1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan mutu biji
kakao fermentasi yang di produksi oleh industri maupun masyarakat berdasarkan
SNI 2323-2008.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tumbuhan berwujud pohon
yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk
olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan
(perennial) berbentuk pohon dan di alam dapat mencapai ketinggian 10 m.
Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m
tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk
memperbanyak cabang produktif (Poedjiwidodo, 1996).
Warna buah tanaman kakao sangat beragam tetapi pada dasarnya hanya
ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak
putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika
muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange). Kulit buah
memiliki 10 alur dalam dan dangkal silih berganti. Untuk jenis Criollo dan
Trinitario alur buah nampak jelas, kulit tebal tetapi lunak dan permukaan kasar.
Sedangkan jenis Forastero umumnya permukaan halus atau rata dan kulit buah
tipis. Namun pada dasarnya hanya ada dua macam warna, yaitu buah yang ketika
muda berwarna hijau/hijau agak putih jika sudah masak berwarna kuning dan
buah yang ketika masih muda berwarna merah jika sudah masak berwarna orange
(Wahyudi et al., 2008).
Kakao memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut.
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Buah kakao terdiri atas tiga komponen utama yaitu kulit buah, biji, dan
plasenta. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao yang
menyokong lebih dari 70% berat buah masak. Jumlah biji dalam buah kakao
berkisar 30-40 biji dengan berat sekitar 27-29% buah masak dimana biji-biji
tersebut direkatkan oleh plasenta. Buah kakao sebaiknya dipetik tepat masak agar
dapat menghasilkan biji kakao kering yang baik (Wahyudi et al, 2008). Saat biji
kakao dikeluarkan dari buah, biji diselimuti oleh lendir putih atau pulp. Jika buah
masak, pulp akan menjadi lunak dan berasa manis. Pulp pada awalnya steril tetapi
dengan adanya gula dan keasaman yang tinggi (pH 3,5) karena kandungan asam
sitrat menyebabkan kondisi ini ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Kontaminasi skala luas bisa terjadi karena adanya aktivitas lalat, lalat buah, dan
kontaminasi langsung dari kotak fermentasi (Winarno, 2008).
2.2 Karakteristik Biji Kakao
2.2.1 Kadar air
Kadar air pada biji kakao sangat berpengaruh terhadap rendemen hasil
(yield) dan berhubungan dengan umur simpan. Batas maksimal kadar air pada biji
kakao sebesar 7,5% namun jika melebihi standar tersebut maka yang turun bukan
hanya hasil rendemennya saja melainkan juga beresiko terserang bakteri dan
jamur sehingga karakteristik mikrobiologis juga perlu dilakukan untuk
memastikan keamanan biji untuk dikonsumsi (Wahyudi et al, 2008).
2.2.2 Ukuran biji
Ukuran biji buah kakao berdasarkan posisinya pada pohon dan posisi
dalam buah itu berbeda. Pada umumnya jumlah buah pada cabang lebih banyak
dibandingkan pada batang tetapi ukuran buah pada batang lebih besar dan lebih
berat dibandingkan buah yang berada pada cabang karena persaingan untuk
memperoleh makanan pada cabang lebih besar dibandingkan persaingan untuk
memperoleh makanan pada batang (Hasbawati, 2006).
Berdasarkan ukuran bijinya mutu biji kakao digolongkan menjadi 3 yaitu
mutu A, B, dan C. Mutu A adalah golongan biji dengan ukuran besar dan
mempunyai jumlah biji antara 85-90 untuk setiap 100 g. Mutu B adalah golongan
biji dengan ukuran (medium) dengan jumlah biji antara 95-110, sedangkan mutu
C adalah golongan biji dengan ukuran kecil dan mempunyai jumlah biji lebih dari
120 (Mulato dan Misnawi, 2005). Sementara menurut SNI 2323-2008, penjelasan
ukuran juga didasarkan pada jumlah biji per 100 g biji yaitu :
- Jumlah biji maksimum 85 biji, kategori kelas AA
- Jumlah biji 86-100 biji, kategori kelas A
- Jumlah biji 101-110 biji, kategori kelas B
- Jumlah biji 111-120 biji, kategori kelas C
- Jumlah biji > 120 biji, kategori kelas S
2.2.3 Kadar kulit biji
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell).
Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao
(kulit + keping) pada kadar air 6-7%. Ukuran biji kakao sangat menentukan
rendemen hasil lemak. Semakin besar ukuran biji kakao maka semakin tinggi
rendemen lemak dari dalam biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah biji
(beans account) per 100 gram contoh uji yang diambil secara acak pada kadar air
6-7%. Ukuran biji rata-rata yang masuk kualitas ekspor adalah antara 1,0-1,2
gram atau setara dengan 85-100 biji per 100 gram. Ukuran biji kakao kering
sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan) selama
perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan (Susanto, 1994).
2.3 Komponen Penentu Mutu Kakao
Biji kakao sangat diperlukan dalam berbagai macam industri karena
sifatnya yang khas, yaitu : (1) biji kakao mengandung lemak yang cukup tinggi
(55 %) dimana lemaknya mempunyai sifat yang unik yaitu membeku pada suhu
kamar tetapi mencair pada suhu tubuh, (2) bagian padatan biji kakao mengandung
komponen flavor dan pewarna yang sangat dibutuhkan dalam industri makanan
(Djatmiko dan Wahyudi, 1986).
Faktor pembentuk mutu suatu komoditas disebut dengan komponen mutu
dan setiap komoditas mempunyai komponen mutu yang tidak sama. Untuk
memperoleh gambaran tentang definisi komponen mutu komoditas kakao menurut
SNI 2323-2008, di Indonesia secara umum dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Serangga hidup : serangga pada stadia apapun yang ditemukan hidup para
partai barang.
2. Biji berbau abnormal : biji yang berbau asap atau bu asing lainnya yang
ditentukan dengan metode uji
3. Benda asing :benda yang bukan berasal dari tanaman kakao
4. Biji berjamur : biji kakao yang tumbuhi jamur pada bagian dalamnya.
5. Biji slaty : pada kakao lindak separuh keping biji berwarna keabu-abuan
bertekstur padat dan pejal . pada kakao mulia warnanya putih kotor.
6. Biji berseragga : biji kakao yang bagian dalamnya terdapat serangga
7. Kotoran : benda berupa plasenta, biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit,
biji pipih, ranting dan lain-lain.
8. Biji dempet : biji yang melekat tiga atau lebih yang tidak dapat dipisahkan
denga satu tangan
9. Pecahan biji : biji kakao yang berukuran setengah bagian biji kakao yang
utuh.
10. Pecahan kulit : bagian kulit biji kskso tsnps keping biji.
11. Biji pipih : biji kakao yang tidak mengandung keping biji.
12. Biji berkecambah : biji kakao yang berlubang karena tumbuhnya lembaga.
2.4 Syarat Mutu Biji Kakao
Syarat umum biji kakao yang akan diekspor ditentukan atas dasar ukuran
biji, tingkat kekeringan, dan tingkat kontaminasi benda asing. Ukuran biji
dinyatakan dalam jumlah biji per 100 gram biji kakao kering (kadar air 6-7%).
Menurut ukuran berat bijinya dalam jumlah biji per 100 gram contoh, biji kakao
digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan (SNI, 2008) :
AA = maksimum 85 biji per 100 gram
A = 86-100 biji per 100 gram
B = 101-110 biji per 100 gram
C = 111-120 biji per 100 gram
S = >120 biji per 100 gram
Kakao dalam
kemasan
Pembukaan kemasan
Pengecilan ukuran
Eksikator 15 menit
Penimbangan
Pembelahan
Pengamatan aroma
Gambar 3. Diagram alir penentuan biji berbau asap abnormal
atau berbau asing
Langkah pertama yaitu siapkan bahan yang akan digunakan yaitu biji
kakao yang akan diamati. Setelah itu biji kakao dilakukan pembelahan dengan
pisau atau secara manual dan dibelah memanjang supaya lebih mudah dalam
menentukan aroma biji kakao. Kemudian dilakukan pengamatan aroma pada biji
kakao untuk menentukan adanya bau asap abnormal atau berbau asing pada biji
kakao tersebut. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari biji
kakao yang ada berdasarkan SNI 2323-2008 yaitu biji kakao tidak boleh berbau
asap abnormal atau berbau asing.
3.2.4 Penentuan kadar kotoran
Pengamatan kotoran
Penimbangan
Penggolongan (AA, A, B, C, S)
Gambar 5. Diagram Alir Penentuan jumlah biji kakao per 100 gram
Langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang biji kakap fermentasi
sebanyak 100 gram. Setelah itu biji, kakao utuh dalam 100 gram biji kakao
tersebut dipisahkan untuk mengetahui berapa biji kakao utuh yang terdapat pada
100 gram biji kakao tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui mutu atau kelas
biji kakao tersebut berdasarkan ukuran biji kakao pada SNI 2323-2008.
3.2.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, dan biji berkecambah)
Pemotongan memanjang
Pengamatan Hasil
Serangga hidup Tidak ada
Benda asing Tidak ada
Biji berbau asap 10
Biji berbau asam 18
Biji berbau coklat 72
Plasenta 50 gr
Biji dempet 43,04 gr
Pecahan biji 5,22 gr
Pecahan kulit 4,17
Biji pipih 35,32
Ranting -
Jumlah biji per seratus gram 82 biji
Biji berjamur -
Biji slaty 46 biji
Biji berserangga -
Biji berkecambah -
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Syarat Mutu Umum
Menurut SNI 2323-2008, persyaratan umum mutu biji kakao meliputi jenis
uji serangga hidup (tidak ada), kadar air maksimal 7,5%, tidak ada biji berbau
asap atau berbau asing, dan tidak adanya kadar benda asing. Berdasarkan hasil
pengamatan tidak terdapat serangga hidup pada biji kakao saat kemasan dibuka
untuk dilakukan penimbangan sampel dalam jenis uji selanjutnya. Tidak adanya
serangga pada biji kakao disebabkan oleh penyimpanan biji kakao yang baik dan
terjaga kebersihannya sehingga biji kakao yang disimpan tidak mudah rusak
sehingga tidak menimbulkan munculnya mikroba perusak dan serangga.
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai kadar air biji kakao per-ulangan
maupun nilai kadar air biji kakao rata-rata masih dibawah standar atau di ambang
batas yang ditetapkan oleh SNI 2323-2008 dimana kadar maksimumnya sebesar
7,5%. Untuk jenis uji biji kakao berbau asap atau asing pada pengamatan yang
telah dilakukan terdapat 10 biji kakao yang berbau asap, 18 biji kakao berbau
asam dan 72 biji kakao berbau coklat dari 150 keping biji kakao. Berdasarkan
hasil pengamatan terdapat kadar benda asing pada pengamatan ini.
5.2 Syarat Mutu Khusus
Persyaratan khusus mutu biji kakao yang mengatur mutu I sampai III
dalam % bijij/biji (kadar biji cacat) menurut SNI 2323-2008 meliputi kadar biji
berjamur, slaty, berserangga, berkecambah, dan kadar kotoran (plasenta, biji
dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, dan ranting). Berdasarkan hasil
pengamatan dan perhitungan, biji kakao yang berjamur kadarnya dibawah 2%
bahkan hampir tidak ada yang menandakan bahwa kadar biji kakao berjamur
masih memenuhi persyaratan SNI 2323-2008. Namun pada biji slaty kadarnya
berada di atas 3% yaitu sebanyak 15,33%. Hal ini bisa disebabkan saat melakukan
sortasi ada kelalaian oleh pekerja sehingga biji slaty ikut terbungkus oleh biji yang
baik. Biji berkecambah memiliki kadar dibawah ambang batas dari SNI 2323-
2008 yaitu dibawah 2%. Sedangkan untuk kadar biji kakao yang berserangga
kadarnya masih dibawah batas ketentuan yang ditetapkan oleh SNI 2323-2008.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan secara mayoritas, biji kakao
fermentasi dapat dikategorikan ke dalam mutu kakao Mulia atau Lindak kelas I F
atau I B.
Berdasarkan hasil perhitungan, kadar kotoran pada biji kakao yaitu 2,753
%. Hal ini dikarenakan pada adanya kotoran berupa plasenta sebesar 4,998%, biji
pipih 3,53% dan biji dempet sebesar 4,3%. Berdasarkan data tersebut dapat
dikatakan bahwa biji kakao ini memiliki kadar kotoran yang melebihi ambang
batas yang telah ditetapkan oleh SNI (SNI 2323-2008) sehingga biji kakao ini
menurut kadar kotoran yang dimilikinya tidak termasuk kelas I, II, ataupun III.
Namun secara keseluruhan, biji kakao ini memenuhi standar dari SNI 2323-2008.
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
biji kakao fermentasi ini termasuk kelas AA, kadar airnya < 7,5%, tidak ada
benda asing dan tidak berbau asap atau asing tetapi terdapat serangga hidup.
Kadar biji kakao cacat masih dibawah ambang batas (dibawah standar yang telah
ditetapkan) tetapi hanya lingkup kadar biji berjamur, biji slaty, dan biji
berkecambah sedangkan biji berserangga masih dijumpai pada salah satu ulangan.
Biji kakao fermentasi ini memiliki kadar kotoran yang dibawah ambang batasdan
adajuga yang melebihi batasan dari SNI 2323-2008. Namun secara keseluruhan,
biji kakao ini memenuhi standar dari SNI 2323-2008.
6.2 Saran
Sebaiknya komunikasi antar asisten dosen perlu ditingkatkan lagi agar
informasi yang diberikan kepada praktikan singkron (tidak simpangsiur). Format
dan pembahasan dalam laporan praktikum lebih diperjelas lagi. Asisten harus
dapat memastikan apakah praktikan sudah memahami dengan baik apa yang
dipraktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA
Djatmiko, B. dan T. Wahyudi. 1986. Aspek Pengolahan dan Mutu Coklat Lindak
dan Mulia. Jawa Timur: Balai Penelitian Perkebunan Jember.
Hasbawati. 2006. Karakteristik Fisik Biji Buah Kakao Menurut Posisinya Pada
Pohon. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Mulato W. dan Misnawi, S. 2005. Petunjuk Teknis Produk Primer dan Sekunder
Kakao. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 2323-2008 : Biji Kakao. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao Cetakan Pertama. Yogyakarta: Kanisius.
Wahyudi, T., T.R. Pangabean., dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi : Edisi Terbaru. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.