Anda di halaman 1dari 4

Komunikasi keluarga adalah proses pengembangan intersubjektivitas dengan menggunakan kode

antara sekelompok orang yang menghasilkan ikatan yang kuat seperti kesetiaan, emosi, dan
dikembangan dari waktu ke waktu oleh sekelompok orang yang berbagi ruang hidup yang sama (Noller
dan Fitzpatrick, 1993; Zeushner, 1992).

Komunikasi yang terjadi dalam keluarga ini memiliki empat pola, yang dijelaskan oleh Koerner dan
Fitzpatrick (2006:55) berdasarkan dua dimensi yang dikemukakan yaitu orientasi kepatuhan dan
orientasi percakapan.

Tipe pola komunikasi keluarga tersebut antara lain yang pertama adalah pola komunikasi konsensual,
yaitu tipe ini memiliki orientasi pada kepatuhan dan percakapan sama-sama tinggi, sehingga pola ini
dapat membentuk keluarga yang terbuka satu sama lain, sehingga orang tua memperhatikan pendapat
anak-anaknya serta keputusan yang diambil atas pertimbangan bersama (Koerner dan Fitzpatrick,
2006:56-57).

Tipe pola komunikasi yang kedua adalah komunikasi pluralistik, yaitu tipe yang memiliki orientasi
percakapan tinggi namun orientasi kepatuhan rendah sehingga orang tua dengan tipe ini tidak
memberikan kontrol pengambilan keputusan pada anak (Koerner dan Fitzpatrick, 2006:57-58).

Pola komunikasi keluarga dengan tipe ketiga adalah komunikasi protektif yaitu orientasi percakapan
rendah namun orientasi kepatuhan tinggi, maka orang tua dengan tipe ini menjadi pengambil
keputusan tertinggi tanpa melibatkan pertimbangan dan pendapat dari anak (Koerner dan Fitzpatrick,
2006:58).

Tipe komunikasi keluarga yang terakhir adalah pola komunikasi Laissez-Faire yaitu antara orientasi
kepatuhan dan percakapan sama rendah, sehingga tipe komunikasi ini dapat membentuk anak yang
semaunya dalam mengambil keputusan sendiri tanpa adanya komunikasi bersama orang tua dan anak
juga tidak mendapatkan dukungan dari orang tuanya (Koerner dan Fitzpatrick, 2006:58-59)

Dimensi Komunikasi Keluarga

Adapun dimensi atau aspek dari komunikasi keluarga adalah sebagai berikut:

a. Conversation Orientation

Dimensi pertama dari komunikasi keluarga adalah orientasi percakapan. Hal ini dimaknai sebagai
sejauhmana keluarga menciptakan iklim dalam keluarga, sehingga anggota keluarga dapat didorong
untuk berpartisipasi dalam interaksi tentang beragam topik, yang kemudian anggota keluarga bebas,
intensitas bertemu tinggi, dan spontan dalam berinteraksi satusama lain tanpa banyak batasan waktu
(Koerner & Fitzpatrick, 2006:54-55). Keluarga dengan dimensi orientasi percakapan rendah akan
berdampak pada kondisi internal keluarga yaitu anggota lebih jarang berinteraksi satu sama lain,
kurangnya bertukar pikiran, perasaan, dan aktivitas (Koerner & Fitzpatrick, 2006:55). Orang tua yang
cenderung menggunakan aspek orientasi akan lebih sering berkomunikasi dengan anak-anak. Hal ini
bertujuan sebagai sarana pokok dalam mendidik dan mensosialisasikan sesuatu kepada anaknya, dan
sebaliknya keluarga yang rendah dalam orientasi percakapan maka tidak memerlukan pertukaran
pendapat di dalam keluarga dalam mengambil sebuah keputusan (Koerner & Fitzpatrick, 2006:55).

b. Conformity Orientation

Dimensi komunikasi keluarga yang kedua adalah orientasi konformitas. Orientasi ini mengacu pada
keluarga yang menekankan iklim homogenitas sikap, keyakinan, dan nilai, sehingga komunikasinnya
ditandai oleh interaksi yang menonjolkan persamaan sikap dan keyakinan yang berfokus pada
keharmonisan, meminimalisir konflik, dan saling bergantung antara anggota dalam keluarga (Koerner &
Fitzpatrick, 2006:55). Selain itu, orientasi ini mencerminakan anak patuh kepada orang tua atau orang
yang lebih dewasa. Oleh karena itu, keluarga yang tinggi dalam orientasi konformitas memiliki
persamaan pemahaman terhadap nilai-nilai yang diterapkan dalam keluarga, sehingga orang tua mampu
mengkomunikasikan kepada anak terkait pengambilan keputusan dalam keluarga. Selain itu, orientasi ini
juga menimbulkan perasaan nyaman kepada anak, sehingga anak akan memprioritaskan aktivitas dalam
keluarga dibandingkan lainnya, serta anak akan menunggu keputusan orang tua dalam hal kegiatan di
luar keluarga (Koerner & Fitzpatrick, 2006:55-56).

Berikut ini ada pula beberapa kriteria perkembangan sosial emosional yang dijelaskan oleh Hurlock, yang
secara umum terdapat pada diri anak yaitu:24

1) Rasa takut

Dikalangan “yang lebih besar atau usia sekolah, rasa takut berpusat pada bahaya yang bersifat fantastik,
adikodrati dan samar-samar. Mereka takut pada gelap dan makhluk imajinatif yang diasosiasikan dengan
gelap, pada kematian atau luka,pada kilat Guntur, serta pada karakter yang menyeramakn yang terdapat
pada dongeng, film, televisi, atau komik. Terlepas dari usia anak, ciri khas yang penting pada semua
rangsangan takut ialah tersebut terjadi secara mendadak dan tidak diduga, dan anak-anak hanya
mempunyai kesempatan yang sedikit untuk menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Namun seiring
dengan perkembangan intelektual dan meningkatnya usia anak, mereka dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.”

2) Rasa marah
Pada umumnya, “kemarahan disebabkan oleh berbagai rintangan terhadap gerak yang diinginkan anak
baik rintangan itu berasal dari orang lain atau berasal dari ketidakmauannya sendiri, rintangan terhadap
aktivitas yang sudah berjalan dan sejumlah kejanggalan yang menumpuk. Pada anak-anak usia dini
sekolah, rintangan berpusat pada gangguan terhadap keinginan,” gangguang terhadap aktivitas yang
dilaksanakan, selalu dipersalahkan,digoda dan dibandingkan secara tidak menyenangkan dengan orang
lain atau anaklain.
3) Rasa cemburu
Rasa “cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau
ancaman kehilangan kasih sayang. Cemburu disebabkan kemarahan yang menimbulkan sikap jengkel
dan ditujukan kepada orang lain. Pola rasa cemburu seringkali bersala dari takut yang berkombinasi
dengan rasa marah.”

4) Duka cita atau kesedihan


Bagi “anak-anak, duka cita bukan merupakan keadaan yang umum. Hal ini dikarenakan tiga alasan,
pertama para orang tua, guru dan orang dewasa lainnya berusaha mengamankan anak tersebut dari
berbagai duka cita yang menyakitkan. Karena hal itu dapat merusak kebahagiaan masa kanak-kanak dan
dapat menjadi dasar bagi masa dewasa yang tidak bahagia. Kedua, anak-anak terutaman palabila
mereka masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak bertahan terlalu lama, sehingga mereka dapat
dibantu melupakan duka cita tersebut, bila ia dialihkan kepada sesuatu yang menyenangkan. Ketiga,
tersedianya pengganti untuk sesuatru yang telah hilang, mungkin berupa mainan yang disukai, ayah atau
ibu yang dicintai, sehingga dapat memalingkan mereka dari kesedihan kepada kebahagiaan. Namun
seiring dengan meningkatnya usia anak, kesediaan anak semiakin bertambah dan untuk mengalihkan
kesedihan dari anak-anak tidak efektif lagi.”

5) Keingintahuan
Anak-anak menunjukkan keingintahuan “melalui berbagai perilaku, misalnya dengan bereaksi secara
positif terhadap unsur-unsur yang baru, aneh, tidak layak atau misterius dalam lingkungannya dengan
bergerak ke arah benda tersebut, memperlihatkan kebutuhan atau keinginan untuk lebih banyak
mengetahui tentang dirinya sendiri atau lingkungannya untuk mencari pengalaman baru dan memeriksa
rangsangan dengan maksud untuk lebih banyak mengetahui seluk-beluk unsur-unsur tersebut.”

6) Kegembiraan
Gembira “adalah emosi yang meneyenangkan yang dikenal juga dengan kesenangan dan kebahagiaan
seperti bentuk emosi-emosi sebelumnya. Kegembiraan pada masing-masing anak berbeda, baik
mencakup instansi dan cara mengekspresikannya. Pada anak-anak usia sekolah awal, sebagian
kegembiraan disebabkan oleh keadaaan fisik yang sehat, situasi yang ganjil, permainan kata-kata,
malapetaka ringan, atau suara yang tiba-tiba sehingga membuat mereka tersenyum. Sebagian lainnya
disebabkan karena mereka berhasil mencapai tujuan yang mereka inginkan.”

7) Kasih sayang
Kasih sayang adalah “reaksi emosional terhadap seseorang atau binatang atau benda. Hal ini
menunjukkan perhatian yang hangat, dan memungkinkan terwujud dalam bentuk fisik atau kata-kata
verbal. Anak-anak cenderung paling suka kepada orang yang menyukai mereka dan bersikap ramah
terhadap orang itu. Kasih sayang mereka terutama ditujukan kepada manusia atau objek lain yang
merupakan pengganti manusia yaitu berupa: binatang atau beda-benda. Agar menjadi emosi yang
menyenangkan dan dapat menunjang yang baik, kasih sayang dari anak-anak harus berbalas.
Menurut Hurlock, perkembangan sosial emosional adalah perkembangan perilaku yang sesuai dengan
tuntunan sosial, dimana perkembangan emosional adalah suatu proses dimana anak melatih
rangsangan-rangsangan sosial terutama yang didapat dari tuntutan kelompok serta belajar bergaul dan
bertingkah laku

Hurlock, Elizabeth B. 1996. Perkembangan Anak Jilid I, Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai