Anda di halaman 1dari 50

GANGGUAN SISTEM IMUNOLOGI

(SLE)
Disusun Oleh:
1. Danang.Ariadi
2. Juang Arco
3. Astri .J
4. .Visya .S
5. Norita Margaretta.T.S
ANATOMI FISIOLOGI
SYSTEM IMUN
FUNGSI SISTEM IMUN

MENGENALI DAN
MENGHANCURKAN
MEMPERTAHANKAN MENYINGKIRKAN SEL ABNORMAL DARI
TUBUH DARI SEL TUA ATAU DALAM TUBUH
PATOGEN, MISALNYA JARINGAN YANG (IMMUNE
MIKROORGANISME RUSAK SURVEILLANCE,
SEPERTI PADA SEL
KANKER)

MENGENALI DAN
MENGHANCURKAN
BENDA ASING YANG
MASUK KE DALAM
TUBUH
Klasifikasi Kelainan Sistem Imun
IMUNODEFISIENSI (DEFISIENSI IMUN)

REAKSI HIPERSENSITIVITAS

PENYAKIT AUTOIMUN

IMUNOLOGI TUMOR

PENYAKIT IMUNOPROLIPERATIF
HIPERSENSITIVITAS
◦ Hipersensitivitas didefinisikan sebagai keadaan berlebihan respon imun
normal dengan timbulnya efek samping pada tubuh (Mohan, 2010).
◦ Reaksi hipersensitivitas merupakan peningkatan reaktivitas atau sensitivitas
terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi
hipersensitivitas juga dikenal sebagai reaksi berlebihan, tidak diinginkan
(menimbulkan ketidaknyamanan dan dapat berakibat fatal) dari sistem kekebalan
tubuh. Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun
seluler tergantung pada sel B dan sel T.
Jenis – jenis hipersensitivitas
JENIS I • ANAPHYLACTIC
JENIS I ANAPHYLACTIC

JENIS
JENIS ANTIBODY
• • ANTIBODY DEPENDENT
DEPENDENT
HYPERSENSITIVITY
II
II HYPERSENSITIVITY
JENIS
JENIS • •IMMUNE
IMMUNECOMPLEX
COMPLEXMEDIATED
MEDIATED
HYPERSENSITIVITY
III
III HYPERSENSITIVITY
JENIS • •DELAYES/
JENIS DELAYES/CELL
CELLMEDIATED
MEDIATED
IV
IV
HYPERSENSITIVITY
HYPERSENSITIVITY
Proses reaski hipersensitivitas 3
1. Ketika antigen pertama kali masuk akan mesintesis pembentukan antibody igG dan
igM yang spesifik
2. Ketika pemaparan berikutnya oleh antigen yang sama, igG dan igM spesifik ini akan
berikatan dengan antigen tersebut didalam serum membentuk ikatan antigen-
antibody kompleks
3. Kompleks ini akan mengendap di salah satu tempat dalam jaringan tubuh sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi
4. Aktifitas komplemen pun akan aktif sehingga dihasilkanlah mediator – mediator
inflamasi seperti anafilatoksin, opsonin, kemotaksin, adherens imun dan kinin yang
memungkinkan makrofag/ sel efektor datang dan melisisnya
5. Namun karena kompleks antigen – antibody mengendap di jaringan, aktifitas sel
efektr terhadapnya juga akan merusak jaringan di sekitarny dan hal inilah yang
menimbulkan gejala klinis.
Mekanisme Hipersensitivitas
Autoimunitas
◦Autoimunitas adalah keadaan dimana sistem kekebalan
tubuh gagal membedakan antara 'diri' dan 'non-diri' dan
bereaksi dengan pembentukan autoantibodi terhadap
jaringannya sendiri (Mohan, 2010).
Definisi SLE
SLE adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi dan sifat yang
sangat berubah-ubah. Secara klinis, SLE merupakan suatu penyakit kambuhan, dan
sulit diperkirakan dengan aqal manifestasi yang akut atau tersamar yang
sebenarnya dapat menyerang setiap organ tubuh;namun, penyakit ini terutama
menyerang kulit, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung. Secara imunologis,
penyakit ini melibatkan susunan autoantibodi yang membingungkan, yang secara
klasik termasuk antibody antinuclear (ANA) (Robbins, 2007).
Etiologi SLE
◦ Cacat mendasar pada SLE adalah kegagalan untuk mempertahankan toleransi diri.
Akibatnya, sejumlah besar autoantibodi diproduksi yang dapat merusak jaringan
baik secara langsung atau dalam bentuk deposit kompleks imun. Penyebabnya
multifactor termasuk faktor genetic, hormonal dan lingkungan yang
mengakibatkan aktivitas sel t dan sel b yang berpuncak pada beberapa jenis
produksi antibody.
PATOFISIOLOGI SLE
MULTI FAKTOR

GENETIK HORMONAL LINGKUNGAN

APOPTOSIS SEL

Peningkatan autoantibodi berlebih (sel B dan sel T)

PEMBENTUKAN KOMPLEKS IMUN DAN


KOMPONEN SISTEM

MENCETUSKAN PENYAKIT INFLAMASI IMUN SISTEMIK, DAN


MENYEBABKAN KERUSAKAN ORGAN

TERDEPOSIT DI MEMBRAN SEL DAN MENGAKTIVASI INFLAMASI DI


ORGAN

PARU2 GINJAL OTAK MUSKULOSKELET JANTUNG KULIT HEMATOLOGI


AL
PELEBARAN KAPILER2 DI MENGHANCURKAN SEL-SEL
PENINGKATA MASUK TIMBUL ENDOKARDITIS, PERMUKAAN KULIT DARAH ERITROSIT, TROMBOSIT,
SERTA MIGRASI SEL2
N PENINGKATAN VENTRIKEL PEMBENGKAKAKN PERIKARDITIS, LEUKOSIT
DARAH MERAH KE
PERMEABILITA DAN PARENKIM PADA SENDI DAN OTOT
PERMEABILIT ENDOKARDITIS PERMUKAAN KULIT
S KAPILER OTAK (ATRITIS, MYALGIA,
AS KAPILER ATRALGIA) ANEMIA, TROMBOSITOPENIA,
OLEH GLOMEROLUS LEUKOPENIAM PANSITOPENIA
TIMBUL DEFESIT
MEDIATOR
NEUROLOGI ERITEMA
INFLAMASI PROTEIN DAN (KEJANG, KAKU
ERITROSIT KUDUK, PARESE,
TERFILTRASI DAN DLL)
Transduksi MASUK KE TUBULUS
cairan ke
rongga
intertisial

PNEUMONI
A,EDEMA
PARU, EFUSI
PLEURA
Dx.
Dx. Nyeri,
Nyeri, risiko
risiko
Dx.
Dx. Pola
Pola napas
napas Dx.
Dx. penurunan
penurunan penurunan
penurunan curah
curah
tidak
tidak efektif,
efektif, perfusi
perfusi jaringan
jaringan jantung,
jantung, Intoleransi
Intoleransi
Bersihan
Bersihan jalan
jalan serebral
serebral tidak
tidak aktivitas
aktivitas
nafas,
nafas, gangguan
gangguan efektif
efektif
pertukaran
pertukaran gas
gas
Dx.
Dx. Gangguan
Gangguan Citra
Citra PERDARAHAN, LEMAS,
Tubuh PUCAT
PROTEI
NURIA
FIBROSU
S HEMATURI Pemeriksaan Tubuh
A
Penunjang
NEFRON

Integritas
Integritas kulit
kulit
HIPOALBUMI
Manajemen
GAGAL
N
GINJAL
ANEMIA
Medis
Dx. Resiko Syok
hipovolemik

Spesifik Sensitif
Dx.
Dx.

Kelebihan
Kelebihan volume
volume cairan,
cairan,
Penanganan
inflamasi
Dialisis atau Antibodii DS- Flurosens
Aspirin, DNA dan relative
transplantasi
glukokortikoid, antibody Sm nonspesifik
ginjal
hidroksikloroquin dan Protein P antinuclear
ribosom, antibody assay
(ANA)
Pemeriksaan
kadar CRP
KLASIFIKASI SLE,
PENATALAKSANAAN
SLE, KOMPLIKASI SLE
Acute
Systemic
Klasifikasi Lupus Lupus
Cutaneous
Lupus
Erytemathos
Erythematosus us
Erythematho
Sub-Acute
sus
Cutaneous
Lupus
Erythematos
Chronic
us Discoid
Cutaneous
Lupus
Lupus
Lupus Erythematos
Erythematho
Erythematos us
Cutaneous sus
us Lupus
Lupus
Eryhtematos
Erythematho
us Tumidus
sus
Drug-
Lupus
Induced
Erythematos
Lupus
us
Erythematos
Panniculitis
Lupus
us
Neonatal
Erythematos
Lupus
us
Erythematos
Hypertrophic
us
us (Grönhagen & Nyberg, 2014)
(Grönhagen & Nyberg, 2014)
Penatalaksanaan SLE • diperlukan untuk
odapus dengan
komplikasi ginjal
SIKLOFOSFAMID (END
yang berat
Obat OXAN)
OXAN)
imunosupresan anti-inflammatory Kortikosteroid
• CELLCEPT atau
drugs (NSAID)
• prednison
MYFORTIC
(mycophenolate sodium • metilprednisolon
• azathioprime (Imuran) • deksametason
• Cyclophosphamide • Ibuprofen
• Methotrexate • Diclofenac
• Benlysta
Discharge planning untuk
pencegahan komplikasi lebih lanjut
Pemakaian Tabir Surya

Menghindari Stress

Diet Sehat

Modifikasi Lingkungan
Komplikasi SLE
Gagal Ginjal

Gangguan System Syaraf Pusat dan Perifer

Gangguan Vaskular

Kanker

Serositis dan Pneumonia Interstisial

Rentan terhadap infeksi


PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang

◦ Hemoglobin, lekosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)


◦ Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin urin.
◦ Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profilipidf
◦ PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid
◦ Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4))
◦ Foto polos thorax
Lanjutan...
◦ Anti Nuklir Antibodi (ANA), Anti-dsDNA

 Antibodi antinuklear (ANA , juga dikenal sebagai faktor anti nuklir atau ANF) adalah autoantibodi
yang mengikat isi dari inti sel . Pada orang normal, sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi
terhadap protein asing ( antigen ) tetapi tidak untuk protein manusia (autoantigens ).

 Kehadiran ANA dalam darah dapat dikonfirmasi dengan tes skrining. Meskipun ada banyak tes untuk
mendeteksi ANA, tes yang paling umum digunakan untuk skrining yang imunofluoresensi tidak
langsung dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
PERAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM
AUTOIMUN ( SLE)

 Antibodi anti-dsDNA, mempunyai spesifisitas yang tinggi hampir 100%, dan karena itu
digunakan dalam diagnosis SLE, sedangkan sensitifitasnya 60 %, sehingga titer rendah
dapat ditemukan pada orang tanpa penyakit.

 Tingkat antibodi anti-dsDNA berfluktuasi dengan aktivitas penyakit pada SLE.

 Titer dipantau lebih sering dalam kasus-kasus lupus lebih aktif daripada lupus kurang
aktif pada interval 1-3 bulan dan 6-12 bulan,
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN SLE
Kasus Pemicu
Ny. K usia 37 tahun di rawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan masuk UGD adalah sesak napas 2 hari SMRS dan
mengalami kejang sebelum masuk UGD. Saat dikaji, pasien masih mengeluh sesak, lemas, mual, dan badan pegal-pegal serta
mengeluh ada perdarahan pada gusinya. Pengkajian fisik menunjukkan adanya butterfly rush pada wajah,. TD: 100/ 70 mmHg,
Nadi 87 x/m, RR 24x/m.
Hasil Lab menunjukkan:
Darah lengkap
Hemoglobin : 7,4 g/ dl
Leukosit : 15.430/ ul
Hematokrit : 21%
Eritrosit : 2,7 x 106 / ul
Trombosit : 20.000/ ul
Kimia klinik
Ur darah : 91,6 mg/ dl (N: 14,90-30.52 mg/ dl)
Cr darah : 2,8 mg/ dl (N: 0,00-1,30 mg/ dl)
Radiologi
Rontgen thorax: kesan mengalami CAP
Pasien direncanakan akan dilakukan test ANA
Pengkajian
1. Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
( 90 % penderita SLE adalah perempuan)
2. Usia : 37 tahun
Lupus terutama menyerang usia remaja s.d 30 tahun(usia produktif, dipengaruhi factor
hormone seks steroid)
3. Alamat : tidak ada data
Factor risiko:
Paparan UV berlebih meningkatkan risiko SLE. Mekanisme aksinya dapat mencakup induksi epitop
antigen di dermis atau epidermis, pelepasan materi inti oleh sel kulit yang dirusak oleh cahaya,
atau disregulasi sel imun kulit)
Lingkungan: Polusi udara dan sanitasi kurang baik, menyebabkan infeksi saluran pernapasan
(pneumonia). Agen retrovirus dapat menginduksi fenomena autoimun mirip SLE
A. Keluhan Utama
Saat dikaji, klien masih mengeluh sesak napas, lemas, mual, badan pegal-pegal, dan ada
perdarahan pada gusi
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke UGD dengan keluhan sesak napas sudah 2 hari, klien juga sempat
mengalami kejang sebelum masuk ke UGD
C. Riwayat Penyakit Dahulu: tidak ada data
D. Factor risiko:
Obat-obatan tertentu terlibat dalam factor risiko SLE
◦Hidralazin (apresoline): vasodilator, anti hipertensi
◦Prokainamid (pronestyl): anti aritmia
◦Isoniazid :OAT
◦Chlorpromazin: mengatasi gangguan psikis
◦Fenitoin, primidone: anti konvulsan
Lanjutan…
E. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada data

 Faktor genetic (kerentanan gen: termasuk alel HLA-DRB1, IRF5, STST4,


HLA-A1, DR3, dan B8)
Faktor hormonal keluarga (terutama hormone
seks steroid pada perempuan)
INTERPRETASI DATAFOKUS
TTV
◦ TD : 100/ 70 mmHg
◦ FN : 87 x/m
◦ RR : 24x/m
Peningkatan RR:
Pada kasus klien mengalami CAP, peningkatan RR terjadi sebagai upaya peningkatan
Work Of Breathing (WOB) untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh
◦ Suhu : tidak ada data
Peningkatan suhu tubuh:
Pada SLE, demam >380C dengan sebab tidak jelas
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan
Diagnostik
A. Sistem Respirasi
- Klien mengalami sesak napas, terjadi
peningkatan RR 24x/ m.
- Rontgen thorax: kesan mengalami CAP
B. Sistem Kardiovaskuler
- TD : 100/ 70 mmHg
-N : 87 x/m
C. Sistem Integumen
Terdapat butterfly rush pada wajah
D. Sistem Muskuloskeletal
Klien mengalami pegal-pegal pada badan
E. Sistem Renal
PF tidak ada data
Data laboratorium:
◦Ur darah : 91,6 mg/ dl (N: 14,90-30.52 mg/ dl) Peningkatan
◦ Cr darah : 2,8 mg/ dl (N: 0,00-1,30mg/dl peningkatan
F. Sistem Gastrointestinal
Klien mengalami mual, terdapat perdarahan pada gusi
Data laboratorium:
◦Tr: 20.000/ ul (N: 150.000-350.000/ ul ) Penurunan
G. Sistem Saraf
Kiien riwayat kejang sebelum masuk UGD
H. Sistem Hematologi
◦ Klien mengalami perdarahan pada gusi
◦ Data laboratorium:
◦ Hemoglobin : 7,4 g/ dl (N: 12-15 g/ dl) Penurunan
◦ Leukosit : 15.430/ ul (N: 5.000-10.000/ ul)  Peningkatan
◦ Hematokrit : 21% (N: 37-47%)  Penurunan
◦ Eritrosit : 2,7 x 106 / ul (N: 4-5 x 106 / ul) Penurunan
◦ Trombosit : 20.000/ ul N: 150.000-350.000/ ul ) Penurunan

I. Sistem Sensori: tidak ada data


Konjungtivitis dan episkleritis terkadang dapat ditemukan pada penyakit aktif.
J. Sistem Reproduksi: tidak ada data
Dapat terjadi amenorea, periode menstruasi irregular.
K. Pola Fungsional: koping dan toleransi stress: tidak ada data
Klien dapat mengalami depresi, menarik diri.
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan jaringan paru akibat penumpukan
kompleks imun
2. Risiko perdarahan b.d autoantibodiplatelet
3. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d degenerasi kolagen dan
vasculitis
4. Keletihan b.d peningkatan penumpukan fibrin di permukaan synovial
5. Konfusi akut b.d aktivitas antineuronal antibody
6. Kerusakan integritas kulit b.d inflamasi kronik pertautan dermal-epidermal
7. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan tubuh
INTERVENSI KEPERAWATAN
DAFTAR REFERENSI
1. Black, Joyce M., Hawks, Jane H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang diharapkan Edisi 8 Buku 3 Edisi
Indonesia. Singapore : Elsevier
2. Brown, Robin Graham., & Burns, Tony. (2002). Lectures Notes: Dermatologi 8th Ed. Blackwell Science, Ltd.
3. B-Braun. Basic IV Fluids. Retrieved from https://www.academia.edu/7691352/BASIC_IV_FLUID
4. Herdman, T.Heather. (2017). NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11 Alih Bahasa. Jakarta: EGC
5. Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher. (2014). Medical Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems 9 th Ed. Canada:
Elsevier Inc.
6. Nurjannah, Intansari., & Tumanggor, Roxsana D. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) 5 th Ed. Edisi Bahasa Indonesia. Jogjakarta:
MocoMedia
7. Nurjannah, Intansari., & Tumanggor, Roxsana D. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) 6 th Ed. Edisi Bahasa Indonesia.
Jogjakarta: MocoMedia
8. Rahmawati, Fitri. Penentuan Kecukupan Energi. Jurusan Pendidikan Teknik Boga: Fakultas Teknik UNY. Retrieved from
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132296048/pendidikan/Praktik+Diet+-+Menghitung+Standar+Kecukupan+Gizi.pdf
9. Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda. G., (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Volume 3 Edisi 8. Jakarta: EGC
10. Waterburry, Larry. (2001). Buku Saku Hematologi Edisi 1. Jakarta: EGC
11. Wistiani. (2011). Studi Kasus: Manifestasi Klinis Beberapa Penyakit dengan Konfirmasi Diagnostik Lupus Eritematosus Sistemik (Pengamatan
Laporan Awal Serial Kasus). Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/ RSUP dr. Kariadi Semarang
Lanjutan
◦ Aulawi, Dede Farhan 2008, Mengenal Penyakit Lupus, Diakses 25 April 2019 (http://www.panduankesehatan.com).
◦ Carina M Grönhagen1, Filippa Nyberg. 2014. Cutaneous lupus erythematosus: An update Vol 5. Page : 7-13. London: NCBI
◦ Djoerban, Zubairi, Prof.dr.Sp.Pd.KHOM 2002, Systemic Lupus Erythematosus, Yayasan Lupus Indonesia, Jakarta.
◦ Wallace, J.D 2012, The Lupus Book: Panduan Lengkap Bagi Penderita Lupus dan Keluarganya. Jakarta: B first.
◦ Yayasan Lupus Indonesia. (2011). Systemic Lupus Erythematosus. Jakarta: YLI
(http://yayasanlupusindonesia.org/category/buku-lupus/), diakses tanggal 25 April 2019
Daftar Pertanyaan
◦ Pada kasus, klien dengan CAP, mengapa kelompok mengangkat diagnose
keperawaran pola napas tidak efektif? Bukannya diagnose tersebut untuk klien
tanpa gangguan pulmonal? Mengapa bukan bersihan jalan napas atau kerusakan
pertukaran gas?
◦ Untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi, mengapa kelompok menegakkan diagnose
risiko nutrisi kurang dari kebutuhan? Bukannya actual nutrisi kurang?
◦ Diagnosa keperawatan konfusi/ konvulsi? Apakah perlu diangkat?
◦ Butterfly rush apakah muncul pada berbagai jenis SLE? Bagaimana mekanisme
penyebabnya?
◦ Bagaimana patofisiologi mekanisme apoptosis sel sehingga menyebabkan SLE?

Anda mungkin juga menyukai