Anda di halaman 1dari 8

Vol XI No.

1 Mei 2019

PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN SEBAGAI UPAYA PENANGANAN STUNTING


PADA BALITA DI INDONESIA

Yuni Khoirul Waroh


Dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Jl. Dukuh Menanggal XII Surabaya
Email: yunikhoirulwaroh@unipasby.ac.id

ABSTRAK

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang
lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting
termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi,
gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di
masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan
kognitif yang optimal. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan
prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan
menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu
menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek Riskesdas tahun 2018 terjadi sedikit penurunan menjadi
30,8%. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan
untuk menurunkan prevalensi stunting pada balita adalah dengan menyelenggarakan program
Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Yang dimana dengan Pemberian Makanan Tambahan
akan menurunkan angka kejadian stunting pada balita.

Kata Kunci: Stunting, PMT, Balita, Indonesia

ABSTRACT

Stunting (dwarf) is a condition where toddlers have a length or height that is less than age.
This condition is measured by length or height which is more than minus two median standard
deviations of the child growth standard of the WHO. Stunting toddlers include chronic nutrition
problems caused by many factors such as socio-economic conditions, maternal nutrition during
pregnancy, pain in infants, and lack of nutritional intake in infants. Stunting toddlers in the future
will experience difficulties in achieving optimal physical and cognitive development. The results of
the Basic Health Research (Riskesdas) in 2007 showed that the prevalence of short toddlers in
Indonesia was 36.8%. In 2010, there was a slight decrease to 35.6%. However, the prevalence of
short toddlers again increased in 2013, which was 37.2%. The prevalence of children under five in
Riskesdas in 2018 decreased slightly to 30.8%. Based on the Minister of Health Regulation No. 39
of 2016 concerning the Guidelines for Implementing a Healthy Indonesia Program with a Family
Approach, efforts made to reduce the prevalence of stunting in children under five are by
organizing a supplementary feeding program (PMT). Which is where the Supplemental Feeding
will reduce the incidence of stunting in infants

Keywords: Stunting, PMT, Toddler, Indonesian

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 47


Vol XI No. 1 Mei 2019

PENDAHULUAN kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu


Stunting (kerdil) adalah kondisi menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek
dimana balita memiliki panjang atau tinggi Riskesdas tahun 2018 terjadi sedikit
badan yang kurang jika dibandingkan penurunan menjadi 30,8% (Riskesdas,
dengan umur. Kondisi ini diukur dengan 2018).
panjang atau tinggi badan yang lebih dari Indonesia saat ini tengah
minus dua standar deviasi median standar dihadapkan pada “double burden of
pertumbuhan anak dari WHO (Data dan malnutrition” atau masalah gizi ganda
Informasi Kesehatan Indonesia, 2018). dimana pada satu sisi masih harus
Data prevalensi balita stunting yang berupaya keras untuk mengatasi masalah
dikumpulkan World Health Organization kekurangan gizi salah satunya stunting,
(WHO), Indonesia termasuk ke dalam sementara di sisi lain masalah kelebihan
negara ketiga dengan prevalensi tertinggi gizi mulai merangkak naik yang berujung
di regional Asia Tenggara/South-East Asia pada peningkatan kasus penyakit tidak
Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi menular (PTM) pada kelompok dewasa.
balita stunting di Indonesia tahun 2005- Berinvestasi melalui pemenuhan gizi
2017 adalah 36,4% (Pusat Data dan mutlak diperlukan sebagai bagian dari
Informasi, 2018). rumusan perencanaan pembangunan
Kejadian balita stunting (pendek) sebuah negara. Mendapat asupan gizi
merupakan masalah gizi utama yang yang cukup adalah hak asasi yang
dihadapi Indonesia. Berdasarkan data selayaknya didapatkan oleh setiap
Pemantauan Status Gizi (PSG) selama individu. Gizi yang cukup dapat
tiga tahun terakhir, pendek memiliki menunjang lebih optimal pertumbuhan
prevalensi tertinggi dibandingkan dengan dan perkembangan sejak janin hingga
masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, tahapan kehidupan selanjutnya. Pada
kurus, dan gemuk. Prevalensi balita jangka panjang pemenuhan kebutuhan
pendek mengalami peningkatan dari tahun gizi dapat memperbaiki kualitas generasi
2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada selanjutnya, dimana secara tidak langsung
tahun 2017 (Kementerian Desa, 2017). akan meningkatkan manfaat ekonomi
Prevalensi balita pendek di yang signifikan melalui perbaikan kualitas
Indonesia cenderung statis. Hasil Riset sumber daya manusia (Ditjen Kesehatan
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 Masyarakat, 2017).
menunjukkan prevalensi balita pendek di Salah satu solusi dalam
Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun penanganan stunting pada balita adalah
2010, terjadi sedikit penurunan menjadi dengan melakukan Pemberian Makanan
35,6%. Namun prevalensi balita pendek Tambahan (PMT) (Permenkes Republik

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 48


Vol XI No. 1 Mei 2019

Indonesia Nomor 51 Tahun 2016). pada balita, termasuk stunting. Beberapa


Prevalensi balita 6-59 bulan di Indonesia program dan kegiatan pembangunan
yang mendapat Pemberian Makanan nasional telah dilakukan untuk mendukung
Tambahan (PMT) tahun 2018 sebesar sasaran tersebut. Seiring dengan hal
41%. tersebut, gerakan perbaikan gizi dengan
fokus terhadap kelompok 1000 hari
METODE pertama kehidupan pada tataran global
Metode yang digunakan yakni disebut Scaling Up Nutrition (SUN) dan di
pencarian hasil peneltian maupun artikel Indonesia disebut dengan Gerakan
menggunakan Google Scolar. Kata kunci Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
yang digunakan antara lain “Stunting”, dalam Rangka 1000 Hari Pertama
“PMT”, “Balita”. Kehidupan (Gerakan 1000 HPK)
(Nilfar,Ruanida, 2018).
PEMBAHASAN
SUN (Scaling Up Nutrition)
Movement merupakan upaya global dari
berbagai negara dalam rangka
memperkuat komitmen dan rencana aksi
percepatan perbaikan gizi, khususnya
penanganan gizi sejak 1.000 hari dari
masa kehamilan hingga anak usia 2
tahun. Gerakan ini merupakan respon
negara-negara di dunia terhadap kondisi
status gizi disebagian besar negara
berkembang dan akibat kemajuan yang
tidak merata dalam mencapai Tujuan
Gambar 1. Faktor-faktor penyebab
Pembangunan Milenium/MDGs (Nilfar,
stunting
Ruanida, 2018).

Menurut Meera Shekar, et al (2018) Pemberian Makanan Tambahan

faktor yang paling banyak menyebabkan (PMT) adalah upaya memberikan

stunting adalah dari pemenuhan nutrisi tambahan makanan untuk menambah

sesuai dengan gambar 1 di atas.. asupan gizi untuk mencukupi kebutuhan

Pemerintah Indonesia sudah gizi agar tercapainya status gizi yang baik

mencanangkan sasaran pembangunan (Permenkes Republik Indonesia Nomor 51

pangan dan gizi dalam RPJMN 2010-2014 Tahun 2016).

dan RAN-PG 2011-2015 adalah Makanan tambahan yang diberikan

menurunkan prevalensi kekurangan gizi dapat berbentuk makanan keluarga

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 49


Vol XI No. 1 Mei 2019

berbasis pangan lokal dengan resep- sesuai dengan ketentuan yang


resep yang dianjurkan. Makanan lokal berlaku. Semua bahan yang
lebih bervariasi namun metode dan digunakan harus bermutu, bersih,
lamanya memasak sangat menentukan aman, dan sesuai untuk dikonsumsi
ketersediaan zat gizi yang terkandung di balita usia 6-59 bulan (Permenkes
dalamnya (Permenkes Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
No 51 Tahun 2016). 2016).
Suplementasi gizi dapat juga 2. Syarat Mutu
diberikan berupa makanan tambahan Zat gizi yang terkandung
pabrikan, yang lebih praktis dan lebih dalam 100 gram produk harus
terjamin komposisi zat memenuhi persyaratan mutu sesuai
gizinya. Pemberian makanan tambahan dengan tabel 1 di bawah.
yang ditujukan untuk kelompok rawan Tabel 1. Syarat Mutu Zat Gizi Yang
Terkandung Dalam 100
meliputi balita 6-24 bulan dengan kategori
Gram Produk
kurus yaitu balita dengan hasil No Zat Gizi Satuan Kadar
1 Energi kkal Minimum 400
pengukuran berat badan menurut panjang 2 Protein (kualitas g 8-12
badan (BB/PB) lebih kecil dari minus dua protein kurang
dari 70%
Standar Deviasi (-2 SD), anak usia kasein)
3 Lemak g 10-18
sekolah dasar dengan kategori kurus, dan
Asam Linolenat g 0,4-0,6
ibu hamil kurang energi kronis yaitu ibu (Omega 3)
Asam Linoleat g 1,7-2,9
hamil dengan hasil pengukuran Lingkar (Omega 6)
Lengan Atas (LiLA) lebih kecil dari 23,5 4 Karbohidrat
4.1 Serat g Maksimum 5
cm (Permenkes,RI, 2016). Lama 4.2 Sukrosa g Maksimum 20
5 Vitamin A* mcg 200-400
pemberian idealnya 180 hari (2 hari
6 Vitamin D mcg 5-10
sekali). 7 Vitamin E mg 3-6
8 Vitamin K mcg 4-6
Standar Makanan Tambahan 9 Vitamin B1 mg 0,25-0,5
untuk Balita 6-59 bulan dengan kategori: (Thiamin)
10 Vitamin B2 mg 0,3-0,6
A. Kandungan (Riboflavin)
11 Vitamin B6 mg 0,2-0,4
1. Komposisi
(Pyridoksin)
Produk berbentuk biskuit yang 12 Vitamin B12 mcg 0,35-0,7
(Cobalamin)
terbuat dari campuran terigu, isolat 13 Vitamin B3 mg 2,5-5,0
protein, susu, lemak nabati yang (Niasin)
14 Folat mcg 60-120
tidak dihidrogenasi, sukrosa, 15 Besi** mg 4,0-7,5
16 Iodium*** mcg 60-120
diperkaya vitamin dan mineral,
17 Seng mg 2,0-3,75
dengan atau tanpa penambahan Perbandingan
Fe:Zn=1,0-
Bahan Tambahan Pangan (BTP) 2,0:1
18 Kalsium**** mg 225-450

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 50


Vol XI No. 1 Mei 2019

19 Natrium mg Maksimum lain sesuai dengan ketentuan


300
20 Selenium***** mcg 7-14 peraturan perundang-undangan
180-275 (Permenkes Republik Indonesia
Perbandingan
21 Fosfor mg 180-275 Nomor 51 Tahun 2016).
Perbandingan
D. Pengolahan
Ca:P=1,2-2,0:
1 1. Pengolahan produk dilakukan
22 Fluor****** mg Maksimum
0,25 dengan menerapkan cara produksi
23 Air % Maksimum 5 pangan olahan yang baik sesuai
Keterangan :
*Vitamin A ditambahkan dalam bentuk retinil asetat dengan ketentuan peraturan
**Besi ditambahkan dalam bentuk senyawa ferro
fumarat perundang-undangan.
***Iodium ditambahkan dalam bentuk kalium iodat
****Kalsium ditambahkan dalam bentuk kalsium 2. Proses pengolahan menggunakan
iodat
*****Selenium yang ditambahkan dalam bentuk teknologi industri guna
sodium selenite
******Fluor idak boleh ditambahkan hanya bawaan
memperoleh produk berkualitas
dari bahan baku (Permenkes Republik Indonesia
B. Bahan Tambahan Pangan (BTP) Nomor 51 Tahun 2016).
(Permenkes Republik Indonesia E. Pengemasan dan Pelabelan
Nomor 51 Tahun 2016) 1. Produk dikemas sedemikian rupa
1. Penggunaan BTP harus sesuai untuk mempertahankan kualitas,
dengan ketentuan peraturan keamanan, dan kemanfaatan
perundang-undangan. produk.
2. BTP yang diperbolehkan adalah 2. Pelabelan dilakukan sesuai dengan
pengemulsi, pengatur keasaman, ketentuan peraturan perundang-
antioksidan, pengembang, undangan.
pengental, anti kempal, dan gas 3. Ketentuan lain yang harus
untuk kemasan. Perisa yang dicantumkan pada label sebagai
diperbolehkan adalah: berikut:
a. Ekstrak buah alami dan estrak a) Peruntukan produk: “makanan
vanilla: Cara Produksi Pangan tambahan untuk balita 6-59
yang Baik (CPPB); dan bulan dengan kategori kurus”
b. Etil vanillin dan vanilin: b) Petunjuk penyajian bagi bayi
maksimum 7 mg/100g. usia 6-11 bulan dan anak
3. Pewarna sintetik, pengawet dan balita usia 12-59 bulan.
pemanis buatan tidak boleh c) Takaran saji dan anjuran
dipergunakan. konsumsi sehari, sesuai
C. Cemaran memenuhi batas cemaran dengan pedoman yang
mikroba, logam berat, dan cemaran ditetapkan oleh Menteri

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 51


Vol XI No. 1 Mei 2019

(Permenkes Republik cocok untuk fase transisi pada balita gizi


Indonesia Nomor 51 Tahun buruk yang membutuhkan makanan
2016). yang padat gizi untuk memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak (catch up).
Pengaruh Pemberian Makanan PMT-P yang diberikan mengandung
Tambahan Pemulihan (PMT-P) protein yang mempunyai kandungan
terhadap Status Gizi Balita Gizi Buruk semua jenis asam amino esensial dalam
Menurut Farida Fitriyanti, Tatik proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan
Mulyati (2012) terdapat perbedaan sehingga lebih mudah diserap oleh
status gizi berdasarkan BB/TB dan BB/U tubuh dan keseimbangan komposisis ini
setelah pemberian PMT-P selama 60 tepat untuk perbaikan jaringan tubuh
hari. Hal ini disebabkan kontribusi yang rusak.
asupan energi dan protein dari PMT-P Lemak yang digunakan berupa
yang diasup oleh balita mengalami lemak MCT yang mudah diabsorbsi dan
peningkatan di setiap minggunya dan dapat membantu meningkatkan
didukung dengan peningkatan asupan penyerapan vitamin A, D, E, K. Lemak
energi dan protein dari makanan selain MCT cocok untuk balita gizi buruk yang
PMT-P, sehingga tingkat asupan dalam proses pencernaan dan metaboliknya
sehari sebagian besar dapat terpenuhi. bermasalah karena pemecahan MCT
Rerata kontribusi energi dan protein sudah terjadi di rongga usus sehingga
pada PMT-P sebesar 54.60±26.04% dan mengurangi penggunaan enzim lipase
79.17±37.75% lebih besar dibandingkan dari pankreas dan asam empedu
dengan kontribusi asupan energi dan sehingga penyerapan akan mudah
protein dari makanan selain PMT-P meski dengan sedikit bantuan enzim.
sebesar 49.09±27.42% dan Sedangkan untuk kabohidrat berupa
48.24±13.86%. glukosa polimer (bebas laktosa)
Pemberian PMT-P dalam bentuk sehingga lebih mudah diabsorbsi oleh
formula atau cair mengandung semua tubuh. Selain itu pada PMT-P juga
nutrisi yang diperlukan balita gizi buruk, mempunyai kandungan gizi berupa seng
ditambah dengan vitamin, mineral (Zn), kalium, magnesium dan tembaga
dengan osmolaritas yang rendah dan (Cu) yang dapat membantu dalam
dalam porsi kecil sehingga memudahkan proses pertumbuhan balita. Seng (Zn),
balita dalam mengkonsumsi dan kalium, magnesium dan tembaga (Cu)
penyerapan nutrisi. Formula ini sangat dibutuhkan pada saat terjadi
mengandung lemak nabati, whey, gula diare serta dehidrasi.
kompleks, mineral dan vitamin sehingga

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 52


Vol XI No. 1 Mei 2019

Pada balita yang mengalami gizi gizi buruk dengan memberikan rerata
buruk, penting untuk memperhatikan kontribusi energi sebanyak 54.60±15.42%
kepadatan nutrisi yang cukup dan dan protein 79.17±37.75% dari kebutuhan
seimbang agar fisiologis serta imunologi seharusnya dalam sehari.
tubuh balita dapat kembali normal dan
DAFTAR PUSTAKA
dapat meningkatkan berat badan.
9,29,30 Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti, Farida dan Tatik Mulyati, 2012,
Collins S dkk pada balita gizi buruk di Pengaruh Pemberian Makanan
Tambahan Pemulihan (PMT-P)
Ethiopia pada tahun 2005 dengan
terhadap Status Gizi Balita Gizi
pemberian paket makanan terapi siap Buruk di Dinas Kesehatan Kota
makan (RUTF) berbentuk pasta setara Semarang, Journal of Nutrition
College, Volume 1;373-381
dengan F100 dengan kontribusi energi
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
dan protein sebesar 75% dari kebutuhan Tertinggal dan Transmigrasi, 2017,
sehari selama 3 bulan menunjukkan Buku Saku Desa dalam
85% balita status gizi nya dapat berubah Penanganan Stunting, Edisi I,
Jakarta
dengan nilai z-score dari <-3SD menjadi Kementerian Kesehatan, 2018, Hasil
>-2SD.22,23 (Fitriyanti, 2012). Utama Riskesdas 2018, Badan
Pemberian PMT-P merupakan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarta
tambahan makanan utama balita
Meera Shekar, Jakub Kakietek, Mary R
sasaran dan bukan merupakan makanan D’Alimonte, Hilary E Rogers,Julia
pengganti makanan sehari-hari balita Dayton Eberwein,Jon Kweku
Akuoku,Audrey Pereira, Shan Soe-
sasaran. Adanya kenaikan berat badan
Lin and Robert Hecht, 2017,
tidak hanya karena pemberian PMT-P Reaching the global target to reduce
saja, namun ada faktor lain yang diduga stunting: an investment framework,
Health Policy and Planing, 667-668
juga turut meningkatkan berat badan
Nilfar Ruanida, 2018, Gerakan 1000 hari
balita sasaran program PMT-P, seperti Pertama Kehidupan Mencegah
konsumsi makanan utama balita Terjadinya Stunting (Gizi Pendek) di
(Supadmi dkk, 2008) dan konsumsi Indonesia, Global Health Science,
Volume 3 No 2
snack atau makanan selingan balita
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
(Sugianti, E, 2017). Indonesia Nomor 51 Tahun 2016,
Standar Produk Suplementasi Gizi,
KESIMPULAN Lembaran Negara Republik
Berdasarkan hasil studi pustaka Indonesia Tahun 2016 Nomor
1600, Jakarta
yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan Pusat Data dan Informasi, 2018, Situasi
bahwa PMT-P memberikan pengaruh Balita Pendek (Stunting) di
yang signifikan terhadap perubahan status Indonesia , Semester I, Buletin

gizi berdasarkan BB/TB dan BB/U balita

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 53


Vol XI No. 1 Mei 2019

Jendela Data dan Informasi


Kesehatan, Jakarta
Sugianti, E, 2017, Evaluasi pemberian
Makanan Tambahan Pemulihan
(PMT-P) pada Balita Kurang Gizi di
Kabupaten Tuban, Jurnal
Cakrawala, Volume 11:217-224
Supadmi dkk. 2008. Pengaruh Pemberian
Makanan Tambahan pada Balita
Kur ang Ene r g i Pr o t e in (KEP)
Pengunjung Balai Penelitian dan
Pengembangan Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (BPP GAKY)
Magelang. PGM31(2): 59-66

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 54

Anda mungkin juga menyukai