Anda di halaman 1dari 17

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang dikembangkan di Indonesia karena tanaman ini dapat tumbuh di
daerah tropis. Saat ini, pengendalian proses pengolahan biji kakao masih belum
optimal dikarenakan minimalnya pengetahuan tentang tahap-tahap proses
pengolahan biji kakao dan pengendalian faktor-faktor proses pengolahan bagi
kaum petani, kaum produsen, dan masyarakat. Biji kakao merupakan salah satu
komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam
rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta penghasilan petani
kakao. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat tetapi
mutu yang dihasilkan sangat rendah. Sering dijumpai biji kakao yang cacat,
berbau asing, kotoran, bahkan terdapat serangga hidup dalam biji kakao
fermentasi yang sudah dikemas.
Proses fermentasi merupakan titik berat pengolahan biji kakao (salah satu
faktor yang penting dalam menentukan mutu biji kakao selain proses
pemanenannya karena mutu biji kakao ditentukan dari kadar airnya). Pada proses
fermentasi akan terjadi pembentukan cita rasa khas kakao, penurunan rasa pahit
dan sepat, mempermudah penghancuran pulp, serta perbaikan kenampakan fisik
kakao. Pada proses fermentasi ini terjadi sejumlah reaksi yang dapat membentuk
prekursor flavor dan warna. Hubungan antara pembentukan prekursor flavor
kakao, proteolisis protein, jenis kakao, dan lama fermentasi berpengaruh pada
peningkatan kualitas kakao. Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilakukan untuk
mengetahui dan menentukan mutu biji kakao fermentasi yang di produksi oleh
industri maupun masyarakat berdasarkan SNI 2323-2008.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan mutu biji
kakao fermentasi yang di produksi oleh industri maupun masyarakat berdasarkan
SNI 2323-2008.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tumbuhan berwujud pohon
yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk
olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan
(perennial) berbentuk pohon dan di alam dapat mencapai ketinggian 10 m.
Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m
tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk
memperbanyak cabang produktif (Poedjiwidodo, 1996).
Warna buah tanaman kakao sangat beragam tetapi pada dasarnya hanya
ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak
putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika
muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange). Kulit buah
memiliki 10 alur dalam dan dangkal silih berganti. Untuk jenis Criollo dan
Trinitario alur buah nampak jelas, kulit tebal tetapi lunak dan permukaan kasar.
Sedangkan jenis Forastero umumnya permukaan halus atau rata dan kulit buah
tipis. Namun pada dasarnya hanya ada dua macam warna, yaitu buah yang ketika
muda berwarna hijau/hijau agak putih jika sudah masak berwarna kuning dan
buah yang ketika masih muda berwarna merah jika sudah masak berwarna orange
(Wahyudi et al., 2008).
Kakao memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut.
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.

Buah kakao terdiri atas tiga komponen utama yaitu kulit buah, biji, dan
plasenta. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao yang
menyokong lebih dari 70% berat buah masak. Jumlah biji dalam buah kakao
berkisar 30-40 biji dengan berat sekitar 27-29% buah masak dimana biji-biji
tersebut direkatkan oleh plasenta. Buah kakao sebaiknya dipetik tepat masak agar
dapat menghasilkan biji kakao kering yang baik (Wahyudi et al, 2008). Saat biji
kakao dikeluarkan dari buah, biji diselimuti oleh lendir putih atau pulp. Jika buah
masak, pulp akan menjadi lunak dan berasa manis. Pulp pada awalnya steril tetapi
dengan adanya gula dan keasaman yang tinggi (pH 3,5) karena kandungan asam
sitrat menyebabkan kondisi ini ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Kontaminasi skala luas bisa terjadi karena adanya aktivitas lalat, lalat buah, dan
kontaminasi langsung dari kotak fermentasi (Winarno, 2008).
2.2 Karakteristik Biji Kakao
2.2.1 Kadar air
Kadar air pada biji kakao sangat berpengaruh terhadap rendemen hasil
(yield) dan berhubungan dengan umur simpan. Batas maksimal kadar air pada biji
kakao sebesar 7,5% namun jika melebihi standar tersebut maka yang turun bukan
hanya hasil rendemennya saja melainkan juga beresiko terserang bakteri dan
jamur sehingga karakteristik mikrobiologis juga perlu dilakukan untuk
memastikan keamanan biji untuk dikonsumsi (Wahyudi et al, 2008).
2.2.2 Ukuran biji
Ukuran biji buah kakao berdasarkan posisinya pada pohon dan posisi
dalam buah itu berbeda. Pada umumnya jumlah buah pada cabang lebih banyak
dibandingkan pada batang tetapi ukuran buah pada batang lebih besar dan lebih
berat dibandingkan buah yang berada pada cabang karena persaingan untuk
memperoleh makanan pada cabang lebih besar dibandingkan persaingan untuk
memperoleh makanan pada batang (Hasbawati, 2006).
Berdasarkan ukuran bijinya mutu biji kakao digolongkan menjadi 3 yaitu
mutu A, B, dan C. Mutu A adalah golongan biji dengan ukuran besar dan
mempunyai jumlah biji antara 85-90 untuk setiap 100 g. Mutu B adalah golongan
biji dengan ukuran (medium) dengan jumlah biji antara 95-110, sedangkan mutu
C adalah golongan biji dengan ukuran kecil dan mempunyai jumlah biji lebih dari
120 (Mulato dan Misnawi, 2005). Sementara menurut SNI 2323-2008, penjelasan
ukuran juga didasarkan pada jumlah biji per 100 g biji yaitu :
- Jumlah biji maksimum 85 biji, kategori kelas AA
- Jumlah biji 86-100 biji, kategori kelas A
- Jumlah biji 101-110 biji, kategori kelas B
- Jumlah biji 111-120 biji, kategori kelas C
- Jumlah biji > 120 biji, kategori kelas S
2.2.3 Kadar kulit biji
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell).
Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao
(kulit + keping) pada kadar air 6-7%. Ukuran biji kakao sangat menentukan
rendemen hasil lemak. Semakin besar ukuran biji kakao maka semakin tinggi
rendemen lemak dari dalam biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah biji
(beans account) per 100 gram contoh uji yang diambil secara acak pada kadar air
6-7%.  Ukuran biji rata-rata  yang  masuk kualitas ekspor adalah antara 1,0-1,2
gram atau setara dengan 85-100 biji per 100 gram. Ukuran biji kakao kering
sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan) selama
perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan (Susanto, 1994).
2.3 Komponen Penentu Mutu Kakao
Biji kakao sangat diperlukan dalam berbagai macam industri karena
sifatnya yang khas, yaitu : (1) biji kakao mengandung lemak yang cukup tinggi
(55 %) dimana lemaknya mempunyai sifat yang unik yaitu membeku pada suhu
kamar tetapi mencair pada suhu tubuh, (2) bagian padatan biji kakao mengandung
komponen flavor dan pewarna yang sangat dibutuhkan dalam industri makanan
(Djatmiko dan Wahyudi, 1986).
Faktor pembentuk mutu suatu komoditas disebut dengan komponen mutu
dan setiap komoditas mempunyai komponen mutu yang tidak sama. Untuk
memperoleh gambaran tentang definisi komponen mutu komoditas kakao menurut
SNI 2323-2008, di Indonesia secara umum dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Serangga hidup : serangga pada stadia apapun yang ditemukan hidup para
partai barang.
2. Biji berbau abnormal : biji yang berbau asap atau bu asing lainnya yang
ditentukan dengan metode uji
3. Benda asing :benda yang bukan berasal dari tanaman kakao
4. Biji berjamur : biji kakao yang tumbuhi jamur pada bagian dalamnya.
5. Biji slaty : pada kakao lindak separuh keping biji berwarna keabu-abuan
bertekstur padat dan pejal . pada kakao mulia warnanya putih kotor.
6. Biji berseragga : biji kakao yang bagian dalamnya terdapat serangga
7. Kotoran : benda berupa plasenta, biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit,
biji pipih, ranting dan lain-lain.
8. Biji dempet : biji yang melekat tiga atau lebih yang tidak dapat dipisahkan
denga satu tangan
9. Pecahan biji : biji kakao yang berukuran setengah bagian biji kakao yang
utuh.
10. Pecahan kulit : bagian kulit biji kskso tsnps keping biji.
11. Biji pipih : biji kakao yang tidak mengandung keping biji.
12. Biji berkecambah : biji kakao yang berlubang karena tumbuhnya lembaga.
2.4 Syarat Mutu Biji Kakao
Syarat umum biji kakao yang akan diekspor ditentukan atas dasar ukuran
biji, tingkat kekeringan, dan tingkat kontaminasi benda asing. Ukuran biji
dinyatakan dalam jumlah biji per 100 gram biji kakao kering (kadar air 6-7%).
Menurut ukuran berat bijinya dalam jumlah biji per 100 gram contoh, biji kakao
digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan (SNI, 2008) :
AA = maksimum 85 biji per 100 gram
A = 86-100 biji per 100 gram
B = 101-110 biji per 100 gram
C = 111-120 biji per 100 gram
S = >120 biji per 100 gram

Tabel 1. Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao (SNI 2323-2008)


No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Serangga hidup - Tidak ada
2. Kadar air % fraksi massa Maks. 7.5
Biji berbau asap dan atau berbau
3. - Tidak ada
asing
4. Kadar benda asing - Tidak ada

Tabel 2. Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao (SNI 2323-2008)


Kadar Kadar
Kadar
Kadar biji Kadar biji
Kakao Kakao biji
biji slaty berserang kotoran berkecam
Mulia Lindak berjamur
(% ga (% bah
(F) (B) (%
biji/biji) (% biji/biji) (%
biji/biji)
biji/biji) biji/biji)
Maks.
IF IB Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2
1,5
II F II B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2 Maks. 3

III F III B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 3

BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Neraca Analitik
2. Botol timbang
3. Pisau
4. Talenan
5. Baskom
6. Eksikator
7. Oven
8. Penjepit
3.1.2 Bahan
1. Biji kakao fermentasi
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Penentuan ada tidaknya serangga hidup atau benda asing

Kakao dalam
kemasan

Pembukaan kemasan

Pengamatan adanya serangga dan


benda asing

Gambar 1. Diagram alir penentuan serangga atau benda asing


Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam penentuan adanya serangga
hidup atau benda asing pada biji kakao adalah menyiapkan biji kakao yang
dikemas dalam bungkus plastik. Kemudian kemasan dibuka untuk pengambilan
biji kakao yang akan diamati agar lebih mudah dalam menentukan ada tidaknya
serangga hidup yang terdapat dalam biji kakao. Setelah itu dilakukan pengamatan
pada biji kakao secara visual ada tidaknya serangga hidup atau benda asing pada
saat kemasan dibuka atau di dalamnya.
3.2.2 Penentuan kadar air

± 5 gram biji kakao

Pengecilan ukuran

Pemasukan pada botol timbang


Pengovenan 103 ± 2oC, 24 jam

Eksikator 15 menit

Penimbangan

Gambar 2. Diagram alir penentuan kadar air


Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk penentuan kadar air yaitu
menimbang biji kakao ± 5 gram. Setelah itu biji kakao dilakukan pengecilan
ukuran yang bertujuan untuk memperluas permukaan biji kakao sehingga saat
dilakukan pengovenan mudah terjadi penguapan (biji kakao tidak boleh
terlaluhalus karena akan menyebabkan minyak dalam biji kakao keluar).
Kemudian biji kakao yang telah di lakukan pengecilan ukuran dimasukkan dalam
botol timbang yang sebelumnya telah dioven dan dieksikator selama 15 menit
(berat botol timbang diketahui). Kemudian botol timbang + biji kakao dilakukan
pengovenan selama 24 jam yang bertujuan supaya kandungan air yang terdapat
pada biji kakao dapat menguap dan dapat diketahui berat air yang hilang selama
pengovenan. Setelah itu dieksikator selama 15 menit yang bertujuan untuk
menyeimbangkan RH dengan lingkungan. Setelah itu dilakukan penimbangan
untuk mengetahui berat yang hilang selama pengovenan dan berat yang hilang
tersebut dianggap berat air pada biji kakao. Kemudian dilakukan perhitungan
kadar air pada biji kakao tersebut.

3.2.3 Penentuan biji berbau asap abnormal atau berbau asing

150 keping biji kakao

Pembelahan

Pengamatan aroma
Gambar 3. Diagram alir penentuan biji berbau asap abnormal
atau berbau asing

Langkah pertama yaitu siapkan bahan yang akan digunakan yaitu biji
kakao yang akan diamati. Setelah itu biji kakao dilakukan pembelahan dengan
pisau atau secara manual dan dibelah memanjang supaya lebih mudah dalam
menentukan aroma biji kakao. Kemudian dilakukan pengamatan aroma pada biji
kakao untuk menentukan adanya bau asap abnormal atau berbau asing pada biji
kakao tersebut. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari biji
kakao yang ada berdasarkan SNI 2323-2008 yaitu biji kakao tidak boleh berbau
asap abnormal atau berbau asing.
3.2.4 Penentuan kadar kotoran

1000 gram biji kakao

Pengamatan kotoran

Penimbangan

Penghitungan kadar kotoran

Gambar 4. Diagram alir penentuan kadar kotoran

Langkah pertama yaitu menimbang biji kakao fermentasi sebanyak 1000


gram. Kemudian biji kakao tersebut diamati berdasarkan kotoran (plasenta, biji
dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, dan ranting) yang terdapat pada biji
kakao tersebut. Setelah itu, biji kakao yang tergolong mengandung kotoran
dipisahkan dan dilakukan penimbangan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui berat
biji kakao yang mengandung kotoran dari 1000 gram biji kakao fermentasi.
Setelah itu dilakukan penghitungan kadar kotoran biji kakao yang diperoleh.
3.2.5 Jumlah biji kakao per 100 gram

100 gram biji


kakao

Penghitungan jumlah biji


utuh

Penggolongan (AA, A, B, C, S)

Gambar 5. Diagram Alir Penentuan jumlah biji kakao per 100 gram
Langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang biji kakap fermentasi
sebanyak 100 gram. Setelah itu biji, kakao utuh dalam 100 gram biji kakao
tersebut dipisahkan untuk mengetahui berapa biji kakao utuh yang terdapat pada
100 gram biji kakao tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui mutu atau kelas
biji kakao tersebut berdasarkan ukuran biji kakao pada SNI 2323-2008.

3.2.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, dan biji berkecambah)

300 keping biji kakao

Pemotongan memanjang

Pengamatan (biji berjamur, biji slaty, biji


berserangga, dan biji berkecambah)
Perhitungan

Penentuan kadar masing-masing biji cacat

Gambar 6. Diagram alit penentuan biji cacat


Langkah pertama yaitu menyiapkan 300 biji kakao fermentasi. Kemudian
biji kakao dibelah memanjang agar lebih mudah mengamati biji kakao yang cacat.
Setelah itu dilakukan penyortiran dengan mengamati biji kakao fermentasi untuk
memisahkan biji kakao yang baik dengan yang cacat. Untuk biji kakao yang di
dalamnya terdapat serangga atau bagian-bagian tubuh serangga dinyatakan biji
serangga. Jika biji kakao berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan atau putih kotor
maka biji dinyatakan slaty (tidak terfermentasi). Biji kakao dinyatakan
berkecambah jika kulitnya terpecah atau berlubang karena pertumbuhan lembaga
dan jika terdapat warna putih (kapang) maka biji dinyatakan berjamur.
Pengamatan ini dilakukan untuk memisahkan biji kakao yang baik dengan biji
kakao cacat.

BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Mutu biji kakao

Pengamatan Hasil
Serangga hidup Tidak ada
Benda asing Tidak ada
Biji berbau asap 10
Biji berbau asam 18
Biji berbau coklat 72
Plasenta 50 gr
Biji dempet 43,04 gr
Pecahan biji 5,22 gr
Pecahan kulit 4,17
Biji pipih 35,32
Ranting -
Jumlah biji per seratus gram 82 biji
Biji berjamur -
Biji slaty 46 biji
Biji berserangga -
Biji berkecambah -

4.1.2 Penentuan kadar air biji kakao


Ulangan Berat BG Berat BG + Berat BG + (a-b)
sampel sampel
sebelum setelah
dioven (a) dioven (b)
1 62,14 72,14 71,64 0,5
2 46,01 56,02 55,52 0,5
3 48,21 58,21 57,71 0,5
4 47,75 57,76 57,26 0,5
Keterangan:
BG = beaker gelas
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Kadar kotoran
Pengamatan Kadar kotoran
Biji pipih 3,53 %
Plasenta 4,998 %
Pecahan biji 0,52 %
Pecahan kulit 0,42 %
Biji dempet 4,3 %
Jumlah keseluruhan 2,753%

4.2.2 Kadar air


Ulangan Berat air Kadar air
1 0,5 gram 5%
2 0,5 gram 4,99 %
3 0,5 gram 5%
4 0,5 gram 4,99 %
Rata-rata 4,995 %

4.2.3 Biji cacat


Pengamatan Kadar biji cacat
Biji slaty 15,33 %
Biji berserangga 0%
Biji berjamur 0%
Biji berkecambah 0%

BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Syarat Mutu Umum
Menurut SNI 2323-2008, persyaratan umum mutu biji kakao meliputi jenis
uji serangga hidup (tidak ada), kadar air maksimal 7,5%, tidak ada biji berbau
asap atau berbau asing, dan tidak adanya kadar benda asing. Berdasarkan hasil
pengamatan tidak terdapat serangga hidup pada biji kakao saat kemasan dibuka
untuk dilakukan penimbangan sampel dalam jenis uji selanjutnya. Tidak adanya
serangga pada biji kakao disebabkan oleh penyimpanan biji kakao yang baik dan
terjaga kebersihannya sehingga biji kakao yang disimpan tidak mudah rusak
sehingga tidak menimbulkan munculnya mikroba perusak dan serangga.
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai kadar air biji kakao per-ulangan
maupun nilai kadar air biji kakao rata-rata masih dibawah standar atau di ambang
batas yang ditetapkan oleh SNI 2323-2008 dimana kadar maksimumnya sebesar
7,5%. Untuk jenis uji biji kakao berbau asap atau asing pada pengamatan yang
telah dilakukan terdapat 10 biji kakao yang berbau asap, 18 biji kakao berbau
asam dan 72 biji kakao berbau coklat dari 150 keping biji kakao. Berdasarkan
hasil pengamatan terdapat kadar benda asing pada pengamatan ini.
5.2 Syarat Mutu Khusus
Persyaratan khusus mutu biji kakao yang mengatur mutu I sampai III
dalam % bijij/biji (kadar biji cacat) menurut SNI 2323-2008 meliputi kadar biji
berjamur, slaty, berserangga, berkecambah, dan kadar kotoran (plasenta, biji
dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, dan ranting). Berdasarkan hasil
pengamatan dan perhitungan, biji kakao yang berjamur kadarnya dibawah 2%
bahkan hampir tidak ada yang menandakan bahwa kadar biji kakao berjamur
masih memenuhi persyaratan SNI 2323-2008. Namun pada biji slaty kadarnya
berada di atas 3% yaitu sebanyak 15,33%. Hal ini bisa disebabkan saat melakukan
sortasi ada kelalaian oleh pekerja sehingga biji slaty ikut terbungkus oleh biji yang
baik. Biji berkecambah memiliki kadar dibawah ambang batas dari SNI 2323-
2008 yaitu dibawah 2%. Sedangkan untuk kadar biji kakao yang berserangga
kadarnya masih dibawah batas ketentuan yang ditetapkan oleh SNI 2323-2008.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan secara mayoritas, biji kakao
fermentasi dapat dikategorikan ke dalam mutu kakao Mulia atau Lindak kelas I F
atau I B.
Berdasarkan hasil perhitungan, kadar kotoran pada biji kakao yaitu 2,753
%. Hal ini dikarenakan pada adanya kotoran berupa plasenta sebesar 4,998%, biji
pipih 3,53% dan biji dempet sebesar 4,3%. Berdasarkan data tersebut dapat
dikatakan bahwa biji kakao ini memiliki kadar kotoran yang melebihi ambang
batas yang telah ditetapkan oleh SNI (SNI 2323-2008) sehingga biji kakao ini
menurut kadar kotoran yang dimilikinya tidak termasuk kelas I, II, ataupun III.
Namun secara keseluruhan, biji kakao ini memenuhi standar dari SNI 2323-2008.
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
biji kakao fermentasi ini termasuk kelas AA, kadar airnya < 7,5%, tidak ada
benda asing dan tidak berbau asap atau asing tetapi terdapat serangga hidup.
Kadar biji kakao cacat masih dibawah ambang batas (dibawah standar yang telah
ditetapkan) tetapi hanya lingkup kadar biji berjamur, biji slaty, dan biji
berkecambah sedangkan biji berserangga masih dijumpai pada salah satu ulangan.
Biji kakao fermentasi ini memiliki kadar kotoran yang dibawah ambang batasdan
adajuga yang melebihi batasan dari SNI 2323-2008. Namun secara keseluruhan,
biji kakao ini memenuhi standar dari SNI 2323-2008.
6.2 Saran
Sebaiknya komunikasi antar asisten dosen perlu ditingkatkan lagi agar
informasi yang diberikan kepada praktikan singkron (tidak simpangsiur). Format
dan pembahasan dalam laporan praktikum lebih diperjelas lagi. Asisten harus
dapat memastikan apakah praktikan sudah memahami dengan baik apa yang
dipraktikumkan.

DAFTAR PUSTAKA

Djatmiko, B. dan T. Wahyudi. 1986. Aspek Pengolahan dan Mutu Coklat Lindak
dan Mulia. Jawa Timur: Balai Penelitian Perkebunan Jember.

Hasbawati. 2006. Karakteristik Fisik Biji Buah Kakao Menurut Posisinya Pada
Pohon. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Mulato W. dan Misnawi, S. 2005. Petunjuk Teknis Produk Primer dan Sekunder
Kakao. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Poedjiwidodo, M. S. 1996. Sambung Samping Kakao. Jawa Tengah: Trubus


Agriwidya.

Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 2323-2008 : Biji Kakao. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao Cetakan Pertama. Yogyakarta: Kanisius.

Wahyudi, T., T.R. Pangabean., dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi : Edisi Terbaru. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai