Jakarta -
Hal ini didasarkan pada Pasal 4A ayat (3) UU 42/2009 tentang Perubahan Ketiga
Atas UU No 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pasal tersebut mengatur pengecualian atas
pengenaan PPN salah satunya adalah kelompok jasa di bidang agama.
"Pasal 1 UU 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh juga
mendefinisikan umrah sebagai kegiatan ibadah berupa berkunjung ke Baitullah di
luar musim haji dengan niat melaksanakan umrah yang dilanjutkan dengan
melakukan tawaf, sai, dan tahallul," kata Nizar.
PMK Nomor 92/PMK.03/2020 diundangkan pada 23 Juli 2020. PMK ini mulai
berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Pasal 3 PMK mengatur
jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN yaitu: jasa
pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan
kegiatan keagamaan, dan jasa lain di bidang keagamaan.
Jasa lain di bidang keagamaan yang dimaksud yaitu jasa penyelenggaraan perjalanan
ibadah keagamaan dari pemerintah dan biro perjalanan wisata. Untuk
penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah meliputi: jasa
penyelenggaraan ibadah haji reguler, serta jasa penyelenggaraan perjalanan
ibadah umroh ke Makkah dan Madinah.
Jakarta -
"Sejak ada Inpres no.7 tahun 2019, ada pelimpahan kewenangan terkait perizinan,
dari 22 Kementerian Lembaga (K/L) sekarang izinnya ada di BKPM, termasuk izin
buat travel umrah aja nanti per Agustus sudah di BKPM," kata Tina dalam webinar
dengan BNPB Indonesia, Jumat (17/7/2020).
Selain pengurusan travel umrah, peralihan proses izin usaha juga berlaku untuk izin
pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk industri pertambangan. Tujuannya,
untuk memudahkan investor mengurus perizinan lewat satu pintu.
"IPPKH untuk pertambangan sudah di BKPM juga, nah ini apa sih tujuannya, untuk
kemudahan berusaha, supaya para pelaku usaha waktu mengurus perizinannya tidak
terlalu lama," sambungnya.
Dari sisi insentif, BKPM juga menerima limpahan tugas seluruh fasilitas investasi
termasuk insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance yang semula diurus
oleh Kementerian Keuangan.
Salah satu jenis pajak yang dikenakan dalam pajak usaha travel adalah Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 dan perubahannya. Pada dasarnya ada dua jenis bentuk usaha travel, yakni biro
perjalanan umum dan agen perjalanan.
PPN atas jasa biro perjalanan ini tidak menggunakan mekanisme kredit Pajak
Masukan, karena dalam menentukan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) telah
diperhitungkan sebagai nilai lain, sehingga PPN yang dibayar telah diperhitungkan
dengan pajak masukan atas perolehan Jasa Kena Pajak (JKP) tersebut. Dengan
demikian, Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan lagi dan tidak diperkenankan untuk
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Ada konsekuensi publik dari diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan ini yaitu
aturan ini akan memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan PPN atas jasa
penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang diserahkan oleh biro perjalanan wisata
dan tentunya mendukung keberlanjutan bisnis usaha biro perjalanan wisata pada
umumnya dan penyelenggara perjalanan ibadah haji dan umrah khususnya.
Beberapa hal yang melatarbelakangi penerbitan beleid ini adalah pertama, terdapat
perbedaan pemahaman di lapangan mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) atas jasa penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang diserahkan oleh biro
perjalanan wisata, apakah jasa penyelenggaraan ibadah haji dan umrah termasuk jasa
keagamaan yang tidak dikenai PPN berdasarkan Pasal 4A ayat (3) huruf f Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) atau termasuk jasa yang dikenai PPN.
Kedua, belum adanya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai kriteria
dan/atau rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN sebagaimana dimanahkan
dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 (PP 1/2012).
Ketiga, telah terbit Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan Umrah yang mengatur bahwa penyelenggaraan perjalanan haji dan
ibadah umrah merupakan kegiatan ibadah keagamaan.
Di dalam Peraturan Menteri Keuangan terdapat pokok-pokok isi yang bisa diuraikan
sebagai berikut:
1. Bahwa jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan termasuk jenis jasa yang
tidak dikenai PPN.
2. Jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN
meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa
penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan jasa lainnya di bidang keagamaan.
3. Jasa lainnya di bidang keagamaan yang termasuk dalam kelompok jasa keagamaan
yang tidak dikenai PPN meliputi:
4. Jasa Penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata,
meliputi:
Umat Islam: perjalanan ibadah haji khusus dan umrah ke Kota Makkah dan
Kota Madinah;
Umat Kristen: perjalanan ibadah ke Kota Yerusalem dan Kota Sinai (Mesir);
Umat Katolik: perjalanan ibadah ke Kota Vatikan di Roma dan Kota Lourdes
di Prancis;
Umat Buddha: perjalanan ibadah ke Kota Bodh Gaya di India dan Kota
Bangkok di Thailand; dan
10% dari jumlah yang ditagih atas jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat
lain, dalam hal tagihan dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan
perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan
ke tempat lain; atau
Dalam hal unsur ekonomi, ibadah umrah merupakan sektor usaha bidang jasa yang
wajib memungut PPN sebagaimana ketentuan Undang-Undang PPN yang mematok
tarif 10% dari nilai transaksi.
Dalam Pasal 3 PMK 92/2020 tertulis jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan
yang tidak dikenai PPN antara lain jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian
khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lainnya di
bidang keagamaan. Beleid itu menyebutkan jasa lainnya di bidang keagamaan yang
dibebaskan PPN meliputi jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh
pemerintah, dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro
perjalanan wisata.
DPP nilai lain sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atas jasa perjalanan ke tempat
lain berlaku apabila ada perincian tagihan antara tagihan paket penyelenggaraan
perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke
tempat lain.
Bila tidak ada perincian antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah
keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain, DPP nilai
lainnya adalah sebesar 5% dari keseluruhan jumlah yang ditagih atas jasa
penyelenggaraan perjalanan.
Hanya perjalanan ibadah menuju kota-kota tertentu saja yang jasa perjalanan
ibadahnya tidak dikenai PPN. Untuk penyelenggaraan perjalanan ibadah oleh
swasta, pembebasan PPN berlaku untuk perjalanan ibadah menuju kota suci dari
enam agama yang diakui pemerintah, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Khonghucu.
Kesimpulan :
Untuk setiap perjalanan ibadah baik agama islam maupun agama lainnya yang
disahkan dalam Undang-Undang tidak dikenakan PPN, kecuali untuk tambahan
perjalanan ke tempat lain akan di kenakan PPN 10 % atau 5% sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Sumber :
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5109316/alhamdulillah-berangkat-
umroh-kini-bebas-ppn-satu-persen
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5097799/mulai-agustus-urus-izin-
usaha-travel-umrah-pindah-ke-bkpm?tag_from=finance_beritaTerkait
https://www.pajak.go.id/id/artikel/kepastian-hukum-ppn-atas-ibadah-haji-dan-umrah
https://news.ddtc.co.id/mulai-23-agustus-2020-ini-aturan-ppn-penyelenggaraan-haji-
dan-umrah-22702?page_y=0