Anda di halaman 1dari 6

WAJIB PAJAK DAN NPWP

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,


pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajibannya.

Lalu apa arti dari kode seri NPWP? 


Contoh NPWP:
12.345. 678.9-001.002
Sembilan digit pertama pada NPWP merupakan kode unik dari identitas Wajib
Pajak. Tiga digit selanjutnya adalah kode unik dari Kantor Pelayanan Pajak
(KPP). Jika terdaftar sebagai Wajib Pajak baru, kode tersebut merupakan kode
tempat Wajib Pajak melakukan pendaftaran. Sedangkan bila statusnya sebagai
Wajib Pajak lama, maka itu adalah kode tempat wajib pajak saat ini. Tiga digit
terakhir menandakan status Wajib Pajak. 000 berarti pusat atau tunggal. 00x
(001,002) berarti cabang dengan nomor terakhir menunjukkan urutan cabang.

Jenis NPWP
Menurut jenisnya, NPWP dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. NPWP Pribadi, diberikan kepada setiap orang yang mempunyai penghasilan di
Indonesia.
2. .NPWP Badan, diberikan kepada perusahaan atau badan usaha yang
mempunyai penghasilan di Indonesia.

Manfaat memiliki NPWP


Identitas wajib pajak ini memberikan banyak manfaat baik untuk keperluan
administrasi perpajakan atau untuk urusan administrasi di luar perpajakan. Berikut
ini penjelasannya untuk Anda.

Fungsi NPWP untuk urusan perpajakan:


1. Sebagai kode unik yang selalu digunakan dalam setiap urusan perpajakan yang
membuat data perpajakan Anda tidak akan tertukar dengan wajib pajak lainnya.
2. Apa jadinya bila biaya pajak yang Anda bayar ternyata lebih bayar? Sudah pasti
Anda berharap uang tersebut bisa kembali bukan? Secara sederhana, inilah yang
disebut dengan restitusi pajak. Untuk mengurus proses restitusi tersebut, syarat
utamanya adalah menunjukkan NPWP.
3. Ada perbedaan besaran tarif pajak bagi mereka yang memiliki NPWP dan tidak
memiliki NPWP. Contohnya pada jenis pajak PPh pasal 21. Jika Anda tidak
punya NPWP, maka tarif pajak yang dikenakan 20% lebih besar daripada wajib
pajak yang memiliki NPWP.
 
Fungsi NPWP di luar urusan perpajakan:
Bagi Anda yang berniat mengajukan kredit ke bank, NPWP menjadi dokumen
penting yang menjadi syarat pembuatan kredit. Kalau Anda punya usaha, sudah
seharusnya memiliki NPWP. Sebab, NPWP diperlukan untuk pengurusan Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
 Membuat NPWP Secara Offline: 
1. Mendatangi kantor pelayanan pajak 
2. Melalui Jasa Pos atau Ekspedisi
Metode ini bisa Anda pilih jika lokasi KPP terlalu jauh dari tempat Anda. Anda
bisa mendatangi kantor pos atau jasa ekspedisi terdekat. Di sana Anda tinggal
mengisi formulir pendaftaran sekaligus mengirimkannya dengan melampiri
dokumen persyaratan yang telah Anda siapkan.
Membuat NPWP Secara Online: 
1. Kunjungi https://ereg.pajak.go.id/daftar untuk langsung mengakses halaman
pendaftaran NPWP online di situs Dirjen Pajak. 
2. Silakan mendaftar terlebih dahulu untuk mendapatkan akun dengan mengklik
“daftar”. Isilah data pendaftaran pengguna dengan benar seperti nama, alamat
email, password, dan lainnya.
3. Lakukan Aktivasi Akun.
4. Isi Formulir Pendaftaran.
5. Kirim Formulir Pendaftaran Setelah semua data pada formulir pendaftaran
terisi lengkap, pilih tombol daftar untuk mengirim Formulir Registrasi Wajib
Pajak secara elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar.
6. Cetak (Print). Selanjutnya, Anda harus mencetak dokumen seperti yang
tampak pada layar komputer, yaitu: Formulir Registrasi Wajib Pajak dan
Surat Keterangan Terdaftar Sementara
7. Menandatangani Formulir Registrasi Wajib Pajak dan melengkapi dokumen.
8. Kirimkan Formulir Registrasi Wajib Pajak ke KPP. Pengiriman dokumen ini
harus dilakukan paling lambat 14 hari setelah formulir terkirim secara
elektronik.
9. Jika Anda tidak ingin repot-repot menyerahkan atau mengirimkan berkas
secara langsung atau melalui pos ke KPP, Anda dapat memindai (scan)
dokumen Anda dan mengunggahnya dalam bentuk softfile melalui aplikasi e-
Registration tadi.
10. Cek status dan tunggu kiriman kartu NPWP. Setelah mengirimkan berkas
dokumen, Anda dapat memeriksa status pendaftaran NPWP Anda melalui
email atau di halaman history pendaftaran dalam aplikasi e-Registration. Jika
statusnya ditolak, Anda harus memperbaiki beberapa data yang kurang
lengkap. Namun, jika statusnya disetujui, kartu NPWP Anda akan segera
dikirim ke alamat Anda melalui Pos Tercatat.
 
Dokumen yang harus disiapkan untuk membuat NPWP
Wajib Pajak Orang Pribadi:
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas berupa:
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia; atau
2. Fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau
Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing.
Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
berupa:
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi Warga Negara Indonesia,
atau fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau
Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing, dan
fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau
Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/ bukti
pembayaran listrik; atau
2. Fotokopi e-KTP bagi Warga Negara Indonesia dan surat pernyataan di atas
meterai dari Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan benar-benar menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
 
Jangka Waktu Penyelesaian
Setelah seluruh persyaratan Permohonan Pendaftaran diterima KPP atau Kantor
Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) secara lengkap, KPP
atau KP2KP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat. KPP atau KP2KP
menerbitkan Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) paling lambat
satu hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan. NPWP dan SKT akan
dikirimkan melalui Pos Tercatat.

Instrumen Pajak yang Menjadi Andalan untuk


Menopang Perekonomian
Pajak menjadi salah satu instrumen yang diandalkan oleh banyak negara, tidak
terkecuali Indonesia, dalam merespons pandemi Covid-19.

Pada awal respons, pemerintah menggunakan pajak untuk memitigasi efek wabah
virus Corona terhadap perekonomian. Dengan pajak, pemerintah ingin menjaga
stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan produktivitas sektor
tertentu yang terdampak pandemi Covid-19.
Respons tersebut diwujudkan dengan pemberian sejumlah insentif yang diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.23/PMK.03/2020 tentang Insentif
Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. 

Ada empat insentif pajak dalam PMK 23/2020. Pertama, PPh Pasal 21


ditanggung pemerintah. Kedua, pembebasan PPh Pasal 22
Impor. Ketiga, pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30%. Keempat,  restitusi
PPN dipercepat untuk eksportir (tanpa batasan) dan noneksportir (nilai restitusi
paling banyak Rp5 miliar).

Penerima insentif PPh Pasal 21 DTP adalah sektor manufaktur (440 klasifikasi
lapangan usaha/KLU) dan perusahaan KITE. Sementara, tiga insentif lainnya bisa
dinikmati oleh sektor manufaktur (102 KLU) dan perusahaan KITE. Dalam
perkembangannya, penerima insentif akan diperluas ke 11 sektor usaha lainnya.

Kemudian, ada sejumlah kebijakan pajak dalam Peraturan Pemerintah Pengganti


Undang-Undang (Perpu) No.1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Dalam beleid yang diundangkan dan berlaku mulai 31 Maret 2020 tersebut,
setidaknya ada 3 kebijakan yang terkait dengan Ditjen Pajak (DJP). Ketiganya
menjadi bagian dari kebijakan keuangan negara untuk penanganan dan
penanggulangan Covid-19 serta mendorong stimulus perekonomian.

Pertama, penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% (2020 dan 2021)
dan 20% (2022 dan seterusnya). Selain itu, ada pengurangan tarif 3 poin
persentase lebih rendah bagi wajib pajak badan yang go-public.
Kedua, pemajakan atas transaksi elektronik.

Ketiga, perpanjangan jangka waktu permohonan atau penyelesaian


administrasi perpajakan. Terkait kebijakan ini, Dirjen Pajak sudah
menerbitkan SE Dirjen Pajak No.SE-22/PJ/2020.

Tidak hanya berkaitan dengan stimulus perekonomian, pemerintah kemudian


menggunakan instrumen pajak untuk mendukung ketersediaan obat-obatan, alat
kesehatan, dan alat pendukung lainnya yang dibutuhkan dalam penanganan wabah
virus Corona.

Dukungan itu diwujudkan dalam bentuk pemberian insentif atau fasilitas kepada
badan/instansi pemerintah, rumah sakit, atau pihak lain yang ditunjuk untuk
membantu penanganan pandemi Covid-19. Fasilitas diberikan terkait dengan
barang dan jasa.
Ketentuan fasilitas ini ada dalam PMK No.28/PMK.03/2020 tentang Pemberian
Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan Dalam Rangka
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Ada sejumlah insentif pajak yang diberikan. Pertama, PPN tidak dipungut atau


ditanggung pemerintah. Kedua, pembebasan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22
Impor. Ketiga, pembebasan PPh Pasal 21 dan pembebasan PPh Pasal 23.

Kemudian, masih terkait dengan barang yang dibutuhkan dalam penanganan


pandemi Covid-19, pemerintah mengeluarkan beleid baru untuk memastikan
percepatan pelayanan dalam pemberian fasilitas – seperti tidak dipungut PPN dan
pembebasan PPh Pasal 22 – atas impor barang.

Beleid berupa PMK No.34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas


Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang Untuk Keperluan
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dari sejumlah insentif dan kebijakan pajak yang diambil, mayoritas menitik
beratkan pada fungsi regulerend ketimbang budgeter.  Langkah ini ditempuh
untuk menghadapi kondisi ekonomi yang tidak mudah akibat Covid-19. 

Dari sini bisa terlihat pajak memainkan peran sangat krusial, baik dari
fungsi regulerend maupun budgeter. Dalam konteks pemberian insentif dan
sejumlah relaksasi, pemerintah telah menggunakan instrumen pajak untuk
menstimulus perekonomian secara langsung. Jadi, bukan menggunakannya
untuk menjadi sumber penerimaan yang akhirnya dibelanjakan oleh negara.

Di sisi lain, pemerintah tetap ingin mengoptimalkan potensi yang masih bisa
digarap. Salah satunya adalah mengenalkan pemajakan atas transaksi elektronik
dalam Perpu 1/2020.

Di Indonesia, adanya Perpu No.1/2020, PMK No.23/2020, hingga yang


terbaru PMK No.28/2020 memperlihatkan langkah progresif dari pemerintah
Indonesia dalam mengatasi dampak ekonomi dari wabah Covid-19.

Dari pemetaan dan perbandingan Indonesia dengan tren negara lain, dapat
disimpulkan skema dan jenis instrumen pajak yang diambil oleh Indonesia selaras
dan dalam beberapa hal justru lebih progresif dibandingkan dengan negara lain.

Sumber : ( https://news.ddtc.co.id/pajak-jadi-andalan-hadapi-efek-pandemi-virus-
corona-20223?page_y=1520 )
Sumber : ( https://www.pajak.go.id/id/wajib-pajak-dan-npwp )
Sumber : ( https://news.ddtc.co.id/ini-peran-pajak-untuk-ketahanan-ekonomi-
indonesia-dalam-masa-covid-19-20387?page_y=2335 )
Sumber : https://indonesia.go.id/layanan/keuangan/ekonomi/fungsi-npwp-dan-
cara-membuatnya

Anda mungkin juga menyukai