Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Akhlak
Kata ‘akhlak’ berasal dari bahasa Arab akhlâq. Kata tersebut merupakan bentuk
jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabi’at. Kata
‘akhlak’ juga berasal kata khalaqa yang artinya menciptakan. Seakar dengan kata khâliq
(pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).
Secara istilah, menurut Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag. akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana
diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dulu, serta tidak
memerlukan dorongan dari luar.1 Dari definisi tersebut akhlak dapat dipahami sebagai
perbuatan yang dikerjakan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan (habit).
Akhlak dalam Islam menempati posisi yang sangat penting, yakni sebagai misi
utama diutusnya Rasulullah saw. Hal tersebut dijelaskan di dalam hadis berikut;
ِ ِ ُ ‫ال رس‬ َ َ‫َع ْن أَىِب ُهَر ْي َر َة َر ِض َى اللَّهُ َعْن هُ ق‬
ُ ْ‫ إِمَّنَا بُعث‬: -‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّه‬
‫ت ألُمَتِّ َم‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬
.‫َخالَ ِق‬ ْ ‫َم َكا ِر َم األ‬
Dari Abu Hurairah ra. berkata; Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan ahlak” (HR. Imam Baihaqi)

Fungsi akhlak dalam hadis yang lain juga dijelaskan sebagai inti keimanan
seseorang. Ketika Rasulullah saw. ditanya mengenai iman, beliau menjawab
sesungguhnya iman adalah akhlak yang baik dan orang yang terbaik diantara manusia
adalah yang terbaik akhlaknya. Lengkapnya dapat dibaca dalam hadis berikut;
ِ َ‫ إِ َّن ِمن اْ ِألمْي‬: ‫ال‬
َ ْ‫ان ُح ْس ُن اْخلُلُ ِق َوأَف‬ َ َ‫ص لَى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
‫ض لُ ُك ْم‬ َ َ ِّ ‫ َع ِن النَّيِب‬: َ‫َع ْن أَيِب ْ أ ََم َام ة‬
ْ ‫إِمْيَانًا أ‬
‫َح َسنُ ُك ْم ُخل ًقا‬
“Dari Abi Amâmah: Dari Nabi saw berkata: “Sesungguhnya (inti) iman adalah akhlak
yang baik, yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik akhlaknya.” (HR. Tabrani
dalam Kitab Mu’jam Al-Kabîr).

Peran akhlak, selain yang disebutkan di atas, adalah sebagai faktor yang paling
banyak memasukkan manusia ke dalam surga sebagaimana hadis berikut;

1
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Cet. VI, LPPI: Yogyakarta, 2006, hlm. 2.

Tuntunan Akhlak Muslim | 1


َّ ِ ِ َ َ‫َعن أَيِب هرير َة ر ِضي اهلل عْنه ق‬
َ َ ‫ ُس ئ َل النَّيِب‬: ‫ال‬
َ ‫لى اهللُ َعلَْي ه َو َس ل َم َع ْن أَ ْكَث َر َم ا يَ ْد ُخ ُل الن‬
‫َّاس‬ َ ‫ص‬ ُ َ ُ َ َ َْ َ ُ ْ ْ
ِ َ‫ األَج ِوف‬: ‫ال‬ ِ ِ
‫ان‬ ْ َ ‫َّار َف َق‬ َ ‫الت ْق َو ْى َو ُح ْس ُن اْخلُلُ ق َو ُس ئ َل َع ْن أَ ْكَث َر َم ا يَ ْد ُخ ُل الن‬
َ ‫َّاس الن‬ َ : ‫ال‬ َ َ‫اْجلَنَّةَ ق‬
‫اْل َف ُم َو اْل َف ْر ُج‬
“Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah saw. ditanya mengenai apa-apa yang
paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, lalu beliau menjawab: taqwa dan
akhlak yang baik, dan beliau ditanya lagi mengenai apa-apa yang paling banyak
memasukkan manusia ke dalam neraka, maka beliau mengatakan: yakni orang yang
tidak dapat menjaga mulut dan farjinya.” (HR. Al-Hakim dalam Kitab Mustadrak)

B. Ciri-Ciri Akhlak Islam


Akhlak yang bersumber dari ajaran Islam memiliki karakteristik sebagai berikut;

1. Tolak ukur baik dan buruknya akhlak adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah
Akhlak dalam Islam berbeda dengan moral dan etika. Dalam akhlak, tolak ukur
baik dan buruknya disandarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bukan dari pemikiran,
meskipun tidak menutup kemungkinan akhlak dapat dirasionalkan hikmah dan
manfaatnya. Sementara etika ukuran baik dan buruknya disandarkan pada pemikiran,
sementara moral tolak ukurnya disandarkan pada kebiasaan masyarakat.

2. Berlaku universal
Ciri akhlak selanjutnya adalah berlaku universal, artinya akhlak Islam dapat
diterapkan kapan dan dimana saja. Dalam bahasa lainnya shâlih likulli zamân wa al-
makân. Hal tersebut tidak lain karena ajaran Al-Qur’an berlaku universal, sehingga
perintah-perintahnya berlaku secara universal juga. Kalau Islam diyakini sebagai rahmat
untuk semesta alam, maka perintahnya pasti berdampak positif bila diterapkan dimana
saja. Berbeda dari moral dan etika, keduanya berlaku temporal, bahkan lokal. Kadang di
sebuah tempat sesuai, namun di tempat lain tidak sesuai.

3. Sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan


Ciri akhlak berikutnya adalah tidak pernah bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan, bahkan cenderung menjaga nilai-nilai kemanusiaan. Kalau nilai-nilai
kemanusiaan ukurannya adalah HAM, maka sesungguhnya Islam sejak dulu, jauh
sebelum HAM itu terbentuk sudah melaksanakan HAM. Sebagai contoh kebebasan
beragama. Islam sudah menegaskannya dalam Al-Qur’an, “jika kamu ingin beriman,
berimanlah. Jika kau ingin kafir maka kafirlah.”2 Dalam ayat yang lain juga dijelaskan,
“tidak ada paksaan dalam beragama….”3 Meskipun tidak ada paksaan, manusia diberi

2
Al-Kahfi (18): 29
3
Al-Baqarah (2): 256

Tuntunan Akhlak Muslim | 2


kemampuan akal untuk memilih dan memilah mana di antara agama-agama yang ada itu
yang benar. Maka ayat tersebut dilanjutkan, “sesungguhnya sudah jelas mana jalan yang
benar dan mana jalan yang salah.”4
Contoh lainnya adalah kebebasan berpendapat dan memilih. Dalam Islam
kebebasan berpendapat sangat dianjurkan. Islam hanya mengatur etika berpendapat, tidak
mengekang atau menghalang-halangi, sehingga pendapat yang dikeluarkan seseorang
tidak asal, dan menggunakan cara yang baik. Kadang-kadang pendapat yang baik ditolak,
lantaran cara penyampaiannya tidak baik. Begitu juga sebaliknya pendapat yang buruk
dapat diterima, lantaran menggunakan cara yang baik. Maka dari itu Rasulullah
menegaskan;
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ت‬ ْ َ‫َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاهلل َواْ َلي ْوم اْآلَخ ِر َف ْلَي ُق ْل َخْيًرا أ َْو لي‬
ْ ‫ص ُم‬
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah (berpendapatlah)
yang baik, kalau tidak bisa, lebih baik diam.” (HR. Muslim)

Islam membebaskan manusia untuk memilih pendapat apapun, namun Islam


memberi batasan etika cara memilih pendapat. Dijelaskan dalam Al-Qur’an, “orang-
orang yang mendengarkan pendapat, lalu memilih pendapat yang terbaik, maka mereka
itulah yang mendapatkan petunjuk. Mereka itulah yang disebut orang-orang yang
berakal.”5 Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa memilih boleh tapi tidak asal.
Dari contoh-contoh di atas jelas sekali bahwa Islam tidak bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan.

4. Akhlak dapat dijadikan parameter keimanan seseorang


Akhlak dalam Islam selalu berhubungan dengan iman. Bahkan keduanya tidak
dapat dipisahkan. Dalam Al-Qur’an kata iman dan amal shaleh disebutkan berbarengan
sebanyak 50 kali. Dalam hadis pun bentuk-bentuk perbuatan baik selalu dikaitkan dengan
iman. Misal saja malu sebagian dari iman. Kebersihan sebagian dari iman. Berbuat baik
kepada tamu, tetangga dan berkata yang baik merupakan karakter orang beriman. Dari
contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa iman tanpa amal soleh tidak ada
artinya. Amal soleh tanpa iman akan sia-sia. Sehingga amal soleh bagi seorang muslim
menjadi parameter keimanan, kKeduanya berbanding lurus.

5. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan


Ajaran Islam adalah ajaran yang paling sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. Banyak sekali bukti ilmiah yang menggambarkan hal ini. Belakangan
penelitian-penelitian kontemporer di Eropa menunjukkan hal yang menakjubkan, sebagai
contoh dalam penelitian yang dilakukan Neal Krause. Ia menemukan bahwa orang yang

4
Ibid.
5
Az-Zumar (39): 18

Tuntunan Akhlak Muslim | 3


suka mendoakan orang lain berdampak mengurangi kesusahan kesehatan di masa tua.6
Ternyata hal ini sesuai dengan perintah Nabi yang menganjurkan mendoakan orang lain
tanpa perlu diketahui siapa yang didoakan.
‫ُّع ِاء‬
َ ‫ع ال د‬ َ َ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
ْ ‫ال إِ َّن أ‬
َ ‫َس َر‬
ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ِ ‫َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن الْ َع‬
ُ َ َّ ‫اص أ‬
‫ب‬ ٍ ِ‫ب لِغَائ‬ٍ ِ‫إِ َجابَةً َد ْعوةُ َغائ‬
َ
Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya do’a
yang paling cepat dikabulkan adalah do’a orang yang ghaib (tidak hadir) untuk
saudaranya yang tidak hadir.” (HR. Abu Dawud)

Penelitian lainnya juga menjelaskan bahwa remaja yang suka memberi dapat
mengurangi resiko depresi dan bunuh diri.7 Hal ini sesuai dengan perintah Nabi yang
menjelaskan bahwa bersilahturahmi dapat memperpanjang umur.
‫ول َم ْن َس َّرهُ أَ ْن يُْب َس َط َعلَْي ِه‬
ُ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬ ِ َ ‫ال مَسِ عت رس‬ ٍِ
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ ُ ْ َ َ‫س بْ ِن َمالك ق‬ ِ َ‫َع ْن أَن‬
‫ِ مِح‬
ُ‫ِر ْزقُهُ أ َْو يُْن َسأَ يِف أَثَِر ِه َف ْليَص ْل َر َه‬
Dari Anas bin Malik dia berkata; Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya, atau ingin dipanjangkan usianya, maka
hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Muslim)

Dua contoh di atas menjadi bukti bahwa ajaran Islam, termasuk di dalamnya
akhlak, ternyata sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

C. Pembagian dan Ruang Lingkup Pembahasan Akhlak


Pada dasarnya ruang lingkup akhlak hanya satu yakni pada perbuatan manusia.
Adapun perbuatan manusia dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni baik dan buruk.
Perbuatan baik sering disebut dengan akhlâqul karîmah, sementara perbuatan buruk
disebut akhlâqul madzmumah. Namun dalam prakteknya perbuatan seorang individu
selalu berhubungan dengan dua aspek, yakni hubungan dengan Allah (hablun minallâh),
dan yang berhubungan dengan manusia (hablun minannâs). Kalau ditarik kesimpulan
secara lebih luas, poin kedua bisa diperluas menjadi hubungan sesama makhluk (ciptaan).
Sehingga akhlak yang berhubungan dengan sesama makhluk dapat diperinci lagi
menjadi:
1. Akhlak kepada Rasulullah
2. Akhlak terhadap diri sendiri
3. Akhlak terhadap keluarga
4. Akhlak terhadap masyarakat

Stephen Post dan Jill Neimark, Why Good Things Happen to The Good People, Bandung: Kaifa
6

Mizan Pustaka, 2011, hlm. 28.


7
Ibid.

Tuntunan Akhlak Muslim | 4


5. Akhlak terhadap negara
6. Akhlak terhadap alam semesta
Keenam pembagian di atas beberapa poin dapat rigidkan lagi. Misal, akhlak
terhadap diri sendiri meliputi dua hal, yakni akhlak terhadap fisik dan akhlak terhadap
non fisik. Yang non fisik dapat dibagi menjadi dua lagi, yakni terhadap ruhani dan
terhadap akal.
Begitu juga akhlak terhadap keluarga dapat dirinci lagi menjadi empat hal, yakni
akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap suami atau istri, akhlak terhadap anak, dan
akhlak terhadap kerabat.
Sementara itu akhlak terhadap masyarakat juga dapat diperinci lagi menjadi
beberapa bentuk, yakni akhlak bertetangga dan akhlak sesama muslim. Buku ini akan
membahas hal tersebut satu persatu.

D. Mengapa Manusia Membutuhkan Ilmu Akhlak?


Tujuan dari akhlak adalah menciptakan kebiasaan yang baik, dan tentu saja
kebiasaan yang baik tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga pertanyaan di atas
senada dengan pertanyaan ‘mengapa manusia harus berbuat baik?.’ Untuk menjawab
pertanyaan tersebut menarik kiranya kita memperhatikan kisah seorang guru sepiritual
berikut ini.
Suatu ketika Sang Guru marah atas pemberian hadiah muridnya. Lalu kemudian ia
berdiri dan berkata pada murid-muridnya. “Jika kita diberi hadiah dari orang lain, yang
mana hadiah itu membuat kita jengkel, lalu kemudian kita menolak hadiah tersebut, maka
milik siapakah hadiah itu sekarang?.” Salah seorang murid Sang Guru menjawabnya,
“hadiah tersebut akan kembali kepada pemberinya.” Lalu Sang Guru kembali berbicara,
“begitulah ibarat perbuatan buruk. Jika kita berbuat buruk kepada orang lain, lalu
kemudian orang lain tersebut tidak dapat menerimanya, maka sesungguhnya keburukan
itu akan kembali kepada pelakunya. Semakin banyak keburukan yang dilakukan maka
semakin banyak pula keburukan yang akan kembali kepada dirinya.”8
Dari kisah sederhana di atas terjawablah pertanyaan mengapa seseorang harus
berbuat baik, karena kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri. Jadi manfaat
kebaikan akan dirasakan sendiri oleh si pelaku. Seorang yang menyadari hakekat ini akan
selalu berbuat baik. Berbuat baik dan baik, tidak pernah bosan.
Dalam perspektif agama perbuatan baik akan mendapatkan balasan yang setimpal
dari Allah. Perbuatan buruk pun demikian. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-
Qur’an, sekecil apapun kebaikan itu tetap akan diberikan ganjaran. Sekecil apapun
keburukan juga akan mendapatkan balasan.9 Sehingga, semakin banyak kebaikan yang
dilakukan tentu akan menambah timbangan amal baik di akherat. Semakin banyak

8
Arvan Pradiansyah, The Seven Laws of Happiness: Tujuh Rahasia Hidup yang Bahagia, Bandung:
Kaifa Mizan Pustaka, 2010, hlm. 25.
9
Al-Zalzalah (99): 7-8

Tuntunan Akhlak Muslim | 5


kebaikan yang dilakukan, semakin besar kemungkinan seseorang mendapatkan nikmat
terbesar, yakni surga. Demikian janji Allah terhadap orang yang berbuat baik.
            
   
Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi
pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan). (Al-An’am (6): 160)

Tuntunan Akhlak Muslim | 6

Anda mungkin juga menyukai