akan tetapi UNESCO juga menarik kesimpulan bahwa ide demokrasi dianggap
ambiguous atau mempunyai berbagai pengertian, sekurang-kurangnya ada ambiguity atau
kententuan mengenai “ Lemabaga-lembaga atau cara-cara yang di pakai untuk melaksanakan ide,
atau mengenai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilah, ide, dan praktik
domokrasi. Tetapi dari sekian banyaknya aliran pikiran yang menamakan dirinya demokrasi, ada
dua kelompok aliran yang paling penting yaitu demeokrasi konstitusional dan satu kelompok
aliran yang menamakan dirinya demokrasi, tetapi pada hakikatnya mendasarkan dirinya atas
komunisme.

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (Machtsstaat)
2. Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusional (Hukum dasar), tidak bersifat
absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas).

Berdasarkan dua istilah Rechtsstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa
demokrasi yang menjadi Dasar Undang-Undang Dasar 1945 yang belum di amandemen ialah
Demokrasi Konstitusional. Disamping itu corak demokrasi di Indonesia, yaitu kerakyatan yang
dipimpin oleh hikamah kebijaksanaan dalam perwusyawaratan perwakilan, dimuat dalam
pembukaan Undang-Undang dasar.

B. Demokrasi Konstitusional

Menurut Meriam Budiardjo perbedaan fundamental pada demokrasi ini adalah demokrasi
ini mencita-citakan pemerintah yang terbatas kekuasaanya, jadi suatu negara hukum
(Rachsstaat) yang tunduk kepada rule of law. Ciri yang paling khas dalam demokrasi ini gagasan
pemerintah yang demokratis, pemerintah yang terbatas kekuasaanya dan tidak dibenarkan
bertindak sewenang-wenangnya terhadap warganegaranya. Pembatasan tersebut atas kekuasaan
pemerintah dan tercantum dalam konstitusi maka dari itu sering disebut pemerintah berdasarkan
konstitusi (constitutional government). Disamping itu, kekuasaan di bagi sedemikian rupa
sehingga penyalahgunaan di perkecil, yaitu dengan cara menyerahkan nya kepada beberapa
orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintah dalam tangan satu orang atau
badan. Perumusan yuridis dan prinsip-prinsip ini terkenal dengan istilah negara hukum Rule of
law.

SEJARAH PERKEMBANGNYA

Sesudah Perang Dunia II kita melihat gejala bahwa secara formal demokrasi merupakan
dasar dari kebanyakan negara di dunia. Menurut penelitian yang diselenggarakan oleh UNESCO
tahuin 1949 maka: “Mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebagai
nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan social yang
diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh. Selain itu UNESCO bependapat
bahwa ide demokrasi itu menjadi ambiguitas dimana ada dua kelompok aliran yang berbeda,
dimana aliran kelompok pertama menamakan dirinya demokrasi tetapi mendasarkan dirinya atas
komunisme dan kelompok kedua lahir setelah adanya Perang Dunia II yang mencita-citakan
demokrasi konstitusional.

Menurut penelitian yang diselenggarakan oleh UNESCO tahuin 1949 maka: “Mungkin
untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan
wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-
pendukung yang berpengaruh. Selain itu UNESCO bependapat bahwa ide demokrasi itu menjadi
ambiguitas dimana ada dua kelompok aliran yang berbeda, dimana aliran kelompok pertama
menamakan dirinya demokrasi tetapi mendasarkan dirinya atas komunisme dan kelompok kedua
lahir setelah adanya Perang Dunia II yang mencita-citakan demokrasi konstitusional.

Demokrasi Konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah
yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga
negaranya. Lord Acton mengagaskan bahwa pemerintahan perlu dibatasi mengingat bahwa
pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali
melekat banyak kelemahan. Dalilnya yang kemudian menjadi termasyur berbunyi sebagai
berikut: “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan
itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya
secara tak terbatas pula.”

Akhir abad ke-19 muncul istilah Negara Hukum dan Rule of Law dimana kekuasaan
dibagi sedemikian rupa untuk memperkecil kesempatan penyalahgunaan kekuasaan dengan cara
membagi kekuasaan ke beberapa orang atau badan sehingga pemerintahan tidak terpusat hanya
di satu orang saja. Pada abad ke-20 terutama setelah terjadinya perang dunia ke ll, telah terjadi
perubahan yang didasari oleh factor antara lain dengan banyaknya kencaman dalam
industrialisasi dan sisem kapitalis. Tersebarnya paham sosialisme yang menginginkan pembagian
kekayaan secara merata serta kemenangan beberapa partai sosialis dieropa. Akhirnya muncul
gagasan bahwa pemerintah dilarang ikut campur tangan dalam urusan warga negara baik
dibidang sosial maupun di bidang ekonomi (staatsonthnounding dan laissez faire) lambat laun
berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan
karenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. demokrasi tidak hanya mencakup
politik saja tetapi sudah memikirkan tentang kesejahteraan rakyat dan menaikan taraf
kehidupannya, selain itu demokrasi pada abad ke-20 tidak hanya mencakup politik saja tetapi
sudah mencakup ekonomi sehingga demokrasi tersebut menjadi demokrasi ekonomi. Negara
juga mengatur soal-soal pajak upah minimum, pension,pendidikan umum,asuransi,mencegah
pengangguran dan timbulnya perusahaan raksasa sehingga tidak di ganggu oleh depresi dan
krisis ekonomi.
Sesuai dengan perubahan jalan pikiran ini, perumusan yuridis mengenai negara hukum
klasik seperti yang dijelaskan oleh A.V dicey dan Imanuel Kant pada abad ke-19 ditinjau lagi
sesuai dengan tuntutan abad ke-20, international commission of jurists yang merupakan suatu
organisasi ahli hukum inyernasional dalam konferensinya di Bangkok pada tahuun 1965 ini
memperluas konsep Rule of Law dan menekankanya apa yang dinamakan the dynamic aspect of
the rule of law in the modern age. Maksudnya di samping hak-hak politik, hak sosial dan
ekonomi juga harus diakui dan dipelihara dalam arti harus di bentuk standar-standar dasar sosial
dan ekonomi. Penyelesaian soal kelaparan,kemiskinan, dan pengangguran merupakan syarat
supaya rule of law berjalan denngan baik. Menurut international commission of jurits dalam
konferensinya di Bangko, perumusan yang paling umum mengenai sistem politik yang
demokratis adalah “ suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan politik
diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan
bertanggung jawab kepada mereka melaui suatu proses pemilihan yang bebas. Kemudian, dia
mengatakan suatu variasi dari demokrasi berdasarkan perwakilan yang mengutamakan
terjaminnya hak-ham golongan minioritas terhadap mayoritas dan dinamakan demokrasi dengan
hak-hak asasi yang terlindungi. Dengan demikian hak-hak asasi golongan minioritas dapat
terlindungi.

Kemudian dalam bab IV Demokrasi ini juga dengan jelas memperlihatkan bagaimana
penulis menjelaskan pengertian demokrasi mulai dari pengertian umum hingga dari para ahli.
Buku ini juga menjelaskan bahwa demokrasi tidak hanya semata-mata lahir begitu saja tanpa
adanya perjalanan terlebih dahulu. Mulai dari sejarah dari peradaban yunani dengan di lihat dari
abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen penting yaitu magna charta dan renaissance.
Magna charta sendiri merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan raja john dari
inggris dimana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui
dan menjamin untuk beberapa hak privileges dari bawahnya sebagai imbalan untuk penyerahan
dana bagi keperluan perang. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana feudal dan tidak berlaku
untuk rakyat jelata, namun dianggap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.

Sementara renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada


kesusastraan dan kebudayaan yunani kuno yang selama abad pertengahan telah disisihkan.
Aliran ini membelokan perhatian yang tadinya semata-mata dialihkan kepada tulisan-tulisan
keagamaan kea rah soal-soal baru. Reformasi serta perang-perang agama yang menyusul
akhirnya menyebabkan manusia berhasil melepaskan diri dari penguasa gereja, baik dibidang
spiritual dalam bentuk dogma maupun di bidang sosial dan politik. hingga akhirnya ada yang
mendobrak dengan raja-raja absolut. Dengan menggap dirinya berhak atas tahtahnya berdasarkan
atas hak suci raja. Kecaman-kecaman yang dilontarkan terhadap gagasan absolutism mendapat
dukungan yang kuat dari golongan menengah yang mulai berpengaruh berkat majunya
kedudukan ekonomi serta mutu pendidikanya. Pendobrakan ini didasari oleh suatu teori
rasionalitis yang umumnya dikenal sebagai kontak sosial. Salah satu dari asa dari gagasan
kontrak sosial yaitu bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timul dari alam (nature) yang
mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal artinya berlaku untuk semua serta semua
manusia, apakah dia raja,bangsawan, atau rakyat jelata. Teori kontrak sosial ini beranggapan
bahwa hubungan antara raja-raja dan rakyat didasari oleh suatu kontrak yang ketentu-
ketentuanya didasari oleh suatu kontrak yang ketentuanya mengikat kedua belah pihak. Kontrak
sosial ini menentukan disatu pihak bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakya untuk
menyelenggarakan penertibaan dan menciptakan suasana dimana rakayat dapat menikmati hak-
hak alamnya dengan aman.

Pada intinya teori kontrak sosial tersebut adalah untuk mendobrak dasar dari
pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Gagasan ini dicetus oleh filsuf-
filsuf seperti John Locke dari inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari perancis (1689-1755).
Sementara menurut John Locke hak-hak politik itu mencangkup ha katas hidup,ha katas
kebebasaan, dan hak untuk mempunyai milik (life,liberty and property). Kemudian Montesquieu
menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik itu yang kemudian dikenal sebagai
trias politika. ide itu membuat revolusi prancis pada akhir abad ke-18 serta revolusi amerika
serikat melawan inggris. Akibat dari pergolakan tersebut gagasan demokrasi dapat terwujud
secara lebih konkret sebagai program dan sistem politik pada akhir abad ke-19

hingga pada abad ke-20 dimana demokrasi mengalami perkembangan yang pesat, tidak
hanya mencakup masalah politik tetapi sudah mencakup masalah bagaimana menyejahterakan
rakyat dan menaiki taraf hidup masyarakat. Penulis juga memberikan pemahaman lebih luas
dengan cara memberikan gambaran negara yang menganut sistem demokrasi setelah Perang
Dunia II salah satu contohnya adalah Indonesia yang menganut sistem demokrasi meskipun
dalam perjalanannya sistem demokrasi di Indonesia berubah-ubah karena adanya penyimpangan-
penyimpangan pada rezim saat itu.

Perkembangan Demokrasi di Asia : Pakistan dan Indonesia

Didalam meneropong perkembangan demokrasi diindonesia ada baiknya kita


memperhatikan kejadian-kejadian di Pakistan, kedua negara yang mayoritasnya islam, memulai
masa merdekanya dengan sistem parlementer (diindonesia mirip sistem parlementer yang ada di
belanda, di Pakistan mirip apa yang ada diingris).

Ketika Pakistan merdeka dan memisahkan diri dari India pada 14 Agustus 1947, Pakistan
terdiri atas dua wilayah yang menjadi teritori kedaulatannya, yaitu Pakistan Barat (sekarang
Republik Islam Pakistan) dan Pakistan Timur (yang memisahkan diri pada 26 Maret 1971, dan
sekarang dikenal sebagai Bangladesh), yang sebenarnya wilayah mereka terpisah cukup jauh
karena terpisah oleh wilayah India sepanjang kurang lebih 1.600 kilometer. Secara kebudayaan
pun Pakistan Barat dan Pakistan Timur sangat berbeda, Pakistan Barat berbasis pada orientasi
kebudayaan Etnis Punjab, sementara Pakistan Timur lebih berorientasi pada kebudayaan Etnis
Bengal. Selain itu, dalam bidang ekonomi, Pakistan Barat lebih maju, banyak perwira militer
Pakistan berasal dari Etnis Punjab, sementara Pakistan Timur hampir terabaikan sama sekali di
semua bidang, terutama ekonomi, Etnis Bengal kehilangan identitasnya sebagai entitas sosial.
Satu-satunya hal yang mengikat antara Pakistan Barat dengan Pakistan Timur adalah kesamaan
agama, yaitu Islam.

Permasalahan dalam sistem politik dan ekonomi Pakistan mulai terjadi pasca
meninggalnya The Founding Father Pakistan, Muhammad Ali Jinnah pada 1951 dan disusul
dengan dibunuhnya Liaquat Ali Khan. Meninggalnya kedua tokoh politik utama di Pakistan ini
mempengaruhi perkembangan sosial-politik di Pakistan, karena tidak adanya tokoh kharismatik
yang memiliki kewibawaan yang mempu menyatukan rakyat Pakistan sebagai satu identitas
nasional. Selain itu pula, kematian kedua tokoh itu juga berdampak pada Partai Liga Muslim -
partai yang didirikan oleh Muhammad Ali Jinnah dalam perjuangannya untuk memisahkan
Pakistan dari India - mulai kehilangan popularitas, terutama di bagian Pakistan Timur. Dengan
demikian, Pakistan benar-benar mengalami krisis kepemimpinan yang sangat membahayakan
integrasi negara.
Krisis kepemimpinan dan ancaman disintegrasi Bangsa Pakistan, terutama di wilayah
Pakistan Timur telah mendorong munculnya pembahasan mengenai perumusan Undang-Undang
Dasar yang baru. Seperti halnya di Indonesia, Pakistan pernah memiliki sebuah lembaga
legislatif ekstra-parlemen, yakni lembaga konstituante. Konstituante ini yang bertugas
merumuskan undang-undang dasar pada awal kemerdekaannya, namun kemudian Dewan
Konstituante Pakistan yang dibentuk pada 1947 itu dibubarkan. Sebagai gantinya, pada 1956
sebuah Dewan Konstituante yang baru dibentuk untuk merumuskan Undang-Undang Dasar yang
baru bagi Pakistan. Dewan Konstituante Pakistan yang baru itu rupanya tetap tidak mampu
membuat sebuah konstitusi dasar yang mampu mencakup seluruh lapisan rakyat Pakistan,
sehingga instabilitas politik di Pakistan tetap berlangsung. Kegagalan Dewan Konstituante
Pakistan dalam membentuk konstitusi dasar itu akhirnya membuat kubu militer kecewa. Pihak
Militer Pakistan kemudian melakukan kudeta pada 1958, militer mengambil alih kekuasaan
negara, kemudian militer membubarkan Dewan Konstituante dan menganulir Undang-Undang
Dasar 1956. Sistem parlementer yang telah dibuat dihancurkan oleh militer, kabinet
pemerintahan, parlemen dari tingkat pusat hingga daerah baik di Pakistan Barat maupun Pakistan
Timur, dan juga partai politik turut dibubarkan oleh militer. Sebagai gantinya, naiklah seorang
perwira dari Angkatan Darat Pakistan sebagai pemimpin baru di Pakistan, yaitu Jenderal Ayub
Khan. Setelah kudeta militer, Jenderal Ayub Khan yang kemudian menjabat sebagai Presiden
Revolusioner Pakistan mendirikan sebuah sistem presidensial dan membuat kabinet
pemerintahan Pakistan yang baru. Pada 1960, Pakistan mengadakan sebuah referendum dimana
hasilnya adalah memantapkan posisi Jenderal Ayub Khan sebagai Presiden Pakistan dan
mendapatkan tantangan untuk membuat konstitusi baru bagi Pakistan.

Gagasan-gagasan Jenderal Ayub Khan itu tertuang dalam sebuah Undang-Undang dasar
yang berlaku mulai tahun 1962 di Pakistan, undang-undang itu diberi nama, Demokrasi Dasar
atau Basic Democracy. System Basic Democracy yang digagas oleh Jenderal Ayub Khan yang
dikatakan ternyata kurang demokratis kemudian memunculkan masalah baru. Akhirnya, pada
1968, Jenderal Ayub Khan menyerahkan jabatan presiden kepada koleganya, Jenderal Yahya
Khan. Di bawah kepemimpinan Jenderal Yahya Khan, pemerintah Pakistan berjanji akan
menghidupkan kembali sistem parlementer dan segera melakukan pemilihan umum pada 1970.
Namun, ternyata dua partai terbesar di Pakistan saat itu, Partai Rakyat di Pakistan Barat dan
Partai Awami Nasional di Pakistan Timur tidak mampu mencapai batas ambang suara untuk
merumuskan undang-undang baru, akhirnya Jenderal Yahya Khan mengambil alih
kepemimpinan negara Pakistan. Karena tak kunjung selesai dalam merumuskan konstitusi dan
stabilitas politik semakin tak menentu arahnya, Pakistan Timur memberontak pada 1971 dan
berdirilah negara Bangladesh yang terpisah dari Pakistan.

Perubahan dari sistem presidensial ke parlementer di Pakistan sebenarnya tak sepenuhnya


parlemen, bahkan ada yang menyebutnya semi-presidensial. Seorang presiden di Pakistan
merupakan kepala negara, sementara perdana menteri yang melakukan kegiatan pemerintahan,
tetapi kenyataannya kekuasaan presiden ternyata lebih besar dari perdana menteri dan parlemen.
Pakistan menganut reserve power, dimana presiden dapat menurunkan perdana menteri dan juga
bisa membubarkan National Assembly (parlemen) bahkan presiden bisa memutuskan untuk
melaksanakan pemilu baru. Tetapi kekuasaan reserve power presiden harus mendapat
persetujuan dari Yudikatif, yaitu Mahkamah Agung

Sementara demokrasi di Indonesia di mulai pasca-kemerdekaan

Setelah diikrarkannya kebebasan bangsa Indonesia oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17
Agustus 1945, dimulailah era baru bangsa Indonesia sebagai suatu negara. Pada hari dan tanggal
yang sama, era Demokrasi Indonesia dimulai dengan dibentuknya PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). PPKI melakukan penetapan atas UUD 1945 serta mengangkat
Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia Pertama. Sebagai negara
yang baru merdeka, berbagai perangkat kelengkapan negara belum dibentuk secara sempurna
sebagaimana dikehendaki oleh UUD. Dalam rangka memenuhi ketentuan Aturan Peralihan
khususnya Pasal IV, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Berjalan kurang
lebih sebulan setelah pelantikan anggota KNIP, situasi politik mulai memanas akibat timbulnya
protes yang dilakukan mahasiswa dari kelompok radikal bawah tanah atas gaya kepemimpinan
Soekarno yang dinilai cenderung otoriter.

Kemunculan KNIP ini merupakan awal perubahan sistem pemerintahan Indonesia yang
awalnya Presidensial menjadi Parlementer. Sistem pemerintahan Presidensial yang dimaksudkan
adalah dimana sistem pemerintahan yang menempatkan Presiden sebagai pusat kekuasaan
eksekutif sekaligus pusat kekuasaan negara. Artinya, presidenadalah kepala pemeri ntahan dan
juga kepala negara. Selain itu, sistem presidensial dicirikan oleh pemilihan eksekutif secara
langsung oleh rakyat, bukan dipilih oleh parlemen seperti berlaku dalam sistem pemerintahan
parlementer; Presiden bukan bagian dari parlemen dan tidak bisa diberhatikan oleh parlemen
kecuali melalui proses pemakzulan (impeachment); dan Presiden tidak dapat membubarkan
parlemen sebagaimanahalnya sistem pemerintahan Parlementer yang memberi hak kepada
kepala negara untuk membubarkan parlemen

Menurut Miriam Budiardjo, format sistem pemerintahan Parlementer inilah sebenarnya


yang efektif berlaku sejak 1945 hingga keluarnya Dekrit Presiden Soekarno untuk kembali ke
UUD 1945 pada tanggal 5 juli 1959, baik ketika berlakunya periode UUD Republik Indonesia
Serikat (RIS) maupun UUD Sementara pada 1950. Tekanan eksternal yakni kecaman-kecaman
pihak Sekutu yang menganggap kabinet presidensial tidak demokratis, menjadi faktor pendorong
utama perubahan sistem pemerintahan tersebut. Realitas historis tersebut menunjukan bahwa
relasi presiden dan parlemen selama periode 1945-1959 baik dalam wujud KNIP maupun DPRS
adalah relasi dalam konteks sistem parlementer, yakni ketika Soekarno hanya berperan sebagai
kepala negara karena pemerintahan sehari-hari dikendalikan oleh Perdana Menteri selaku kepala
pemerintahan beserta kabinetnya.

Kemudian demokrasi masa Terpimpin, Dalam era ini, Soekarno kembali menyusun suatu
konsepsi politik dengan maksud menjaga stablitas Negara. Campur tangan dan keinginan
Soekarno untuk memasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam kabinet, tidak terlepas dari
rangkaian ide-idenya tentang persatuan dan kesatuan bangsa yang memandang Negara sebagai
satu keluarga yang integral, sehingga seluruh elemen kekuatan bangsa harus dilibatkan dalam
pemerintahan. Meskipun Soekarno menyatakan bahwa Demokrasi Terpimpin bukan Demokrasi
Sentralistik, dalam penataan suprastruktur politik sangat jelas berusaha menempatkan Presiden
sebagai puncak pyramid kekuasaan negara. Bukti-bukti akan hal itu terlihat dalam pembentukan
Kabinet Kerja I, II, III, dan IV yang mengikutsertakan pemimpin Lembaga-lembaga Negara
dalam komposisi Kabinet. Diantara pemimpin Lembaga-lembaga Negara yang termasuk dalam
cabinet adalah ketuaketua MPR, DPR-GR, Dewan Perancang Nasional (DPN) dan Wakil Ketua
DPA yang diposisikan sebagai Wakil Menteri pertama. Selanjutnya Wakil-wakil Ketua MPR,
DPR-GR diberi kedudukan Menteri. Konsepsi Demokrasi Terpimpin Soekarno pada subtansinya
adalah Demokrasi yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Bukan Demokrasi 50%+1
sebagaimana Demokrasi Liberal Parlementer, tetapi Demokrasi yang berlandaskan pada asas
musyawarah mufakat yang bersifat kekeluargaan dan kegotong-royongan dimana semua elemen
anak bangsa dilibatkan.

Anda mungkin juga menyukai