Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
masa kini, bahkan diera globalisasi ini tingkat pendidikan mempengaruhi daya
saing baik perseorangan maupun daya saing bangsa di internasional. Belajar
merupakan pokok dari pendidikan, proses belajar mengajar dengan menjadikan
guru dan peserta didik sebagai komponen utamanya tidak terikat waktu dan
tempat. Salah satu instrumen penting dalam menunjang proses pembelajaran
agar terpadu dan merata ialah dengan menerapkan kurikulum yang sama.
Berbicara mengenai kurikulum, bangsa kita sendiri Indonesia telah
mengalami banyak perubahan kurikulum bukan hanya substansinya saja tetapi
juga terdapat istilah-istilah yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Perubahan kurikulum yang ada sering kali memaksa guru agar bisa mendesain
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre). Hal ini baik adanya dan
merupakan motivasi bagi guru agar bisa selalu berusaha mengupdate wawasan
dan pengetahuan berkaitan dengan kurikulum yang berlaku sehingga
pembelajaran dapat didesain sedemikian rupa dan mencapai tujuan pembelajaran
nasional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kurikulum ?
2. Apa Tujuan Kurikulum dalam pendidikan ?
3. Bagaimana Konsep Kurikulum dalam pendidikan ?
4. Bagaimana Model - model konsep kurikulum dalam pendidikan ?

C. Tujuan
1. Agar mengetahui apa yang dimaksud kurikulum.
2. Agar memahami tujuan kurikulum dalam pendidikan.
3. Untuk mengetahui konsep kurikulum dalam pendidikan.

1
4. Agar mengetahui apa saja model-model konsep kurikulum dalam pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum
Berasal dari istilah “curere” (berlari) atau “Curier” (kurir), sehingga
sering diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh.
Menurut pandangan lama “Sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh siswa untuk mendapatkan ijasah” Implikasi dalam pembelajaran:
penguasaan seluruh materi pelajaran dan Teachered centered curriculum.
Pandangan saat ini Kurikulum adalah “dokumen atau rencana tertulis
mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki siswa melalui suatu
pengalaman belajar.
Maka Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.

B. Karakteristik Kurikulum
Menurut Schubert, Gress and Purpel, Saylor and Alexander, Marsh and
Stafford serta Smitt and Lovert (Print,1993)
1. kurikulum sebagai mata pelajaran ini menggambarkan kurikulum sebagai
pengkombinasian mata pelajaran untuk membentuk perkumpulan materi
yang diajarkan.
2. kurikulum sebagai pengalaman kurikulum dipandang sebagai sejumlah
pengalaman atau experience yang dihadapi siswa dalam konteks
pembelajaran.
3. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
4. Kurikulum sebagai reproduksi sosial kurikulum haruslah merefleksikan
kultur suatu masyarakat.

2
5. Kurikulum sebagai curere yaitu kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh.

C. Tujuan Kurikulum
Secara sederhana, tujuan menurut Daradjat sering dimaknai sebagai
sesuatu yang diharapkan bisa tercapai setelah melakukan serangkaian proses
kegiatan. Tujuan sangat penting dalam usaha, karena dengan adanya tujuan akan
menentukan arah dan target apa yang hendak dicapai. Dengan rumusan dan
gambaran tujuan yang jelas, maka hasil yang akan dicapai itu dapat diupayakan
dengan maksimal untuk mencapainya1.
Tujuan kurikulum memegang peranan yang sangat penting dalam proses
pendidikan, karena tujuan akan mengarahkan semua kegiatan pendidikan dan
komponen-komponen kurikulum lainnya2.
Oleh karena itu, merumuskan kurikulum harus mempertimbangkan
beberapa hal seperti: didasari oleh perkembangan tuntutan, kebutuhan dan
kondisi masyarakat, didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada
pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara atau yang mendasari
suatu pendidikan tersebut3
Di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam skala lebih luas, kurikulum merupakan suatu alat pendidikan
dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam
kurikulum, setiap mata pelajaran memiliki tujuan untuk dicapai tersendiri yang
berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Tujuan mata pembelajaran merupakan
penjabaran dari tujuan kurikulum.4

1
Ifit Novita Sari, “Kepemimpinan Moral-Spiritual Guru Dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik.(Studi Multikasus Di Sekolah
Dasar Plus Al Kautsar, Sekolah Dasar Negeri Kauman I, Dan Sekolah Dasar Katolik Santa Maria II Di Kota Malang),” DISERTASI dan
TESIS Program Pascasarjana UM (2017).

2
Heri Gunawan, “Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,” Bandung: Alfabeta (2012).

3
Jill Sperandio and Peggy A Kong, “Forging Professional Learning Communities: The Role of External Agency,” International
Journal of Leadership in Education 21, no. 1 (2018): 80–94.
4
Enco Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013 (PT Remaja Rosdakarya, (2013).

3
Nana Syaodih Sukmadinata memberikan gambaran spesifikasi dari
tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni5:
1. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta
didik, dengan : (1) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan
perilaku yang dapat diamati; (2) menunjukkan stimulus yang
membangkitkan perilaku peserta didik; dan (3) memberikan
pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta
didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.
2. Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik,
dalam bentuk: (1) ketepatan atau ketelitian respons; (2) kecepatan,
panjangnya dan frekuensi respons.
3. Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang
perilaku peserta didik berupa : (1) kondisi atau lingkungan fisik; dan (2)
kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat
penting. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional
ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat
berikutnya.Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan
kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum
yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan
kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan
cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek
kognitif6.
Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat
progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih
diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan lebih
berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif.Pengembangan kurikulum
dengan menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka

5
Dr Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran (Bumi Aksara, 1995).

6
Nana Syaodih, “Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek,” Bandung: Remaja Rosdakarya (1997)

4
tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang
krusial dan kemampuan bekerja sama.Sementara kurikulum yang dikembangkan
dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan
teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian
kompetensi7
Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan
dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin
untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada satu
filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara konsisten dan
konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan dan kebutuhan
pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik, dengan
mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat
yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan
secara berimbang.8

D. Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan
praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan
yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan
mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa.
Secara konseptual kurikulum secara garis besar mempunyai tiga ranah, yaitu:
kurikulum sebagai bidang studi, kurikulum sebagai substansi (rencana
pengajaran), dan kurikulum sebagai suatu sistem.
1. Kurikulum sebagai suatu bidang studi
Kurikulum disini berfungsi sebagai suatu disiplin yang dikaji di
lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi. Tujuan kurikulum sebagai
suatu bidang studi adalah untuk mengembangkan ilmu kurikulum dan
sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum

7
Diah Puji Nali Brata, “Pengembangan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Kooperatif Di Perguruan Tinggi,” PROSIDING
(2016): 90.

8
Drs Hamdani, “MA 2011,” Strategi Belajar Mengajar (n.d.)

5
mempelajari tentang konsep dasar kurikulum, mereka juga melakukan
kegiatan penelitian dan percobaan guna menemukan hal-hal baru yang
dapat memperkuat dan memperkaya bidang studi kurikulum.
2. Kurikulum sebagai substansi (rencana pengajaran)
Kurikulum sebagai substansi disini maksudnya adalah kurikulum
berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan
pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu pengajaran. Suatu
kurikulum digambarkan sebagai dokumen tertulis yang berisi rumusan
tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan
evaluasi yang telah disepakati dan di setujui bersama oleh para penyusun
kurikulum dan pemangku kebijaksanaan dengan masyarakat.
3. Kurikulum sebagai suatu sistem
Kurikulum sebagai suatu sistem maksudnya adalah kurikulum
merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi
sekolah atau sistem sekolah. Hasil dari sistem kurikulum adalah
tersusunnya suatu kurikulum. Kurikulum sebagai sistem mempunyai
fungsi bagaiamana cara memelihara kurikulum agar tetap berjalan
dinamis.

E. Model-model Konsep Kurikulum


Di dalam kurikulum John D. Neil mengemukakan empat macam konsep,
yaitu: kurikulum akademis, humanistis, rekonstruksi sosial dan teknologi.9
1. Kurikulum Akademik
Konsep Kurikulum Akademik Kurikulum akademis ini
merupakan model yang pertama dan tertua, sejak sekolah berdiri
kurikulumnya seperti ini, bahkan sampai sekarang walaupun telah
berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan
tipe ini.Karenya sangat praktis, mudah disusun dan mudah digabungkan
dengan tipe-tipe lain. Kurikulum akademis bersumber dari pendidikan
klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu.

9
John D. Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction (t.tp.: a Division of Scott Foresman and Company, 1980), 5.

6
Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh
para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan
hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih
mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu
sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang
yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang
diberikan atau disiapkan oleh guru. Isi pendidikan diambil dari setiap
disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing
telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis dan solid. Para guru
dan pengembang kurikulum tidak perlu susah payah menyusun dan
mngembangkan bahan sendiri.
Mereka tinggal memilih bahan materi ilmu yang telah
dikembangkan para ahli disiplin ilmu, kemudian mereorganisasikan
secara sistimatis, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap
perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Guru sebagai
penyampai bahan ajar memegang peranan penting. Mereka harus
menguasai semua pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Ia harus
menjadi ahli dalam bidang-bidang studi yang diajarkan. Lebih jauh guru
dituntut bukan hanya menguasai materi pendidikan, tetapi ia juga
menjadi model bagi para siswanya.
Apa yang disampaikan dan cara penyampaiannya harus menjadi
bagian dari pribadi guru. Guru adalah yang digugu dan ditiru (diikuti dan
dicontoh). Karena Kurikulum akademis sangat mengutamakan
pegetahuan, maka pendidikannya lebih bersifat intelektual.
Kurikulumnya tidak hanya menekankan pada materi yang disampaikan,
dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses
belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat
bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran
tersebut. Jerome Bruner dalam The Process of Education sebagaimana di
kutip S. Nasution menyarankan bahwa desain kurikulum hendaknya
didasarkan atas struktur disiplin ilmu. Selanjutnya, ia menegaskan bahwa

7
kurikulum suatu mata pelajaran harus didasarkan atas pemahaman yang
mendasar yang dapat diperoleh dari prinsip-prinsip yang mendasarinya
dan yang memberi struktur kepada suatu disiplin ilmu.10
Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan
kurikulum akademis: Pertama, adalah melanjutkan pendekatan struktur
pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji
fakta-fakta dan bukan sekedar mengingatnya. Kedua, adalah studi yang
bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respons terhadap
perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan
yang lebih komprehensif terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan
pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu
menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas
fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan probema-problema
yang ada. Ketiga, pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah
fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran
dengan menekankan membaca, menulis dan memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi.
2. Kurikulum Humanistik
Dalam pandangan humanisme, kurikulum adalah sesuatu yang
dapat menunjang perkembangan anak dalam aspek kepribadiannya.
Kurikulum dapat dilihat sebagai suatu proses yang mampu memenuhi
kebutuhan individu untuk mencapai integrasi perkembangan dalam
menuju aktualisasi (perwujudan) diri. Pengikut dalam aliran ini meliputi
pendidikan Konfluens, Kritisi Radikal, Mistis Baru. Pendidikan konfluen
adalah pendidikan yang memandang anak sebagai satu keseluruhan diri.
Kritisi Radikal adalah pendidikan yang bersumber dari aliran
Naturalisme atau Romantisme, yang menekankan pendidikannya pada
upaya untuk membantu anak menentukan dan mengembangkan sendiri
segala potensi yang dimilikinya, dan menciptakan situasi yang
memungkinkan anak berkembang secara optimal. Mistikisme Modem

10
S. Nasution, Azas-azas Kurikulum (Bandung: Jemmars, 1982), 26.

8
adalah aliran yang menekankan pada latihan dan kepekaan, perasaan, dan
keluhuran budi pekerti, atau menemukan nilai-nilai dalam latihan
sensitivitas, meditasi, atau teknik transpersonal lainnya.11
Kurikulum humanistik bertolak dari asumsi bahwa anak adalah
pertama dan utama dalam pendidikan. Anak adalah subyek yang menjadi
sentral aktivitas pendidikan. Anak memiliki sejumlah potensi,
kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang sendiri. Para pendidik
humanis berpegang juga pada konsep Gestalt. Artinya, anak merupakan
satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan pada pembinaan
yang utuh, bukan pada aspek fisik atau intelektual belaka, melainkan
juga pada segi afektif (emosi, perasaan, nilai, dan sejenisnya). Bertolak
dari asumsi di atas, kurikulum Humanisme menekankan pada pendidikan
yang integratif (menyeluruh) antara aspek afektif (emosi, sikap, dan
nilai) dengan aspek kognitif (pengetahuan dan kecakapan intelektual).
Atau dengan kata lain, kurikulum ini menambahkan aspek emosional ke
dalam kurikulum yang berorientasi pada subject matter (mata pelajaran).
3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum Rekonstruksi Sosial ini lebih menekankan pada
problem-problem yang dihadapi murid dalam kehidupan masyarakat.
Konsepsi kurikulum ini mengemukakan bahwa pendidikan bukanlah
merupakan upaya sendiri, melainkan merupakan kegiatan bersama,
interaksi, dan kerja sama. Interaksi atan kerja sama dapat terjadi pada
siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang di
lingkungannya. Dengan kerja sama semacam ini, para siswa berusaha
memecahkan problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat agar
menjadi masyarakat yang lebih baik. Pendidikan, menurut konsepsi
kurikulum rekonstruksi sosial ini memiliki pengaruh, mengubah, dan
memberi corak baru kepada masyarakat dan kebudayaan.12
4. Kurikulum Teknologi

11
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, 83-84

12
Ibid., 91-95

9
Dalam pandangan teknologi, kurikulum merupakan proses
teknologi untuk menghasilkan tuntutan kebutuhan-kebutuhan tenaga
yang mampu membuat keputusan. Penerapan teknologi dalam
pendidikan, khususnya kurikulum meliputi dua bentuk, yakni; bentuk
perangkat lunak (software) dan perangkat keras (handware). Penerapan
teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi
alat (tulls technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak
disebut juga teknologi sistem (System Technology).13
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih
menekankan penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi
dan efektivitas pendidikan. Dalam kurikulumnya mengandung rencana-
rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model
pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh model dari
pengajaran tersebut adalah pengajaran berprogram, mesin pengajaran,
pengajaran modul, pengajaran dengan bantuan alat komputer, dan
pengajaran dengan pendekatan sistem. Dalam arti teknologi sebagai
sistem, teknologi pendidikan menekankan penyusunan program atau
rencana pelajaran dengan menggunakan sistem. Program pengajaran
tersebut bisa semata-mata sistem, dapat juga berupa program sistem yang
ditunjang dengan alat dan media, serta bisa juga program sistem yang
dipadukan dengan alat dan media pengajaran. Pada bentuk pertama,
pengajaran tidak membutuhkan alat dan media yang canggih. Sedangkan
pada bentuk kedua, pengajaran tetap berjalan, meski tanpa alat dan media
yang canggih, tetapi lebih baik jika alat dan media itu disediakan. Bentuk
ketiga, pengajaran tidak berjalan tanpa alat dan media yang canggih.
Karena itu, alat dan media sebagai syarat yang berpadu dengan program.
Dengan teknologi diusahakan terjadinya proses belajar mengajar,
terutama dalam teknik mengajar dapat dikuasai sepenuhnya sehingga
13
A. Hamid Syarif, Pengembangan Kurikulum (Surabaya: Bina Ilmu, 1996), 25-26

10
dapat menjamin hasil yang sama. Teknologi pendidikan memberikan
dasar ilmiah dan empirik kepada proses belajar mengajar. Penerapan
teknologi telah dikenal dalam kurikulum 1975, setiap guru diharuskan
menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI),
Pengajaran Modul, Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTANAS), dan
Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SIPENMARU), belajar-mengajar
berbasis internet dan lain sebagainya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Karakteristik Kurikulum Menurut Schubert, Gress and Purpel, Saylor and
Alexander, Marsh and Stafford serta Smitt and Lovert (Print,1993) yaitu kurikulum
sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman, kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, kurikulum sebagai reproduksi sosial, kurikulum sebagai
curere.
Di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam skala lebih luas, kurikulum merupakan suatu alat pendidikan dalam
rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kurikulum, setiap
mata pelajaran memiliki tujuan untuk dicapai tersendiri yang berbeda dengan mata
pelajaran lainnya. Tujuan mata pembelajaran merupakan penjabaran dari tujuan
kurikulum.
Secara konseptual kurikulum secara garis besar mempunyai tiga ranah, yaitu:
kurikulum sebagai bidang studi, kurikulum sebagai substansi (rencana pengajaran), dan
kurikulum sebagai suatu sistem.
Di dalam kurikulum John D. Neil mengemukakan empat macam konsep kurikulum,
yaitu: kurikulum akademis, kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial dan
kurikulum teknologi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jill Sperandio and Peggy A Kong, “Forging Professional Learning Communities: The
Role of External Agency,” International Journal of Leadership in Education 21, no. 1
(2018): 80–94.
A. Hamid Syarif, Pengembangan Kurikulum (Surabaya: Bina Ilmu, 1996), 25-26
Dr Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran (Bumi Aksara, 1995).
Enco Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013 (PT Remaja
Rosdakarya, (2013).
Heri Gunawan, “Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,” Bandung:
Alfabeta (2012).
Ibid., 91-95
Ifit Novita Sari, “Kepemimpinan Moral-Spiritual Guru Dalam Pembentukan Karakter
Peserta Didik.(Studi Multikasus Di Sekolah Dasar Plus Al Kautsar, Sekolah Dasar
Negeri Kauman I, Dan Sekolah Dasar Katolik Santa Maria II Di Kota Malang),”
DISERTASI dan TESIS Program Pascasarjana UM (2017).
John D. Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction (t.tp.: a Division of Scott
Foresman and Company, 1980), 5.
Jill Sperandio and Peggy A Kong, “Forging Professional Learning Communities: The
Role of External Agency,” International Journal of Leadership in Education 21, no. 1
(2018): 80–94.
S. Nasution, Azas-azas Kurikulum (Bandung: Jemmars, 1982), 26.
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, 83-84

13
14

Anda mungkin juga menyukai