1. Motilitas
Motilitas mengacu pada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong isi saluran
pencernaan. Otot polos di dinding saluran pencernaan mempertahankan suatu konstraksi
dengan kekuatan rendah yang dikenal sebagai tonus. Tonus penting untuk mempertahankan
agar tekanan pada isi saluran pencernaan tetap pada saluran cerna, serta untuk mencegah
dinding saluran pencernaan melebar secara permanen setelah mengalami distensi
(peregangan).
Terhadap aktivitas tonik yang terus menerus tersebut, terjadi dua jenis dasar motilitas
pencernaan, yaitu gerakan propulsif (mendorong) dan gerakan mencampur. Gerakan propulsif
(mendorong) atau memajukan isi saluran pencernaan ke depan dengan kecepatan yang
1
berbeda-beda, bergantung pada fungsi yang dilaksanakan oleh setiap regio saluran
pencernaan. Transit makanan melalui esofagus berlangsung cepat, karena struktur ini hanya
berfungsi sebagai tempat lewat makanan dari mulut ke lambung. Sedangkan di usus halus
sebagai tempat utama berlangsungnya pencernaan dan penyerapan, makanan bergerak sangat
lambat, sehingga tersedia cukup waktu untuk penguraian dan penyerapan makanan.
2. Sekresi
Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran pencernaan oleh kelenjar-
kelenjar eksokrin yang terletak di sepanjang saluran cerna. Setiap sekresi pencernaan terdiri
dari air, elektrolit, dan konstituen organik spesifik yang penting dalam proses pencernaan
seperti enzim, garam empedu, atau mukus. Sekresi semua getah pencernaan memerlukan
energi, baik untuk transportasi aktif sebagian bahan mentah ke dalam sel, maupun untuk
sintesis produk sekretorik oleh retikulum endoplasma. Hal ini meyebabkan sel-sel eksokrin
memiliki banyak motokondria. Sekresi dikeluarkan ke dalam lumen saluran pencernaan
karena adanya rangsangan saraf atau hormon yang sesuai. Dalam keadaan normal, sekresi
pencernaan direabsorpsi dalam suatu bentuk, untuk dikembalikan ke darah setelah produk
sekresi tersebut ikut serta dalam proses pencernaan. Kegagalan proses reabsorpsi (misalnya
akibat diare atau muntah), menyebabkan hilangnya cairan yang disekresikan dari plasma.
3. Pencernaan
Pencernaan mengacu pada proses penguraian makanan dari yang strukturnya kompleks
diubah menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, sehingga dapat menembus membran plasma
utuh untuk diserap dari lumen saluran pencernaan ke dalam darah atau limfe. Pencernaan
dilakukan melalui proses hidrolisis enzimatik. Dengan menambahkan H2O di tempat ikatan,
enzim dalam sekresi pencernaan memutuskan ikatan-ikatan yang menyatukan subunit-subunit
molekuler kecil di dalam molekul nutrien, sehingga molekul-molekul kecil tersebut menjadi
bebas. Contohnya disakarida maltosa (hasil penguraian polisakarida) diuraikan menjadi dua
molekul glukosa dengan penambahan H2O di tempat ikatan.
2
4. PenyerapanPenyerapan sebagian besar terjadi di usus halus. Melalui proses
penyerapan (absorpsi), satuan-satuan kecil hasil proses pencernaan yang dapat diserap,
bersama dengan air, vitamin, dan elektrolit, dipindahkan dari lumen saluran
pencernaan ke dalam darah atau limfe.
1. Mukosa
3
permukaan dapat dimodifikasi oleh kontraksi mukosa muskularis. Hal ini
penting terutama untuk memajankan daerah-daerah permukaan absorptif
yang berbeda-beda ke isi di dalam lumen.
2. Sub-mukosa
3. Muskularis Eksterna
4. Serosa
4
Adalah pembungkus jaringan ikat di sebelah luar saluran pencernaan,
yang mengeluarkan cairan serosa encer untuk melumasi dan mencegah
gesekan antara organ-organ pencernaan dan visera di sekitarnya. Di sepanjang
saluran pencernaan, serosa berhubungan dengan mesenterium, yang
menggantung organ-organ pencernaan ke dinding dalam rongga abdomen.
Perlekatan itu menghasilkan fiksasi relatif, yang menunjang organ-organ
pencernaan dalam posisinya, namun masih memungkinkan kebebasan
berlangsungnya gerakan mendorong dan mencampur.
Jenis aktivitas listrik spontan yang paling menonjol pada otot polos
pencernaan adalah potensial gelombang lambat yang disebut juga sebagai irama
listrik dasar (Basic Electrical Rhythm-BER) saluran pencernaan (pacesetter
potential). Gelombang lambat bukan potensial aksi dan tidak secara langsung
menginduksi kontraksi otot. Gelombang lambat bersifat ritmik, berfluktuasi seperti
gelombang potensial membran yang secara berkala membawa membran mendekati
atau menjauhi ambang. Osilasi gelombang lambat tersebut disebabkan oleh variasi
berkala kecepatan pompa Na+ memindahkan Na+ keluar dari sel pemacu tersebut.
Jika gelombang tersebut mencapai ambang pada puncak-puncak depolarisasi,
suatu lonjakan potensial aksi akan terpicu, menimbulkan siklus ritmis kontraksi
otot yang berulang-ulang.
Apakah ambang akan dicapai atau tidak, bergantung pada efek berbagai
faktor mekanis, sistem saraf, dan hormonal yang memperngaruhi potensial
“istirahat” atau titik awal dari irama gelombang lambat tersebut berosilasi. Apabila
titik awal dekat dengan ambang, seperti pada saat makanan ada di saluran
pencernaan, depolarisasi puncak gelombang lambat akan mencapai ambang,
sehingga frekuensi potensial aksi dan aktivitas kontraktil yang menyertainya
5
meningkat. Sebaliknya, apabila titik awalnya jauh dari ambang, seperti pada saat
tidak ada makanan, kecil kemungkinannya ambang tercapai, sehingga frekuensi
potensial aksi dan aktivitas kontraktil menurun.
Pleksus saraf adalah jaringan sel-sel saraf yang saling berhubungan. Terdapat
dua jaringan serat saraf yang membentuk pleksus di saluran pencernaan, yaitu
pleksus mienterikus (Auerbach), yang terletak diantara lapisan otot polos
longitudinal dan sirkuler, dan pleksus submukosa (Meissner), yang terletak di
submukosa. Kedua pleksus ini dikenal sebagai pleksus intrinsik karena keduanya
seluruhnya berada di dalam dinding saluran pencernaan. Kedua pleksus ini
terdapat di seluruh saluran pencernaan, dari esofagus sampai anus. Oleh karena itu,
saluran pencernaan memiliki sistem saraf intramural (“di dalam dinding”) sendiri,
yang mengandung neuron sebanyak neuron di korda spinalis, sehingga saluran ini
cukup memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya. Kedua pleksus tersebut
6
sering disebut sebagai sistem saraf enterik. Melalui persarafan sel-sel otot polos
serta sel-sel eksokrin dan endokrin saluran pencernaan, pleksus intrinsik secara
langsung mempengaruhi motilitassaluran pencernaan, sekresi getah pencernaan,
dan sekresi hormon pencernaan. Jaringan saraf instrinsik ini terutama
bertanggungjawab mengkoordinasikan aktivitas lokal di dalam saluran
pencernaan.
3. Saraf Ekstrinsik
4. Hormon Pencernaan
7
bagian lain saluran pencernaan, tempat mereka menimbulkan pengaruh eksitatorik
atau inhibitorik pada sel otot polos atau kelenjar eksokrin. Melalui mekanisme
feedforward, hormon-hormon ini juga bekerja di sel-sel endokrin pankreas untuk
mempengaruhi sekresi hormon pankreas, yang berperan penting dalam penyerapan
dan penyimpanan molekul nutrien yang diserap. Hormon-hormon pencernaan
dikeluarkan terutama sebagai respons terhadap perubahan lokal spesifik di isi
lumen (adanya lemak, protein, atau asam), yang bekerja secara langsung pada sel-
sel kelenjar endokrin atau tidak langsung melalui pleksus intrinsik atau saraf
otonom ekstrinsik. Banyak dari hormon-hormon pencernaan juga dikeluarkan oleh
neuron-neuron di otak, tempat mereka berfungsi sebagai neurotransmiter dan
neuromodulator.
8
Refleks panjang (long reflex). Terjadi saat aktivitas saraf otonom ekstrinsik
turut bekerja pada kontrol lokal untuk memodifikasi respons otot polos dan
kelenjar, baik untuk mengkorelasikan aktivitas antara berbagai bagian sistem
pencernaan maupun untuk memodifikasi aktivitas sistem pencernaan sebagai
respons terhadap pengaruh eksternal. Refleks otonom melibatkan jalur-jalur
panjang antara susunan saraf pusat dan sitem pencernaan. Aktivitas sistem
pencernaan juga dikoordinasikan oleh sekresi hormon saluran pencernaan,
yang dipicu secara langsung oleh perubahan lokal saluran pencernaan atau oleh
refleks pendek atau refleks panjang.
III. Organ-Organ Penyusun Sistem Pencernaan
1. Mulut
10
dan menyalurkan air liur melalui duktus-duktus pendek ke dalam mulut. Selain itu,
terdapat kelenjar liur minor, yakni kelenjar bukal, di lapisan mukosa pipi.
Saliva terdiri dari 99,5% H2O serta 0,5% protein dan elektrolit. Protein air
liur terpenting (amilase, mukus, dan lisozim), menentukan fungsi saliva, yaitu:
1. Air liur memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja amilase, yang
memecah polisakarida menjadi disakarida.
2. Air liur yang kental dan licin mempermudah proses menelan dengan
membasahi partikel-partikel makanan dan melumasinya.
3. Air liur memiliki efek antibakteri, yang pertama oleh lisozim (suatu enzim
yang melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu), yang kedua dengan
membilas bahan yang mungkin digunakan bakteri sebagai sumber makanan.
4. Air liur berfungsi sebagai pelarut untuk molekul –molekul yang merangsang
papil pengecap. Hanya molekul dalam larutan yang dapat bereaksi dengan
reseptor papil pengecap.
5. Air liur berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu menjaga
kebersihan mulut dan gigi.
6. Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam di makanan serta asam
yang dihasilkan oleh bakteri di mulut, sehingga membantu mencegah karies
(lubang) gigi.
11
7. Mencegah keadaan xerostomia yaitu kesulitan mengunyah dan menelan,
artikulasi berbicara menjadi tidak jelas akibat penurunan sekresi air liur.
Selain sekresi yang bersifat konstan dan sedikit, sekresi air liur dapat
ditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda, yaitu:
Pada sekresi air liur, respons saraf simpatis dan parasimpatis tidak saling
bertentangan, keduanya meningkatkan sekresi air liur. Rangsangan saraf
parasimpatis yang berperan dominan dalam sekresi air liur, menyebabkan
pengeluaran air liur encer, dalam jumlah besar, dan kaya enzim. Stimulasi
simpatis, menghasilkan volume air liur yang jauh lebih sedikit, konsentrasi kental,
dan kaya mukus.
2. Faring
3. Esophagus
4. Lambung
13
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus
uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah
diafragma di depan pancreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Kurvatura Mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum
kardiak melalui fundus fentrikuli menuju ke kanan sampai pylorus inferior.
Ligamentum gastrolienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke
limpa.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat
makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Bau
makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsangan
kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut
sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi oleh system saaf simpatis yang dapat
terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. Merupakan organ
otot berongga yang besar yang letaknya di rongga perut atas sebelah kiri.
1. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
peptone)
2. Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan dan membuat suasana asam
pada pepsinogen menjadi pepsin.
3. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein
4. Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang
marangsang sekresi getah lambung.
14
Lambung mengeluarkan asam klorida dan enzim yang memulai pencernaan
makanan protein. Gerakan mencampur lambung menghasilkan campuran cairan kental
yang dikenal sebagai kimus. Saat kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml,
tetapi dapat bertambah hingga 1 liter saat makan. Lambung dapat menampung
peningkatan volume 20 kali lipat dengan meregangkan lipatan-lipatan di bagian
anterior lambung. Relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanaan ini disebut
relaksasi reseptif. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung menampung
tambahan makanan dengan hanya menyebabkan sedikit peningkatan tekanan lambung.
Namun, jika makanan yang dikonsumsi berlebihan, maka akan menimbulkan
peregangan berlebihan dan tekanan intra lambung meningkat sehingga yang
bersangkutan merasa tidak nyaman.
Pencampuran makanan berlangsung di bagian antrum. Setiap gelombang
peristaltik antrum mendorong kimus maju menuju sfingter pilorus. Kontraksi tonik
sfingter pilorus normalnya menyebabkan sfingter ini nyaris tertutup. Lubang yang
terbentuk cukup besar untuk dilaui air, tetapi terlalu kecil untuk dilalui kimus kental
kecuali jika kimus disorong oleh kontraksi peristaltik antrum yang kuat. Beberapa
mililiter kimus dapat keluar menuju duodenum, namun kimus yang sedang terdorong
msju tetapi tidak dapat masuk ke duodenum tertahan mendadak si sfingter yang
tertutup dan memantul balik ke dalam antrum. Gerakan maju mundur ini mencampur
kimus secara merata di antrum.
Muntah (emesis/vomitus), ekspulsi paksa isi lambung keluar melalui mulut, tidak
terjadi karena peristaltik terbalik di lambung. Lambung, esofagus, dan sfingter-sfingter
terkaitnya semua melemas ketika muntah. Tindakan kompleks munta dikoordinasikan
oleh pusat muntah di medula batang otak. Muntah dimulai dengan inspirasi dalam dan
penutupan glotis. Kontraksi diafragma menekan ke bawah ke lambung sementara
secara bersamaan kontraksi otot-otot perut menekan rongga abdomen, meningkatkan
tekanan intrabdomen dan memaksa visera abdomen bergerak ke atas. Ketika lambung
yang melemas terperas antar diafragma di atas dan rongga abdomen yang mengecil ke
bawah, isi lambung terdorong ke atas melalui sfingter-sfingter yang melemas dan
esofagus, serta keluar melalui mulut. Glotis menutup, sehingga bahan muntah tidak
masuk ke saluran pernafasan. Uvula juga terangkat untuk menutup saluran hidung.
Siklus muntah dapat berulang beberapa kali sampai lambung kosong. Muntah
15
biasanya didahului oleh pengeluaran air liur berlebihan, keringat, peningkatan denyut
jantug, dan sensasi mual, yang semuanya khas untuk lepas muatan secara umum
sistem saraf otonom. Penyebab muntah dapat dipicu oleh stimulasi taktil (menyentuh
bagian belakang tenggorokan), iritasi (peregangan lambung/duodenum), peningkatan
intrakranium), rotasi atau akselerasi kepala yang menyebabkan pusing bergoyang,
bahan kimia (obat atau bahan berbahaya yang dapat memicu muntah), dan mutah
psikogenik akibat faktor emosi.
HCL (asam klorida) mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim
aktif, pepsin, dan membentuk medium asam yang optimal bagi aktivitas pepsin.
Pepsinogen terletak pada tHCL juga menyebabkan denaturasi protein yaitu
menguraikan bentuk protein yang berupa gulungan sehingga ikatan peptida lebih
terpajan ke enzim. Pepsin memulai pencernaan protein dengan memutuskan ikatan-
ikatan asam amino tertentu untuk menghasilkan fragmen-fragmen peptida ( rantai
pendek asam amino). Enzim ini paling aktif di lingkungan asam yang dihasilkan HCL.
Permukaan lambung ditutupi oleh suatu lapisan mukus yang berasal dari sel
epitel permukaan dan sel mukus. Mukus berfungsi untuk melindungi lambung dari
cedera mekanis dan melindungi lambung dari cedera asam karena menetralkan HCl di
dekat lapisan lambung, tetapi tidak menggangu HCl di lambung. PH di lumen dapat
serendah 2, PH di lapisan mukus adalah sekitar 7. Ketika disalurkan ke usus halus, isi
lambung akan bercampur tidak saja dengan getah yang dikeluarkan oleh mukosa usus
halus tetapi juga dengan sekresi pankreas eksokrin dan hati yang disalurkan ke dalam
lumen duodenum.
5. Usus Halus
Usus halus atau intesnium minor adalah bagian dari system pencernaan makanan yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran
paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari
beberapa lapisan, yaitu lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler),
lapisan otot memanjang (M.longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar).
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke
hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air
16
(yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Kelenjar – kelenjar
usus menghasilkan enzim – enzim pencernaan, yaitu :
Absorpsi
17
Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia,ileum ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.
a. Sekum
Sekum (bahasa latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis
yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya
± 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak
19
mempunyai mesentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang
yang masih hidup.
b. Umbai Cacing (Apendiks)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk
nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap
embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi
bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap,
lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang
(pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial
(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi
dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai
appendektomi.
c. Kolon Asendens
Kolon assendens mempunyai panjang 13 cm, terletak di abdomen
bawah sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah
hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica, dilanjutkan
sebagai kolon transversum.
d. Kolon Transversum
Panjangnya ±38 cm membujur dari kolon asendens sampai ke kolon
desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica
dan sebelah kiri terdapaat fleksura lienalis.
e. Kolon Desendens
Panjangnya ±25 cm terletak di abdomen bawah bagian kiri membujur
dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri,
bersambung dengan kolon sigmoid.
f. Kolon Sigmoid
20
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai S, ujung
bawahnya berhubungan dengan rektum
g. Rectum
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja
masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan.
Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan
feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan
dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
h. Anus
Anus adalah lubang tempat dikeluarkannya feses. Di dalam anus
terdapat otot sfingter yang berfungsi untuk mengatur pengeluaran feses.
Sfingter interna tersusun atas otot polos, sedangkan sfingter eksterna tersusun
atas otot rangka.
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum
membentuk kantung buntu di bawah pertemuan antara usus halus dan usus
besardi katup ileosekum. Tonjolan kecil seperti jsri di dasar sekum adalah
apendiks, suatu jaringan limfoid yang mengandung limfosit.
21
Feses Dikeluarkan oleh Refleks Defekasi. Terjadi gerakan massa di
kolon yang mendorong tinja ke dalam rektum. Peregangan yang terjadi di
rektum merangsang reseptor regang di dinding rektum, memicu refleks
defekasi. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus (otot polos) melemas
dan rektum serta kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Apabila sfngter ani
eksternus (otot rangka) ikut melemas maka terjadi defekasi (otot rangka
bersifat volunter). Peregangan awal dinding rektum akan disertai rasa ingin
buang air besar. Jika keadaan tidak memungkinkan untuk terjadinya defekasi,
maka sfingter ani eksternus secara sengaja dapat mencegah defekasi meskipun
Gambar 9. Usus Besar pada Manusia
refeleks defekasi telah aktif. Apabila proses ini tertunda, maka dinding rektum
yang semula teregang secara perlahan kembali sampai adanya gerakan
mendorong tinja yang lebih banyak. Selama periode inaktif, kedua otot tetap
berkontraksi untuk menjamin kontinensi tinja.
Usus besar menyerap garam dan air, mengubah isi lumen menjadi
feses. Kolon dalam keadaan normal menyerap garam dan air. Natrium diserap
seara aktif, Cl- mengikuti secara pasif menuruni gradien listrik, dan air
mengikuti secara osmotik. Kolon menyerap Gambar 10. Rektum
sejumlah elektrolit lain serta vitamin K yang disintesis oleh bakteri kolon.
Melalui absorpsi garam dan air terbentuk massa tinja yang padat. Dari 500 g
bahan yang masuk ke kolon setiap hari dari usus halus, kolon normalnya
menyerap sekitar 350 ml, meninggalkan 150 g
feses untuk dikeluaran dari tubuh setiap
harinya. Bahan feses biasanya terdiri dari 100
g air dan 50 g bahan padat, termasuk selulosa
yang tidak tercerna, biliburin, bakteri, dan
sejumlah kecil garam.
Kolon mengandung beragam bakteri
yang bermanfaat, karena gerakan kolon yang lambat maka bakteri memiliki
waktu untuk tumbuh dan menumpuk di usus besar. Sebaliknya, di usus halus
ini biasanya dipindahkan secara cepat sehingga bakteri tidak dapat tumbuh.
Selain itu mulut, lambung, dan usus halus mengeluarkan bahan-bahan
antibakteri, tetapi kolon tidak. Mikroorganisme kolon ini biasanya tidak
22
membahayakan tetapi pada kenyataannya dapat bermanfaat, yaitu
meningkatkan imunitas usus dengan berkompetisi memperebutkan nutrien dan
ruang dengan mikroba yang berpotensi patogen, mendorong motilitas kolon,
dan membantu memelihara integritas mukosa kolon, dan memberi kontribusi
nutrisi.
Flatus adalah gas yang keluar dari anus. Gas ini terutama berasal dari
udara yang tertelan (hingga 500 ml udara mungkin tertelan ketika makan) dan
gas yang diproduksi oleh fermentasi bakteri di kolon. Adanya gas yang
mengalir melalui isi lumen menimbulkan suara berkumur yang dikenal
borborigmi. Sebagian besar gas di kolon disebabkan oleh aktivitas bakteri,
dengan jumlah dan sifat gas bergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi
dan karakteristik bakteri kolon. Secara selektif mengeluarkan gas ketika feses
juga ada di rektum, yang bersangkutan secara sengaja mengontraksikan otot-
otot abdomen dan sfingter ani eksternus secara bersamaan. Ketika kontraksi
abdomen meningkatkan tekanan yang menekan sfingter ani eksternus yang
menutup maka terbentuk gradien tekanan yang memaksa udara keluar dengan
kecepatan tinggi melalui lubang anus yang terbentuk celah dan terlalu sempit
untuk kelurnya feses. Lewatnya udara dengan kecepatan tinggi menyebabkan
tepi-tepi lubang anus bergetar, menghasilkan nada rendah khas yang menyertai
keluarnya gas.
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankreas terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu
: Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan, dan Pulau pankreas,
menghasilkan hormon.
23
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke
dalam duodenum dan melepaskan hormon
ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh
pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik
memecah protein ke dalam bentuk yang
dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan
aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Pankreas juga melepaskan
sejumlah besar sodium bikarbonat, yang
berfungsi melindungi duodenum dengan
cara menetralkan asam lambung.
Sekresi pankreas mengandung
banyak enzim untuk mencerna
tiga jenis makanan utama : protein, karbohidrat, dan lemak. Enzim-enzim pancreas
yang paling penting untuk mencerna protein adalah tripsin, kimotripsin, dan
karboksipolipeptidase. Tripsin dan kimotripsin memisahkan seluruh dan sebagian
protein yang dicerna menjadi peptide berbagai ukuran tetapi tidak menyebabkan
pelepasan asam-asam amino bentuk tunggal. Namun karboksipolipeptidase
ternyata memecah beberapa peptide menjadi asam-asam amino bentuk tunggal,
sehingga menyelesaikan pencernaan beberapa protein menjadi bentuk asam amino.
Enzim pancreas untuk mencerna karbohidrat adalah amilase pankreas,
yang akan menghidrolisis pati, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain
(kecuali selulosa) untuk membentuk sebagian besar disakarida dan beberapa
trisakarida. Enzim pancreas untuk mencerna lemak adalah lipase pancreas, yang
mampu menghidrolisis lemak netral menjadi asam lemak dan monogliserida.
Kolesterol esterase, yang menyebabkan hidrolisis ester kolesterol. Fosfolipase,
yang memecah asam lemak dari
fosfolipid.
b. Hati
Hati merupakan
sebuah organ yang terbesar di
24
dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya
berhubungan dengan pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam
metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan
glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile,
yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati
biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam
vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke
dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh
kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses
tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi,
darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
c. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk
buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh
untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar
7-10 cm dan berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan
karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan
hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi
penting yaitu:
1. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak , bukan karena enzim dalam
empedu yang menyebabkan pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu dalam
empedu melakukan dua hal, yaitu:
Asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar
dalam makanan menjadi banyak partikel kecil, permukaan partikel tersebut
dapat diserang oleh enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas.
Asam empedu membantu absorbs produk akhir lemak yang telah dicerna
melalui membran mukosa intestinal.
2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin
(Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
Kanker kolon ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum.
Sebagian besar kanker kolorektum adalah karsinoma dan berasal dari kelenjar
sekretorik lapisan mukosa yang awalnya berbentuk polip. Polip meupakan neoplasama
yang berasal dari permukaan mukosa dan meluas ke arah luar. Faktor risiko yang
dapat mengarahkan seseorang mengalami penyakit kanker kolorektal ini diantaranya
makanan diet tinggi lemak dan rendah serat. Selain itu, menahan feses juga dapat
menyebbabkan kanker kolorektal karena feses yang tertahan akan melepaskan toksin-
toksin berbahaya pencetus kanker. Faktor risiko lainnya adalah kurang aktivitas fisik,
obesitas, konsumsi alkohol yang tinggi. Kanker kolorektal biasanya terkena pada
penderita umur diatas 50 tahun. Faktor genetik juga mempengarruhi terjadinya
26
penyakit ini, diantaranya riwayat menderita polip, riwayat menderita infeksi usus besar
baik itu Kolitis Ulserativa ataupun Penyakit Crohn, riwayat kanker dalam keluarga.
Gejala yang ditimbulkan ketika seseorang mengalami kanker kolorektum diantaranya
perubaan kebiasaan buang air besar yang bisa menyebabkan diare atau konstipasi.
Selain itujuga terdapat darah yang nyata atau samar dalam feses yang diserttai dengan
keletihan, kram/ nyeri perut, serta penurunan berat badab tanpa sebab yang jelas.
b. Patofisiologi
Perkembangan polip
Polip merupakan pertumbuhan berlebih dari stroma ataupun kelenjar mukosa, berupa
massa pada permukaan mukosa yang menonjol ke dalam lumen usus. Lebih dari 95%
kanker kolon berkembang dari polip adenomatosa (adenoma) (Setiadi, et a., 2014).
Polip berkembang secara perlahan, dan memakan waktu hampir 5-10 tahun atau lebih
untuk menjadi maligna. Karena polip menjadi maligna, ukurannya meningkat didalam
lumen dan mulai untuk menyerang dinding usus. Tumor di usus bagian kanan
cenderung menjadi besar dan menyebabkan nekrosis dan ulserasi. Tumor di usus
bagian kiri dimulai dari kecil, massa seperti pita yang menyebabkan ulserasi suplai
darah. Begitu sebuah kanker terbentuk dari polip, maka akan tumbuh dari mukosa
dinding kolon atau rektum, kemudian menembus dinding dan sel kanker akan tumbuh
menyebar melalui aliran darah dan limfe yang akan menyebar ke seluruh tubuh yang
disebut metastase (Siregar, 2007).
2. Karsinogenesis
27
Ketidakmampuan dalam memperbaiki DNA yang rusak menyebabkan terjadinya
mutasi pada genom dan menyebabkan terjadinya keganasan.
Perjalanan kanker kolorektal memiliki dua jalur utama untuk terjadinya inisiasi
tumor dan progresi, yaitu LOH/ Loss of Heterozygocity dan RER / Replication Error.
Jalur LOH memiliki karakteristik delesi kromosomal dan aneuploid tumor, di mana 80
% kanker kolorektal merupakan hasil dari mutasi pada jalur LOH. Dua puluh persen
sisanya merupakan mutasi pada jalur RER, dengan karakteristik kesalahan pada
mismatch repair selama replikasi DNA. Jalur LOH antara lain defek gen APC (gen
supresi tumor), K-ras yang mengalami mutasi, mutasi DCC, dan mutasi p53 (gen
supresi tumor). Pada jalur RER, sejumlah gen mengalami mutasi seperti hMSH2,
hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6 (Cappell, 2005).
28
e. Manifestasi klinis
Gejala klinis kanker usus besar yang paling sering adalah perubahan pola defekasi,
seperti adanya perdarahan per anus, nyeri, anemia, anoreksia, dan penurunan berat badan.
Tanda dan gejala penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker. Karsinoma kolon kiri
dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defikasi sebagai akibat iritasi dan respon
refleks. Diare, nyeri kejang dan kembung sering terjadi, karena lesi kolon kiri cenderung
melingkar yang menimbulkan gangguan obstruksi. Mukus dan darah segar sering terlihat
pada feses yang menyebabkan anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada
sigmoid atau rectum dapat mempengaruhi radiks syaraf, pembuluh limfe, vena,
menimbulkan gejala – gejala pada tungkai atau perineum, hemoroid nyeri pinggang bagian
bawah, dan keinginan defikasi atau sering berkemih.
29
2. Stadium II, terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan
mukosa.
3. Stadium III, sel kanker sudah masuk ke sebagian kelenjar limfe yang banyak terdapat di
sekitar usus.
4. Stadium IV, terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau
bahkan ke organ-organ lain.
Klasifikasi
Klasifikai kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar getah
bening regional, M =jarak metastese).
T ( Tumor Primer )
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.
To : Tidak ada tumor primer.
Tis : Tumor in situ.
T1 : Invasi mukosa di lapisan sub mukosa.
T2 : Invasi tumor di lapisan otot propia.
T3 : Invasi tumor melewati otot propia ke sub serosa atau nonperitoneal pericolik atau ke
jaringan perirectal.
T4 : Tumor mengalami perforasi visceral atau mengalami invasi ke organ lain/struktur
lain.
M (Jarak Metastasis)
Mx : Jarak metastasis tidak dapat dinilai.
Mo : Tidak ada jarak metastasis.
M1 : Terdapat jarak metastasis.
30
Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium T N M Duke
0 Tis N0 M0 -
I T1 N0 M0 A
T2 N0 M0
II A T3 N0 M0 B
II B T4 N0 M0
III A T1-T2 N1 M0 C
III B T3-T4 N1 M0
III C Any T N2 M0
IV Any T Any N M1 D
f.Pemeriksaan Diagnostik
1. Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
2. Colok dubur.
3. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya
pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
4. Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong, melihat
gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar
monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk
mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi
fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal. Pemeriksaan
enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi
pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi
sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar,
merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
5. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di
bawah mikroskop.
6. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel
darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test
diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
7. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua
kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
31
8. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel
pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh
radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini
tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan
lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam
pengobatan penyakit.
9. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi,
indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein,
kalsium, dan kreatinin.
10. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi
tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah,
kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian.
Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun
pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi
rektum
11. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
12. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau pemeriksaan
ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui
perluasan langsung atau dari metastase tumor.
13. Pemeriksaan DNA Tinja.
g. Penatalaksanaan Medis
1. Pembedahan
Abdomino Perineal Resection (APR) adalah operasi di mana anus, rektum, dan kolon
sigmoid dibuang. Prosedur ini paling sering digunakan untuk mengobati kanker terletak
sangat rendah di rektum atau anus. Reseksi abdominoperineal adalah pembedahan untuk
mengangkat anus, rektum, dan bagian dari usus sigmoid melalui sayatan yang dibuat di
perut. Ujung usus dilekatkan pada sebuah lubang di permukaan perut dan limbah tubuh
dikumpulkan dalam kantong sekali pakai di luar tubuh.
Ostomi adalah pembuatan lubang pada kulit yang menuju saluran pencernaan,
perkemihan atau pernapasan. Tujuan ostomi usus untuk adalah untuk mengalihkan dan
mengalirkan materi fekal. Terdapat beberapa tipe ostomi usus. Salah satunya kolostomi.
Kolostomi adalah lubang terbuka yang menuju pada usus besar. Jenis-jenis kolostomi
32
diklasifikasikan menjadi beberapa berdasarkan statusnya, lokasi anatominya, dan
pembuatan stoma.
Pembedahan reseksi adalah bedah kolon dengan batas minimal 5 cm di sebelah distal
dan proksimal dari tempat kanker. Pada kanker di sekum dan kolon asendens biasanya
dilakukan hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker di
kolon transversal dan di pleksura lienalis dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat
anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid dilakukan
hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk kanker di
rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis
desenden kolorektal. Pada kanker di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat
anastomosis kolorektal.
Jenis kolostomi berdasarkan letaknya (Setiadi, et al., 2014) :
Colostomy Colostomy Colostomy
Asendens Transveral Desendens
Lokasi Colon Asendens Colon Transversum Colon Desendens
Konsistensi feses Cairan atau lunak Lunak Padat
Pola defekasi Tidak ada Tidak ada Ada
Mudah terjad, karena Mungkin terjasi
Iritasi kulit kontak dengan enzim karena lenbab terus- Kadang terjadi
pencernaan menerus
Striktur atau retraksi
Komplikasi
stoma
2. Radioterapi
Setelah dilakukan tindakan pembedahan perlu dipertimbangkan untuk melakukan radiasi
dengan dosis adekuat (Brunner Suddarth, 2002). Memberikan radiasi isoniasi pada
neoplasma. Karena pengaruh radiasi yang mematikan lebih besar pada sel-sel kanker yang
sedang proliferasi, dan berdiferensiasi buruk, dibandingkan terhadap sel -sel normal yang
berada di dekatnya, maka jaringan normal mungkin mengalami cidera da1am derajat yang
dapat ditoleransi dan dapat diperbaiki, sedangkan sel-sel kanker dapat dimatikan, selanjutnya
dilakukan kemoterapi (Brunner Suddarth, 2002).
Umumnya terapi pada kanker rectum lebih komplek dari keganasan kolon. Lavery
mengatakan bahwa kekambuhan paska kanker rectum dengan KGB positif mencapai 60%.
Terjadi umumnya pada 2 tahun pertama dengan 20-30%. Untuk memperbaiki hasil terapi ini
33
diberikan radiasi pre dan paska operasi dan kemoterapi. Radiasi dan kanker rectum dapat
diberikan sebagai radiasi eksterna paska operasi: pra operasi dan kemoradiasi. Disamping itu
dapat pula dilakukan brakiterapi: Itracavitary brachytherapy dan interstisial brachytherapy.
3. Kemoterapi
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi
dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan
3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah
dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi.
h. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan mual dan anoreksia
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran yang diakibatkan produksi
ileostomi
34
3. Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi
4. Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
5. Keletihan berhubungan dengan anemia dan anoreksia
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan perianal),
pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi
DAFTAR PUSTAKA
Chang, A.E., & Moris, A.M. (2006). Colorectal cancer. Liipincott Williams & Wilkins
Cappell, M. (2005). The patophysiology, clinical presentation, adn diagnosis of colon cancer,
and adenomatous polyps. North America: Elsevier
Corwin, Elizabeth J. (2009). Handbook Of Pathophysiology 3rd Ed. Terjemahan oleh Nike
Budhi Subekti. Jakarta : EGC.
Siregar, Gontar Alamsyah. (2007). “Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Kanker Usus Besar.”
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Penyakit Dalam
pada Fakultas Kedokteran, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8 Vol.1. Jakarta: EGC.
Sherwood,L. (2009). Fisiologi Manusia edisi 6. Jakarta: EGC
35