Anda di halaman 1dari 3

ALAT BANTU PENGENDALIAN

OLEH

KELAS J MALAM:

1. ADE LIA DIAN PRATIWI (1802622010477) (1)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

TAHUN 2019
1. Teori hukum alam adalah teori awal tentang terbentuknya suatu
negara. Teori ini menurut sejarah ada pada zaman Plato dan
Aristoteles. Menurut teori ini, terjadinya negara adalah hal yang
natural atau alami. Segala sesuatu terjadi sesuai dengan hukum alam,
begitupun dengan negara. Teori pembentukan negara ini juga didasari
atas kecenderungan manusia untuk selalu bersosial, berkumul dan
saling berhubungan untuk mencapai kebutuhan hidupnya.

Kekuatan dan Kelemahan Hukum Alam

Prinsip utama hukum alam adalah hukum tersebut bersifat universal.


Nilai-nilai yang diajarkan dalam hukum alam berlaku bagi semua
pihak, tidak berubah karena kaitannya dengan alam. Unversalitas
tersebut menjadi kekuatan hukum alam, karena ia menjadi ukuran
validitas hukum positif. Hukum alam dapat digunakan sebagai
landasan dalam melakukan kritik terhadap keputusan-keputusan dan
peraturan-peraturan, dan bahkan mengkritik hukum. Universalitas ini
terlihat pada pemberlakuan nilai-nilai (values) dan moral, yakni
dengan nilai-nilai yang diturunkan dari Tuhan, yang secara filosofis
menjadi acuan bagi pembentukan hukum positif. Dengan kekuatan
tersebut, hukum alam dapat memberikan jawaban atas persoalan-
persoalan moral yang tidak dapat diselesaikan oleh hukum masa kini.

Namun demikian, universalitas tersebut juga menjadi kelemahan dari


hukum alam sendiri. Karena sifatnya yang universal, maka perlu untuk
dilakukan ‘positivisasi’ nilai-nilai dalam hukum alam tersebut, agar
secara konkrit dapat diketahui bentuk hukumnya untuk dapat
diterapkan dalam kehidupan sosial. Prinsip-prinsip dalam hukum alam
bersifat abstrak, sehingga perlu di-‘breakdown’ atau diterjemahkan ke
dalam peraturan yang lebih konkrit.

Mengacu pada Struktural-Fungsional (Talcott Parson), secara singkat


dapat dikatakan bahwa kekuatan hukum alam adalah pada nilai-
nilainya (the values) dan kelemahannya adalah pada kekuatan
berlakunya (the energy).
2. Teori kedua terbentuknya negara adalah teori ketuhanan. Teori
ketuhanan adalah teori yang ada saat agama agama besar telah
tersebar ke dunia ini contohnya Islam dan Kristen. Teori ini sesuai
namanya tentu saja dipengaruhi oleh paham keagamaan. Dan
berdasarkan itulah, teori ketuhanan terbentuknya negara didasari
anggapan bahwa negara terbentuk atas dasar keinginan Tuhan.
Berdasar terhadap kepercayaan bahwa segala sesuatu berawal dari
Tuhan dan berjalan sesuai kehendaknya. Paham dan teori ini diajukan
oleh beberapa ahli seperti Freidericch Julius Stahl, Thomas Aquinas,
dan Agustinus. Paham ini, sesuai dengan ketentuannya, Tuhan yang
menciptakan negara sehingga negara dianggap penjelmaan kekuasaan
Tuhan. Hal ini mengakibatkan paham bahwa raja atau penguasa
adalah pilihan Tuhan untuk memerintah sehingga raja memiliki
kekuasaan mutlak pada suatu negara atau kerajaan, contohnya saja
Inggris Raya pada zaman kerajaan.
3. Teori ketiga terbentuknya negara adalah teori perjanjian. Teori
perjanjian ada atas reaksi terhadap kedua teori sebelumnya. Atas
dasar apa? Atas dasar kedua teori yang ada sebelumnya tidak mampu
menjelaskan asal dan bagaimana terbentuknya negara. Selain itu, teori
ini merupakan bentuk perlawanan atas kekuasaan raja ataupun
penguasa yang menganggap memiliki kekuasaan mutlak akibat
kepercayaan sebagai titisan Tuhan. Teori perjanjian ini ada dimasa
abad pencerahan dan dipelopori oleh ahli ahli seperti Thomas Hobbes,
John Locke, J.J. Rousseau, dan Montesquieu. Berdasarkan teori
perjanjian, negara ada semata mata akibat perjanjian antar manusia.
Menurut teori ini, negara merupakan wujud perjanjian masyarakat
sebelum bernegara dan kemudian menjadi masyarakat bernegara.  Hal
ini senada dengan pengertian negara oleh Jean Bodin bahwa negara
adalah bentuk persekutuan keluarga dengan segala kepentingannya.
Menurut teori ini negara itu timbul karena perjanjian yang dibuat
antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu
sama lain tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar
kepentingan bersama dapat terpelihara dan terjamin, supaya ”orang
yang satu tidak merupakan binatang buas bagi orang lain” (homo
homini lupus, menurut Hobbes).

Anda mungkin juga menyukai