Anda di halaman 1dari 8

Jaringan tulang normal Jaringan tulang rawan normal

Jaringan otot skelet normal

Osteochondroma

Tumor tulang yang paling umum ditemukan adalah osteokondroma. Meskipun awitannya biasanya dimulai
pada masa anak, tumor ini berkembang sampai maturitas skeletal dan mungkin tidak terdiagnosa sampai masa
dewasa. Tumor ini mungkin tumbuh tunggal ataupun multiple dan dapat terjadi pada tulang manapun. Femur
dan tibia adalah yang paling sering terkena.

Pada tampilan makro, tumor mempunyai tudung kartilagenus dengan tunas tulang menembus dari tulang.
Seiring perkembangan tudung, tumor menulang dan mungkin menjadi maligna. Kira-kira 10% osteokondroma
berkembang menjadi sarkoma.

Condrosarcoma
Terbentuknya kartilago oleh sel tumor tanpa adanya osteogenesis yang hanya memproduksi kartilago hialin
sehingga terjadi abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago. Sel-sel kartilago menjadi ganas dan
mengakibatkan abnormalitas penonjolan tulang dengan variasi ukuran dan lokasi. Tumbuh membesar dan
mengikis korteks sehingga menimbulkan reaksi periosteal pada formasi tulang baru dan soft tissue.

Osteosarcoma

Penyebab osteosarkoma tidak diketahui, namun berbagai agen dan status penyakit dihubungkan dengan
perkembangan penyakit ini. Osteosarkoma dipercaya berasal dari sel stem mesenkim atau sel osteoprogenitor
yang mengalami gangguan dalam jalur diferensiasi osteoblas. Beberapa studi membuktikan bahwa
osteosarkoma mempunyai cancer stem cells. Penyebab yang paling diketahui berhubungan dengan penyakit ini
ialah radiasi. Osteosarkoma setelah terapi radiasi merupakan komplikasi yang jarang dan biasanya terjadi
setelah 15 tahun kemudian (antara 3-55 tahun). Sekitar 70% penyakit ini mempunyai abnormalitas genetik
seperti penyimpangan struktur kompleks dan jumlah kromosom.

Osteoid osteoma
Osteosid osteoma dibedakan melalui tampilannya yang bergranular bersemu merah jambu, yang dihasilkan dari
proliferasi osteoblas. Tidak seperti tumor lainnya, lesi tunggalnya berdiameter kurang dari 0,4 inci (1 cm).
Setiap tulang dapat terkena, tapi femur dan tibia adalah yang paling sering. Bila osteoid osteoma terjadi pada
kolumna spinalis dan sakrum, manisfestasi klinis yang muncul menyerupai sindrom diskus lumbalis. Klien
mengeluhkan nyeri yang terputus-putus, mungkin disertai oleh peningkatan kadar prostaglandin yang
diasosiasikan dengan tumor.

Sarcoma ewing

Patogenesis sarkoma Ewing masih diperdebatkan, terutama mengenai sel-sel yang menjadi asal muasalnya.
Sarkoma Ewing terkait dengan translokasi kromosom spesifik yang kemudian membentuk gen gabungan/fusi
yang mengkode protein-protein. Gabungan gen terdiri dari domain transaktivasi EWS dan domain pengikat
DNA yang merupakan salah satu dari keluarga faktor The Journal of Indonesian Orthopaedic, Volume 39,
Number 2, December 2011 95 transkripsi yakni FLI1, ERG, ETV1, ETV4 dan FEV.14,21 Lebih dari 85%
sarkoma Ewing terkait dengan translokasi kromosom t(11;22)(q24;q12) yang menghasilkan gen gabungan
EWS-FLI-1. Protein yang dihasilkan bersifat sebagai faktor transkripsi aberan yang menderegulasi program
ekspresi gen sel-sel target, sehingga menampakkan fenotip neuroektodermal primitif.22 Ekspresi gen gabungan
ini yang diyakini berperan kunci dalam patogenesis sarkoma Ewing. Sebuah studi menunjukkan gen gabungan
EWS-FLI-1 memiliki ekspresi yang stabil pada sel-sel punca mesenkim, yang dapat menjadi petunjuk
patogenesis lebih lanjut dari sarkoma Ewing dan bisa menunjukkan sel-sel yang menjadi asal muasal.

Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-grade sarcomatous dengan sel osteoblast
yang ganas, yang akan membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi
yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan
nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi
diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid
Osteoarthritis

OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan inflamasi. Terdapat 4 fase penting
dalam proses pembentukan osteoartritis yaitu fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri, fase degradasi.

1. Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya melakukan perbaikan
sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel,
faktor tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor b
(TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis
asam deoksiribo nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang peran
penting dalam perbaikan rawan sendi.
2. Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1 sehingga meningkatnya
pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor
nekrosis faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat
produk inflamasi pada osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak 11 negatif pada jaringan sendi,
khususnya pada kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.
3. Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas
fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah
subkondral sehingga menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan
lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa
nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan peregangan tendo,
ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan
radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena
pada pada proses remodelling trabekula dan subkondrial.
4. Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu meningkatkan sintesis enzim
yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila
terjadi jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin aktifator
plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga
mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang
berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan
sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis
Fraktur

Ketika tulang rusak, periosteum dan pembuluh darah di korteks, sumsum, dan jaringan lunak sekitarnya
terganggu. Pendarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak sekitarnya. Bekuan
(hematoma) terbentuk di dalam saluran meduler, di antara ujung tulang yang retak, dan di bawah periosteum.
Tulang jaringan berbatasan langsung dengan patah tulang mati. Jaringan nekrotik ini bersama dengan puing-
puing di daerah fraktur menstimulasi respon inflamasi intens yang ditandai oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi oleh leukosit inflamasi dan sel mast. Dalam 48 jam setelah cedera, jaringan vaskular
menyerang daerah fraktur dari jaringan lunak di sekitarnya dan rongga sumsum, dan aliran darah ke seluruh
tulang meningkat. Sel-sel pembentuk tulang di periosteum, endosteum, dan sumsum diaktifkan untuk
menghasilkan prosallus subperiosteal di sepanjang permukaan luar batang dan di atas ujung tulang yang patah.
Osteoblas dalam procallus mensintesis kolagen dan matriks, yang menjadi termineralisasi untuk membentuk
kalus (tulang tenunan).

Artitis gout

Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita
kurang dari 6 mg/dl. Apabila konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl dapat menyebabkan
penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau
penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat mengendap dalam sendi, akan
terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang
berulang – ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan mengendap dibagian
perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan
disertai penyakit ginjal kronis.

Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofi
(crystals shedding). Pada beberapa pasien gout atau dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan
pada sendi metatarsofalangeal dan patella yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan
demikian, gout ataupun pseudogout dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Pada penelitian penulis didapat
21% pasien gout dengan asam urat normal. Terdapat peranan temperatur, pH, dan kelarutan urat untuk timbul
serangan gout. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki
dan tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal monosodium urat diendapkan pada kedua tempat tersebut.
Predileksi untuk pengendapan kristal 7 monosodium urat pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga
dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.

Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir Kristal monosodium urat (MSU).
Reaksi inflamasi keliling kristal terutama terdiri dari sel mononuklir dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks
tulang terjadi disekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya prominen disekeliling tofi. Kristal dalam tofi berbentuk
jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier.

Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid glikosaminoglikan dan plasma protein. Pada artritis gout
akut cairan sendi juga mengandung Kristal monosodium urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi
dari sendi yang diambil segera pada saat inflamasi akut akan ditemukan banyak kristal didalam leukosit. Hal ini
disebabkan karena terjadi proses fagositosis.

Artitis reumatoid

Perubahan patologis, dapat berlanjut dalam 4 tahap. Pada sendi manapun, gambaran tahap yang berbeda dapat
timbul secara simultan, dan bahkan pada sendi yang telah rusak berat, proses inflamasi dapat terus berlanjut dan
secara serius memberi gangguan kesehatan sistemik dengan mengakselerasi proses penyakit lainnya seperti
penyakit jantung iskemik.

Tahap 1 – Pre-klinis Sebelum RA tampak jelas secara klinis, proses patologi pada sistem imun sudah dimulai.
Peningkatan LED, CRP dan RF dapat dideteksi bertahun-tahun sebelum diagnosis pertama ditegakkan.

Tahap 2 – Sinovitis Perubahan awal adalah kongesti vaskular dengan formasi pembuluh darah baru, proliferasi
sinoviosit dan infiltrasi lapisan subsinovial oleh polimorf, limfosit dan sel-sel plasma. Terdapat penebalan dari
struktur kapsular, formasi vili pada sinovium dan efusi yang kaya akan sel ke dalam sendi dan selubung tendon.
Walaupun terdapat nyeri, pembengkakan, nyeri tekan, strukturstruktur tersebut tetap masih intak dan mobil, dan
kelainan tersebut masih reversibel.

Tahap 3 – Destruksi Inflamasi menetap menyebabkan destruksi sendi dan tendon. Terdapat erosi kartilago
artikular, sebagian disebabkan oleh enzim proteolitik, sebagian lagi oleh jaringan vaskular di dalam lapisan
sinovium, sebagian sisanya oleh invasi langsung kartilago oleh jaringan granulasi yang tumbuh di permukaan
artikular. Invasi jaringan granulasi dan resorpsi tulang menyebabkan erosi tulang pada tepi sendi. Perubahan
serupa terjadi pada selubung tendon, menyebabkan tenosynovitis, invasi ikatan kolagen, dan pada akhirnya,
ruptur tendon parsial atau total. Efusi synovial, umumnya mengandung materi fibrinoid dalam jumlah banyak,
menyebabkan pembengkakan sendi, tendon dan bursa.

Tahap 4 – Deformitas Kombinasi dari destruksi artikular, peregangan kapsul dan ruptur tendon mengarah pada
instabilitas progresif dan deformitas pada sendi. Proses inflamasi umumnya terus berlanjut namun efek mekanis
dan fungsional dari disrupsi sendi dan tendon akan menjadi fatal.

Atrofi otot

Kehilangan suplai saraf dapat menyebabkan atrofi muskular, seperti pada cedera medula spinalis yang dapat
menghentikan stimulasi saraf ke otot di bawah bagian yang cedera. Otot ini secara bertahap mengalami atrofi
dan akhirnya muskulatur digantikan oleh jaringan fibrosa. Atrofi otot dapat juga terlihat pada penyakit iskemik
menahun ekstremitas bawah. Penurunan suplai darah merusak metabolisme di dalam sel dan atrofi terjadi
sebagai mekanisme perlindungan untuk mempertahankan aktivitas jaringan.

Parenkim tulang normal aktivitas osteoblast Parenkim tulang normal aktivitas osteoklas

Osteomyelitis
Osteomyelitis paling sering disebabkan oleh staphylococcus aureus. Organisme penyebab yang lain yaitu
salmonella, streptococcus, dan pneumococcus. Metafisis tulang terkena dan seluruh tulang mungkin terkena.
Tulang terinfeksi oleh bakteri melalui 3 jalur : hematogen, melalui infeksi di dekatnya atau scara langsung
selama pembedahan. Reaksi inflamasi awal menyebabkan trombosis, iskemia dan nekrosis tulang. Pus mungkin
menyebar ke bawah ke dalam rongga medula atau menyebabkan abses superiosteal. Suquestra tulang yang mati
terbentuk. Pembentukan tulang baru dibawah perioteum yang terangkan diatas dan disekitar jaringan granulasi,
berlubang oleh sinus-sinus yang memungkinkan pus keluar.

Penjelasan mengenai proses patogenesis dari osteomielitis menurut Topazian1 , mengarah pada permulaan dari
suatu peradangan akut dimana terjadi hiperemia, peningkatan permeabilitas kapiler dan infiltrasi granulosit.
Menurunnya sistem kekebalan tubuh pasien selama pembedahan atau pergerakan kronis dari fraktur yang tidak
diminimalisir dapat menjadikan osteomielitis supuratif terbentuk. Mekanisme trauma pada tulang menyebabkan
iskemia dan juga menjadikan organisme seperti bakteri dapat masuk menuju jaringan yang lebih dalam.
Jaringan nekrosis terjadi disebabkan karena dilepaskannya enzim proteolitik serta perusakan oleh bakteri dan
terjadi penyumbatan pembuluh darah. Ketika nanah yang terbentuk dari jaringan nekrosis dan bakteri yang mati
dengan sel darah putih berakumulasi dan terjadi peningkatan tekanan intermedular yang mengakibatkan
pembuluh darah terhenti, statis nya pembuluh vena dan kemudian terjadi iskemia jaringan. Nanah tersebut
disalurkan melalui pembuluh Haversian dan berakumulasi di bawah periosteum dan menaikkan nanah dari
korteks, dengan demikian semakin mengurangi asupan vaskular pada daerah tersebut. Hal tersebut membuat
proses terjadinya iskemia dan osteomielitis. Bakteri yang berproliferasi dan akhirnya terbentuknya suatu
jaringan nekrosis sulit untuk ditembus oleh antibiotik.

Metastasis pada tulang

Anda mungkin juga menyukai