Dosen Pembimbing
OLEH:
Cahya Risky Abdillah S.Kep
NIM. 2001031029
Post partum atau biasa disebut sebagai masa nifas pada ibu pasca melahirkan
merupakan periode yang sangat penting untuk diketahui. Pada fase ini terjadi beberapa
perubahan pada ibu baik fisiologis maupun psikologis. Menurut Bobak ( 2005) periode
post partum ialah masa enam minggu sejak bayu lahir sampai organ-organ reproduksi
kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini juga disebut puerperium atau
trimester ke empat kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun
dianggap normal.
Pada fase ini harus mengobservasi perubahan fisiologis dan psikologis yang terjadi
pada ibu untuk mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi pada masa nifas sehingga
masalah diketahui sedini mungkin untuk menghindari komplikasi lebih lanjut [ CITATION
Ind16 \l 1057 ].
B. Periode Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena
itu dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea,
tekanan darah, dan suhu.
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan,
lochea berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta
ibu dapat menyusui dengan baik.
Pada periode ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.
Menurut Bobak ( 2005) perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu postpartum antara
lain:
a. Uterus
1) Proses Involusi
3) Afterpains
Kondisi ini banyak terjadi pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga
fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik
sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bisa bertahan
sepanjang awal puerperium.
b. Tempat plasenta
c. Lokea
Merupakan rabas uterus setelah bayi lahir. Lokea mula-mula berwarna merah,
kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini mengandung
bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang
keluar dari uterus
d. Servik
Servik menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pasca partum, servik
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera waktu melahirkan dan
masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari.
2. Sistem Urinarius
3. Payudara
4. Sistem Integumen
Selain perubahan fisiologis, hal lain yang perlu diperhatikan pada ibu post partum
yaitu kondisi psikologisnya. Adaptasi psikologis ibu merupakan fase yang bertahap yang
harus dilalui oleh ibu post partum. Kegagalan dalam adaptasi ini memberikan dampak
yang cukup signifikan pada ibu dan keluarga sehingga perawat perlu mendampingi dan
memberikan arahan yang benar pada ibu dan keluarga selama masa adaptasi.
Menurut Bobak (2005), adaptasi psikologis ibu post partum adalah sebagai berikut:
Fase dependen ialah suatu waktu yang penuh dengan kegembiraan dan kebanyakan
orang tua sangat suka mengomunikasikannya. Fase ini terjadi selama 1 sampai 2 hari
pertama melahirkan, ketergantungan ibu sangat menonjol. Pada fase ini; ibu sangat
mengaharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi orang lain. Ibu memindahkan
energi psikologisnya kepada anaknya. Di mana ibu baru memerlukan perlindungan dan
perawatan. Fase menerima berlangsung selama 2 sampai 3 hari.
Fase ini perilaku interdependent muncul, ibu dan keluarganya bergerak maju sebagai
suatu sistem dengan para anggota keluarga saling berinteraksi. Hubungan antara
pasangan, walaupun sudah berubah dengan adanya seorang anak kembali menunjukkan
banyak karakteristik awal. Fase interdependent merupakan fase yang penuh dengan
stress bagi orang tua. Kesenangan dan kesedihan sering berbagi dalam fase ini.
Tuntunan utama ialah menciptakan suatu gaya hidup yang melibatkan anak, tetapi
dalam beberapa hal tidak melibatkan anak. Pasangan ini harus berbagi kesenangan
bersifat dewasa.
Menurut ( Yogi,2014) Penyebab timbulnya preeklampsia berat pada ibu hamil belum
diketahui secara pasti, tetapi pada umunya disebabkan oleh (vasospasme arteriola).
Faktor – faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya preeklampsia
antara lain :
a. Umur Ibu
Usia adalah usia individu terhitung mulai saat dia dilahirkan sampai saat berulang
tahun, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir. Insiden tertinggi pada kasus preeklampsia pada usia remaja
atau awal usia 20 tahun, tetapi prevalensinya meningkat pada wanita diatas 35 tahun.
b. Usia Kehamilan
c. Paritas
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari satu. Menurut
Manuaba paritas adalah wanita yang pernah melahirkan dan dibagi menjadi
beberapa istilah :
1) Primigravida : adalah seorang wanita yang telah melahirkan janin untuk
pertama kalinya.
3) Grande Multipara : adalah wanita yang telah melahirkan janin lebih dari lima
kali.
e. Genetik
g. Obesitas
a. Preeklamsia
Gejala ringan yaitu tekanan darah sekitar 140/90 mmHg atau kenaikan tekanan
darah 30 mmHg untuk sistolik atau 15 mmHg untuk diastolic dengan interval
pengukuran selama 6 jam dengan jarak periksa 1 jam, dan terdapat pengeluaran
protein dalam urine 0,3 g/liter atau kualitatif +1 - +2, edema (bengkak kaki,
tangan, atau lainnya) dan kenaikan berat badan lebih dari 1 kg/ minggu.
b. Preeklamsia berat
Gejala berat meliputi tekanan darah dari 160/110 mmHg atau lebih, pengeluaran
protein dalam urine lebih dari 5g / 24 jam, terjadi penurunan produksi urine
kurang dari 400 cc/ 24 jam, terdapat edema paru dan sianosis (kebiruan) dan
sesak napas adanya gangguan serebral, gangguan visus, terdapat gejala subjektif
(sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri di daerah perut atas serta rasa nyeri di
epigastrium).
4. Penatalaksanaan
c. Medikamentosa
Medikamentosa atau obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan
preeklampsia adalah magnesium sulfat dan obat antihipertensi.
1). Magnesium Sulfat
Obat antikonvulsan pada preeklampsia yang sampai saat ini masih menjadi
pilihan pertama baik di dunia maupun di Indonesia adalah magnesium sulfat
(MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asteilkolin pada rangsangan neuron dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps.
Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan berkompetisi dengan
kalsium sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi inhibisi kompetitif
antara ion kalsium dan magnesium).
Cara pemberian magnesium sulfat adalah sebagai berikut:
a). Dosis Inisial
- 4 g MgSO440% dibuat dengan cara mengencerkan 10 ml larutan
MgSO4 dalam 10ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 10-15 menit
- Segera dilanjutkan dengan 6 g MgSO4 40% dibuat dengan cara
melarutkan 15ml larutan MgSO4 ke dalam 500 ml RL, habis dalam 6
jam
- Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan 2 g MgSO440% dibuat
dengan cara mengencerkan 5 ml larutan MgSO4 dalam 5 ml aquades,
diberikan bolus (IV) selama 5 menit.
3). Antihipertensi
Obat antihipertensi mulai diberikan pada preeklampsia berat dengan
tekanan darah ≥160/100 mm Hg. Obat hipertensi yang dapat digunakan pada
kasus preeklampsia adalah hidralazin, labetalol, nifedipin, dan sodium
nitroprusside. Di Indonesia, karena tidak tersedia hidralazin dan labetalol IV,
obat antihipertensi yang menjadi lini pertama adalah nifedipin.
Dosis awal nifedipin adalah 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30
menit bila perlu (maksimal 120 mg dalam 24 jam). Nifedipin tidak boleh
diberikan secara sublingual karena efek vasodilatasi yang sangat cepat.
Untuk obat antihipertensi lini kedua jika tidak tersedia nifedipin, dapat
juga digantikan dengan labetalol oral atau sodium nitroprusside IV. Dosis
inisial labetalol oral adalah 10 mg. Jika setelah 10 menit respon tidak
membaik, dapat diberikan lagi labetalol 20 mg.
Untuk sodium nitroprusside IV, dosis yang dipakai adalah 0.25
μg/kg/menit (infus) kemudian dapat ditingkatkan menjadi 0.25 μg/kg/5 menit.
d. Perawatan Pascapersalinan
Preeklampsia akan berakhir setelah persalinan. Namun, masih dibutuhkan
observasi yang ketat pascapersalinan karena tekanan darah yang masih tinggi dan
kemungkinan terjadinya kejang pascapersalinan (mayoritas terjadi 24 jam
pascapersalinan walaupun ada juga yang terjadi 48 jam pascapersalinan). Oleh karena
itu, profilaksis kejang dengan magnesium sulfat harus dilanjutkan sampai 24 jam
pascapersalinan.
Pemeriksaan hitung trombosit, fungsi hati, dan fungsi ginjal harus tetap
dilakukan secara berkala sampai pasien keluar dari rumah sakit. Jarang terjadi, seorang
pasien mengalami peningkatan level enzim hati, trombositopenia, dan insufisiensi renal
lebih dari 72 jam pascapersalinan. Jika pasien akan dipulangkan dengan obat
antihipertensi, penilaian ulang terhadap tekanan darah harus dilakukan, setidaknya 1
minggu setelah keluar dari rumah sakit. Kecuali pada pasien dengan hipertensi kronik,
tekanan darah akan kembali normal dalam waktu maksimal 3 bulan pascapersalinan.
5. Patogenesis
Pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan
hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero
plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia.
Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi
arterial.Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari
sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ
tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation
6. Pathway
a Data Biografi
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun atau > 35 tahun, Jenis kelamin,
b.Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : biasanya klien dengan preeklamsia mengeluh demam, sakit kepala,
2) Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
3) Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi
kronik, DM
4) Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta
riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
6) Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
c.Riwayat Kehamilan
d.Riwayat KB
Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika ibu pernah ikut KB
maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek samping. Alasan pemberhentian
kontrasepsi (bila tidak memakai lagi) serta lamanya menggunakan kontrasepsi.
1).Aktivitas
Gejala : Biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan, penambahan berat badan atau
penurunan BB, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-.
2)Sirkulasi
3) Abdomen
Gejala :
a) Inspeksi :Biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm, apakah adanya
sikatrik bekas operasi atau tidak ( - )
b) Palpasi :
Leopold I : Biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc. Xyphoideus teraba
massa besar, lunak, noduler
Leopold II : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian – bagian kecil janin di
sebelah kanan.
Leopold IV : Biasanya pada bagian terbawah janin telah masuk pintu atas panggul
4) Eliminasi
Gejala :Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria
5) Makanan / cairan
8. Diagnosa Keperawatan
9. Intervensi Keperawatan
Indriyani, D., Asmuji, & Wahyuni, S. (2016). Edukasi Postnatal. Yogyakarta: Trans Medika.
Jones, D. L. (2015). Setiap Wanita. Jakarta: Delapratasa Publishing. Karkata MK (2015). Perdarahan
postpartum (PPP). Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosastro GH. Ilmu Kebidanan
POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia). Acuan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar. 5th ed. Jakarta: 2008.
Saifuddin AB, et.al. Editor. Buku Ajar Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4th ed.
Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.