Anda di halaman 1dari 74

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap Negara berkembang mempunyai komitmen dan orientasi terhadap

pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan setiap negara berkembang

mempunyai perbedaan prinsip yang dilandasi falsafah, hakekat, tujuan, strategi

maupun kebijaksanaan dan program pembangunan oleh kepemimpinan kepala

negaranya. Pembangunan yang dilakukan di negara berkembang secara global

merupakan suatu proses kegiatan yang terencana dalam upaya meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, perubaban sosial, dan modernisasi bangsa guna

meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Membangun suatu bangsa, adalah hal mendasar yang harus diperhatikan oleh

negara-negara berkembang yaitu hal yang menyangkut eksistensii kepemimpinan

seorang pemimpin, baik dalam memimpin suatu negara maupun memimpin suatu

institusi. Kepemimpinan merupakan suatu yang dimiliki seorang pemimpin dalam

memimpin suatu pekerjaan yang diembankan kepadanya. Dimana harus

memperhatikan nilai-nilai kepemimpinan secara umum untuk melindungi harga

diri dan martabatnya serta menjamin hak hidup untuk tumbuh dan berkembang

sesuai dengan fitrah dan kodrat. Karena itu segala bentuk perlakuan yang

mengganggu dan merusak hak-hak dasar, dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan

eksploitasi yang tidak berlandaskan hukum dalam memimpin harus segera

dihentikan tanpa kecuali.

Karakter kepemimpinan individu dapat dibentuk semenjak menginjak masa

anak-anak samapai dewasa, dimana waktu untuk membentuk dan menentukan

1
2

bagi individu untuk menjadi bertanggung jawab dan menjadi dewasa sepenuhnya.

Dengan demikian akan sangat menentukan pola kepemimpinan yang berkualitas,

dalam memimpin suatu organisasi atau institusi pada masa akan datang. Namun

demikian, dan banyak keadaan yang dihadapkan kepada pengalaman-pengalaman

yang melebihi kemampuan mereka untuk mengatasi sesuatu sehingga pola

kepemimpinan yang terbentuk menjadi suatu yang bersifat instan.

Organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam

menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Bagi suatu

organisasi apapun jenisnya, kaderisasi kepemimpinan merupakan hal biasa

dilakukan. Karena hal ini dapat dilakukan untuk tujuan regenerasi atau menjaring

dalam rangka suksesi kepemimpinan, atau untuk pembekalan atau pemantapan

para pengurus organisasi.

Regenerasi kepengurusan institusi pemerintahan, maka institusi dapat

menerapkan pentingnya kegiatan yang menfasilitasi terwujudnya suatu organisasi

yang tangguh. Untuk itu diharapkan banyak pemimpin memiliki bekal

kepemimpinan organisasi, sehingga organisasi atau intitusi yang dipimpinnya

dapat berperan serta secara maksimal melaksanakan tugas dan fungsinya, dalam

mewujudkan upaya peningkatan kinerja aparatur atau pegawai yang ada, untuk

lebih kondusif, nyaman, aman, damai, berkualitas serta berdaya saing.

Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dan kegiatan

yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Istilah pemimpin. kepemimpinan dan

memimpin pada mulanya berasal dan kata dasar pimpin. Namun demikian

ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpm adalah suatu peran

dalam sistem tertentu karenanya seseorang dalarn peran formal belum tentu
3

memilili keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. lstilah

Kepemimpinan pada dasamya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan

tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang oleh sebab itu kepemimpinan bisa

dimiliki oleh orang yang bukan pemimpin. Dimana setiap perilaku yang dilakukan

oleh seorang pemimpin akan pasti mempengamhi orang yang ada dalam

pengawasannya, agar dapat mencapai tujuan yang dikehendakinya.

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib melayani

setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seluruh kepentingan publik

harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara yaitu dalam

berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil

dan kebutuhan dasar masyarakat. Dengan kata lain seluruh kepentingan yang

menyangkut hajat hidup orang banyak itu harus atau perlu adanya suatu

pelayanan.

Pemenintah mengandung anti suatu kelembagaan atau organisasi yang

menjalankan kekuasaan pemerintahan, sedangkan pemerintahan adalah proses

berlangsungnya kegiatan atau perbuatan pemerintah dalam mengatur kekuasaan

suatu negara. Penguasa dalam hal ini pemerintah yang menyelenggarakan

pemerintahan, melaksanakan penyelenggaraan kepentingan umum, yang

dijalankan oleh penguasa administrasi negara yang harus mempunyai wewenang.

Seiring dengan perkembangan, fungsi pemerintahan ikut berkembang, dahulu

fungsi pemerintah hanya membuat dan mempertahankan hukum, akan tetapi

pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-undang tetapi berfungsi juga untuk

merealisasikan kehendak negara dan menyelenggarakan kepentingan umum


4

(public sevice). Perubahan paradigma pemerintahan dan penguasa menjadi

pelayanan, pada dasarnya pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan publik kepada masyarakat. (Online).

Setiap pemimpin di pastikan akan mempengaruhi orang-orang yang ada

disekitarnya, agar orang-orang tersebut mampu untuk patuh terhadap mekanis

serta pcngarahan-pengarahan rulin dalam organisasi. Perkembangan teknologi di

bidang pemerintahan, khususnya dalam pelaksanaan kepemimpinan kepala daerah

atau Bupati diharapkan dapat menjalankan dan melaksanakan tanggung jawabnya

khususnya dalam hal pembangunan dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Adapun kriteria pemimpin yang ideal yaitu jujur, adil, bijaksana, kharismatik dan

cerdas.

Kepemimpinan merupakan proses atau serangkaian kegiatan yang saling

berhubungan satu dengan yang lain berisi menggerakkan, membimbing dan

mengarahkan serta mengawasi orang lain dalam berbuat sama. Seluruh kegiatan

itu dapat disebut sebagai usaha mempengaruhi perasaan, pikiran dan tingkah laku

orang lain ke arah pencapaian tujuan. Kepemimpinan juga bisa diartikan proses

interaksi antara pemimpin dengan pegawainya untuk berbuat sesuatu yang sesuai

dengan tujuan organisasi. Kepemimpinan pada suatu organisasi sangat ditentukan

oleh bagaimana pimpinan mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat.

Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya suatu keterbatasan dan

kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak, manusia terbatas

kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunyai

kelebihan kemampuan untuk memimpin. Di sinilah timbulnya kebutuhan akan

pemimpin dan kepemimpinan. Betapa pentingnya pemimpin dan kepemimpinan


5

dalam suatu kelompok jika terjadi suatu konflik atau perselisihan diantara orang-

orang dalam kelompok, maka orang-orang mencari cara pemecahan supaya

terjamin keteraturan dan dapat ditaati bersama. Kepemimpinan yang tepat juga

mendukung proses pembangunan pada suatu pemerintahan, dimana ketepatan

dalam proses pembaginan tugas dan wewenang secara tepat secara langsung akan

membantu proses pencapaian tujuan pembangunan daerah yang telah ditetapkan.

Pembangunan daerah di Luwu tidak lepas dan sosok pemimpin daerahnya,

dimana pemimpin daerah mempunyai peran yang sangat penting dalam kemajuan

pembangunan daerahnya. Pentingnya peran pemimpin daerah berawal dan adanya

desentralisasi dimana desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan pusat ke

daerah. Berawal dan itulah peran pemimpin daerah menjadi sangat penting. Jika

dilihat dari majunya pembangunan daerah di Luwu, pemerintah daerah belum

sepenuhnya berhasil merjalankan tugasnya dalam desentralisasi. Apabila ditinjau

dan segi kepemimprnan kepala daerah di Kabupaten Luwu, kepemimpinan yang

sekarang dengan kepemimpinan sebelumnya nampak cukup terlihat jauh berbeda

dalam hal inteniksi dengan masyarakatnya.

Pengelolaan pembangunan yang belum berjalan secara optimal membuat

masyarakat tidak nyaman dalam beraktivitas, serta masih adanya daerah-daerah

yang belum dapat menikrnati listrik khususnya daerah yang berada dipegunungan

serta kepala Daerah/Bupati hanya peka terhadap masyarakat pinggiran sedangkan

masyarakat dikota tidak mendapatkan perhatian dan Bupati.

Berdasarkan kendala di atas, maka untuk mengatasi masalah-masalah yang

berhubungan dengan pembangunan, diskomunikasion, dan pemberdayaan

masyarakat, sehingga terbentuk iklim atau suasana yang hannonis. Pegawai yang
6

bekeija sesuai dengan tugas yang dilimpahkan kepadanya, merasa nyaman dan

cocok dengan pekeijaan yang tclah diberikan kepadanya. Berdasarkan latar

belakang tersebut, maka pemilis mengangkat judul “Kepemimpinan Bupati

dalam Membangun Good Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten

Lawu”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Kepemimpinan Bupati dalam membangunan Good

Governance di Sekretariat Pemenintahan Kabupaten Luwu?

2. Bagaimana upaya yang ditempuh Bapak Bupati dalam membangunan Good

Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dan peneitian tersebut yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Bupati dalam membangunan

Good Governance di sekretariat pemerintahan di Kabupaten Luwu.

2. Untuk mengetahui upaya yang ditempuh Bapak Bupati pemerintah dalam

membangunan Good Governance di sekretriat pemerintahan Kabupaten

Luwu.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi lembaga pendidikan, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat

menjadi bahan informasi dalam meningkatkan kinerja pengajar pada

lembaga pendidikan.

2. Bagi penulis, menambah dan memperluas dalam melakukan penelitian dan

pengetahuan tentang Kepemimpinan Bupati dalam Membangun Good

Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Knsep Kepemimpinan

a. Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan tampaknya lebih merupakan konsep yang berdasarkan

pengalaman. Arti kata-kata ketua atau raja yang dapat ditemukan dalam beberapa

bahasa hanyalah untuk menunjukan adanya pembedaan anatara pemerintah dan

anggota masyarakat lainnya. Banyaknya konsep definisi kepemimpinan yang

berbeda hampir sebanyak jumlah orang yang telah berusaha untuk

mendefinisikannya. Untuk lebih mempermudah pemahaman kita, maka akan

diacuh satu definisi yang kiranya mampu menjadi landasan untuk membahas

konsep kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang

saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang

menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph

C. Rost,1993).

Definisi tentang kepemimpinan bervariasi sebanyak orang yang mencoba

mendefinisikan konsep kepemimpinan. Definisi kepemimpinan secara luas

meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi

perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki

kelompok dan budayanya. Selain itu juga memengaruhi interpretasi mengenai

peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas

untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasarna dan kerja kelompok,

perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang di luar kelompok atau

organisasi. (Rival, 2003).

7
8

Gibson dalam Jurnal Administrasi Publik (2O13) mengatakan bahwa

kepemimpinan adalah suatu usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan

tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan. Definisi

Gibson mengisyaratkan bahwa kepemimpinan melibatkan penggunaan pengaruh

dan semua hubungan dapat melibatkan kepemimpinan.

Menurut Miftah Thoha dalam bukunya Kepemimpinan dalam Manajemen yang

dimaksud dengan kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku

orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu

(Thoha, 1983:123). Dimana setiap perilaku yang dilakukan oleh seorang

pemimpin akan pasti mempengaruhi orang yang ada dalam pengawasannya, agar

dapat mencapai tujuan yang dikehendakinya Sedangkan menurut Stephen Robbins

dalam bukunya pinsip-prinsip Perilaku Organisasi mengatakan bahwa

kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk

mencapai tujuan. Jadi dalam memimpin setiap pemimpin di pastikan akan

mempengruhi orang-orang yang ada disekitarnya, agar orang-orang tersebut

mampu untuk patuh terhadap mekanis serta pengarahan-pengarahan rutin dalam

organisasi.

Banyaknya konsep definisi mengenai kepemimpinan yang berbeda hampir

sebanyak jumlah orang yang telah berusaha untuk mendefinisikannya. Sekalipun

demikian terdapat banyak kesamaan di antara definisi-definisi tersebut yang

memungkinkan adanya skema klasifikasi secara kasar.

a. Kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompok

Mumfrrord (1906-1907) : “kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau

bebrapa individu dalam kelompok, dalam mengontrol gejala-gejala sosial “.


9

Cooley (1902) : “pemimpin selalu merupakan inti dari tendensi dan di lain pihak,

seluruk gerakan sosial bila diuji secara teliti akan terdiri atas berbagai tendensi

yang mempunyai inti tersebut”.

Redl (1942) : “pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok”

Brown (1936) : “pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi

boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan”.

Knickerbocker (1948) : “kepemimpinan adalah fungsi dari kebutuhan yang

muncul pada situasi tertentu dan terdiri atas hubungan antara individu dengan

kelompoknya.

b. Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya

Bowden (1926), mempersamakan kepemimpinan dengan kekuatan kepribadian.

Tead (1929), kepemimpinan sebagai perpaduan dari berbagai sifat yang

memungkinkan individu mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan beberapa

tugas tertentu.

Bogarus (1928), kepemimpinan sebagai bentukan dan keadaan pola tingkah laku

yang dapat membuat orang lain berada di bawah pengaruhnya.

c. Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain

Munson (1921) : ”kepemimpinan sebagai kemampuan menghendle orang lain

untuk memperoleh hasil maksimal dengan friksi sedikit mungkin dan kerja sama

yang besar. Kepemimpinan adalah kekuatan semangat/moral yang kreatif dan

terarah”.

Stuart : “kepemimpinan sebagai kemampuan yang memberi kesan tentang

keinginan pemimpin, sehingga dapat menimbulkan kepatuhan, rasa hormat,

loyalitas dan kerjasama”.


10

Bundel (1930) : “ “memandang kepemimpinan sebagai seni untuk mempengaruhi

orang lain mengerjakan apa yang diharapkan supaya orang lain mengerjakan”.

Philips (1939) : “kepemimpinan adalah pembenahan, pemeliharaan dan

pengarahan dari kesatuan moral untuk mencapai tujuan akhir”.

d. Kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh

Shartle (1951) : “pemimpin dapat dianggap sebagi seorang individu yang

menggunakan pengaruh positif melalui tindakannya terhadap orang lain”.

Tannenbaum, Weschler dan Massank (1961) : “kepemimpinan sebagai pengaruh

interpersonal, dipraktekan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses

komunikasi untuk mencapai tujuan.

e. Kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku

Hemphill (1949) : “kepemimpinan didefinisikan sebagi tingkah laku seorang

individu yang mengatakan aktivitas kelompok”

f. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi

Schenk (1928) : “kepemimpinan adalah pengelolaan manusia melalui persuasi dan

interprestasi dari pada melalui pemaksaan langsung”.

Meson (1934) : “kepemimpinan mengindikasikan adanya kemampuan

mempengaruhi manusia dan menghasilkan rasa aman dengan melalui pendekatan

secara emosional dari pada melalui penggunaan otoriter”.

Copeland (1942) : “kepemimpinan adalah seni berhubungan dengan orang lain,

merupakan seni mempengaruhi orang melalui persuasi dengan contoh konkrit”.


11

g. Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan

Janda (1960) : “kepemimpinan sebagai tipe hubungan kekuasaan yang berciri

persepsi anggota kelompok tentang hak anggota kelompok untuk menentukan

pola tingkah laku yang sesuai dengan aktivitas kelompok”.

Warriner (1955) : “kepemimpinan sebagai bentuk hubungan antara

manusia/individu yang mempersyaratkan konformitas dengan tindakan masing-

masing individu”.

h. Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan

Cowley (1928) : “pemimpin adalah individu yang memiliki program, rencana dan

bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang

pasti”.

Bellow (1959) : “kepemimpinan sebagai proses menciptakan situasi sehingga para

anggota kelompok, termasuk pemimpin dapat mencapai tujuan bersama dengan

hasil maksimal dlam waktu yang singkat.

i. Kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi

Borgardus (1929) : “kepemimpinan tidak sebagi penyebab atau pengendali,

melainkan sebagai aklibat dari tindakan kelompok”.

j. Kepemimpinan sebagai pembedaan peran

Sherif (1956) : “menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan peranan di dalam

suatu skema hubungan dan ditentukan oleh harapan timbal-balik antara pemimpin

dengan anggota lainnya”.

11. Kepemimpinan sebaga inisiasi struktur

Stogdill (1955) : “kepemimpinan sebagai permulaan dan pemeliharaan struktur

harapan dan interaksi”.


12

Pengertian kepemimpinan menurut Nasrullah Nazsir diatas, bahwa suatu

kepemimpinan di pengaruhi oleh interaksi dan harapan, Humanistic theory,

Exchange theory, Situasional yang dimana hal tersebut merupakan suatu sistem

yang saling berkaitan.

1. Dasar berpijak faktor interaksi dan barapan mi adaiah path tiga variabel

utama yaitu: aksi reaksi, interaksi dan harapan. Seorang pemimpin dalam

langkah awalnya harus mampu menunjukan suatu aksi. Sebagai contoh

menawarkan harapan-harapan pada pengikutnya, pencapaian tujuan

bersama serta hari esok yang lebih cerah.

Pada negara-negara demokrasi barat faktor interaksi dan harapan mi

sering dipakai dalam kampanye partai. Akibatnya reaksi akan timbul dan

orang yang dipimpin. Terlepas reaksi tersebut positif atau negatif atan juga

kedua-duanya muncul. Akhirnya muncul interaksi antara yang dipimpin

dengan yang memimpin.

Akan tetapi teori ini mensyaratkan bahwa pemimpin harus mampu

menjaga kredibilitas dimata kelompok. Apabila harapan kelompok

dikecewakan, saat itu juga mereka menunjukan reaksi yang pada akhirnya

dapat menurunkan kredibilitas pemimpin. Untuk hal itu faktor interaksi dan

harapan ini menuntut pemimpin betul-betul memiliki sikap yang

bertanggung jawab.

2. Dasar berpijak faktor motivasi/Humamstiic theory ini berdasarkan suatu

dalil menurut Mc. Gregor “manusia karena sifatnya adalah orgasme yang

dimotivasi; sedangkan organisasi karena sifatnya adalah tersusun dan


13

terkendali; fungsi dan pemimpin adalah memberikan sejumlah kewenangan

untuk bertindak guna menimbulkan motivasi bawahan.

Mc Gregor berpendapat (walau masili bersifat asumtif) dalam

organisasi minimal dua golongan. Golongan X sebagai penolak gagasan dan

pasif. Golongan Y sebagai penenima gagasan dan memiliki motivasi dan

suka bertanggung jawab. Usaha kelompok yang ada bagaimana

mengupayakan golongan Y sehingga menimbulkan human relationshif

antar mereka. Sehingga dapat terjadi penularan sifat-siflit yang positif.

Kalau hal tersebut terjadi maka tujuan organisasi untuk mencapai tujuan

bersama akan tercapai.

3. Faktor Exchange theory ini dikemukakan oleh Homas (1961,1974) yang

konsepnya tersebut sebagai Behavioral sociological model of social

exchange. Kemudian dikembangkan oleh Tibaut dan Kelli dengan

konsepnya Exchange-theory. Theori ini mendasarkan suatu asumsi bahwa

interaksi sosial menggambarkan suatu bentuk tukar-menukar, dalam hal mi

anggota-anggota kelompok memberikan kontribusi dengan pengorbanan-

pengorbanan mereka sendiri dan menerima imblan pengorbanan kelompok

atau anggota lainnya.

4. Tokoh utama dan faktor situasional ini ialah Paul Hersey dan Kenneth

H. Balanchard. Menurut faktor ini gaya kepemimpinan selalu berbeda

denga tuntutan situasi. Pimpinan sebelum bertindak dituntut untuk dapat

mendiagnosa situasi yang di hadapi. Oleh karena itu pimpinan dituntut

mengubah perilaku sesuai dengan tuntutan situasi dan kebutuhan saat itu.
14

Menurut Stephen Robbins dalam bukunya Pinsip-prinsip Perilaku

Organisasi mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Jadi dalam memimpin

setiap pemimpin di pastikan akan mempengruhi orang-.orang yang ada

disekitarnya, agar orang-orang tersebut mampu untuk patuh terhadap mekanis

serta pengarahan-pengarahan rutin dalam organisasi.

k. Tipe-tipe Kepemimpinan

a. Tipe Otokratis

Ciri-cirinya antara lain:

1) Mengandalkan kepada kekuatan / kekuasaan

2) Menganggap dirinya paling berkuasa

3) Keras dalam mempertahankan prinsip

4) Jauh dan para bawahan

5) Perintah diberikan secara paksa

b. Tipe Laissez Faire

Ciri-cinnya antara lain:

1) Memberi kebebasan kepada para bawahan

2) Pimpinan tidak terlibat dalam kegiatan

3) Semua pekerjaab dan tanggung jawab dilimpahkan kepada bawahan

4) Tidak mempunyai wibawa

5) Tidak ada koordinasi dan pengawasan yang baik

c. Tipe Paternalistik

Ciri-cirinya antara lain:

1) Pemimpin bertindak sebagai bapak


15

2) Memperlakukan bawahan sebagai orang yang belum dewasa

3) Selalu memberikan perlindungan

4) Keputusan ada ditangan pemimpin

d. Tipe Kepemimpinan

Ciri-cirinya antara lain:

1) Dalam komunikasi menggunakan saluran formal

2) Menggunakan sistem komando/perintah

3) Segala sesuatu bersifat formal

4) Disiplin yang tinggi, kadang bersifat kaku

e. Tipe Demokratis

Ciri- cirinya antara lain:

1) Berpatisipasi aktif dalam kegiatan organisasi

2) Bersifat terbuka

3) Bawahan diberi kesempatan untuk memberi saran dan ide-ide baru

4) Dalam pengambilan keputusan utamakan musyawarah untuk mufakat

5) Menghargai potensi individu

f. Tipe Open Leadership

Tipe ini hampir sama dengan tipe demokmtis. Perbedaannya terletak

dalam hal pengambilan keputusan Dalam tipe mi keputusan ada ditangan

pemimpin.

B. Konsep Pembangunan

Berbicara ukuran keberhasilan pembangunan bagi kita masyarakat awam

memiliki pandangan yang beragam. Hal ini karena selain pengetahuan yang

mereka berbeda, kepentingan mereka berbeda pula. Untuk itulah maka setiap
16

warga Negara perlu memiliki persepsi yang sama indikator keberbasilan

pembangunan, sehingga keberhasilan pembangunan tersebut bisa dipahami dari

sudut pandang yang sama.

Mengukur sejauh mana kemajuan pembangunan dicapai diperlukan ukuran

(indikator). Indicator dan variable pembangunan bisa berbda-beda untuk setiap

Negara. Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan

pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik

masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah.

Sebaliknya, di Negara-negsara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut,

indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan tersier

(Tikson dalam Parsiyo 2005).

Pembannguuan adalah upaya untuk membuat kehidupan yang lebih baik untuk

setiap orang (Peet and Hartwick : 2009). Hal ini berarti pembangunan merupakan

sebuah upaya yang dapat membawa masyarakat mengikuti sebuah proses untuk

mencapai kehidupan yang sebelumnnya dianggap tidak baik,atupun kurang baik,

menjadi sebuah kondisi yang lebih baik. Meskipun demikian kondisi masyarakat

yang lebih baik adalah sebuah kondisi yang tidak dapat ditunggalkan.Kondisi ini

mempunyai banyak ukuran dan kriteria yang berbeda. Akibatnya, ukuran kondisi

yang kebih baik bagi seseorang belum tentu baik menurut orang lain, bahkan

dapat saja menajdi kondisi yang lebih buruk. Contohnya Pemerintah beranggapan

kondisi yang lebih baik bagi bangsanya adalah tercapinya pertumbuhan

ekononmi. Oleh karena itu pemerintah berusaha membuka sebanyak mungkin

wilayah kantong-kantong pertumbuhan ekonomi yang dapat mendukung tujuan

tersebut.. Namun dalam mencapai tujuan tersebut harus melalui proses


17

penggusuran tanah masyarakat, lantaran upaya pembukaan wilayah baru

membutuhkan banyak lahan. Sehingga upaya untuk memenuhi ukuran

pertumbuhan ekonomi yang dianggap baik oleh pemerintah, ternyata malah

dirasakan sebagai sebuah kondisi yang buruk bagi masyarakat yang tergusur.

Ketidakmampuan memahami kebutuhan setiap masyarakat sering

mengakibatkan administrator publik sebagai penyelenggara negara tidak akan

mampu mewujudkan tujuan utama dari pembangunan yang diembanya.

Ketidakmampuan ini tidak dapat dilepaskan dari keterbatasan teori-teori

pembangunan yang tersedia dalam memahami kebutuhan manusia dan cara

memenuhinya, dan ditambah lagi dengan pilihan teori yang dipilih dapat bias

kepentingan ekonomi dan politik. Penggusuran misalnya, sering terjadi karena

Administartor Publik hanya memahami pembangunan dari sudut pandang

pertumbuhan ekonomi yang dingaap baik oleh pemerintah, tidak memandang

pembangunan dari sudut pandang penjaminan kebutuhan dasar rakyat yang

dinaggap baik oleh masyraakat.

Agar kinerja administrator publik dapat betul-betul mengarah pada pencapaian

upaya perbaikan kehidupan masyarakatnya, maka teori-teori pembangunan yang

mampu mejawab kebutuhan manusia dari beragam sudut pandang perlu tersedia.

Agar supaya teori pemabngunan dapat mencapai tujuan tersebut, maka teori

pembangunan harus dikembangkan dengan cara pemahaman multidisipner yang

mampu terintegrasi menjadi satu pemahaman tentang cara memenuhi kebutuhan

manusia. Integrasi ini bukan hanya integrasi antar Ilmu sosial, tetapi juga antar

ilmu sosial dengan Ilmu alam. Pemahaman antar Ilmu Sosial dibutuhkan untuk

memahami masyarakat yang terdiri dari manusia, makhluk yang multidimensional


18

yang mempunyai banyak keinginan dan beragam ukuran dalam memandang hidup

yang lebih baik.Dengan memahami manusia dari beragam sudut pandang,

Ilmuwan Sosial yang berasal dari beragam disiplin Ilmu sosial seperti Politik,

Ekonomi, Sejarah dan lain sebagainya akan dapat menegembangkan teori

pembangunan yang yang dapat memahami manusia secara terintegratif, sekailgus

cara untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Pemahaman terhadap Ilmu alam dibutuhkan karena manusia adalah makhluk

yang pemenuhan kebutuhanya juga disanggah oleh alam. Jika alam mengalami

penurunan kualitas dan kuantitas, maka hal ini akan berdampak pada penurunan

kemampuan alam menyanggah kebutuhan manusia..Oleh karena hasil-hasil studi

dari Ilmu alam yang telah mampu memahami perkembangan kondisi alam harus

dapat diintegrasikan dengan perkembangan ilmu sosial agar dapat menjadi acuan

bagi Ilmuwan Sosial. Sebagai Contoh saat ini ilmu alam sudah mampu

mengambarkan ancaman global dari kerusakan lingkungan hidup yang berdampak

pada perubahan iklim, namun hal ini tidak mampu direspon ilmuwan sosial

dengan baik.Kondisi ini berakibat para pengambil kebijakan publik ataupun tata

kelola pemerintahan yang tersedia tidak mengarah pada upaya penyelesaian

persoalan masalah perubahan iklim global, malahan meraka sering membuat

kebijakan yang dapat memperparah kondisi yang sudah parah.

Agar dapat membawa masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik, para

ilmuwan secara umunya dan teoritis teori pembangunan khusunya harus mampu

merumuskan teori-teori yang mampu memahami kebutuhan manusia dari beragam

sudut pandang..Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka teori pembangunan

harus dapat dikembangkan menjadi sebuah teori yang mampu memiliki


19

pemahaman multidisplner, baik antar rumpun Ilmu Sosial maupun antar Ilmu

Sosial dengan ilmu alam.Pemahaman tersebut harus dapat menajdi sebuah

pemahaman yang terintegratif.

Sebagaimana diuraikan diatas dalam memandang kriteria hidup yang lebih

baik terdapat banyak sudut pandang, hal ini amat tegantung dari teori yang dianut.

Keberagaman sudut pandang ini akan berdampak pada keberagaman indikator

dalam mengukur keberhasilan pembangunan. Dalam praksisnya ukuran dalam

pembangunan bukanlah sesuatu yang bebas kepentingan. Bagi penyelenggara

negara ukuran dalam membangun sering digunkan untuk mengklaim hasil kinerja

mereka dalam membangun.tentunnya dengan menggunakan ukuran yang berpihak

pada kepentingan mereka. Sebaliknya bagi kaum pengkritik pemrintah, ukuran

keberhasilan pembangunan sering digunakan untuk mengkritik pemerintah,

tentunya juga dengan kriteria dan ukuran yang berpihak pada kepentingan mereka.

Sebagai contoh ketika dalam sebah negara pertumbuhan ekonominya meningkat,

maka pemerintahnya akan menonjolkan keberhasilan meraka dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, meskipun dalam negara tersebut juga terjadi kesenjangan

sosial dan kerusakan lingkungan hidup. Sebaliknya, para pengkritik akan

menonjolkan kegagalan pemerintah dalam hal kerusakan lingkungan hidup dan

pemerataan.

Bukunya yang berjudul Teori Pembangunan Dunia Ketiga Arief (1995)

menguraikan ada lima pendekatan yang digunakan untuk mengukur

pembangunan. Berikut akan diuraikan ukuran keberhasilan pembangunan yang

telah dihimpun oleh Arief budiman tersebut. Setalah uraian ini penulis akan
20

menawarkan cara yang perlu dilakukan untuk mengukur keberhasilan

pembangunan menurut pendapat penulis.

1. Kekayaan rata-rata.

Menurut pendekatan ini sebuah masyarakat dikatakan berhasil membangun

bila pertumbuhan ekonomi didalam masyarakat tersebut cukup tinggi. Cara

mengukurnya adalah diukur dari Gross National Product (GNP) dan Gross

Domestic Product ( GDP) yang dibagi dengan Jumlah penduduk. Dengan

demikian dapat diukur produksi rata-rata setiap orang dari sebuah negara.

2. Pemerataan ketiga.

Pendekatan ini mengkrtik pendekatan pertama yang hanya mengukur

kemakmuran sebuah negara hanya dari produksi rata-rata orang disetiap negara.

Menurut pendekatan ini bisa jadi kekayaan rata-rata tersebut hanya dinikmati oleh

sebagain kecil orang, dan sebagian besar orang yang lain yang tidak mendapat

akses terhadap pertumbuhan ekonomi tetap hidup dalam kemiskinan. Oleh karena

itu pendekatan ini menekankan pada pentingnya pemerataan terhadap hasil-hasil

dari pertumbuhan ekonomi. Cara yang dilakukan dalam pendekatan ini adalah

dengan melihat berapa prosen dari GNP di raih oleh 40% penduduk miskin, dan

berapa persen dari 40% dinikmati pendudk menengah,serta berapa prosen dari

20% dinikmati penduduk kaya.Kalau terjadi ketimpangan yang luar biasa maka

pemerataan dalam negara tersebut dianggap tidak tercapai. Cara lain adalah

dengan menggunakan indeks gini. Indeks ini diukur dengan angka antara 0-1. Bila

indeks gini sama dengan satu maka terjadi ketimpangan maksimal,tapi bila 0

maka ketimpangan tidak ada.Jadi semakin kecil indek gini maka semakin kecil

pula ketimpangan yang terjadi dalam sebuah negara.


21

3. Kualitas Hidup

Pendekatan ini tidak hanya mengukur pembangunan dari sudut pandang

ekonomi,melainkan menekanakn pada kesejahteraan penduduk. Salah satu tolak

ukur yang digunakan adalah pendapat moris yang mengenalkan PQLI (Physical

Quality Indeks), yang mengukur tiga indikator yaitu : (1) rata-rata harapan hidup

(2) Rata-rata jumlah kemtian bayi (3) Rata-rata presentasi bauta huruf.Ketika

indeks ini di dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi ternyata di masyarakat

negara berkembang terdapat ketidaksesuaian antara pertumbuhan ekonomi dan

tingkat kesejahteraan penduduk.

4. Kerusakan Lingkungan Hidup

Pendekatan ini menekankan pada pentingnya aspek lingkungan hidup sebagai

indikator dalam pembangunan. Pendekatan ini berpendapat bahwa pertumbuhan

ekonomi dan pemerataan yang didapat saat ini, bisa tidak berarti apa-apa bila

harus mengorbankan lingkungan hidup. Bagi pendekatan ini kerusakan

lingkungan hidup agar berdampak buruk terhadap masyrakat tersebut dimasa

depan. Sebab bila kemampuan lingkungan menurun untuk memenuhi kebutuhan

manusia menurun,maka hal tersebut akan memiskinkan masyarakat tersebut di

masa depan. Oleh karena itu, pendekatan ini memasukan kemampuan untuk

melakukan pelestarian terhadap lingkungan hidup sebagai faktor penting yang

menentukan keberhasilan pembangunan.

5. Keadilan sosial dan kesinambungan

Pendekatan ini menggabungkan dua pendekatan yang sebelumnya sudah

melakukan krtitik terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai orientasi utama, yaitu

pendekatan pemerataan dan lingkungan hidup. Dalam pendekatan ini keberhasilan


22

pembangunan dapat diukur dari sejauh mana pemerataan dapat terwujud,

sekaligus lingkunagn hidup tetap lestari.

Menurut pendapat saya kelima ukuran pembangunan tersebut bisa sudut

pandang orang luar dalam memandang sebuah indikator kehidupan yang lebih

baik dalam sebuah masyarakat. Para teoritikus hanya mengukur dari sudut

pandang mereka, tapi tidak memperhitungkan ukuran hidup yang lebih baik

menurut Indikator masyarakat sendiri. Pandangan seperti ini hanya menempatkan

masyarakat sebagai objek dari pembangunan. Padaha yang paling mengerti

tentang kebutuhan masyarakat sendiri tentunya hanya diri mereka sendiri.Posisi

orang luar hanya dapat memperkirakan apa yang dibutuhkan masyarakat.

Ditambah lagi kebutuhan masing-masing masyarakat tidak bisa disamakan, sebab

kondisi lingkungan fisik, sosial dan budaya yang melatar belakangi sebuah

masyarakat tidak seragam. Oleh karena itu, cara mengukur Indikator keberhasilan

pembangunan perlu ditambah dengan menjadikan masyarakat sebagai subjek dari

pembangunan.

Kondisi dapat dilakukan dengan memberikan ruang pada masyarakat untuk

mengukur kerhasilan pembangunan menurut ukuran mereka sendiri.Bila

pembangunan diperuntukan bagi masyarakat, maka rakyat harus dianggap mampu

merumuskan kebutuhanya sendiri.Langkah yang perlu dilakukan untuk

memahami kebutuhan masyarakat adalah dengan melibatkan masyarakat dalam

menentukan kebutuhan sendiri dan menilai sendiri apakah kebutuhanya sudah

terpenuhi atau tidak dalam proses pembangunan. Dengan menggunakan

mekanisme yang partisipatif seperti ini akan didapatkan ukuran-ukuran dan

kriteria-kriteria keberhasilan pembangunan yang berbasis pada kebutuhan


23

masyarakat secara nyata dan tentunya hasilnyaa tidak seragam, melainkan sangat

beragam tergantung pada kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada didalam

masyarakat tersebut.

Teori pembangunan diproduksi oleh para teoritis yang mempunyai beragam

sudut pandang dan mereperentasikan banyak kepentingan. Teori pemabngunan

yang dominan merepresentasikan kepentingan yang dominan dalam sebauh

kelompok masyarakat. Sejak Masa pencerahan dan dilajutkan denagn Revolusi

Indsutri teori pembangunan di masyarakat barat sangat didomiansi kepentingan

kelas dominan yaitu kelas kapitalis. Kepentingan kelas dominan ini selalu

mendapat kritik dari kaum yang mengkritik sistem kapitalisme. Kritik-kritik ini

pada akhirnya akan sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan teori

pembangunan.

Richer Peet and Elaine Hartwick (2009) membagi dua bagian besar teori

pembangunan yang akan kita perdalam pada bab-bab berikut dari diktat ini, yang

pertama Teori pembangunan yang dikelompokanya sebagai Teori pembangunan

Konvensional, teori ini diposiskan sebagai sebuah teori yang menerima

keberadaan struktur kapitalisme sebagai jenis terbaik masyarakat.Teori ini

menekankan pada pembangunan sebagai pertumbuhan ekonomi. Sedangakan

problem yag muncul sebagai akibat untuk mencapai tujuan tersebut,seperti

ketidakadilan sosial;kerusakan lingkungan hidup, dipandang hanya dampak dari

upaya untuk mencapai tujuan itu. Teori –teori yang berada dalam garis Teori

pembangunan konvensional adalah teori ekonomi klasik, Teori Ekonomi neo

klasik, Teori keynesian, Teori modernisasi dan teori Neo-liberalisme dan

termasuk juga Sustainable Development. Meskipun berada dalam satu garis teori
24

yang dapat digolongkan konvensional teori-teori ini tetap melakukan kritik

sekaligus saling melengkapi satu dengan yang lainya

Teori konvensional hadir sebagai hasil zaman pencerahan yang telah

melahirkan cara berpikir rasional dan empiris yang berkontribusi besar bagi

munculnya peradaban moderen. Cara berpikir baru ini berpengaruh besar terhadap

kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah berdampak pada terjadinya

perubahan tatanan kelas-kelas sosial dalam masyarakat barat yang sebelumnya

didominasi oleh kelas-kelas bangsawan dan gereja menjadi didominasi oleh kelas-

kelas pemilik modal. Dalam melakukan peranya sebagai pemain baru dalam

proses perubahan sosial kaum pemilik modal ini membutuhkan teori-teori yang

melegitimasi peran penting mereka dalam kehidupan sosial dan ekonomi pada

abad baru ini.Dalam hal teori konvensional awal, yaitu teori ekonomi klasik yang

megenalkan konsep akumulasi kapital dan pasar bebas mempunyai peran penting

dalam proses awal perubahan ini. Dengan demikian kemunculan teori-teori

konvensional tidak dapat dilepaskan dari kepentingan kelas kapitalis.

Kedua, Teori Unconventional. Teori ini merupakn antitesis dari teori

pembangunan konvensional yang telah menndominasi peradaban moderen saat

ini. Berkebalikan dengan teori konvensional,teori-teori yang berada pada garis

pemikiran unconventional tidak menerima sistem kapitalisme sebagai sistem

masyarakat terbaik, bahkan ada juga yang menolak ie-ide pencerahan yang telah

membentuk peradaban moderen. Meskipun sama-sama tidak menerima

kapitalisme sebagai sebuah tatanan masyarakat yang ideal, teori-teori yang berada

pada garis pikir Unconventional tidak seragam. Teori-teori ini mempunyai

perbedaan mendasar dalam memandang sistem ideal masyarakat. Perbedaannya


25

adalah antara teori –teori yang dipengaruhi cara berpikir marxis dan teori yang

tidak berada pada garis pemikiran marxis. Teori yang berada pada garis pikir

marxis adalah teori yang mengkritik langsung dominasi kapitalisme dalam

peradaban manusia, yang dianggap sebagai sebuah sistem ekonomi yang

ekploitatif terhadap kelas yang tidak bermodal, namun teori ini masih berada

dalam satu cara berpikir dengan teori konvensional, yaitu masih berada dalam

cara berpikir moderen.

Teori ini hadir ketika dominasi kapitalisme telah memunculkan dampak buruk

bagi masyarakat eropa pada saat itu, yaitu kesenjangan sosial yang muncul akibat

ekploitasi terhadap kaum buruh. Dalam hal pendekatan analisis teori ini

menggunakan analisi struktural dalam menganalis hubungan-hubungan sosial

yang ada didalam masyarakat. Dalam analisis ini perbedaan penguasaan terhadap

faktor produksi menjadi variabel utama yang harus diperhatikan Teori

Pembangunan yang berada pada garis pikir marxis adalah teori ketergantungan.

Teori kedua adalah yang tidak dipengaruhi oleh cara berpikir marxis. Teori ini

menempatkan diri pada posisi teori yang melakukan kritik terhadap peradaban

moderen yang dibangun dari cari berpikir rasional dan empiris pada abad

pencerahan. Menurut teori ini peradaban moderen saat ini tidaklah membawa

kehidupan masyarakat yang lebih baik. Peradaban moderen dianggap telah

menciptakan penunggalan kebenaran yang telah menindas kebenaran lain yang

berbeda dengan cara berpikir moderen Menurut penganut teori ini doimanasi

kebenaran yang ciptakan dalam peradaban moderen dianggap telah berdampak

pada dehumanisasi. Teori Pembangunan yang berada pada posisi ini adalah teori

Postruktural dan poskolonialisme.


26

Selaian diisi perbedaan garis teori antara conventional dan unconventional

dinamika teori pembangunan juga diisi dengan persoalan bagaimana

memposisikan perempuan dalam proses pembangunan. Teori-teori ini disebut

dengan Teori pembangunan Feminsme. Teori yang berusaha memahami cara agar

perempuan hidup lebih baik ini, mempunyai kebergaman persepktif yang juga

dipengaruhi cara berpikir conventional dan unconventional. Teori konventional

seperti Women In development (WID) menekan peran permpuan untuk

mendukung sistem kapitalisme yang telah mapan. Sedang teori-teori lainya seperti

Women And Development ( WAD) dan Gender And Development (GAD)

menekankan pada pembelaan terhadap posisi perempuan yang dianggap dirugikan

oleh eksisnya sistem kapitalisme.

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa kemuculan teori pembangunan tidak

dapat dilepaskan dari kepentingan dan konteks sosial yang berpengaruh besar

pada zaman tersebut. Teori conventional lahir sebagai kritik terhadap zaman

feodal yang didominasi oleh kaum bangsawan, sekaligus sebagai upaya untuk

memperkuat posisi kaum kapitalis. Sedangkan teori unconventional muncul

dilatarbelaksngi oleh dua kritik. Kritik pertama adalah krtik langsung terhadap

dominasi sitem Kapitalisme,sedang kritik terhadap domiasi cara berpikir Ilmiah

yang diciptakan dalam peradaban moderen. Selaian itu dinamaika teori

pembanguan juga dipengaruhi oleh perdebatan mengenai posisi perempuan dalam

upaya mencapai kehidupan yang lebih baik untuk kaumnya. Pada bagian-bagian

berikut dari diktat akan diuraikan dengan lebih detail lagi dari teori-teori tersebut.

Lembaga-lembaga internasional menggunakan Indikator ekonomi antara lain

pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur perekonomin, urbanisasi, dan


27

jumlah tabungan. Disamping itu terdapat pula dua indikator lainnya yang

menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah

yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia

(NDI). Berikut mi, akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (Tikson

dalam Parsiyo 2005:3). terhadap kelima indikator tersebut:

1. Pendapatan Perkapita

Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan

salah satu indikator makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur

pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makro-ekonomi, indikator ini

merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat

menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya

pendapatan perkapita telah menjadi indikator makro-ekonomi yang tidak bisa

diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan

pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-

negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan

kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan

pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli

menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan

nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan

kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.

2. Struktur Ekonomi

Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan perkapita akan

mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas

sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan perkapita,


28

konstribusi sektor manufaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional akan

meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan

meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh

perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain pihak, kontribusi

sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.

3. Urbanisasi

Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang

bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi

dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama

dengan nol. Sesuai dengan pengalaman industrialisasi di negara-negara Eropa

Barat dan Amerika Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus

dengan proporsi industrialisasi. ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan

semakin tinggi sesuai dengan cepatnya proses industrialisasi. Di Negara-negara

industri, sebagain besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan di

Negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah

pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu

indikator pembangunan.

4. Angka Tabungan

Perkembangan sektor manufaktur/industri selama tahap industrialisasi

memerlukan investasi dan modal. Finansial kapital merupakan faktor utama dalam

proses industrialisasi dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggeris

pada umumnya Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh

revolusi industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal

usaha ini dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.
29

5. Indeks Kualitas Hidup

Indeks kualitas hidup (ITCH) atau Physical Qualty of life Index (PQLT)

digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks

makro-ekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan

masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan

nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan

kesejahteraan sosial. Indeks kulaitas hidup dihitung berdasarkan kepada :

1) Angka rata-rata harapan hidup pada umur satu tahun,

2) Angka kematian bayi, dan

3) Angka melek huruf.

Indeks kualitas hidup, angka rata-rata harapan hidup dan kematian bayi

sekaligus dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan

lingkungan keluarga yang langsung berasosiasi dengan kesejahteraan keluarga.

Pendidikan diukur dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah

orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai hasil pembangunan. Variabel

ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi

keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para anggotanya. Oleh para

pembuatnya, indeks ini dianggap sebagai yang paling baik untuk mengukur

kualitas manusia sebagai basil dan pembangunan, disamping pendapatan perkapita

sebagai ukuran kuantitas manusia.

6. Judeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)

The United Nations Development Program (UNDP) telah membuat indikator

pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indikator yang telah

ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah pentingnya
30

memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP, pembangunan

hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumber daya manusia. Dalam

pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses yang

bertujuan mengembangkan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan oleh manusia.

Hal ini didasari oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia

akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang menentukan jalan

hidup manusia secara bebas.

Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai faktor penting dalam kehidupan

manusia, tetapi tidak secara otomatis akan mempengaruhi peningkatan martabat

dan harkat manusia. Dalam hubungan ini, ada tiga komponen yang dianggap

paling menentukan dalam pembangunan, umur panjang dan sehat, perolehan dan

pengembangan pengetahuan, dan peningkatan terhadap akses untuk kehidupan

yang lebih balk. Indeks ini dibuat dengan mengkombinasikan tiga komponen.

Tiga komponen tersebut adalah:

1) Rata-rata harapan hidup pada saat lahir,

2) Rata-rata pencapaian pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMU,

3) Pendapatan per kapita yang dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity.

Pengembangan manusla berkaitan erat dengan peningkatan kapabilitas

marnisia yang dapat dirangkum dalam peningkatan knowledge, attitude dan skills,

disampmg derajat kesehatan seluruh anggota keluarga dan lingkungannya.

Siagian dalam Deddy Supriady (2004) memberikan pengertian tentang

pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan

perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara
31

dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation

building)”.

Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial

budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju

atas kekuatan sendiri (self sustaining proces) tergantung kepada manusia dan

struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha

pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu innerwill, dan proses

emansipasi diri, dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan hanya

menjadi mungkin karena proses pendewasaan (Tjokroamidjoja danMustapadijaja

dalam Nawawi, 2009).

Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk

mengukur kinerja atau keberhasilan organisasi. Pengukuran kinerja organisasi

akan dapat dilakukan dengan mudah, cepat, tepat dan akurat jika terlebih dahulu

ditetapkan indikator kinerja yang telah disepakati bersama. Penetapan indikator

kinerja merupakan syarat penting untuk menetapkan rencana kinerja sebagai

penjabaran dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Hal ini mengingat

rencana kinerja akan merupakan gambaran sosok tampilan organisasi di masa

yang akan datang. lndikator kinerja daerah sebagai alat untuk menilai

keberhasilan pembangunan secara kuantitatif maupun kua1itatif, merupakan

gambaran yang mencerminkan capaian indikator kinerja program (outcomes/hasil)

dan kegiatan (output/keluaran).

Indikator kinerja program adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Pengukuran indikator

hasil lebih utama daripada sekedar keluaran karena hasil (outcomes)


32

menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin

mencakup kepentingan banyak pihak. Indikator kinerja akan dapat dijadikan

sebagai media perantara untuk memberi gambaran tentang prestasi organisasi

yang diharapkan di masa mendatang. Dalam hal ini, dalam melihat kinerja daerah

pada dasamya digambarkan melalui tingkat capaian sasaran dan tingkat efisiensi

dan efektivitas pencapaian sasaran dimaksud. Dengan demikian, indikator kinerja

yang diharapkan dapat menggambarkan tingkat pencapaian kinerja pemerintah

haruslah ditetapkan secara benar dan dapat menggambarkan keadaan untuk kerja

secara riil. Berdasarkan uraian makna penetapan kinerja pemerintah tersebut maka

untuk dapat mengukur tingkat capaian kinerja pelaksanaan pembangunan daerah

diperlukan penetapan indikator kinerja daerah dalam bentuk penetapan indikator

kinerja program pembangunan daerah sebagai indikator kinerja utama (key

performance indicator).

Lazimnya sebuah alat ukur untuk mengukur kinerja suatu organisasi, maka

indikator kinerja program pembangunan daerah ditetapkan dengan memenuhi

kriteria sebagai berikut (Artikel Rpjmd, 2014)

1. Terkait dengan upaya pencapaian sasaran pembangunan daerah,

2. Menggambarkan basil pencapaian program pembangunan yang diharapkan,

3. Memfokuskan pada hal-hal utama, penting dan merupakan prioritas

program pembangunan daerah, dan

4. Terkait dengan pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan daerah

Manfaat Studi Teori pembangunan bagi Administrator Publik

Apa manfaat mempelajari teori pembangunan bagi seorang administrator

Publik? Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu perlu kita pahami apa
33

tugas dari seorang admintrator publik dalam pembangunan. Dalam proses

pembangunan seorang adminstrator publik berperan besar dalam proses kebijakan

pembangunan, yatu dari proses merumuskan, memilih kebijakan yang tepat,

menjalankan kebijakan dan juga memonitoring dan mengevaluasi kebijakan.

Dalam proses tersebut seorang administrator publik harus mampu mengelola

kebijakan agar dapat mencapai tujuan pembangunan.

Uraian diatas telah diuraikan bahwa dalam studi teori pembangunan di pelajari

tentang beragam cara berpikir dalam memandang hidup yang lebih baik. Dari

kebeargaman tersebut maka terdapat banyak pilihan-pilihan yang dapat dipilih,

sekaligus cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan.

Dengan demikian, dengan meguasai teori pembangunan seorang administrator

public akan mempunyai kemampuan untuk membuat sebuah perencanaan

pembangunan dengan banyak perspektif.sehingga ketika mengambil keputusan

dapat menghasilkan sebuah keputusan yang betul-betul hasil dari pilihan-pilihan

yang telah mempertimbangkan banyak kepentingan. Penguasaan terhadap teori

pembangunan juga akan sangat membantu adminsitrator public dalam

mengimplementasikan kebijakan, karena teori pembangunan tidak hanya

berbicara tentang idealitas tetapi juga cara-cara untuk mencapai idealitas tersebut.

Penguasaan terhadap teori pembangunan juga akan membantu administrator

public dalam membangun indicator-indikator ketika memonitoring dan

mengevaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dikerjakan.

C. Konsep Good Governance

Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah

penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola


34

urusan-unisan negam path semua tingkat Tata pemenintahan mencakup seluruh

mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompokk

elompok masyarakat mengutarakan kepentmgan mereka, menggunakan bak

hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara

mereka.

Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan

sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan

sector non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif Definisi ini mengasumsikan

banyak aktor yang terlibat diiriana tidak ada yang sangat dominan yang

menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dan terminologi governance

membantah pemahaman formal tentang bekeijanya institusi-institusi negara..

Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat

pengambilan keputusan yang bekerja path tingkat yang berbeda.

Kondisi sistem pemerintahan good governance sangat berbeda dengan sistem

pemerintahan good govenment, dimana dalam sistem pemerintahan good

government masyarakat kurang dilibatkan dalam berbagai aktivitas dan proses

penyelenggaraan sistem pemerintahan, karena peranan birokrasi sangat dominan.

Karena itu sistem good govenment sangat berlawanan dengan sistem pemerinthan

good governance yang menuntut partisipasi dan prakarsa masyarakat mulai prodes

perencnaan, pelaksanaan sampai evaluasi penyelenggaraan sistem pemerintahan.

Sistem pemerintahan good governance sangat mengedepankan keterbukaan,

transparansi, kebersamaan dan kesetaraan antara pemerintah dengan masyarakat.

Dengan demikian good governance merupakan penjabaran secara eksplisit

penyelemggaraan sistem demokratisasi pemerintahan. Dalam penyelenggaraan


35

sistem pemerintahan good governance, masyarakat diharapkan tampil sebagai

pelaku atau aktor yang dapat mendorong terciptanya sistem pemerintahan yang

sesuai dengan dinamika dan tuntutan masyarakat yakni pelayanan publik yang

berkualitas atau pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan

masyarakat. Sistem pemerintahan good governance menuntut organisasi publik

bertindak sebagai agen perubahan (agent ofchanges), agen pembaruan dan agen

pembangunan serta lembaga terdepan yang melayani berbagai kepentingan

dan memenuhi harapan masyarakat.

Mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial, governance

bukanlah sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga. Ada

aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah satu

aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan oleh negara.

Tetapi harus diingat, dalam konsep governance wewenang diasumsikan tidak

diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus dan

pe1akupe1aku yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan

tidak bekerja berdasarkan dominasi pemerintah, maka pelakup elaku diluar

pemenintah barns memiliki kompeteusi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan

mematuhi wewenang yang dibentuk secara kolektif.

Definisi governance adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi

dan sosial untuk tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengan

demikian, “adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang

substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan

syarat utama efisien) dan (relatif) merata.”


36

Dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata

pemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi

guna mengelolah urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintaha

mencakup seluruh mekanisme,proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan

kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka,

menggunakan hak hukum,memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-

perbedaan diantara mereka.

Good governance adalah masalah perimbangan antara negara,pasar dan

masyarakat.Memang sampai saat ini,sejumlah karakteristik kebaikan dari suatu

governance lebih banyak berkaitan dengan kinerja pemerintah.Pemerintahan

berkewajiban melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi jangka

panjang seperti pendidikan kesehatan dan infrastruktur. Tetapi untuk

mengimbangi negara,suatu masyarakat warga yang kompoten dibutuhkan melalui

diterapkannya sistem demokrasi,rule of law,hak asasi manusia,dan dihargainya

pluralisme.Good governance sangat terkait dengan dua hal yaitu (1) good

governance tidak dapat dibatasi hanya pada tujuan ekonomi dan (2) tujuan

ekonomi pun tidak dapat dicapai tanpa prasyarat politik tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut UNDP kemudian mengajukan karateristik good

governance yang saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai

berikut : Partisipasi (Participation), Penegakan Hukum (Rule of law),

Transparansi (Transparancy), Daya Tanggap (Responsiveness), Berorientasi pada

consensus (Consensus orientation), Keadilan (Equity), Keefektifan dan Efisiensi

(Effectivennes and Efficiency), Akuntabilitas (Accountability), Visi Strategis

(Strategic Vision).
37

Sepuluh Prinsip Good Governance adalah :

1. AKUNTABILITAS: Meningkatkan akuntabilitas para pengambil

keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.

2. PENGAWASAN : Meningkatkan upaya pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan

keterlibatan swasta dan masyarakat luas.

3. DAYA TANGGAP: Meningkatkan kepekaan para penyelenggaraan

pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.

4. PROFESIONALISME: Meningkatkan kemampuan dan moral

penyelenggaraan pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang

mudah, cepat, tepat dengan biaya terjangkau.

5. EFISIENSI & EFEKTIVITAS: Menjamin terselenggaranya pelayanan

kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia

secara optimal & bertanggung jawab.

6. TRANSPARANSI: Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara

pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin

kemudahan didalam memperoleh informasi.

7. KESETARAAN: Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota

masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.

8. WAWASAN KE DEPAN: Membangun daerah berdasarkan visi &

strategis yang jelas & mengikuti-sertakan warga dalam seluruh proses

pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut

bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.


38

9. PARTISIPASI: Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak

dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan,

yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung mapun

tidak langsung.

10. PENEGAKAN HUKUM: Mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi

semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan

memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Tujuan Pembangunan Daerah : 

1. Mengurangi Disparitas atau ketimpangan pembangunan antara daerah dan

antar sub daerah serta antar warga masyarakat.

2. Memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.

3. Menciptakan atau menambah lapangan kerja.

4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dareah.

5. Mempertahankan atau menjaga kelestarian sumber daya alam agar

bermanfaat bagi generasi sejkarang dan generasi masa dating

(berkelanjutan).

 Manfaat Good Governance

1. Berkurangnya secaranyata praktik KKN di birokrasi yang antara

lain ditunjukan hal hal berikut :

 Tidak adanya manipulasi pajak.

 Tidak adanya pungutan liar.

 Tidak adanya manipulasi tanah

 Tidak adanya manipulasi kredit.


39

 Tidak adanya penggelapan uang Negara.

 Tidak adanya Pemalsuan dokumen.

 Tidak adanya pembayaran fiktif.

 Proses pelelangan (tender) berjalan dengan fair.

 Tidak adanya penggelembungan nilai kontrak (mark up).

 Tidak adanya uang komisi.

 Tidak adanya penundaan pembayaran kepada rekanan

 Tidak adanya kelebihan pembayaran

 Tidak adanya ketekoran biaya.

2. Terciptanya Sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah yang

bersih, efisien, efectif, transparan, professional dan akuntable.

 Sistem kelembagaan lebih efektif, ramping, fleksibel.

 Kualitas tata laksana dan hubungan kerja antarlembaga di pusat dan antara

pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota lebih baik.

 Sistem Administrasi pendukung dan kearsipan lebih efektif dan efisien.

 Dokumen/arsip Negara dapat di selamatkan, dilestarikan dan terpelihara.

 3. Terhapusnya peraturan perundang-undangan dan tindakan yang bersifat

diskriminatif terhadap warganegara, kelompok, atau golongan masyarakat.

 Kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha swasta meningkat.

 Sumber daya manusia, prasarana dan fasilitas pelayanan menjadi lebih

baik.

 Berkurangnya hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan public.


40

 Prosedur dan mekanisme serta biaya yang di perlukan dalam pelayanan

publik lebih baku dan jelas.

 Penerapan system merit dalam pelayanan.

 Pemanfaatan tekhnologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan

public.

 Penangan pengaduan masyarakat lebih intensif.

4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilkan kebijakan

publik.

 Berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan

masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan public

(seperti forum konsultasi public).

5. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hokum seluruh peraturan

perundang undangan, baik ditingkat pusat maupun daerah.

  Hukum Menjadi landasan bertindak bagi aparatur pemerintah dan

masyarakat untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik.

 Kalangan dunia usaha swasta akan meraa lebih aman dan terjamin ketika

menanamkan modan dan menjalankan usahanya karena ada aturan main

(rule of the game yang tegas, jelas dan mudah di pahami oleh masyarakat.

 Tidak akan ada kebingungan di kalangan pemerintah daerah dalam

melaksanakan tugasnya serta berkurangnya konflik antar pemerintah

daerah serta anatara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

 Prinsip Prinsip Tata Kepemerintahan yang Baik.

1. Wawasan kedepan (Visionary)


41

2. Keterbukaan dan Transparansi (Openness & Transparency)

3. Partisipasi Masyarakat (participation)

4. Tanggung Gugat (Accountability)

5. Supermasi Hukum (Rule of Law)

6. Demokrasi (Democracy)

7. Profesinalisme & Kompetensi (Profesionalism & Competency)

8. Daya Tanggap (Responsiveness)

9. Keefisienan & keefectifan (Efeciency & Effectiveness)

10. Desentralisasi (Decentralization)

11. Kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (Private sector &

civil Society Partnership)

12. Komitment pada pengurangan kesenjangan (Commitment to reduce

Inequality)

13. Komitmen Pada lingkungan Hidup ( Commitment toi Environmental

Protection)

14. Komitmen pada pasar yang Fair (Commitment to Fair Market)

1. Wawasan kedepan (Visionary)

Indikator Minimal :

o Adanya Visi dan Strategi yang jelas dan Mapan dengan menjaga

kepastian hokum

o Adanya kejelasan setiap tujuan kebijakan dan program

o Adanya dukungan dari pelaku untuk mewujudkan visi

 Perangkat Pendukung Indikator :


42

 Peraturan/kebijakan yang memberikan kekuatan hokum pada visi dan

strategi

 Proses penentuan visi dan strategi secara partisipatif.

 2. Keterbukaan dan Transparansi (Openness & Transparency)

Indikator Minimal :

 Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan

implementasi kebijakan public.

 Adanya akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas

diperoleh, dan tepat waktu.

 Perangkat Pendukung Indikator :

 Peraturan yang menjamin hak untuk mendapat informasi

 Pusat/balai informasi

 Website (e-government, e-procurement, dsb)

 Iklan layanan masyarakat

 Media Cetak

 Papan Pengumuman

 3. Partisipasi Masyarakat (participation)

Indikator Minimal :

 Adanya Pemahaman penyelenggaraan Negara tentang proses/metode

partisipatif

 Adanya Pengambilan keputusan yng didasrkan atas consensus bersama

 Perangkat Pendukung Indikator :

 Pedoman pelaksanaan partisipatif


43

 Forum konsultasi dan temu public, termasuk forum stakesholders

 Media masa nasional maupun media masa local sebagai sarana penyaluran

aspirasi masyarakat.

 Mekanisme/peraturan untuk mengakomodasi kepentingan yang beragam

 4. Tanggung Gugat (Accountability)

Indikator Minimal :

 Adanya kesesuain antara pelaksanaan dengan standar prosedur

pelaksanaan.

 Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dala

mpelaksanaan kegiatan

 Perangkat Pendukung Indikator :

 Mekanisme Pertamnggung jawaban

 Laporan Tahunan

 Laporan pertanggung jawaban

 Sistem pemantauan kinerja penyelenggara Negara

 Sistem Pengawasan

 Mekanisme reward dan punishment

 5. Supermasi Hukum (Rule of Law)

 Indikator Minimal :

 Adanya kepastian dan penegakan hokum

 Adanya penindakan terhadap setiap pelanggaran hokum


44

 Adanya pemahaman mengenai pentingnya kepatuhan terhadap hukuym

dan peraturan

 Perangkat Pendukung Indikator :

 Peraturan perundang undangan

 Adanya Penindakan terhadap setiap pelanggar hokum

 Adanya pemahaman mengenai pentingnya kepatuhan terhadap hokum dan

peraturan

 6. Demokrasi (Democracy)

Indikator Minimal :

 Adanya kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan berorganisasi

 Adanya kesempatan yang sama bagi anggita masyarakat untuk memilih

dan membangun consensus dalam pengambilan keputusan kebijakan

public

 Perangkat Pendukung Indikator

 Peraturan yang menjamin adanya hak dan kewajiban yang sama bagi

anggita masyarakat untuk turut serta dalam pengambilan keputusan

kebijakan publik

7. Profesinalisme & Kompetensi (Profesionalism & Competency)

Indikator Minimal :

 Bekinerja tinggi

 Taat Asas

 Kreatif dan inovatif


45

 Memiliki mkwal;itas di bidangnya

 Perangkat Pendukung Indikator

 Standar kompetensi yang sesuai dengan fungsinya

 Kode etik profesi

 Sistem reward dan punishment yang jelas

 Sistem pengembangan Sumber daya manusia (SDM)

 Standard an Indikator Kerja

 8. Daya Tanggap (Responsiveness)

Indikator Minimal :

 Tersedianya layanan pengaduan dengan prosedur yang mudah di pahami

oleh masyarakat

 Adanya tindak lanjut yang cepat dari laporan dan pengaduan

Perangkat Pendukung Indikator

 Standar pelayanan public

 Prosedur dan layanan pengaduan, hotline

 Fasilitas Komunikasi

9. Keefisienan & keefectifan (Efeciency & Effectiveness)

Indikator Minimal :

 Terlaksananya administrasi penyelenggaraan Negara yang berkwalitas dan

tepat sasaran dengan penggunaan sumber daya yang optimal

 Adanya perbaikan berkelanjutan


46

 Berkurangnya tumpah tindih penyelenggaraan fungsi organisasi/unit kerja

Perangkat Pendukung Indikator :

 Standard an indicator kinerja untuk menilai efisiensi dan efektivitas

pelayanan.

 Survey survey kepuasan stakeholders

10. Desentralisasi (Decentralization)

Indikator Minimal :

 Adanya kejelasanpembagian tugas dan wewenang dalam berbagai tingkat

jabatan.

 Perangkat Pendukung Indikator

Peraturan Perundangan mengenai :

 Struktur organisasi yang tepat dan jelas

 Job Description (uraian Tugas) yang jelas

11. Kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (Private sector &

civil Society Partnership)

Indikator Minimal :

 Adanya pemahaman aparat pemerintah tentang pola pola kemitraan.

 Adanya lingkungan yang kondusif bagi masyarakat kurang mampu

(powerless) untuk berkarya.

 Terbukanya kesempatan bagi masyarakat/dunia usaha swasta untuk

berperan dalam penyediaan pelayanan umum

 Adanya pemberdayaan institusi ekonomi local/Usaha Mikro, kecil,

menengah
47

Perangkat Pendukung Indikator :

 Peraturan peraturan dan pedoman yang mendorong. Kemitraan

pemerintah-dunia usaha swasta-masyarakat

 Peraturan peraturan yang berpihak pada masyarakat kurang mampu

 Program program pemberdayaan.

12. Komitment pada pengurangan kesenjangan (Commitment to reduce

Inequality)

Indikator Minimal :

 Adanya langkah langkah atau kebijakan yang berorientasi pada

pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat yang kurang mampu (subsidi

silang, affirmative action, dsb)

 Tersedianya layanan layanan/fasilitas fasilitas khusus bagi masyarakat

tidak mampu.

 Adanya kesetaraan dan keadilan gender.

 Adanya pemberdayaan kawasan tertinggal.

Perangkat Pendukung Indikator :

 Peraturan peraturan yang berpihak pada pemberdayaan gender, masyarakat

kurang mampu, dan kawasan tertinggal.

 Program program pemberdayaan gender, masyarakat kurang mampu dan

kawasan tertinggal.

13. Komitmen Pada lingkungan Hidup ( Commitment to Environmental

Protection)

Indikator Minimal :
48

 Adanya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan

perlindungan/koservasinya

 Penegakan prinsip prinsip pembangunan berkelanjutan

 Rendahnya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan.

 Rendahnya tingkat pelanggaran perusakan lingkungan.

 Perangkat Pendukung Indikator :

 Peraturan dan kebijakan yang menjamin perlindungan dan pelestarian

sumber daya alam dan lingkungan hidup.

 Forum kegiatan peduli lingkungan.

 Reward dan punishment dalam pemanfaatan sumber daya alam dan

perlindungan lingkungan hidup.

 14. Komitmen pada pasar yang Fair (Commitment to Fair Market)

Indikator Minimal :

 Tidak Ada Monopoli

 Berkembangnya Ekonomi Masyarakat

 Terjamin Iklim Kompetisi yang sehat

 Perangkat Pendukung Indikator :

 Peraturan peraturan mengenai persaingan usaha yang menjamin iklim

kompetisi yang sehat

Konsep Pemerintahan Daerah Menurut UU No. 12 Tahun 2008 tentang

Pemerintahan Daerah, mendefinisikan pemerintahan daerah yaitu

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD


49

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-

luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945. Otonomi daerah

adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang- undang Dasar 1945,

pemerintah daerah yang mengurus dan mengatur urusan pemerintahan menurut

asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan

peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan

kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Konsep Sekretariat Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun

2007, Sekretariat Daerah adalah sebuah satuan kerja yang bertugas membantu

Bupati dalam menyusun kebijakan pemerintahan, mengkoordinasikan organisasi

perangkat daerah dan melaksanakan tugas daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan, administrasi, organisasi dan tatalaksana serta memberikan

pelayanan administratif kepada seluruh perangkat daerah. Ada pula Peraturan

Daerah No.3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah

dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyar Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan

Siau Tagulandang Biaro, Sekretariat Daerah Kabupaten merupakan unsur staf

pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah yang berada

di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati.


50

D. Kerangka Pikir

KEPEMIMPINAN RUPATI DAI.AM


GOOD GOVERNANCE DI SEKRETARIAT
PEMERINTAHAN KABUPATEN LUWU

INDIKATOR INDIIKATOR
KEPEMIMPINAN GOOD GOVERNANCE

1. Akuntabilitas
1.Kejujuran
2. Transparansi
2.Pandangan Kedepan
3. Keterbukaan
3.Mengilhami Pengikutnya
4. Aturan Hukum
4. Kompetensi

E. Definisi Operasional

1. Kejujuran adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpim. Dalam hal

ini mendapat dukungan dan pengikutnya.

2. Pandangan ke depan adalah memiliki misi ke depan yang lebih baik. Dalam

hal ini aktualisasi dan misi tersebut.

3. Mengilhami pengikutnya adalah pemimpin harus menjadi motivasi kepada

pengikutnya. Dalam hal ini, pengkut bekerja secara optimis dan antusias.

4. Kompetensi adalah pemimpin harus menjalankan tugasnya secara efektif,

mengerti akan kekuatannya dan menjadi pembelajaran terus-menerus.


51

5. Akuntabilitas adalah adanya kewajiban bagi pemerintah untuk bertindak

selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan

kebijakan yang ditetapkannya.

6. Transparansi adalah pemerintah yang baik akan bersifat transparan terhadap

rakyatnya, baik ditingkat pusat maupun daerah.

7. Keterbukaan adalah terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan

tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan.

8. Aturan hukum adalah pemerintahan yang baik mempunyai karakteristik

berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap tiap

kebijakan publik yang ditempuh.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncanakan selama dua bulan yaitu mulai dari bulan

September - November 2014, lokasi penelitian ini berlangsung di Kantor

Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu dengan dasar pertimbangan agar dapat

memperoleh data yang akurat yang berkaitan dengan Kepemimpinan Bupati

dalam membangun Good Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten

Luwu.
52

B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis Penelitian

Peneitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif dimana

menggambarkan suatu variabel atau gejala-gejala sosial yang terjadi dalam

masyarakat dengan mengumpulkan data berupa angka yang diperoleh dari lokasi

penelitian kemudian diolah untuk mendapatkan informasi. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui upaya dan pengaruh pemerintah daerah di Kabupaten

Luwu.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang dilakukan adalah survei yaitu penelitian dengan

mengumpulkan dan menganalisis suatu peristiwa atau proses tertentu dengan

memilih data atau menemukan ruang lingkup tertentu sebagai sampel yang

dianggap representatif

C. Populasi dan Sampel 51

1. Populasi

Menurut Arikunto (2006) populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian.

Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini sebanyak 2760 orang pegawai

yang bekerja di bagian Kesekretariatan Pemerintah Kabupaten Luwu dan

masyarakatt jadi jumlah populasmya sebanyak 2760 orang.

2. Sampel
53

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang di teliti Arikunto dalam

Very dalam Ernawati Mansyur (2014). Menurut Hidayat dalam Very Emawati

Mansyur (2014:33) sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik

pengambilan sampel menggunakan teknik Random sampling, yaitu teknik

penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden

atau sampel (Sugiyono dalam Ernawati Mansyur (2014:33). Dengan demikian,

maka peneliti mengambil sampel 25 (dua puluh lima) dari pegawai di Sekretariat

Pemerintahan Kabupaten Luwu dan 50 (lima puluh) dari masyarakat setempat,

jadi jumlah sanpel adalah 75 orang.

Responden

 Pegawai = 25 orang

 Masyarakat = 50 orang

Jumlak responden =75 orang

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Pengamatan / Observasi

Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengamati objek yang akan

diteliti dan kemudian dianalisis secara seksama. Peneliti melakukan pengamatan

langsung terhadap Kepemimpinan Bupati dalam membangun Good Governance

di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu.

2. Kuesioner
54

Kuesioner dalam penelitian ini dimaksud sebagai alat untuk mernperoleh

data dengan memberikan atau penyebaran daftar pertanyaan/pernyataan yang

mengacu kepada variablel-veriabel penelitian dan diajukan secara tertulis dan

dibagikan kepada seluruh responden orang yang hasilnya akan dikemukakan

dalam bilangan presentase dan table frekuensi distribusi.

3. Studi Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan bahan-bahan

yang berupa buku-buku, dokumen atau bahan pustaka lainnya yang ada

hubungannya dengan objek yang diteliti yaitu menyangkut dengan Kepemimpinan

Bupati dalam membangun Good Governance di Sekretariat Pemerintahan

Kabupaten Luwu.

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari lokasi penelitian pada dasarnya masih data mentah.

Data tersebut merupakan hasil yang perlu diolah kembali hasilnya kemudian

diuraikan secara deskriptif dengan memberikan gambaran mengenai

Kepemimpinan Bupati dalam membangun Good Governance di Sekretariat

Pemerintahan Kabupaten Luwu Terhadap data yang telah diperoleh melalui

kuesioner, selanjutnya dipastikan jawaban responden berdasarkan total skor

masing-masing jawaban. Dan data tersebut dilakukan analisis deskriptif

kuantitatif melalui perhitungan persentase dan sistem skor untuk mengetahui

komposisi jawaban responden. Adapun menurut Singararmbun & Effendy dalam

Hindar Jaya (2013:33) analisis persentase dan rumus perhitungan skor untuk

setiap item pertanyaan yaitu:


55

F ∑( F . X )
P= x 100 % X=
N N
Keterangan:
P = Pesentase F = Frekuensi
X = Rata-rata ∑ (F.X) = Jumlah skor kategori jawaban
N = Jumlah Reponden
RATA −RATA
RATA PERSEN= X 100 %
BANYAKNYA KLASIFIKASI

Selain tabel frekuensi, analisa data juga dilakukan dengan menggunakan

skala likert. Skala likert dikembangkan oleh Rensis Likert dalam Hindar Jaya

(1932:43) yng paling sering digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi

responden terhadapat suatu objek. Husaini Usman & Purnomo Setiady dalam

Hindar Jaya (2004:43). Pemberian skor dimulai dan nilai tertinggi dengan 4 dan

skor terendah 1. Klasifikasi antara lain sebagai benikut:

Sangat berperan / sangat berjalan / sangat baik/sangat tepat / sangat tepat /


sangat mengawasi / selalu memfasilitasi / selalu menguntungkan / selalu Skor 4
transparan/
Berperan / berjalan / baik / tepat / adil / mengawasi / memfiisilitasi /
Skor 3
menguntungkan / transparan /
Kurang berperan / kurang berjalan / kurang baik / kurang tepat /
kurang adil / kurang mengawasi / kurang memfasiitasi / kurang Skor 2
menguntungkan / kurang transparan /
Tidak berperan / tidak berjalan / tidak balk / tidak tepat / tidak adil / tidak
Skor 1
mengawasi / tidak memfasilitasi I tidak menguntungkan / tidak transparan /
Mengetahui berjalan atau tidaknya Kepemimpinan Bupati dalam membangun

Good Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu, maka penulis

membuat suatu ukuran yaitu sebagai berikut:

Rumus interval

Jarak Pengukuran
Interval kategori =
jumla h Interval

skor tertinggi−skor terenda h


=
kriteria
56

4−1
= =0,75
4

Oleh karenanya kategori dari data yang dihasilkan akan diuraikan sebagai

berikut:

1,00 – 1,75 = Kategori tidak berjalan

1,76 – 2,50 = Kategori kurang berjalan

2,51 – 3,25 = Kategori berjalan

3,26 – 4.00 = Kategori sangat berjalan

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Obyek Penelitian

1. Kantor Kesekretariatan Pemerintah Kabupaten Luwu


57

Secara geografi Kabupaten Luwu terletak pada koordinat antara 2°3’45”

sampai 3°37’30” LS dan 119°15” sampai 121°43’11” BB, dengan batas

administratif sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Tana Toraja

Sebelah Selatan : Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Wajo

Sebelah Barat : Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang

Sebelah Timur : Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara

Dilihat dari letak geografis, Kabupaten Luwu cukup strategis. Palopo, yang

terletak di jalur Trans Sulawesi yang menghubungkan daerah Sulawesi Tengah

dan Sulawesi Tenggara. Pelabuhan Tanjung Ringit di Palopo menjadikan

Kabupaten Luwu sebagai pintu gerbang Sulwesi Selatan bagian dengan nama

Tanah Luwu yang dihubungkan dengan nama La Galigo dan Sawerigading.

Tahun 1905, pemerintah Hindia Belanda berhasil menduduki pusat Kedatuan

Luwu di Palopo. Hal ini membuat sistem pemerintahan di Luwu dibagi

atas dua tingkatan pemerintahan, yaitu:

1. Pemerintahan tingkat tinggi dipegang langsung oleh pihak Belanda.

2. Pemerintahan tingkat rendah dipegang oleh pihak Swapraja.

Tahun 1942, Jepang berhasil menghalau pemerintah Hindia Belanda dan

menguasai Luwu. Sistem pemerintahan yang diterapkan sama, hanya saja rakyat

diberi kebebasan berusaha, bercocok tanam dan nelayan. Hal tersebut

tentu saja membuat hasil-hasil bumi masyarakat Belopa dan sekitarnya lebih

meningkat, sehingga diberi julukan “pabbarasanna


56 Tana Luwu”, (lumbung

pangan Tanah Luwu).


58

Masa pemerintahan Jepang, yaitu tentara Dai Nippon, kedudukan Datu Luwu

dalam sistem pemerintahan sipil, sedangkan pemerintahan militer dipegang oleh

Pihak Jepang. Dalam menjalankan pemerintahan sipil, Datu Luwu diberi

kebebasan, namun tetap diawasi secara ketat oleh pemerintahan militer Jepang.

Yang menjadi pemerintahan sipil atau Datu Luwu pada masa itu ialah "Andi

Kambo Opu Tenrisompa" kemudian diganti oleh putranya "Andi Patiware" yang

kemudian bergelar "Andi Djemma.”

Bulan April 1950 Andi Djemma dikukuhkan kembali kedudukannya sebagai

Datu/Pajung Luwu dengan wilayah seperti sediakala. Afdeling Luwu meliputi

lima onder Afdeling Palopo, Masamba, Malili, Tana Toraja atau Makale,

Rantepao dan Kolaka. Selanjutnya pada masa setelah Proklamasi Kemerdekaan

RI, secara otomatis Kerajaan Luwu berintegrasi masuk kedalam Negara Republik

Indonesia. Hal itu ditandai dengan adanya pernyataan Raja Luwu pada masa itu

Andi Djemma yang antara lain menyatakan "Kerajaan Luwu adalah bagian dari

Wilayah Kesatuan Republik Indonesia.”

Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.34/1952 tentang

Pembubaran Daerah Sulawesi Selatan bentukan Belanda/Jepang termasuk daerah

yang berstatus Kerajaan. Peraturan Pemerintah No.56/1951 tentang Pembentukan

Gabungan Sulawesi Selatan. Dengan demikian daerah gabungan tersebut

dibubarkan dan wilayahnya dibagi menjadi 7 (tujuh) daerah Swatantra. Satu di

antaranya adalah daerah Swatantra Luwu yang mewilayahi seluruh daerah Luwu

dan Tana Toraja dengan pusat Pemerintahan beradadi Kota Palopo.

B. Karakteristik Responden
59

Kuesioner yang disebarkan dalam penelitian ini berjumlah 75 kuesioner

dengan subyek penelitian adalah masyarakat di Kabupaten Luwu Timur.

Kuesioner yang kembali berjumlah 75. Jadi respon pada penelitian ini adalah

100% semua jawaban lengkap dan layak untuk dianalisa.

Berikut ini akan dipaparkan karakteristik responden secara umum menurut

jenis kelamin, umur dan pendidikan terakhir.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik responden yang menjadi subyek penelitian ini menurut jenis

kelamin ditunjukkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2:Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-laki 42 56%
2 Perempuan 33 44%
Jumlah 75 100%
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Dari data tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dari 75 orang yang merupakan

responden yang dominan adalah berjenis kelamin laki-laki sebesar 42 orang

sedangkan perempuan sebanyak 33 orang. Itu menunjukkan bahwa penduduk

laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan

di Kabupaten Luwu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian persentase

laki-laki 56 persen lebih besar dibandingkan dengan persentase perempuan 44

persen.

2. Karakteristk Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden yang menjadi subyek penelitian ini menurut umur

ditunjukkan dalam tabel dibawah ini:


60

Tabel 3:Karakteristik Responden Berdasarkan umur


No. Klasifikasi Umur Jumlah Persentase
1 17-30 tahun 31 41,33%
2 31-40 tahun 25 33,33%
3 41-50 tahun 14 18,67%
4 51 tahun ke atas 5 6,67%
Jumlah 75 100%
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Data tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari 75 orang yang merupakan

responden yang dominan kebanyakan umur responden berada pada kisaran umur

17-30 tahun sebesar 41,33 persen sedangkan yang terkecil berada pada umur 51

tahun keatas yaitu sebesar 6,67 persen.

3. Karakteristi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Karakteristik responden yang menjadi subyek penelitian ini menurut

pendidikan terakhir ditunjukkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4:Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir


No. Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase
1 SD 2 2,67%
2 SMP/Sederajat 11 14,67%
3 SMA/Sederajat 27 36%
4 D3 5 6,67%
5 S1 25 33,33%
6 S2 5 6,66%
Jumlah 75 100%
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Data tabel 4 di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dari 75 orang

yang merupakan responden secara dominan memiliki latar belakang pendidikan

terakhir SMA/Sederajat sebanyak 27 orang 36 persen, S1 sebanyak 25 orang

33,33 persen, SMP/Sederajat sebanyak 11 orang 14,67 persen, D3 dan S2

sebanyak 5 orang 6,67 persen. Jika dilihat dari tabel di atas sebagian besar

responden memiliki latar belakang pendidikan yang cukup terpelajar dan


61

nampak bahwa responden didominasi oleh lulusan SMA. Namun masih ada

sebagian pegawai yang hanya berpendidikan setingkat SD.

C. Kepemimpinan Bupati Dalam Membangun Good Governance di

Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu

1. Variabel Kepemimpinan dan Good Governance

Mengukur peran pemerintah dalam hal ini Bupati Kabupaten Luwu dalam

memipin di Sekretariat Pemerintah Kabupaten Luwu untuk mengetahui pengaruh

kepemimpinan bupati dan untuk mengetahui upaya yang ditempuh Bupati dalam

membangun Good Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu,

untuk itu dapat diukur melalui indikator berikut ini:

1) Pengetahuan tentang kepemimpinan Bupati dalam membangun Good

Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu.

Tabel 5: Tanggapan responden terhadap pengetahuan tentang


kepemimpinan Bupati dalam membangun Good
Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu
No Tanggapan Responden Skor (x) F X.F Persentase
.
1 Sangat baik 4 5 20 8,97%
2 Baik 3 63 189 84,75%
3 Kurang baik 2 7 14 6,28%
4 Tidak baik 1 0 0 %
Total 75 223 100%
223
Rata-rata Skor =2 , 97
75
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Data tabel 5 di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap

pernyataan Pengetahuan tentang kepemimpinan Bupati dalam membangun

Good Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu dapat dilihat

dari 75 responden, 63 responden 84,75 persen menanggapi baik, 7 responden

6,28 persen menanggapi kurang baik, 5 responden 8,97 persen menanggapi


62

sangat baik dan tidak ada responden yang menanggapi tidak baik. Dengan

melihat nilai rata-rata skor yang 2,97 dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

Bupati Kabupaten Luwu sudah baik.

2) Keseringan Bupati Memberikan bantuan kepada masyarakat di Kabupaten

Luwu

Tabel 6: Tanggapan responden terhadap Keseringan Bupati Memberikan


bantuan kepada masyarakat di Kabupaten Luwu
No Tanggapan Responden Skor (x) F X.F Persentase
.
1 Sangat sering 4 5 20 9,52%
2 Sering 3 53 159 75,72%
3 Kurang sering 2 14 28 13,33%
4 Tidak sering 1 3 3 1,43%
Total 75 210 100%
210
Rata-rata Skor = 2,8
75
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Data tabel 6 di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap

pernyataan Keseringan Bupati Memberikan bantuan kepada masyarakat di

Kabupaten Luwu dapat dilihat dari 75 responden 53 responden 75,72 persen

menanggapi sering, 14 responden 13,33 persen menanggapi kurang sering, 5

responden 9,52 persen menanggapi sangat sering dan hanya 3 responden 1,43

persen yang menanggapi tidak sering. Dengan melihat nilai rata-rata skor yang

2,8 dapat disimpulkan bahwa pemerintah dalam pemberian bantuan kepada

masyarakat setempat berkategorikan baik.

3) Pelaksanaan Tugas Bupati dalam pembangunan Good Governance di

Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu .

Tabel 7: Tanggapan responden terhadap Pelaksanaan Tugas Bupati


dalam pembangunan Good Governance di Sekretariat
Pemerintahan Kabupaten Luwu
63

No Tanggapan Responden Skor (x) F X.F Persentase


.
1 Sangat melaksanakan 4 4 16 7,17%
2 Melaksanakan 3 65 195 87,45%
3 Kurang melaksanakan 2 6 12 5,38%
4 Tidak melaksanakan 1 0 0 0%
Total 75 223 100%
223
Rata-rata Skor =2 , 97
75
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Data tabel 7 di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap

Pelaksanaan Tugas Bupati dalam pembangunan Good Governance di

Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu dilihat dari 75 responden 65

responden 87,45 persen menanggapi melaksanakan, 6 responden 5,38 persen

menanggapi kurang melaksanakan, 4 responden 7,17 persen menanggapi

sangat melaksanakan dan 0 responden 0 persen yang menanggapi tidak

melaksanakan. Dengan melihat nilai rata-rata skor yang 2,97 dapat

disimpulkan bahwa upaya pemerintah dalam membangun Good Governance di

Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu sudah berkategori baik.

4) Pengetahuan tentang aturan hukum yang telah dibuat oleh Bupati dalam

pembangunan di Kabupaten Luwu

Tabel 8: Tanggapan responden terhadap Pengetahuan tentang aturan


hukum yang telah dibuat oleh Bupati dalam pembangunan di
Kabupaten Luwu
64

No Tanggapan Responden Skor (x) F X.F Persentase


.
1 Sangat mengetahui 4 1 4 2,35%
2 Mengetahui 3 32 96 56,47%
3 Kurang mengetahui 2 28 56 32,94%
4 Tidak mengetahui 1 14 14 8,24%
Total 75 170 100%
170
Rata-rata Skor =2 ,27
75
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Data tabel 8 di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap

Pengetahuan tentang aturan hukum yang telah dibuat oleh Bupati dalam

pembangunan di Kabupaten Luwu dapat dilihat dari 75 responden 32

responden 56,47 persen menanggapi mengetahui, 28 responden atau 32,94

persen menanggapi kurang mengetahui, 14 responden atau 8,24 persen

menanggapi tidak mengetahui dan 1 responden atau 2,35 persen yang

menanggapi sangat mengetahui. Dengan melihat nilai rata-rata skor yang 2,27

dapat disimpulkan bahwa upaya pemerintah dalam pembangunan Good

Governance khususnya dalam pembuatan aturan hukum berkategorikan kurang

baik.

5) Bupati senantiasa memberikan motivasi kepada masyarakat dalam


pembangunan Good Governance di Kabupaten Luwu.

Tabel 9: Tanggapan responden terhadap Bupati senantiasa memberikan


motivasi kepada masyarakat dalam pembangunan Good
Governance di Kabupaten Luwu
65

No Tanggapan Responden Skor (x) F X.F Persentase


.
1 Sangat memotivasi 4 10 40 18,44%
2 Memotivasi 3 49 147 67,74%
3 Kurang memotivasi 2 14 28 12,90%
4 Tidak memotivasi 1 2 2 0,92%
Total 75 217 100%
217
Rata-rata Skor =2 , 89
75
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014
Data tabel 9 di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap Bupati

senantiasa memberikan motivasi kepada masyarakat dalam pembangunan

Good Governance di Kabupaten Luwu dilihat dari 75 responden 49 responden

67,74 persen menanggapi memotivasi, 14 responden 12,90 persen menanggapi

kurang memotivasi, 10 responden 18,44 persen menanggapi sangat

memotivasi dan 2 responden 0,92 persen yang menanggapi tidak memotivasi.

Dengan melihat nilai rata-rata skor yang 2,89 dapat disimpulkan bahwa upaya

Bupati terkait akuntabilitas berkategorikan baik.

6) Keefektifan Kinerja Bupati selama ini dalam pembangunan Good

Governance di Kabupaten Luwu.

Tabel 10: Tanggapan responden terhadap Keefektifan Kinerja Bupati


selama ini dalam pembangunan Good Governance di
Kabupaten Luwu.
N Tanggapan Responden Skor (x) F X.F Persentase
o.
1 Sangat efektif 4 6 24 11,11%
2 Efektif 3 56 168 77,78%
3 Kurang efektif 2 11 22 10,19%
4 Tidak efektif 1 2 2 0,92%
Total 75 216 100%
217
Rata-rata Skor =2 , 89
75
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014
66

Data tabel 10 di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap

Keefektifan Kinerja Bupati selama ini dalam pembangunan Good Governance

di Kabupaten Luwu.dilihat dari 75 responden 56 responden 77,78 persen

menanggapi efektifi, 11 responden 10,19 persen menanggapi kurang efektif, 6

responden 11,11 persen menanggapi sangat efektif dan 2 responden 0,92

persen yang menanggapi tidak efektif. Dengan melihat nilai rata-rata skor yang

2,89 dapat disimpulkan bahwa upaya Bupati terkait akuntabilitas sudah baik.

7) Bupati bertanggung jawab atas segala tindakan dan kebijakan yang telah

ditetapkannya dalam pembangunan Good Governance di Kabupaten Luwu.

Tabel 11: Tanggapan responden terhadap Bupati bertanggung jawab atas


segala tindakan dan kebijakan yang telah ditetapkannya dalam
pembangunan Good Governance di Kabupaten Luwu.
No Tanggapan Responden Skor (x) F X.F Persentase
.
1 Sangat bertanggung jawab 4 12 48 20,96%
2 Bertanggung jawab 3 56 168 73,36%
3 Kurang bertanggung jawab 2 6 12 5,24%
4 Tidak bertanggung jawab 1 1 1 0,44%
Total 75 229 100%
229
Rata-rata Skor =3 , 05
75
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Data tabel 11 di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap Bupati

bertanggung jawab atas segala tindakan dan kebijakan yang telah

ditetapkannya dalam pembangunan Good Governance di Kabupaten Luwu.

dilihat dari 75 responden 56 responden 73,36 persen menanggapi bertanggung

jawab, 12 responden 20,96 persen menanggapi sangat bertanggung jawab, 6

responden 5,24 persen menanggapi kurang bertanggung jawab dan 1

responden 0,44 persen yang menanggapi tidak bertanggung jawab. Dengan


67

melihat nilai rata-rata skor yang 3,05 dapat disimpulkan bahwa upaya Bupati

terkait akuntabilitas berkategorikan baik.

8) Keterbukaan Bupati kepada masyarakat dalam mengajukan tanggapan dan

kritikan terhadap kepemimpinannya dalam pembangunan Good Governance

di Kabupaten Luwu.

Tabel 12: Tanggapan responden terhadap Keterbukaan Bupati kepada


masyarakat dalam mengajukan tanggapan dan kritikan
terhadap kepemimpinannya dalam pembangunan Good
Governance di Kabupaten Luwu
No Tanggapan Responden Skor (x) F X.F Persentase
.
1 Sangat terbuka 4 11 44 20,47%
2 Terbuka 3 47 141 65,58%
3 Kurang terbuka 2 13 26 12,09%
4 Tidak terbuka 1 4 4 1,86%
Total 75 215 100%
215
Rata-rata Skor =2 ,87
75
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Data tabel 12 di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap Bupati

senantiasa memberikan motivasi kepada masyarakat dalam pembangunan

Good Governance di Kabupaten Luwu dilihat dari 75 responden 47 responden

65,58 persen menanggapi terbuka, 13 responden 12,09 persen menanggapi

kurang terbuka, 11 responden 20,47 persen menanggapi sangat terbuka dan 4

responden 1,86 persen yang menanggapi tidak terbuka. Dengan melihat nilai

rata-rata skor yang 2,87 dapat disimpulkan bahwa upaya Bupati terkait

keterbukaan sudah baik.


68

Tabel 13: Rekapitulasi tanggapan responden terhadap pengaruh dan


upaya yang ditempuh Bupati dalam pembangunan Good
Goverance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu
No Pernyataan Rata-rata Rata-rata
. Skor presentase
1 Pengetahuan tentang kepemimpinan Bupati 2,97 37,13%
dalam membangun Good Governance di
Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu
2 Keseringan Bupati Memberikan bantuan 2,8 35%
kepada masyarakat di Kabupaten Luwu
3 Pelaksanaan Tugas Bupati dalam 2,97 37,13%
pembangunan Good Governance di
Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu
4 Pengetahuan tentang aturan hukum yang 2,27 28,38%
telah dibuat oleh Bupati dalam
pembangunan di Kabupaten Luwu
5 Bupati senantiasa memberikan motivasi 2,89 36,13%
kepada masyarakat dalam pembangunan
Good Governance di Kabupaten Luwu
6 Keefektifan Kinerja Bupati selama ini 2,89 36,13%
dalam pembangunan Good Governance di
Kabupaten Luwu
7 Bupati bertanggung jawab atas segala 3,05 38,13%
tindakan dan kebijakan yang telah
ditetapkannya dalam pembangunan Good
Governance di Kabupaten Luwu
8 Keterbukaan Bupati kepada masyarakat 2,87 35,88%
dalam mengajukan tanggapan dan kritikan
terhadap kepemimpinannya dalam
pembangunan Good Governance di
Kabupaten Luwu
Total 2,84 35,49%
Sumber: Diolah dari data primer, Oktober 2014

Berdasarkan tabel rekapitulasi tanggapan responden terhadap pengaruh dan

upaya Bupati dalam pembangunan Good Governance di Sekretarian

Pemerintahan Kabupaten Luwu berkategorikan baik. Hal ini dapat dilihat dari

rata-rata persentase rekapitulasi yang menunjukkan 35,49 persen. Dapat

disimpulkan bahwa pengaruh dan upaya yang ditempuh Bupati dalam

pembangunan good governance di sekretariat pemerintahan Kabupaten Luwu

berkategorikan kurang baik.


69

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


70

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa Kepemimpinan Bupati dalam Pembangunan

Good Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu dikategorikan

kurang baik berdasarkan tanggapan masyarakat terhadap kedelapan indicator

penilaian dari masyarakat dan pegawai yang dinilai dari:

1. Pengetahuan tentang kepemimpinan Bupati dalam membangun Good

Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu dengan rata-rata

skor 2,97 berada pada kategori baik

2. Keseringan Bupati Memberikan bantuan kepada masyarakat di Kabupaten

Luwu dengan rata-rata skor 2,8 berada pada kategori baik

3. Pelaksanaan Tugas Bupati dalam pembangunan Good Governance di

Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu dengan rata-rata skor 2,97 berada

pada kategori baik

4. Pengetahuan tentang aturan hukum yang telah dibuat oleh Bupati dalam

pembangunan di Kabupaten Luwu dengan rata-rata skor 2,27 berada pada

kategori kurang baik

5. Bupati senantiasa memberikan motivasi kepada masyarakat dalam

pembangunan Good Governance di Kabupaten Luwu dengan rata-rata skor

2,89 berada pada kategori baik

6. Keefektifan Kinerja Bupati selama ini dalam pembangunan Good Governance

di Kabupaten Luwu dengan rata-rata skor 2,89 berada pada kategori baik

69
71

7. Bupati bertanggung jawab atas segala tindakan dan kebijakan yang telah

ditetapkannya dalam pembangunan Good Governance di Kabupaten Luwu

dengan rata-rata 3,05 berada pada kategori baik

8. Keterbukaan Bupati kepada masyarakat dalam mengajukan tanggapan dan

kritikan terhadap kepemimpinannya dalam pembangunan Good Governance

di Kabupaten Luwu dengan rata-rata skor 2,87 berada pada kategori baik.

Namun pada kenyataannya menurut hasil pengamatan peneliti pribadi belum

bisa dikategorikan baik karena belum semua pegawai dan masyarakat dapat

merasakan perubahan yang signifikan terhadap kepemimpinan Bupati yang

sekarang ini.

B. SARAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dan kesimpulan yang ada, dengan melihat

prospek kedepan maka penulis dapat mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Bupati agar supaya bekerja lebih baik sehingga efektifitas dalam

pembangunan Good Governance di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten

Luwu

2. Bupati agar lebih disiplin dalam pembangunan Good Governance di

Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Luwu

3. Bupati dan jajarannya agar lebih sering berkunjung ke Kelurahan-kelurahan

atau desa-desa untuk mensosialisasikan program yang akan dijalankan

sehingga masyarakat dapat terlibat dalam pembangunan Kabupaten Luwu

4. bupati agar supaya kelengkapan fasilitas dalam pembangunan Kabupaten

Luwu segera dibenahi sehingga program tersebut segera dibenahi sehingga

program tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien.


72

5. Pemerintah daerah dalam hal in Bupati Kabupaten Luwu agar supaya dapat

memberi motivasi ke masyarakat agar masyarakat berpartisipasi dalam

pelaksanaan program pemerintah yang akan dilaksanakan

6. Bupati harus lebih terbuka dan transparan dalam pengalokasian dananya

kepada masyarakat agar masyarakat mengetahu dari mana sumber dana yang

mereka peroleh.
73

DAFTAR PUSTAKA

Arief Budiman(1997),Teori Pembangunan dunia ketiga, Gramedia

Artikel, 2014, Pentahapan Pembangunan dan Penetapan Indikator Kinerja Daerah.

(tidak diterbitkan)

A.Sony keraf,(2002) Etika Lingkungan, PT Kompas Media Nusantara

Bungin Burhan, 2005, “Metodologi Penelitian Kuantitatif’, Jakarta. Kencana

Dwiyanto Agus, 2008, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Pubik


Yogyakarta Gadja Mada University Pers

Haeriah Kadir, 2014, Kinerja Dosen dalam Pendidikan dan Pengajaran di


Fakzdtas ilmu Sosial dan ilmu Polillk Universitas Muhammadiyah
Makassar. (tidak diterbitkan,

Jaya Hindar, 2013, Pengelolaan Retribusi Pasar Sentral Sengkang di Dinas


Perdagangan dan Pengelolaan Pasar di Kabupaten Wajo. (tidak
diterbitkan)

Mansour Fakih (2002),Runtuhnya Teori Pemabangunan dan Globalisasi Insist


Press

Micheil redelif,(1987) Suistanable development exploring the contradiction


methuen and Co ltd

Naizir Nasrulah.(2008) Dinamika Kelompok Dan Kepemimpinan.


Bandung.PT.Widya Padjajaran.

Nazir, Moh.(1999). Metode Penelitian SosialJakarta:PT Bina Aksara.Rivai I


veithzal,(2003).”Kepemimpinan Dan perilaku Organisasi”
Jakarta:PT
Grafindo persada

Gibson, James L Rt al,Orgamsas’ Penlaku, Struktur, Proses, Jilid 1, teijemahan


jarkosih. Jakarta: Penerbit Erlangga. 1996

Parsiyo, 2005, Keberhasilan Pembangunan, (tidak diterbtkan)

Richard peet and elaine harttwick,(2009) Theories of Development


contentations,Argumentation, Alternative, Guiliford Press

Rivai Veitbza, 2013, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT


Grafindo Persada
74

Robert chambers,(1983) Pembangunan desa mulai dari belakang, LP3 ES

Sedarmayanti, 2012, Good Governance “Kepernerintahan Yang Baik”. Bandung:


CV Mandar Maju

Siagian P. Sondang.(2002) kiat meningkatkanproduktivitas kerja Jakarta PT Asdi


Mahasatya

Sugiyono, 2011, Metode Peneliian Kuntitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta cv,
Bandung

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Administrasi, Bandung

Soejatmoko,(1983) Dimensi Manusia dalam pembangunan

Website:

http://anazmudin.blogspot.com/2012/02/definisi-good-governace.html

http://bambumoeda.wordpress.com/2012/05/29/karakteristik-pemimpin-ideal-
menurut-islam/

http://bangpren.blogspot.com/2012/03/pengertian-good-governance.html

https://www.facebook.com/notes/takinaro-stisk/penerapan-prinsip-prinsip-good-
governance-dalam-pembangunan-daerah/10150369482110931

http://knkg-indonesia.com/home/news/93-10-prinsip-good-governance.html

http://pengertianx.blogspot.com/2013/05/makalah-pengertian-good-corparate-
governance-di-indonesia.html

http://rasyidahannajwa.blogspot.com/2012/12/dasar-dasar-good-governance.html

Anda mungkin juga menyukai