Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Endoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red= merah) dan
derma, dermatos (skin=kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai
90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama.
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90%
permukaan tubuh yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena
bercampur dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum
korneum yang terlepas dari kulit.
Nama lain penyakit ini adalah dermatitis eksfoliatativa generalisata,
meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kata
‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-
kadang tidak begitu terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan berdasarkan
terdapatnya reaksi eksematus.
Adapun definisi lainnya terkait endoderma atau dermatitis eksfoliatifa
generalisata anatara lain:
Dermatits eksfoliatif adalah suatu keadaan serius yang ditandai dengan
inflamasi progresif dimana terjadi eritema dan sisik dengan penyebaran yang
lebih atau kurang umum. Kondisi bermula secara akut baik sebagai bercak
atau erupsi eritema umum (Smeltzer, Suzanne C., 2011).
Eritroderma (dermatitis eksfoliativa) adalah kelainan kulit yang ditandai
dengan adanya eritema seluruh atau hampir seluruh tubuh dan biasanya
disertai skuama (Arief, Mansjoer. M, 2014).
2. Etiologi
Menurut Mansjoer, Arief M. (2014), penyebab dermatitis eksfoliatif
adalah sebagai berikut :
a. Alergi obat, biasanya secara sistemik. Yang tersering adalah pinisilin,
sulfonamide, analgetik/antipretik dan teraksiklin.
b. Perluasan penyakit kulit, misalnya psoriasis, dan dermatitis seboroik,
dermatitis atopic, dan liken planus.
c. Penyakit sistemik termasuk keganasan.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Sudarth (2013), tanda dan gejala dari dermatitis
eksfoliatif adalah sebagai berikut :
a. Menggigil, demam, prostrasi, toksisitas berat, dan kulit gatal bersisik.
b. Kehilangan lapisan stratum korneum yang sangat banyak (lapisan kulit
yang paling luar), misalnya kebocoran kapiler, hipoproteinemia,
keseimbangan nitrogen negative.
c. Dilatasi pembuluh kutan yang meluas mengakibatkan kehilangan panas
tubuh dalam jumlah yang besar.
d. Warna kulit berubah dari merah muda menjadi merah gelap, setelah
seminggu, mulai terbentuk eksfoliatif (bersisik) dalam bentuk serpihan
tipis yang membuat lapisan kulit menjadi halus dan merah, dengan
pembentukan sisik baru karena sisik sebelumnya terkelupas.
e. Kemungkinan terjadi kerontokan rambut.
f. Umumnya terjadi relaps.
g. Pengaruh sistemik : gagal jantung kongestif curah tinggi, ginekomastia,
hiperuresemia, dan gangguan suhu tubuh.
4. Komplikasi
Komplikasi eritroderma eksfoliativa sekunder :
a. Abses.
b. Limfadenopati.
c. Hepatomegali.
d. Konjungtivitis.
e. Stomatitis.
5. Patofisiologi dan phatway
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum (lapisan
kulit yang paling luar) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler,
hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi
pembuluh darah kulit yang luas, sejumlah besar panas akan hilang jadi
dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama (pelepasan lapisan tanduk
dari permukaan kult sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu
cepat dan sel – sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan
kulit sehingga tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus).
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik
dan imunologik (alergik), tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik.
Pada mekanismee imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada
pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat
molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap
(hapten). Obat/metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu
dengan protein misalnya jaringan, serum / protein dari membran sel untuk
membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi
langsung sebagai antigen lengkap (Smeltzer, Suzanne C., 2011).
Pathway
Perluasan penyakit
Alergi obat IDIOPATIK Penyakit sistemik :
(psoriasi , D. Atopik, D. Seroboik
(penicillin,analgetik, limfoma
dll)

Dermatitis eksfoliatif

Non Imunologi Non Imunologi

Mengaktifkan sel T

Menginduksikan sel B

Produksi Ig E

Senitasi terhadap Alergen


Mengaktifkan Sel MAST

Pelepasan Histamin Sel2 dlm lapisan basal kulit


membagi diri terlalu cepat
Memacu sel Meker
Kebocoran kapiler Pelepasan stratum kornium
Merangsang serabut
saraf di epidermis Hipoproteinemia Dilatasi pembuluh Akumulasi sel basal
dan keseimbangan darah dlm tanduk dan penuruna
nitrogen (-) fungsi barier kulit
Sensasi gatal pada
kulit (pruritus) Peningkatan
Dehidrasi aliran darah ke
dermis Peradangan

Defisit Volume
Gangguan Gangguan LESI
Cairan
rasa pola istirahat
nyaman : tidur
Gatal Epidermis Tebal

Perubahan penampilan diri skunder


akibat penyakit ERITEMA SKUAMA

Gangguan Integritas
Gangguan Citra Tubuh Gangguan Rasa Kulit
nyaman : Nyeri
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Brunner & Suddarth (2013), pemeriksaan diagnostic yang dapat
dilakukan adalah :
a. Biopsi kulit, sangat diperlukan dan harus dilakukan dalam 2 daerah yang
terpisah.
b. Hitung darah lengkap, profil kimia dan radiograf toraks dapat bermanfaat.
c. Pemeriksaan darah tepi untuk sel Sezary mungkin diperlukan.
d. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eusinofilia pada dermatitis
exfoliativa oleh karena dermatitis atopik.
e. Gambaran lainnya adalah sedimen yang meningkat, turunnya albumin
serum dan globulin serum yang relatif meningkat, serta tanda disfungsi
kegagalan jantung dan intestinal (tidak spesifik).
7. Penatalaksanaan
a. Medis
Menurut Mansjoer, Arief. M (2013). Penatalaksanan medis
dermatitis eksfoliatif adalah sebagai berikut :
1. Diet tinggi protein.
2. Sistemik
 Golongan 1 : kortikosteroid (prednison 3-4x10mg).
Penyembuhan beberapa hari sampai beberapa minggu.
 Golongan 2 : kortikosteroid (prednison 4x10-15 mg). Bila
terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis,obat harus
dihentikan. Penyembuhan terjadi dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan.
3. Penyakit Leiner : kortikosteroid (prednison 3 x 1-2 mg ).
4. Sindrom Sezary : kortikosteroid (prednison 30 mg ) dan sitostatik
(klorambusil 2-6 mg ).
5. Topikal : salep lanolin 10%.

b. Keperawatan
Menurut Brunner & Sudarth (2013), penanganan dermatitis
eksfoliatif meliputi :
1. Rawat pasien dan lakukan tirah baring.
2. Pertahankan suhu ruangan yang nyaman karena control
termoregulasi pasien abnormal.
3. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit misalnya kehilangan
air dan protein dari permukaan kulit yang jumlahnya cukup banyak.
4. Lakukan pengkajian keperawatan untuk mendeteksi terjadinya
infeksi.
5. Berikan antibiotic yang diresepkan berdasarkan pada hasil
pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
6. Amati tanda dan gejala gagal jantung kongestif.
7. Kaji terhadap hipotermia karena peningkatan aliran darah menjadi
dua kali lipat dengan meningkatnya air.
8. Berikan steroid parenteral atau oral yang diresepkan saat penyakit
tidak terkontrol dengan terapi yang lebih konservatif.
9. Nasihatkan untuk menghindari semua iritan, terutama obat-obatan
yang menjadi penyebab.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering
pada pria dengan rasio 2:1 sampai 4:1, dengan onset usia rata – rata > 45
tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan merah – merah seluruh tubuh,
bersisik dan gatal pada kulit.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya tubuhnya merah–merah, gatal–gatal, bersisik dan disertai
mengigil, panas, lemah, pembentukan skuama kulit.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan apakah sebelumnya pasien menderita planus, psoriasis,
dermatitis seboroik dan dermatitis atopic, limfoma.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada riwayat keturunan dari salah satu anggota
keluarga yang menderita penyakit yang berhubungan dengan
gangguan kulit atau dermatitis eksfoliata.
4) Riwayat Psikososial
 Respon emosional pada penderita dermatitis eksfoliata, yaitu :
gelisah dan cemas.
 Pada pasien dermatitis eksfoliata hubungan dengan orang lain
terganngu, lebih sering menarik diri.
d. Pemeriksaan Fisik
2) Keadaan Umum : Lemah
3) Kesadaran : Composmentis
GCS : 4-5-6

4) Tanda-tanda Vital :
TD: Normal / meningkat sesuai usia (110/65-130/85 mmHg)
Nadi: normal / meningkat sesuai usia (60-100x/menit)
RR: normal (12-24x/menit)
Suhu: dapat meningkat dan menurun akibat dari termoregulasi suhu
yang abnormal
5) ADL
a) Nutrisi : Normal atau dapat terjadi penurunan nafsu makan.
b) Aktifitas : Aktivitas terganggu dengan terjadinya gatal-gatal,
atau bahkan karena nyeri.
c) Istirahat tidur : Gangguan kenyamanan secara umum, rasa gatal
dapat memempengaruhi dan mengganggu istirahat/ tidur.
d) Eliminasi : Pada umumnya normal tidak terdapat gangguan pada
proses eliminasi.
e) Personal hygiene : Umumnya pada tinea kapitis ini kebersihanya
buruk,lingkungan yang kotor dan panas.
6) Head to toe
a) Kepala : bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
b) Mata : konjungtiva merah muda.
c) Telinga : simetris, tidak ada serumen.
d) Hidung : tidak ada polip, tidak ada nyeri tekan.
e) Mulut: dapat juga lesi terdapat di mulut jika mengenai
membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
f) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, JVP, dan kelenjar
tiroid.
g) Thorax:
 Paru
Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada simetris,
tidak ada retraksi dinding dada, terdapat skuama pada
lapang dada.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : sonor seluruh lapang pandang.
Auskultasi : pernafasan vesikuler, tidak ada bunyi nafas
tambahan (whezzing atau ronkhi).
 Jantung
Inspeksi : tidak ada pulsasi ictus cordis
Palpasi : adanya ictus kordis (ICS 4/ICS5)
Perkusi : batas jantung kanan atas: ICS II LPS dextra,
batas jantung kanan bawah : ICS V LPS dextra, batas
jantung kiri atas: ICS II LMC sinistra, batas jantung kiri
bawah : ICS VI LAA sinistra.
Auskultasi : BJ 1 di ICS V dan BJ 2 di ICS II, bunyi
tunggal, adakah bunyi jantung abnormal.
h) Abdomen:
Inspeksi : terdapat skuama
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Suara perut tympani
i) Ekstremitas / integumen : kulit periorbital mengalami inflamasi
dan edema pada keadaan kronis, terjadi gangguan pigmentasi,
adanya eritema, pengelupasan kulit, sisik halus dan skuama.
Pada kuku dapat lepas. Pada dermatitis eksfoliatif skuama bisa
dijumpai pada seluruh permukaan kulit pada tubuh.
j) Genetalia : biasanya tidak ada kelainan genitalia
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pemikiran klinis tentang respon
pasien terhadap bidang kesehatan atau strategi aktivitas yang dialami oleh staf
operasi aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan melibatkan kegiatan dua
bagian strategi keperawatan, yaitu mengklasifikasikan bidang kesehatan
sebagai bagian dari ruang lingkup keperawatan. Diagnosis keperawatan
membuat peniliain klinis tentang respons individu dan membuat peniliain
klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas, seperti inflamasi
tentang startegi atau aktivitas kesehatan actual atau potensial. Diagnose
keperawatan dirancang untuk menemukan bagaimana klien individu, keluarga
dan keluarga mengatasi kondisi dan kesehatan terkait.. Tujuan pencatatan
diagnosis keperawatan adalah sebagai alat komunikasi mengenai masalah
pasien saat ini, dan merupakan tanggung jawab perawat untuk
mengidentifikasi masalah berdasarkan data dan untuk menentukan
pengembangan rencana intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).

a. Gangguan intergrits kulit

b. Gangguan rasa nyaman

c. Gangguan pola tidur

d. Defisit pengetahuan

e. Risiko Infeksi

3. Rencana Keperawatan
Intervensi keperawatan untuk masalah keselamatan dan perlindungan

bergantung pada diagnosis keperawatan, berdasarkan Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SIKI) dan kriteria tujuan dan hasil menggunakan

Standar Luaran Keperawatan Indnesia. Edisi 1, 2018 Cetak II intervensi dari

diagnosis gangguan integritas kulit antara lain: (Tim pokja SLKI, 2018)
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawatan Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
(SDKI)
1 Gangguan Intergritas Kulit dan jaringan Perawatan Intergritas kulit (I.11353)
intergritas kulit (L.14125)
berhubungan Observasi :
dengan Setelah dilakukan intervensi 1.1 Mengidentifikasi penyebab berkurangnya integritas kulit
kelembaban keperawatan selama 1 x 24 (misalnya, perubahan aliran darah, perubahan status gizi,
(D.0129) jam diharapkan integritas kulit penurunan kelembaban, suhu lingkungan yang ekstrim,
dan jaringan klien penurunan mobilitas).
diharapkan
ekspetasi meningkat sesuai Terapeutik:
1.2 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, sesuai
kriteria hasil :
kebutuhan
1. Kerusakan lapisan kulit 1.3 Gunakan produk petrolium atau minyak bumi pada kulit
menurun kering
2. Nyeri menurun 1.4 Gunakan produk ringan/alami dan hipoalergi pada kulit
3. Perdarahan menurun yang sensitif (Terapi Pemberian Topikal Kunyit)
4. Kemerahan menurun 1.5 Hindari produk dasar alkohol pada kulit kering
5. Nekrosis menurun 1.6 Dengan Terapi Herbal Pemberian Topikal Kunyit
Edukasi :
Keterangan : 1.7 Gunakan pelembab (mis. Lation, serum)
1. Meningkat 1.8 Minum air putih yang cukup dengan sesuai kebutuhan
2. Cukup meningkat 1.9 Memenuhi asupan nutrisi
3. Sedang 1.10 Mandi dan menggunakan sabun secukupnya
4. Cukup menurun
5. Menurun

2 Gangguan Rasa Status kenyamanan (L.08064) Perawatan kenyamanan (l.08245)


Nyaman
Berhubungan Setelah dilakukan intervensi Observasi :
Dengan Dengan Rasa keperawatan selama 1 x 24 jam 3.1 Mengidentifikasi gejala yang tidak
Gatal diharapkan status kenyaman klien menyenangkan (mis, mual, nyeri, gatal, sesak)
(D.0074) meningkat sesuai kriteria hasil : 3.2 Mengidentifikasi pemahaman tentang kondisi,
1. Keluhan sulit tidur situasi dan perasaanya
menurun
2. Gatal menurun Terapeutik :
3. Lelah menurun 3.3 Berikan posisi yang nyaman
4. Gelisah menurun 3.4 Ciptakan lingkungan yang aman
3.5 Dukungan keluarga serta orang
terdekat terlibat dalam
keterangan :
1. Meningkat terapi/pengobatan
2. Cukup meningkat 3.6 Diskusikan kondisi dan pilihan terapi/penobatan
3. Sedang yang diinginkan
4. Cukup menurun
5. Menurun Edukasi :
3.7 Jelaskan kondisi dengan pilihan
terapi/pengobatan (Terapi Pemberian Topikal
Kunyit)
3.8 Mengajarkan terapi relaksasi
3.9 Mengajarkan tehnik distraki dan imajinasi
terbimbing
.
3 Gangguan pola tidur Pola Tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.09265)
b/d kurang kontrol
tidur (D.0056) Setelah dilakukan intervensi Observasi :
keperawatan 1 x 24 jam 3.10 Mengidentifikasi aktivitas dan tidur
diharapkan pola tidur klien 3.11 Mengidentifikasi faktor penggangu tidur
(fisik dan/ psikologis )
membaik sesuai kriteria hasil :
3.12 Mengidentifikasi obat tidur yag dikonsumsi

1. Sulit tidur membaik Terapeutik :


2. Mengeluh sering terjaga 3.13 Merubah lingkungan (mis. Pencahayaan,
membaik suhu, kebisingan, matras, dan tempat tidur)
3. tidak puas tidur membaik 3.14 Fasilitasi menghilangkan stress sebelum
4. Mengeluh istirahat tidak tidur
cukup membaik 3.15 Tetapkan jadwal tidur rutin

keterangan ; Edukasi :
1. Menurun 3.16 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Cukup menurun 3.17 Biasakan menepati waktu tidur
3. Sedang 3.18 Ajarkan faktor - faktor yang berhubungan
4. Cukup meningkat dengan gangguan pola tidur (mis. Psikologis,
5. Meningkat gaya hidup)
3.19 Ajarkan relaksasi otot autogenic /
nonfarmakologi laiinya.
4 Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
Behubungan
Dengan Kurang (L.12111) Observasi :
Terpapar Informasi Setelah dilakukan tindakan 4.1 Mengidentifikasi kemampuan menerima informasi
(D.0111) keperawatan selama 1 x 24 jam 4.2 Memonitor faktor - faktor yang dapat
diharapkan kemampuan tingkat mengembangkan motivasi perilaku hidup bersih
pengetahuan klien meningkat dan sehat
sesuai kriteria hasil :
Terapeutik :
1. Kemampuan menjelaskan 4.3 Persiapkan materi dan media pendidikan
pengetahuan tentang suatu kesehatan
topic meningkat 4.4 Berikan kesempatan untuk bertanya yang tida
dimengerti
4.5 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
2. Perilaku sesuai anjuran Edukasi :
Verbalisasi minat dalam 4.6 Perilaku hidup bersih dan sehat
belajar menngkat 4.7 Startegi yang dapat dilakukan guna meningkatkan
3. Perilaku sesuai dengan perilaku hidup bersih dan sehat
pengetahuan meningkat
4. Kemampuan menggambarkan
pengalaman sebelumnya
yang sesuai dengan topik
meningkat

keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat

5 Risiko Infeksi Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (l.14539)


(D.0142)
Setelah dilakukan intervensi Obsevasi
keperawatan selama 1 x 24 jam .1. Memantau tanda dan gejala
diharapkan tingkat infeksi Terapeutik
menurun sesuai kriteria hasil : 4.1 Lakukan perawatan kulit pada area edema
4.2 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
1. Kebersihan tangan dengan pasien dan
meningkat lingkungan pasien
2. Kebersihan badan 4.3 Pertahankan tehnik aseptik
meningkat Edukasi

4.4 Sampaikan tanda dan gejala infeksi


4.5 Mengajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
4.6 Berikan cara etika batuk

4.7 Sampaikan cara memeriksa kondisi luka atau


luka operasi
4.8 dianjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4.9 dianjurkan meningkatkan asupan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. 2010. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit


Dan Kelamin. Edisi Kelima. Cetakan Ketiga. Editor : Djuanda A,
Hamzah M, dkk.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal. 197-200.

Sigurdsson V, Steegmans PH, van Vloten WA. 2011. The incidence of


erythroderma: a survey among all dermatologists in The
Netherlands. J Am Acad Dermatol. 45(5): 675-8.

Wolff, K and Johnson, R.A. 2013. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of
General Dermatology 6th Edition. New York : McGraw-Hill.

Zalman, S. Agus, MD. 2009. ICD: Idiopathic Erythroderma May Signal


Undiagnosed Cancer. Diakses tanggal 10 Januari 2011
(http://www.medpagetoday.com/erythroderma/)

Hidayat, A. 2009. Eritroderma. Diakses tanggal 10 Januari 2011


(http://hidayat2.wordpress.com/2009/07/05/askep-eritroderma/)

Lasimpala, N. 2011. Eritroderma. Makassar : Universitas Hasanudin..


(Online); Diakses tanggal 10 Januari 2011
(http://www.scribd.com/doc/47726198/ERITRODERMA)

Bandyopadhyay, D., et al. 2010. Erythroderma.;. Dept. of Dermatology, R G


Kar Medical College, Calcutta, India.

Sanusi, H Umar, MD, et al. 20012. Erythroderma (Generalized Exfoliative


Dermatitis. (Online); Diakses tanggal 10 Januari 2011
(http://emedicine.medscape.com/article/762236-overview)

Smeltzer, Suzanne C. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


& Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
PPNI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
TindakanKeperawatan, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI.
PPNI 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai