Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MANAJEMEN LINEN
(Pengolahan Linen Infeksius dan Non Infeksius)

Kelompok 9

DOSEN PEMBIMBING
Wiwik Utami, M.Kes

NAMA KELOMPOK 9 :
1. CICI’ SUPRAPTINI (19001090)
2. DIAH PUSPITA ANGGRAINI (19001089)
3. BAGUS SETIAWAN (19001071)
4. FIRANDANU ABU JALIL (19001051)
5. SALWA LAILY (19001061)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN RAJEKWESI BOJONEGORO


TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Alamat : Jl. KH. Rosyid KM.05 Ngumpakdalem, Dander,


Bojonegoro, Telp. (0353) 882197 Fax. (0353) 881902

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan tugas mata kuliah Pasien Safety dengan tugas makalah yang berjudul
Managemen Linen Infeksius dan Non Infeksius.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca, mahasiswa dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bojonegoro, 8 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Manfaat........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
A. Pengelolaan Linen di Rumah Sakit...........................................................6
B. Potensi Bahaya Pada Instalasi Pencucian (Loundry)............................14
C. Peran Pengelolaan Linen dalam Pencegahan Infeksi Nososkomial.....16
BAB III..................................................................................................................20
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................20
A. Kesimpulan................................................................................................20
B. Saran..........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang khas terjadi atau didapat di rumah sakit. Infeksi ini
telah dikenal sejak lama. Permasalahan yang terjadi akibat infeksi nosokomial sangatlah
kompleks dan dapat menyebabkan kerugian bagi pasien maupun bagi rumah sakit, bahkan dapat
mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Mengingat bahwa penularan
penyakit dapat melalui udara, percikan dan kontak, sehingga indikator kejadian infeksi
nosokomial menjadi penting untuk diperhatikan. Salah satu upaya untuk menekan terjadinya
infeksi nosokomial adalah dengan malakukan manajemen linen yang baik. Selain itu pengetahuan
dan perilaku petugas kesehatan juga mempunyai peran yang sangat penting. Petugas kesehatan
wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain (pasien dan pengunjung) serta
bertanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
Rumah sakit sebagai sistem terpadu, terdiri dari subsistem yang saling terkait. Subsistem yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan linen adalah loundry, mulai dari perencanaan, pencucian
linen kotor menjadi linen bersih, yang dapat membuat pasien menjadi nyaman dan mencegah
terjadiya infeksi. Karena pada dasarnya linen kotor merupakan sumber timbulnya suatu penyakit.
Pengelolaan linen di rumah sakit merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan Rumah Sakit dan merupakan pelayanan penunjang medik. Linen di rumah sakit
dibutuhkan di setiap ruangan. Kebutuhan akan linen di setiap ruangan ini sangat bervariasi, baik
jenis, jumlah dan kondisinya. Untuk mendapatkan kualitas linen yang baik, nyaman dan siap
pakai, diperlukan perhatian khusus, seperti kemungkinan terjadinya pencemaran infeksi dan efek
penggunaan bahan-bahan kimia.
Salah satu unit yang berhubungan langsung dengan linen kotor adalah ruang rawat inap.
Rawat inap adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional
akibat penyakit tertentu, dimana pasien diinapkan disuatu ruangan di rumah sakit. Pengelolaan
linen kotor di ruang rawat inap, bersifat sangat kompleks. Tetapi banyak rumah sakit yang belum
sadar akan pentingnya pengelolaan linen kotor, sebab pihak rumah sakit pada umumnya lebih
mementingkan kebutuhan medis dibandingkan dengan kebutuhan pendukung seperti steek laken,
seprai, handuk dll. Oleh karena itu pengelolaan linen kotor di rumah sakit sangat penting karena
untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pengelolaan linen di rumah sakit?
2. Potensi bahaya apa saja yang terdapat pada instalasi pencucian/loundry?
3. Bagaimana peran pengelolaan linen dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
di rumah sakit?
C. Manfaat
1. Mengetahui proses pengelolaan linen di rumah sakit.
2. Mengetahui potensi bahaya yang terdapat pada instalasi pencucian/loundry.
3. Mengetahui peran pengelolaan linen dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
di rumah sakit.

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Linen di Rumah Sakit


Linen adalah bahan/alat yang terbuat dari kain maupun tenun. Linen di rumah sakit terbagi
menjadi 2 yaitu:
a. Linen infeksius adalah linen yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan feses
terutama yang berasal dari infeksi TB paru, infeksi Salmonella dan Shigella (sekresi dan
ekskresi), HBV, dan HIV (jika terdapat noda darah) dan infeksi lain yang spesifik (SARS)
dimasukkan ke dalam kantung dengan segel yang dapat terlarut di air dan kembali ditutup
dengan kantung luar berwarna kuning bertuliskan terinfeksi.
b. Linen non infeksius adalah linen yang tidak terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh dan feses
yang berasal dari pasien lainnya secara rutin, meskipun mungkin linen yang diklasifikasikan
dari seluruh pasien berasal dari sumber ruang isolasi yang terinfeksi.
Linen kotor adalah linen yang telah dipakai oleh pasien, pegawai, perkantoran maupun
oleh keluarga pasien di rumah sakit. Linen kotor merupakan sumber infeksi yang dapat menjadi
perantara tertularnya penyakit dari orang yang menderita penyakit infeksius ke orang lain yang
mempunyai daya tahan tubuh rendah. Linen kotor terbagi menjadi dua macam yaitu, linen
infeksius dan linen non infeksius. Linen infeksius adalah linen yang terkontaminasi darah, cairan
tubuh, sekresi dan ekresi sedangkan linen non infeksius adalah linen kotor yang berasal dari
pasien, bagian administrasi, apotik dan lain-lain yang tidak terkontaminasi oleh darah dan cairan
tubuh.
Ada bermacam-macarn jenis linen yang digunakan di rumah sakit. Jenis linen yang
dimaksud antara lain : Sprei/ laken, Steek laken, Perlak/ Zeil, Sarung bantal, Sarung guling,
Selimut, Boven laken, Alas kasur, Bedcover, Tirai/gorden, Vitrage, Kain penyekat/scherm,
Kelambu, Taplak, Barak schort (tenaga kesehatan dan pengunjung), Celemek, topi,lap, Baju
pasien, Baju operasi, Kain penutup (tabung gas, troli dan alat kesehatan lainnya), Macam-macam
doek, Popok bayi, baju bayi, kain bedong, gurita bayi, Steek laken bayi, Kelambu bayi, Laken
bayi, Selimut bayi, Masker, Gurita, Topi kain, Wash lap, Handuk (Handuk untuk petugas, Handuk
pasien untuk mandi, Handuk pasien untuk lap tangan, Handuk pasien untuk muka), Linen operasi
(baju, celana, jas, macam-macam laken, topi, masker, doek, sarung kaki, santng meja mayo, alas
meja instrumen, mitela, barak schort)

1. Peran dan Fungsi Pengelolaan linen


Peran pengelolaan manajemen linen di rumah sakit cukup penting. Diawali dari perencanaan,
salah satu subsistem pengelolaan linen adalah proses pencucian. Alur aktivitas fungsional dimulai
dari penerimaan linen kotor, penimbangan, pemilahan, proses pencucian, pemerasan,
pengeringan, sortir noda, penyetrikaan, sortir linen rusak, pelipatan, merapikan, mengepak atau
mengemas, menyimpan, dan mendistribusikan ke unit-unit yang membutuhkannya, sedangkan
linen yang rusak dikirim ke kamar jahit.
Untuk melaksanakan aktivitas tersebut dengan lancar dan baik, maka diperlukan alur yang
terencana dengan baik. Peran sentral lainnya adalah perencanaan, pengadaan, pengelolaan,
pemusnahan, kontrol dan pemeliharaan fasilitas kesehatan, dan lain-lain, sehingga linen dapat
tersedia di unit-unit yang membutuhkan.

2. Prinsip Pengelolaan Linen di Rumah Sakit


Rendah
Kemungkinan
menimbulkan infeksi Desinfeksi tingkat
rendah
Tinggi
Secara umum infeksi
yang disebabkan karena - Desinfeksi tingkat
linen relative rendah tinggi
- sterilisasi

Karena tidak kontak


langsung dengan jaringan
tubuh yang steril atau
dengan pembuluh darah

3. Penatalaksanaan linen dibedakan menurut lokasi dan kemungkinan transmisi organisme


berpindah :
a. Di ruangan ruangan
b. Perjalanan transportasi linen kotor
c. Pencucian di Laundry
d. Penyimpanan linen bersih
e. Distribusi linen bersih
Untuk lebih terperinci penanganan linen dimulai sejak di ruangan sampai ke laundry
adalah sebagai berikut :
a. Pengelolaan linen di ruangan
Seperti disebutkan di atas yang dimaksud dengan linen yang infeksius dan non
infeksius yang secara spesifik diperlakukan secara khusus dengan wadah linen yang
berbeda. Penanganan linen dimulai dari proses verbeden (penggantian linen).

vii
Pelaksanaan verbeden dilakukan oleh perawat dimana sebelum dilakukan
penggantian linen bersih harus melepaskan linen kotor dengan demikian perawat
tersebut akan kontak dengan linen kotor baik itu dengan linen infeksius maupun
tidak terinfeksi. Prosedur untuk linen kotor infeksius :
1) Biasakan mencuci tangan hygienis dengan sabun paling tidak 5060 detik sebelum
dan sesudah melakukan pekerjaan.
2) Gunakan APD : Sarung tangan, masker dan apron
3) Persiapkan alat dan bahan : ember, dengan tulisan linen infeksius , kantung
dalam linen infeksius.
4) Lipat bagian yang terinfeksi di bagian dalam lalu masukan linen kotor infeksius
kedalam plastik bawa ke bak linen menggunakan ember tertutup.
Sedangkan untuk prosedur untuk linen non infeksius :
1) Biasakan mencuci tangan hygienic dengan sabun paling tidak 50 60 detik
sebelum dan sesudah melakukan pekerjaaan
2) Gunakan APD : sarung tangan, masker dan apron,
3) Lipat bagian yang terkena noda bagian dalam lalu masukan linen kotor kedalam
ember tertutup dan bawa ke bak linen non infeksius yang sudah tersedia di
bangsal.

4. Asal linen kotor dirumah sakit berasal dari berbagai unit pelayanan sebagai berikut.
a. Perkantoran / administrasi
b. Poliklinik / rawat jalan
c. Unit gawat darurat
d. Ruang rawat inap
e. Unit khusus:
1) Intensive care unit
2) Intensive coronary care unit
3) Neonatal intensive care unit
4) Unit perawatan luka bakar
5) Ruang isolasi
f. Kamar isolasi

5. Karakteristik linen kotor sesuai dengan asalnya, sehingga penanganannya juga dibedakan
menjadi:
a. Linen yang berasal dari perkantoran
Berasal dari kantor direksi/staf, pendidikan dan pelatihan perpustakaan, ruang administrasi di
seluruh unit, dapur, kamar jenazah, farmasi dan lain-lain. Contohnya, tirai jendela, lap tangan,
taplak, dan lain-lain yang berkaitan dengan administrasi. Termasuk linen non infeksius karena
tidak terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh.
b. Linen kotor yang berasal dari rawat jalan
Linen kotor yang dihasilkan tergantung dari poliklinik yang menanganinya, yaitu:
1) Poli bedah, menghasilkan linen kotor yang infeksius dan non infeksius. Contohnya
darah dan obat-obat luka.
2) Poli penyakit dalam, menghasilkan linen kotor yang infeksius dan non infeksius.
Biasanya tercemar dengan keringat atau obat gosok yang dibawa oleh pasien.
3) Poli anak, menghasilkan linen kotor yang biasanya tercemar oleh urin.
4) Poli kebidanan, menghasilkan linen kotor yang tercemar oleh air ketuban dan darah.
5) Unit gawat darurat, menghasilkan linen infeksius dan non infeksius. Noda pada linen
biasanya darah, nanah,muntah, urin, tinja atau tanah.
6) Ruang rawat inap, menghasilkan linen kotor yang infeksius dan non infeksius.
Contohnya darah, urin, atau tinja tergantung dari asal ruangan.
c. Linen yang berasal dari unit khusus
Menghasilkan linen infeksius dan non infeksius. Contohnya noda yang disebabkan oleh
darah, urin dan obat-obatan.
d. Linen yang berasal dari kamar operasi
Terbagi menjadi dua, yakni operasi terencana yang menghasilkan linen infeksius dan operasi
cito dapat menghasilkan infeksius dan non infeksius. Contohnya darah dan obat-obatan.

6. Sistem Pengelolaan Linen di Rumah Sakit di bedakan menjadi 2 yaitu:


a. Sistem sentralisasi yaitu suatu sistem pengelolaan linen yang meliputi perencanaan,
pengusulan, pengadaan, distribusi, pencucian, pemeliharaan sampai inventorinya dikelola
oleh satuan kerja yaitu loundry.
b. Sistem Desentralisasi yaitu suatu sistem pengelolaan linen dimana perencanaan,
pengusulan, pengadaan serta inventorinya dilakukan oleh masing-masing satuan kerja,
sedangkan loundry hanya melaksanakan pencucian dan pemeliharaan linen saja.

7. Penanganan dan Pengangkutan Linen di Rumah Sakit:


a. Troli yang berbeda antara linen kotor dengan linen bersih (pembedaan warna kode)
b. Troli/wadah mampu menampung beban linen
c. Muatan tidak berlebih
d. Pembersihan troli linen dengan chlorin 0,5%
e. Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan bersamaan.

ix
8. Penyortiran
Linen disortir dengan tiga kategori umum:
a. Tingkat kotoran (jenis)
b. Jenis kain (serat dan warna)
c. Proses (sesuai alat yang digunakan)

9. Proses Pencucian linen


Suhu yang direkomendasikan untuk tekstil: katun (90oC), Polykatun 80 oC, Polyester (75 oC),
Wol dan Silk (30 oC).
a. Flush (Pembasahan)
Satu atau lebih pembasahan diperlukan untuk menghilangkan kotoran yang larut pada air
dan membantu penyerapan bahan kimia secara cepat keserat benang pada saat proses
penyabunan berlangsung. Pembasahan umumnya memakai level air tinggi dengan kisaran
waktu 2-3 menit. Fungsi lain dari pembasahan adalah menyesuaikan suhu sebelum proses
penyabunan yang umumnya memakai suhu tinggi.
b. Washing (Penyabunan)
Tahap ini adalah tahap pencucian yang sebenarnya, tahap ini umumnya memakai deterjen
powder(bubuk)/liquid(cair) dengan suhu tinggi dan berkisar 8-15 menit.
c. Carryover Suds (Pembilasan awal)
Step ini biasanya digunakan untuk menurunkan suhu dan kadar deterjen sebelum memasuki
proses penghilangan noda. Umumnya menggunakan level air tinggi dan 2- 5 menit.
d. Bleacing
Proses ini untuk menghilangkan noda, umumnya menggunakan bahan kimia bersifat
chlorine dengan suhu antara 60-60oC dengan waktu 8-10 menit.
e. Rinse (pembilasan) dua atau tiga kali menggunakan sour
Tahapan ini untuk mengurangi bahan kimia dan menurunkan suhu, 2-3 menit dengan level
yang tinggi.
f. Soft (Final Rinse)
Langkah ini adalah untuk perawatan linen dengan cara mendapatkan kadar ph yang sesuai
dengan kulit manusia dan ditambahkan softener untuk penampilan dan rasa nyaman
terhadap linen. Umumnya memakai air hangat atau dingin dengan level air menengah dan
3-5 menit.
g. Exstrack (pemerasan)
Tahap ini untuk mengurangi kadar air di linen sebelum proses pengeringan. Umumnya
membutuhkan waktu antara 2- 12 menit tergantung jenis dan ketebalan kain.
h. Drying (pengeringan)
Semua linen yang keluar dari proses pencucian harus dikeringkan sesuai dengan masing-
masing jenis pengeringan:
1) Dry cleaning: untuk memeriksakan pakaian yang akan dicuci, menyortir pakaian dan
menghindari kerusakan bahan.
2) Tumbling: lebih untuk mengeringkan handuk
3) Ironing: untuk penyetrikaan cucian yang berbentuk lembaran
4) Finishing: untuk menyelesaikan pengepresan dan penyeterikaan pakaian tamu setelah
selesai dikeringkan.
5) Pressing: untuk penyetrikaan cucian yang menggunakan setrika(iron) maupun setrika
press (press machine).
i. Folding (pelipatan linen bersih)
j. Storing (penyimpanan)
Gudang penyimpanan sebaiknya jangan tercampur dengan linen kotor karena bisa cross
kontaminasi, dengan membersihkan secara rutin digudang penyimpanan dan
memperhatikan sirkulasi udara sangatlah membantu untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.

10. Prosedur Pengelolaan Linen


a. Prosedur untuk linen kotor infeksius
1) Biasakan mencuci tangan hygienes dengan sabun 10-15 detik sebelum dan sesudah
melakukan pekerjaan.
2) Gunakan APD: sarung tangan, masker dan apron
3) Persiapkan alat dan bahan: sikat, ember dengan tulisan infeksius, kantung dalam linen
infeksius, kantung luar linen infeksius dan tali untuk pengikat.
4) Lipat bagian terinfeksi di bagian dalam
5) Siapkan trollt linen kotor
6) Kantung linen kotor yang sudah tertutup siap dimasukkan dan dikumpulkan ke trolly
linen kotor untuk dibawa ke loundry.
b. Prosedur untuk linen kotor non infeksius
1) Biasakan mencuci tangan hygienes dengan sabun 10-15 detik sebelum dan sesudah
melakukan pekerjaan.
2) Gunakan APD: Sarung tangan, masker dan apron
3) Persiapkan alat dan bahan: sikat, ember dengan tulisan linen non infeksius, kantung
linen tidak terinfeksi.
4) Siapkan trolly linen kotor
5) Beberapa kantung linen kotor yang sudah tertutup siap dimasukkan dan dikumpulkan
ke trolly linen kotor untuk dibawa ke loundry.

xi
11. Alur Pengiriman Linen Kotor

infeksius
Linen kotor yang
dipakai pasien Non Dikirim ke loundry
Infeksius

Dikeringkan-disetrika Dipisah-ditimbang-
dicuci

Linen Steril Linen non steril

Gudang penyimpanan CSSD

Distribusi Distribusi

12. Monitoring dan Evaluasi


Kualitas dan kuantitas Linen:
a. Kualitas : bersih, tidak bernoda, tidak berbau, cemerlang, dan bebas kuman
b. Kuantitas: jumlah linen, frekuensi pencucian (150x(VIP), 200 (biasa)
Selain itu pemakaian deterjen, pelembut, pengharum, pemutih dan bahan kimia lainya
harus dievaluasi guna menguji keefektifannya.
B. Potensi Bahaya Pada Instalasi Pencucian (Loundry)
1. Bahaya Mikrobiologi
Bahaya mikrobiologi adalah penyakit atauau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
mikroorganisme hidup seperti baftreri, virus, ricketsia, parasit dan jarnur. Petugas pencucian
yang menangani linen kotor senantiasa kontak dengan bahan dan menghirup udara yang
tercemar kuman patogen. Penelitian bakteriologis pada instalasi pencucian menunjukkan
bahwa jumlah total bakteri meningkat 50 kali selama periode waktu sebelum cucian mulai
diproses.
Mikroorganisme tersebut adalah:
a. Mycobacteriam tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah mikroorganisme penyebab tuberkulosis dan paling
sering menyerang paru-paru (±90%). Penularannya melalui percikan atau dahak
penderita.
Pencegahan:
- Meningkatkan pengertian dan dan kepedulian petugas rurnah sakit terhadap penyakit
TBC dan penularannya.
- Mengupayakan ventilasi dan pencahayaan yang baik dalam ruangan Instalasi
Pencucian.
- Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP.
- Melakukan tindakan dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi terhadap bahan dan alat
yang digunakan.
- Secara teknis setiap petugas harus melaksanakan tugas pekerjaan sesuai SOP.
b. Virus Hepatitis B
Selain manifestasi sebagai hepatitis B akut dengan segala komplikasinya, lebih penting
dan berbahaya lagi adalah manifestasi dalam bentuk sebagai pengidap (carrier) kronik,
yang dapat merupakan sumber penularan bagi lingkungan.
Penularan dapat melalui darah dan cairan tubuh lainnya.
Pencegahan:
- Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian petugas rumah sakit terhadap penyakit
hepatitis B dan penularannya.
- Memberikan vaksinasi pada petugas.
- Menggunakan APD sesuai SOP.
- Melakukan tindakan dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi terhadap bahan dan
peralatan yang dipergunakan terurama bila terkena bahan infeksi.
- Secara teknis setiap petugas harus melaksanakan tugas pekerja sesuai SOP.
c. Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus)

xiii
Penyakit yang ditimbulkannya disebut AIDS. Virus HIV menyerang target sel dalam
jangka waktu lama. Jarak waktu masuknya virus ke tubuh satmpai timbulnya AIDS
bergantung pada daya tahan tubuh seseorang dan gaya hidup sehatnya. HIV dapat hidup
di dalam darah, cairan vagina, cairan sperma, air susu ibu. sekreta dan ekskreta tubuh.
Penularannya melalui darah, jaringan, sekreta, ekskreta tubuh yang mengandung virus
dan kontak langsung dengan kulit yang terluka.
Pencegahan:
- Linen yang terkontaminasi berat ditempatkan dikantong plastik keras yang berisi
desinfektan, berlapis ganda, tahan tusukan, kedap air dan berwarna khusus serta diberi
label Bahan Menular/AIDS selanjutnya dibakar.
- Menggunakan APD sesuai SOP.

2. Bahaya Bahan Kimia


a. Debu
Pada instalasi linen debu dapat berasal dari bahan linen itu sendiri.
Pengendalian
- Pencegahan terhadap sumber
Diusahakan agar debu tidak keluar dari sumbernya dengan mengisolasi sumber debu
- Memakai APD sesuai SOP
- Ventilasi yang baik dengan alat lokal exhauster.
b. Bahaya bahan kimia
Sebagian besar dari bahaya di instaiasi pencucian diakibatkan oleh zat kimia, seperti,
deterjen, desinfektan, Zat Pemutih dll.

3. Bahaya Fisika
a. Bising
b. Cahaya
c. Listrik
d. Panas
e. Getaran

4. Ergonomi
5. Bahaya Psikososial
6. Keselamatan dan kesehatan kerja
C. Peran Pengelolaan Linen dalam Pencegahan Infeksi Nososkomial

Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi agen yang patogen atau
infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen adalah
bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Infeksi dapat bersifat lokal atau general (sistemik).
Infeksi lokal ditandai dengan adanya inflamasi yaitu sakit, panas, kernerahan, pembengkakan dan
gangguan fungsi. Infeksi sistemik mengenai seluruh tubuh yang ditandai dengan adanya demam,
menggigil, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda spesifik lainnya.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit.
Infeksi nosokomial dapat terjadi setiap saat dan di setiap tempat di rumah sakit. Untuk mencegah
dan mengurangi kejadian infeksi nosokomial serta menekan angka infeksi ke tingkat serendah-
rendahnya, perlu adanya upaya pengendalian infeksi nosokomial. Pengendalian infeksi
nosokomial bukan hanya tanggung jawab pimpinan rumah sakit atau dokter/perawat saja tetapi
tanggung jawab bersama dan melibatkan semua unsur/profesi yang ada di rumah sakit
1. Suatu infeksi dinyatakan sebagai infeksi nosokomial apabila:
a. Waktu mulai dirawat tidak ditemukan tanda-tanda infeksi dan tidak sedang dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
b. Infeksi timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak ia mulai dirawat.
c. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari masa inkubasi.
d. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
2. Yang merupakan sumber infeksi nosokomial adalah:
a. Petugas rumah sakit (perilaku)
1) Kurang atau tidak memahami cara-cara penularan penyakit
2) Kurang atau tidak memperhatikan kebersihan
3) Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptik dan antiseptik.
4) Menderita suatu penyakit
5) Tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah melakukan pekerjaan.
b. Alat-alat yang dipakai (alat kedokteran/kesehatan, linen dan lain-lain)
1) Kotor atau kurang bersih / tidak steril
2) Rusak atau tidak layak pakai
3) Penyimpanan yang kurang baik
4) Dipakai berulang-ulang
5) Lewat batas waktu pemakaian
c. Pasien
1) Kondisi yang sangat lemah (gizi buruk)
2) Kebersihan kurang
3) Menderita penyakit kronik/menahun.

xv
4) Menderita penyakit menular/infeksi
d. Lingkungan
1) Tidak ada sinar (matahari, penerangan) yang rnasuk .
2) Ventilasi/sirkulasi udara kurang baik
3) Ruangan lembab
4) Banyak serangga
3. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya infeksi:
a. Banyaknya pasien yang dirawat di rumah sakit yang dapat menjadi sumber infeksi bagi
lingkungan dan pasien lain
b. Adanya kontak langsung anrara pasien satu dengan pasien lainnya.
c. Adanya kontak langsung antara pasien dengan perugas rumah sakit yang terinfeksi.
d. Penggunaan alat-alat yang terkontaminasi.
e. Kurangnya perhatian tindakan aseptik dan antiseptik.
f. Kondisi pasien yang lemah.
4. Langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah / mengurangi terjadinya
infeksi nosokomial yaitu:
a. Petugas
1) Petugas harus bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedure (SOP) untuk
pelayanan linen.
2) Memperhatikan aseptik dan antiseptik
3) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan
4) Bila sakit segera berobat
b. Alat-alat
1) Perhatikan kebersihan (alat-alat loundry, troli untuk transportasi linen)
2) Penyimpanan linen yang benar dan perhatikan batas waktu penyimpanan (fifo)
3) Linen yang rusak segera diganti (afkir)
c. Ruangan/lingkungan
1) Tersedia air yang mengalir untuk cuci tangan
2) Penerangan cukup
3) Ventilasi/sirkulasi udara baik
4) Perhatikan kebersihan dan kelembaban ruangan
5) Pembersihan secara berkala
6) Lantai kering dan bersih
5. Kegiatan linen mendukung prinsip keselamatan pasien dalam hal :
a. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Upaya ini dilakukan dengan cara melakukan sterilisasi linen di CSSD, pencucian secara
rutin/ berkala linen, menyediakan kontainer tertutup untuk linen kotor untuk mencegah
penularan infeksi.
b. Pengurangan risiko pasien jatuh
Upaya ini dilakukan linen dengan cara bekerjasama dengan sanitasi dan cleaning servis
untuk pembersihan rutin area resiko jatuh seperti lantai yang licin terkena cairan dengan
memanfaatkan linen yang tidak terpakai sebagai bahan penyerap cairan.

xvii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Proses pengelolaan Linen di Rumah Sakit terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap
persiapan, pengambilan Linen Kotor, penimbangan, Pensortiran/ Pemilahan, Proses
Pencucian, Pemerasan, Sortir Noda (Spoting), Pengeringan, Penyetrikaan, Sortir Linen
rusak, Pelipatan, Merapikan, pengepakan/ pengemasan, Penyimpanan, Distribusi,
Perawatan kualitas linen, Pencatatan dan pelaporan
2. Potensi Bahaya yang terdapat di Instalasi Lounry (Pencucian) yaitu meliputi bahaya
Mikrobiologis, Kimia, Fisik, Ergonomi, Bahaya Psikososial dan Keselamatan Kesehatan
Kerja yang dapat mempengaruhi Petugas, pasien maupun keluarga pasien.
3. Pengelolaan Linen di rumah sakit mempunyai peranan penting dalam upaya pencegahan
dan pengendalian terjadinya infeksi nosokomial. Pengelolaan linen yang memenuhi
standar SOP akan mengurangi terjadinya penularan infeksi di rumah sakit.
B. Saran
1. Pada hakikatnya, sebagai petugas kesehatan harus mengetahui dampak dari linen kotor
untuk menghindari infeksi-infeksi yang akan ditimbulkan, maka diperlukan kesadaran
dari tiap individu untuk belajar dengan tujuan mengetahui dampak negatif yang akan
ditimbulkan dari linen kotor.
2. Perlu adanya komunikasi 2 arah antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga
tentang linen kotor karena walau kemungkinannya kecil, penularan penyakit infeksi dari
linen kotor dapat terjadi pada pasien dan keluarga pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Niken P, Adinda dkk. 2009. Manajemen Linen, Laundry dan CSSD RS Linen Kotor di Rawat
Inap.Universitas Indonesia

Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Manajemen Linen di Rumah Sakit. Dirjen
PelayananMedik. Jakarta

Pedoman Pelayanan Linen di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Wonosari

xix

Anda mungkin juga menyukai