TO
IMMUNOLOGY
dr.Budi Darma
Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati
1
TERMINOLOGI
Imunologi berasal dari 2 buah kata bahasa Latin,
immunis yang semula berarti : bebas dari beban
pajak atau bebas dari beban kerja dan logos yang
berarti ilmu. Namun imunologi bukanlah ilmu
untuk mencari cara-cara menghindar dari
kewajiban pajak, melainkan ilmu yang ada
kaitannya dengan sistem pertahanan tubuh
IMUNOLOGI
P. DALAM
ANAK
MIKROBIOLOGI
THT
SPESIALIS KULIT
ILMU DASAR
SUBSPESIALIS
MATA
20 THN KANDUNGAN
BERKEMBANG
CEPAT SYARAF
PSIKIATRI
BANYAK MENGUNGKAPKAN :
PATOFISIOLOGI PENYAKIT
PENANGANAN PENYAKIT
3
INFLAMMASI AKUT
KRONIS
HIPERSENSITIVITAS
AUTOIMUNITAS
IMUNOLOGI PENYAKIT INFEKSI
DASAR REJEKSI
DEFISIENSI IMUN
IMUNOLOGI IMUNO
PATOLOGI
SAL NAFAS,
HATI/USUS,
IMUNOLOGI ENDOKRIN, GINJAL.
KULIT, MATA, SIS.
KLINIK SARAF, JAR. IKAT,
DARAH, PENY.
INFEKSI,
VAKSINASI, TUMOR,
OBAT, AIDS
4
IMUNOLOGI DASAR
NON SPESIFIK
SISTIM IMUN NON SPESIFIK
ORGAN LIMFOID
ALAM DIDAPAT
(NATURAL) (ACQUIRED)
AKTIF PASIF
PERTAHANAN
HOMEOSTASIS
PERONDAAN (surveillance )
PERKEMBANGAN
SISTEM IMUN
ANTIGEN
11
ANTIGEN
BAHAN YG DAPAT MERANGSANG RESPON IMUN
ATAU BAHAN YG DAPAT BEREAKSI DGN ANTIBODI
YG SUDAH ADA.
ALAMIAH SAL.PERNAFASAN
SAL.MAKANAN
BUATAN PENYUNTIKAN
TRANSPLANTASI
TRANSFUSI
13
PEMBAGIAN ANTIGEN
1. Pembagian antigen menurut epitop
• Unideterminan, univalent. Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu
molekul
• Unideterminan, multivalent. Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau
lebih determinan tersebut ditemukan pada satu molekul
• Multideterminan, univalent. Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi
hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein)
• Multideterminan, univalent. Banyak macam determinan dan banyak dari
setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang
tinggi dan kompleks secara kimiawi)
2. Pembagian antigen menurut spesifitas
• Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak
spesies
• Xeno antigen, yang hanya dimiliki spesies
tertentu
• Alloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk
individu dalam satu spesies
• Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki
organ tertentu
• Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri.
3. Pembagian antigen menurut ketergantungan
terhadap sel T
• T dependen, yang memerlukan pengenalan
oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat
menimbulkan respon antibodi. Kebanyakan
antigen protein termasuk dalam golongan ini.
• T independen, yang dapat merangsang sel B
tanpa bantuan sel T untuk membentuk
antibodi. Kebanyakan antigen golongan ini
berupa molekul besar polimerik yang dipecah
di dalam tubuh secara perlahan-lahan,
misalnya lipopolisakarida, ficoll, dekstran,
levan, flagelin polimerik bakteri.
4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
• Hidrat arang (polisakarida). Hidrat arang pada umumnya
imunogenik. Glikoprotein yang merupakan bagian
permukaan sel banyak mikroorganismee dapat menimbulkan
respon imun terutama pembentukan antibodi. Contoh lain
adalah respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO,
sifat antigen dan spesifitas imunnya berasal dari polisakarida
pada permukaan sel darah merah
• Lipid. Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi
imunogenik bila diikat protein pembawa. Lipid dianggap
sebagai hapten, contohnya sfingolipid
• Asam nukleat. Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat
menjadi imunogenik bila diikat protein molekul pembawa.
DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik.
Respon imun terhadap DNA terjadi pada pasien dengan
Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
• Protein. Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada
umumnya multideterminan dan univalent.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
imunogenitas dari suatu molekul
1. Keasingan
2. Ukuran molekul
3. Kerumitan struktur kimiawi
4. Konstitusi genetik
5. Metode pemasukan antigen
6. Dosis
ORGAN LIMFOID
SISTIM IMUN SEL-SEL IMUN
SUATU JARINGAN INTERAKTIF FAKTOR HUMORAL
SITOKIN
BEKERJA SAMA MEMBENTUK RANGKAIAN REAKSI RESPON IMUN
19
SISTIM IMUN
SEMUA MEKANISME YANG DIGUNAKAN BADAN UNTUK MEPERTAHANKAN
KEUTUHAN TUBUH SEBAGAI PERLINDUNGAN TERHADAP BAHAYA YANG DAPAT
DITIMBULKAN BERBAGAI
BAHAN DALAM LINGKUNGAN HIDUP
SPESIFIK
SISTIM IMUN
(DIDAPAT)
20
SISTIM IMUN
KULIT B
ASAM LAMBUNG -FAGOSIT : Th1 Th2
I
LISOZIM MONOLUKLEAR
SELAPU O PMN Ts
T K
INTERFERON
LENDIR I
-
SILIA
M
AS NEURAMINIK SEL NOL : NK Td
I K
A
BATUK DAN LAIN-LAIN Tc
BERSIN -SEL
H
U
KOMPLEMEN MEDIATOR :
M INTERFERON BASOFIL, MAST
O TROMBOSIT
R C REACTIVE PROTEIN
A
L
(CP)
21
PERBEDAAN SISTIM IMUN NON SPESIFIK
DAN SPESIFIK
NON SPESIFIK SPESIFIK
RESISTENSI -TIDAK BERUBAH - MEMBAIK OLEH
OLEH INFEKSI INFEKSI BERULANG
(MEMORI)
SPESIFISIAS -UMUMNYA EFEKTIF - SPESIFIK
TERHADAP SEMUA TERHADAP
MIKROORGANISME MIKROORGANISME
YANG MENYERANG
SEL YANG - FAGOSIT, SEL NK, SEL
PENTING K - LIMFOSIT
MOLEKUL
YANG - LISOZIM
PENTING - KOMPLEMEN
- PROTEIN FASE AKUT
- INTERFERON(=
SITOKIN)
24
ANTIBODI DAN IMUNOGLOBULIN
ANTIBODI :
SUATU PROTEIN YANG DIPRODUKSI OLEH SEL-SEL LIMFOSIT
AKIBAT PENGARUH ANTIGEN ASING, DAN ANTIBODI INI
KEMUDIAN DAPAT BEREAKSI SECARA SPESIFIK DGN ANTIGEN
TERSEBUT ATAU DENGAN ANTIGEN YANG SERUPA.
IMUNOGLOBULIN (IG) :
SEMUA PROTEIN YANG DAPAT BERTINDAK SEBAGAI ANTIBODI
SERTA MENGIKAT ANTIGEN DAN UNTUK SEMUA PROTEIN YANG
MEMPUNYAI “ANTIGENIC DETERMINANT” YANG SERUPA SEPERTI
MOLEKUL ANTIBODI.
25
STRUKTUR IMUNOGLOBULIN
26
• TIAP RANTAI DASAR DISEBUT SATU UNIT TERDIRI DARI :
27
Struktur molekul Imunoglobulin
28
FC MERUPAKAN BAGIAN RANTAI H YANG KONSTAN → SETIAP KELAS Ig
MEMPUNYAI FUNGSI KHAS.
FUNGSI BIOLOGIK FC
KELAS FUNGSI
29
LIMA KELAS IMUNOGLOBULIN
Ig M Mu
30
32
Ig G
• Merupakan unsur imunoglobulin utama pada
serum, kira-kira 75 % dari seluruh imunoglobulin
dan memiliki BM 150.000
• Satu-satunya antibodi yang dapat melintas
plasenta memberikan imunitas pasif yang
tinggi pada bayi baru lahir
• Satu-satunya kelas antibodi yang bersifat
antitoksin 33
• Empat subkelas Ig G telah diketemukan
35
Struktur Subclasses IgG 1-4
36
Ig A
• Imunoglobulin utama pada sekret seperti
kolostrum, saliva, air mata, dan sekret
pernafasan,gastointestinal dan genitalia
39
Ig E
41
Ig M
• Biasanya berada dalam bentuk
pentamer dengan BM 900.000
• Antibodi yang paling efisien dalam
mengaktifkan komplemen dan muncul
dalam awal respon imun
• Karena BM tinggi, umumnya hanya
berada di darah saja dan tidak
terdapat pada cairan jaringan.
42
SISTEM IMUN SPESIFIK
SELULER
43
Sistem Imun Spesifik Seluler
Berperan dalam sistem imun spesifik seluler
adalah limfosit T atau sel T.
Fungsi sel T umumnya ialah
• Membantu sel B dalam memproduksi antibodi
• Mengenal dan menghancurkan sel yang
terinfeksi virus
• Mengaktifkan makrofag dalam fagositosis
• Mengontrol ambang dan kualitas sistem imun
SUBSET SEL T
• Sel T naïve,
• T helper1
• T helper2
• T Delayed Type Hypersensitivity (Tdth)
• Cytotoxic T Lymphocyte (CTL) atau T
cytotixic atau T cytolitic (Tc)
• T supresor (Ts) atau T regulator (Tr)
Sel T naïve (virgin)
Sel T naïve adalah sel limfosit yang meninggalkan
timus, namun belum berdiferensisasi, belum
pernah terpajan dengan antigen dan
menunjukkan molekul permukaan CD45RA. Sel
ditemukan dalam organ limfoid perifer. Sel T
naif yang terpajan dengan antigen akan
berkembang menjadi sel Th0 yang selanjutnya
dapat berkembang menjadi sel efektor Th1 dan
Th2 yang dapat dibedakan atas dasar jenis-jenis
sitokin yang diproduksinya. Sel Th0
memproduksi sitokin dari ke 2 jenis sel tersebut
seperti IL-2, IFN dan IL-4.
Sel T CD4+ (Th1 dan Th2)
• Kerja sel T regulator diduga dapat mencegah respons sel Th1. APC
yang mempresentasikan antigen ke sel T naïf akan melepas sitokin
IL-12 yang merangsang diferensiasi sel T naïf menjadi sel efektor
Th1. Sel Th1 memproduksi IFN-γ yang mengaktifkan makrofag dam
fase efektor. Sel T regulator dapat mencegah aktivasi sel T melalui
mekanisme yang belum jelas (kontak yang diperlukan antara sel
regulator dan sel T atau APC). Beberapa sel T regulator melepas
sitokin imunosupresif seperti IL-10 yang mencegah fungsi APC dan
aktivasi makrofag dan TGF-b yang mencegah proliferasi sel T dan
aktivasi makrofag.
HIPERSENSITIVITAS
51
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
HIPERSENSITIVITAS :
52
MANIFESTASI DAN MEKANISME REAKSI
HIPERSENSITIVITAS
53
54
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I
→ RESPON IMUN → Ig E.
55
URUTAN KEJADIAN TIPE I ADALAH :
56
57
Kadar IgE Serum Meningkat Pada
Penderita Alergi
Kadar IgE dapat meningkat pada alergi dan sangat
meningkatkan pada infestasi parasit. Peningkatan
IgE dapat membantu diagnosis penyakit atopi pada
anak dan dewasa, meskipun didapatkannya kadar
IgE yang normal tidak mengesempingkan adanya
atopi. Meskipun demikian, peningkatan kadar IgE
tidak selalu menunjukkan keadaan alergi karena
faktor genetik dan lingkungan juga berperan
penting untuk timbulnya ekspresi gejala-gejala
klinis.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Terjadinya Alergi
1. Peran genetika pada reaksi alergi
• Penelitian-penelitian pada tahun 1920-an telah
menunjukan bahwa orangtua yang menderita alergi
cenderung mempunyai anak yang juga menderita alergi.
Kemungkinan seorang anak menderita alergi lebih dari
50% bila kedua orang tuanya menderita alergi dan hampir
30% bila hanya salah satu orangtuanya menderita alergi.
Namun, penelitian-panelitian pada anak kembar
menunjukan bahwa faktor keturunan bukan satu-satunya
faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit atopi.
Beberapa faktor lingkungan yang juga penting adalah
tingkat pajanan terhadap alergen, status gizi individu, dan
adanya infeksi kronis atau penyakit virus. Peran genetika
pada alergi adalah pada (1) kadar IgE total (2) respons
spesifik alergen, dan (3) sifat hiperesponsif umum yang
ditunjukkan dengan tes kulit positif terhadap banyak
alergen.
2. Defisiensi sel T, terutama sel
T”suppressor
Sel T berperan penting untuk perkembangan atau pun supresi
respons IgE.Dijumpai penurunan jumlah sel T suppressor
(CD8+) pada penderita ekzema meskipun sampai saat ini
belum jelas apakah defisiensi sel T ini merupakan penyebab
atau akibat dari penyakit atopik. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya peningkatan insidens Ekzema pada bayi
yang diberi susu botol jika dibandingkan dengan bayi yang
diberi susu ibu,serta adanya penurunan jumlah sel T pengatur
(regulator) dan peningkatan kadar IgE pada bayi yang diberi
susu sapi meskipun tidak jelas apakah susu sapi tersebut yang
telah secara langsung mempengaruhi jumlah sel T. Tentunya
ada banyak faktor-faktor lingkungan yang berperan dalam
timbulnya penyakit alergi.
3. Polutan lingkungan dapat
meningkatkan IgE spesifik antigen
• Polutan lingkungan seperti sulfurdioksida,
nitrogen oksida, partikel-partikel buangan
disel ,dan debu terbang dapat meningkatkan
permeabilitas mukosa, memudahkan masuknya
alergen, dan meningkatkan ketanggapan IgE.
Partikel buangan disel dapat bekerja sebagai
ajuvan yang kuat pada produksi IgE
• Polutan lingkungan dapat memfasilitas respons
IgE sehingga membantu meningkatkan insidens
penyakit alergi
Hiposensitisasi
Terapi hiposensitisasi meliputi injeksi allergen
dengan dosis yang semakin bertambah .
walaupun secara klinis manfaatnya sering
tampak, mekanisme pasti terjadinya belum
diketahui. Pasca hiposensitisasi terjadi
peningkatan kadar IgG spesifik alergen dalam
serum dan peningkatan aktivitas sel T supresor,
sedangkan kadar IgE spesifik cenderung
turun.Mungkin terjadi pergeseran respons imun
terhadap allergen, dari dominasi TH2 ke TH1.
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II
• REAKSI SITOTOKSIK
• CONTOH :
- DESTRUKSI SEL DARAH MERAH AKIBAT REAKSI TRANSFUSI.
- PENYAKIT ANEMIA HEMOLITIK.
- REAKSI OBAT.
- KERUSAKAN JARINGAN PD PENYAKIT AUTOIMUN.
64
Pada hipersensivitas tipe II, antibodi yang diarahkan pada antigen
permukaan sel atau jaringan berinteraksi dengan komplemen dan
berbagai sel efektor untuk menimbulkan kerusakan sel sasaran.
Setelah antibodi melekat pada permukaan sel atau jaringan, dia akan
mengaktifkan komponen komplemen Cl. Akibat dari aktivasi ini
adalah sebagai berikut.
69
• MAKROFAG YANG DILEPASKAN MELEPASKAN
ENZIM YANG DAPAT MERUSAK JARINGAN
SEKITARNYA.
71
KOMPLEKS IMUN AKAN MENGAKTIFKAN SEJUMLAH
MEKANISME PERTAHANAN :
– KOMPLEMEN → C3A DAN C5A (ANAFILATOKSIN) YANG
MERANGSANG SEL MAST DAN BASOFIL.
72
PADA PROSES INI UKURAN KOMPLEKS PENTING
SEKALI.
74
C. BENTUK REAKSI TIPE III ADA 2 BENTUK :
I. REAKSI ARTHUS
- BIASANYA MEMERLUKAN ANTIGEN DAN ANTIBODI DALAM
JUMLAH BESAR.
- DALAM KLINIK REAKSI ARTHUS JARANG.
II. REAKSI SERUM SICKNESS
75
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE IV
76
• ANTIGEN YANG DAPAT MENIMBULKAN REAKSI :
– BERUPA JARINGAN ASING (RAKSI ALLOGRAFT)
– MIKROORGANISME INTRASELLULER (VIRUS, MIKOBAKTERIA)
– BAHAN KIMIA (PROTEIN) YANG DAPAT MENEMBUS KULIT, DAN
BERGABUNG DENGAN PROTEIN YANG BERFUNGSI SEBAGAI CARRIER.
77
JENIS-JENIS REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE IV
1. REAKSI JONES MOTE
2. HIPERSENSITIVITAS KONTAK
3. REAKSI TUBERKULIN
4. REAKSI GRANULOMA
REAKSI 1,2,3 TIMBUL DALAM 20 – 72 JAM.
REAKSI 4 TIMBUL BEBERAPA MINGGU SETELAH
TERPAJAN DENGAN ANTIGEN.
78
SIFAT-SIFAT PENTING KEEMPAT REAKSI HIPERSENSITIVITAS LAMBAT
79