Anda di halaman 1dari 2

Refleksi 3

Jumat, 21 Februari 2020

Credo Seorang Pasukan Kuning

Pagi ini dengan sukacita yang sama seperti hari-hari sebelumnya, kami berenam kembali
bekerja bersama pasukan kuning. Masih dengan tim yang sama, saya dan Fr. Yos, kembali
dipercayakan untuk bergabung bersama tim sebelumnya. Hari ini kami berbeda dari biasanya.
Kami diarahkan untuk membersihkan sampah mulai dari wilayah kampung Kabor di samping
jembatan hingga jalan perempatan Kristus Raja sampai di depan lapangan Glora Samador. Ada
pun pengalaman yang menarik yang menggugah hati saya. Di tengah keterbatasan sarana kerja
seperti garfuk penarik sampah, saya memperhatikan bahwa dengan totalitas yang penuh mereka
bekerja dengan sepenuh hati. Tidak ada yang merasa jijik dengan semua jenis sampah yang
diangkat. Semua terlihat begitu bahagia dan menikmati perkejaan yang menjadi profesi mereka
itu.

Di tengah kesibukan mengangkat semua sampah di sepanjang jalan di daerah Kabor,


kami semua dikejutkan oleh seorang ibu pemilik Hotel Sinar Kabor. Ibu itu dengan ramah
memanggil kami untuk mengangkat sampah yang ada di depan rumahnya. Kami pun mengikuti
permintaan tersebut. Tanpa diduga ibu itu sudah menyiapkan nasi telur, minuman (teh dan kopi)
dan rokok untuk kami nikmati. Melihat kebaikan hati ibu tersebut, Tahta salah seorang pasukan
kuning serentak memberi komentar kepada saya bahwa “Ibu itu sangat baik. Setiap kali kami
mengangkat sampah di depan rumahnya, ia selalu memberi makanan, minuman dan rokok untuk
kami. Frater, kami meyakini bahwa di tengah banyak orang yang merasa jijik dengan pekerjaan
kami, Tuhan pasti akan memberikan orang baik untuk menyatakan kasihNya kepada kami.”
Ketika mendengar komentar tersebut dalam diam saya mengatakan bahwa “Tuhan itu luar biasa,
dalam banyak cara Ia selalu menampakan kasihNya kepada orang-orang kecil dan yang
terpinggirkan.” Selanjutnya, kami menikmati suguhan yang diberikan. Seusai menikmati semua
yang diberikan, kami bergegas melanjutkan pekerjaan kami. Dalam perjalanan salah seorang
pasukan kuning yang biasa disapa Senior mendekati saya. Dengan suara yang nyaris tidak
didengar, ia mengatakan bahwa menanyakan kepada saya, “Frater, apakah saya bisa curhat
dengan Frater? Sambil tersenyum saya menjawab, “bisa, abang Senior”. Setelah mendengar
bahwa saya bersedia mendengarkan curatan hatinya, ia pun mulai menceritakan persoalan
keluarganya. Seusai menceritakan persoalannya, Senior pun mengucapkan terima kasih kepada
saya karena sudah bersedia mendengarkan curatan hatinya. Ia juga meminta saya untuk
mendoakannya, karena ia meyakini bahwa semua persoalan adalah salib dan untuk dapat
memikulnya, doa merupakan kekuatan yang besar, bukan hanya memberikan daya untuk
memikulnya melainkan juga memberikan sukacita dalam seluruh persoalan.yang dialami. Dari
sepenggal kisah ini, saya merenungkan bahwa kebijaksaan iman tidak hanya diperoleh di atas
meja belajar, melainkan bisa dinikmati di pinggir jalan bersama mereka yang kerap
disepelehkan. Kebijaksanan hidup yang diyakini seorang pasukan kuning sejatinya adalah harta
yang berharga untuk beriman kepada Tuhan. Inilah Credo seorang pasukan kuning dan di sinilah
saya diaarahkan untuk belajar merasakan kehadiran Allah bersama mereka.

Selanjutnya, seusai kami menangkat semua sampai hingga di depan Lapangan Glora
Samador, kami berbegas ke tempat pembelian barang bekas untuk menjual semua barang bekas
yang sudah kami kumpulkan bersama. Uang hasil penjualan itu pun kami gunakan bersama-sama
untuk membeli air, roti dan rokok. Kemudian kami berbegas ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA), untuk membuang sampah. Demikian penggalan kisah menarik bersama pasukan kuning.
Credo seorang pasukan kuning juga menjadi harta iman untuk lebih mencintai Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai