Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu : masa anak, masa dewasa, dan masa tua(Mubarak et
al., 2012). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak positif
terhadap kesejahteraan yang terlihat dari angka harapan hidup (AHH)(Mubarak et al., 2012,
p. 137). Keberhasilan pembangunan yang dicapai suatu bangsa terlihat dari peningkatan taraf
hidup dan umur harapan hidup (UHH)(Dewi, 2014). Peningkatan derajat kesehatan dan
kesejahteraan penduduk di Indonesia meningkatkan UHH di Indonesia. Indonesia termasuk
ke dalam negara yang akan memasuki era penduduk menua (aging population), karena
jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas telah melebihi angka 7,0% pada 2016(Cicih,
2019).
Populasi lansia di Indonesia diprediksi akan meningkat lebih tinggi daripada populasi
lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050 (Dewi, 2014, p. 3). Fenomena
peningkatan jumlah penduduk lansia tidak hanya dialami Indonesia, tetapi juga negara lain di
dunia(Muhith & Siyoto, 2016). Pada usia lanjut dapat menimbulkan masalah kesehatan
karena terjadinya kemunduran fungsi tubuh apabila tidak dilakukan upaya pelayanan
kesehatan denganbaik(Kholifah, 2016, p. 1). Sebagai gambaran, hasil Supas 2015
menunjukkan berbagai kesulitan yang dialami oleh penduduk lansia di Indonesia(Cicih,
2019). Salah satu kesulitan yang dialami lansia yaitu kesulitan fungsional. Kesulitan
fungsional parah memerlukan ketersediaan perawat atau pendamping lansia untuk membantu
mereka melaksanakan kegiatan sehari-hari, terlebih lagi lansia sudah tidak mampu untuk
mengurus diri sendiri, seperti bangun dari tempat tidur, mandi, makan, berpakaian dan lain-
lain(Cicih, 2019).
Dengan ketidakmampuan lansia untuk mengurus diri sendiri, ditambah dengan penurunan
fungsi tubuh dapat mengakibatkan kulit tidak sehat dan mengalami penurunan kelembaban
dan elastisitas. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti( 2017) menyatakan bahwa masalah
klinis tersering pada populasi usia lanjut adalah xerosis. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hidajat et al., (2017) bahwa xerotis kutis termasuk dalam lima kategori
penyakit kulit terbanyak pada geriatri dengan persentas 27,8%

1
Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta yaitu
Mycobacterium leprae (M. Leprae) yang menyerang sistem saraf tepi, dan selanjutnya
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem musculo retikulo endotelia,
mata, otot, tulang, testis, dan organ lain. Indonesia tercatat menduduki peringkat ke tiga di
dunia. Sementara itu M. Leprae dapat mengakibatkan kerusakan syaraf sensori, otonom, dan
motorik. Penyakit kusta bukanlah penyakit yang menyebabkan kematian, melainkan penyakit
kronis sehingga menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang sangat kompleks. Bukan
hanya dari segi medis tetapi juga dari segi mental sosial ekonomi dan budaya penderita,
terutama akibat cacat yang ditimbulkan penyakit tersebut, selain kondisi aktif sebagai
penderita, maka keadaan cacat inilah juga yang biasanya menyebabkan penderita kusta
ditolak dan diabaikan masyarakat. Tidak jarang mereka dikucilkan oleh masyarakat atau
bahkan oleh keluarganya sendiri. Stigma inilah yang membuat masyarakat penyandang kusta
memilih hidup berkelompok, atau mengelompokkan diri. Sikap hidup seperti ini membuat
permasalahan semakin banyak dan menumpuk. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat
pengetahuan dan minimnya informasi yang didapat masyarakt tentang penyakit kusta. Jika
tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit kusta tinggi dan mereka dapat menerima
kehadiran pasien dengan penyakit kusta maka stigma tidak akan terbentuk didalam suatu
kelompok masyarakat. Tetapi jika tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit kusta
rendah maka stigma akan terbentuk didalam suatu kelompok masyarakat sehingga
masyarakat memiliki sikap untuk menolak kehadiran pasien dengan penyakit kusta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan di bahasa dalam
makalah ini adalah Bagaimana Asuhan Keperawatan pada lansia dengan kusta

C. Tujuan Penulisan
Adapun makalah ini bertujuan untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan
masalah gangguan integument: Kusta

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Menua
1. Definisi
Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penurunan fungsi tubuh. Penuaan
merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel,
yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan
dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru,
saraf dan jaringan tubuh lainya. Kemampuan regeneratif pada lansia terbatas, mereka
lebih rentan terhadap berbagai penyakit.
2. Teori Penuaan
a. Teori biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel)
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

3
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-
sel tersebut mati.
b. Teori Kejiwaan Sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke lanjut usia.
3) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
4) Teori pembebasan (disengagement theory)
5) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
a) Kehilangan peran

4
b) Hambatan kontak sosial
c) Berkurangnya kontak komitmen
Sedangkan Teori penuaan secara umum menurut Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan
menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial:
a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan
sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika seldari tubuh lansia
dibiakkanlalu diobrservasi di laboratorium terlihat jumlah sel–sel yang akan membelah
sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem musculoskeletal dan
jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel
tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko akan
mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama
sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah, 2011)
2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses
kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan
kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang
berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan
elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring
dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan
permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya
penurunan mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah dan Lilik,
2011)
3) Keracunan Oksigen
Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh
untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar
yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksin tersebut membuat struktur membran sel mengalami
perubahan serta terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut merupakan alat sel

5
supaya dapat berkomunikasi dengan lingkungannya dan berfungsi juga untuk
mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di dalam
tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses
tersebut, dipengaruhi oleh rigiditas membran. Konsekuensi dari kesalahan genetik
adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel
anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
kerusakan sistem tubuh (Azizah dan Lilik, 2011).
4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun
demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan
khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses
penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi, dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri.
Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang
mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan
inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh
sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya
terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah
(Azizah dan Ma’rifatul L., 2011).
5) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut Mc. Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004),
pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain
disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi
penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan
hormon pertumbuhan.
b. Teori Psikologi
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah
menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua.

6
Teori ini menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial (Azizah dan Ma’rifatul, L., 2011).
2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada lansia
yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat,
melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal
(Azizah dan Lilik M, 2011).
3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi
pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya (Azizah dan Lilik M, 2011).
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan
a. Hereditas atau ketuaan genetic
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres
4. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degenerative yang
akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan
fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula
sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot

7
3) Sistem Muskuloskeletal; Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.. Kolagen
sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan
kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang
dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya
kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga
akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,
deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat
bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi; pada
lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami
penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler ; Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah
massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat.
Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan
jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem respirasi Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan
terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme; Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan,
seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena
kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar
menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.

8
7) Sistem perkemihan; Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan
reabsorpsi oleh ginjal.
8) Sistem saraf; Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem reproduksi; Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-
angsur.
b. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.

9
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
e. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan
keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi
juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan
stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut
merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat
penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak
dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya.
Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari
kegiatan sosial.

10
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main
dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.
Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

B. Patofisiologi

Mikrobakterium Leprae Resiko Trauma Sensabilitas


M.Tuberkoloid

Menyerang Kulit dan Menyerang saraf tepi Neuritis


saraf tepi sensorik dan motorik

Macula, Nodula, Papula Ulkus Menyerang saraf ulnaris,


nervus popliterus, nervus
aurikularis, nerfus radialis
Kulit Terlihat rusak Keganasan Cancer
epidemoid
Malu Kelumpuhan otot

Metastase
Inefektif koping indifidu Kontraktur otot dan sendi

Gangguan Citra Tubuh Amputasi Gangguan Aktivitas

Infasif Bakteri
Hambatan Mobilitas

Resti Infeksi

Gangguan Rasa Nyaman Perubahan Aktivitas


Nyeri
Resti Cedera
Hambatan Mobilitas
Fisik

11
C. Konsep Keperawatan Lansia Dengan Masalah Kusta
1. Landasan Teori
a. Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
Mycrobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas
pertama, lalu kulit dan mukosa traktus srespiratorius bagian atas, kemudian dapat ke
organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Djuanda 2010, dalam Nurarif 2015)
b. Etiologi
Dibandingkan M. Tuberculosis, basil tahan asam Mycobacterium leprae tidak
memproduksi eksotoksin dan enzim litik. Selain itu kuman ini merupakan satu-satunya
mikobakterium yang belum dibiakan di vitro. Mikobakteria ini secara primer
menyerang sistem saraf tepi dan terutama pada tipe lepromatosa, secara sekunder
dapat menyerang seluruh organ tubuh lain seperti mukosa mulut, mukosa saluran nafas
bagian atas, system retikuloendotelial, mata, tulang dan testis. Reaksi Imun penderita
terhadap M.Leprae berupa reaksi imun seluler terutama pada lepra berbentuk
Lepromatosa.
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama, yaitu kusta bentuk kering atau
tipe tuberkuloid, dan kusta bentuk basah, disebut juga tipe lepromatosa. Bentuk ketiga
yaitu bentuk peralihan
1) Kusta Bentuk Kering : tidak menular, kelainan kulit beruoa bercak keputihan
sebesar uang logam atau lebih besar, sering timbul di pipi, punggung, pantat, paha,
atau lengan. Bercak tampak kering, Kulit kehilangan daya rasa sama sekali
2) Kusta Bentuk basah : bentuk menular karena kumannya banyak terdapat di selaput
lendir hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan,
kecil-kecil tersebar diseluruh badan, atau berupa penebalan kulit yang luas sebagai
infiltrate yang tampak mengkilap dan berminyak, dapat berupa benjolan merah
sebesar biji jagung yang tersebar di badan, muka dan daun telinga. Disertai
rontoknya alis mata, menebalnya daun telingga
3) Kusta Tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua tipe utama. Pengobatan
tipe ini dimasukan ke dalam jenis kusta basah

12
c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita Kusta diantaranya :
1) Makula Hipopigmentasi
2) Hiperpigmentasi
3) Eritematosa
4) Gejala Kerusakan saraf (sensorik, motoric, autonom)
5) Kerusakan jaringa (kulit, mukosa traktus respiataorius atas, tulang-tulang jari dan
wajah)
6) Kulit kering dan alopesia
Bagan Diagnosa Klinis menurut WHO (1995)
Kusta PB (Pausabasilar) Kusta MB (Multibasilar)
Lesi Kulit (macula datar, - 1-5 lesi - > 5 lesi
papul yang meninggi, - Hipopigmentasi/eritema - Distribusi lebih simetris
nodus) - Distribusi tidak simetris - Hilangnya sensai kurang
- Hilangnya sensai yang jelas
jelas
Kerusakan saraf - Hanya satu cabang Banyak cabang saraf
(menyebabkan saraf
hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang di persarafi oleh
sarah yang terkena)

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Test sensibilitas pada kulit yang mengalami kelainan
2) Laboratorium : basil tahan asam. Diagnose pasti apabila adanya matirasa dan
kuman tahan asam pada kulit yang (+) (positife)
3) Pengobatan kusta/lepra lamanya pengobatan tergantung dari berbagai jenis kusta
lepromatus pengobatan minimal 10 tahun, obat yang diberikan dapsone (DSS)
(Dosis 2 x seminggu)

13
e. Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta
(Lepra) dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari
pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden
penyakit.
Rigimen pengobatan kusta di Indonesia disesuaikan dengan rekomendasi WHO,
yaitu program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi obat medikamentosa
utama yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (Lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-
diamino-difensil-sulfon) yang telah di terapkan sejak tahun 1981. Program MDT ini
bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, mengefektifan waktu pengobatan
dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jarringan.
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang
direkomendasikan oleh WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut :
1) Penderita Pauci Baciler (PB)
a) Penderita Pauci Baciler (PB) Lesi Satu
Diberikan dosis tunggal ROM
Rimpafisin Ofloxacin Minocyclin
Dewasa 50-70 Tahun 600 mg 400 mg 100 mg
Anak 5-14 tahun 300 mg 200 mg 50 mg
Obat ditelan di depan petugas, anak dibawah umur 5 tahun dan ibu hamil tidak
diberikan ROM. Pengobatan sekali saja dan langsung dinyatakan RFT
(Released From Treatment = Berhenti Minum obat Kusta). Dalam program
ROM yang tidak dipergunakan, penderita satu lesi diobati dengan regimen PB
selama 6 Bulan.
b) Penderita Pauci Baciler (PB) Lesi 2-5
Dapson Rifampisin
Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi
Anak 10-14 Tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam enam dosis minimal
yang diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis maka

14
dinyatakan RFT Meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO
tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of
Treatment Cure dan Pasien tidak lagi dalam pengawasan
2) Penderita Multi Baciler (MB)
Dapson Rifampisin Klofasemin
Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan di 50 mg/hari dan 300
awasi mg/bulan diawasi
Anak 10-14 tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan 50 mg selang sehari dan 150
diawasi mg/bulan diawasi
Pengobatan MDT untuk Kusta Tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang
diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis
maka dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan
bakteri BTA Positif. Menurut WHO pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis
yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

2. Landasan Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di
hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.tahap ini
mencakup tiga kegiatan,yaitu pengumpulan data,analisis data,dan penentuan masalah
kesehatan serta keperawatan.
1) Pengumpulan data Tujuan :
Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada
pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus di ambil untuk mengatasi
masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik,mental,sosial dan spiritual serta
faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah
di analisis. Jenis data antara lain Data objektif, yaitu data yang diperoleh
melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu tubuh,
tekanan darah, serta warna kulit.Data subjekyif, yaitu data yang diperoleh dari

15
keluhan yang dirasakan pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain
misalnya,kepala pusing,nyeri,dan mual.

Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi

a) Status kesehatan sebelumnya dan sekarang


b) Pola koping sebelumnya dan sekarang
c) Fungsi status sebelumnya dan sekarang
d) Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
e) Resiko untuk masalah potensial
f) Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien
2) Analisa data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan
berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
3) Perumusan masalah
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah
kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan asuhan
keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih
memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun diagnosis keperawatan sesuai
dengan prioritas. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan criteria penting dan
segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan
komplikasi, sedangkan segera mencakup waktu misalnya pada pasien stroke
yang tidak sadar maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah
komplikasi yang lebih parah atau kematian. Prioritas masalah juga dapat
ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu : Keadaan
yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi
tentang kesehatan dan keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi,

16
mencegah dan merubah (Carpenito,2000).Perumusan diagnosa keperawatan :
1) Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang
ditemukan.
2) Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di
lakukan intervensi.
3) Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
4) Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau masyarakat
dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih
tinggi.
5) Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual
dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau
situasi tertentu.
c. Rencana keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih
dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di
harapkan (Gordon,1994).
Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan
terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan
perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan
tepat memfasilitasi konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat
lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan
asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.
Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh
perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencakup
kebutuhan klien jangkapanjang(potter,1997)
d. Implementasi keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk

17
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Adapun
tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
1) Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi
yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
2) Tahap 2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan
tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : independen,dependen,dan
interdependen.
3) Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap
dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

e. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan
keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat
kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.Sasaran evaluasi adalah
sebagai berikut
1) Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.
2) Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di
rumuskan dalam rencana evaluasi.
Hasil evaluasi
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
1) Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai
dengan criteria yang telah di tetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.

18
3) Tujuan tidak tercapai,apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan sama
sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji
secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan
faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya
tujuan.
Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian
sampai dengan evaluasi kepada pasien,seluruh tindakannya harus di dokumentasikan.

19

Anda mungkin juga menyukai