ABSTRACT
ABSTRAK
PENDAHULUAN
76
pendapatan petani. Hasil penelitian Ratnawati et al. (2004), menunjukkan bahwa
peningkatan produktivitas pertanian menurunkan harga output di tingkat petani
berkisar antara 0,28-10,08 persen dan menurunkan pendapatan rumah tangga
perdesaan berkisar antara 2,10-3,10 persen. Satu hal yang khas selama
pemerintahan Orde Baru adalah sektor pertanian berkembang dalam
kebijaksanaan yang protektif, memerlukan subsidi dan intervensi yang sangat
mendalam, sehingga sektor pertanian dianggap sebagai most-heavily regulated.
Selama pemerintahan reformasi keadaan tidak banyak berubah, dan
pengembangan agroindustri belum banyak menunjukkan kemajuan yang berarti.
Makalah ini mecoba mengupasnya dalam perspektif pembangunan pertanian
nasional, serta berbagai program besar yang dirancang secara nasional. Bahasan
akan dimulai dengan melihat bagaimana pembangunan agroindustri dilaksanakan
selama ini, serta kondisi riil yang ada secara nasional dan wilayah, terutama yang
ada di Kalimantan Selatan. Berbagai hasil yang dicapai ini akan dikupas terkait
pra-syarat bagi terlaksananya suatu pengembangan agroindustri yang baik,
dikaitkan dengan berbagai rencana pembangunan pertanian dan pembangunan
wilayah ke depan. Pada akhirnya akan disampaikan beberapa pemikiran ke depan.
78
menguasai 33,9 persen PDB, sedang dari 2.000 usaha besar ternyata telah
menguasai 61,1 persen PDB, dan sisanya sekitar 5 persen PDB dikuasai 37.000
unit usaha menengah (Djamhari, 2004).
Perkembangan usaha agroindustri di perdesaan tidak menunjukkan hal
yang menggembirakan.Selama tahun 1998-2006, kemampuan sektor agroindustri
menyerap tenaga kerja di perdesaan tidak menunjukkan perubahan yang berarti,
kegiatan agroindustri yang banyak menyerap tenaga kerja adalah usaha
pengolahan. Kegiatan ini umumnya dalam skala mikro, dengan pekerja keluarga
serta lemah modal dan manajemen dan 40 persen lokasi usaha tidak permanen
(Suhariyanto, 2007).
Dalam kajian yang lebih mikro di Kalimantan Selatan, Antarlina dan
Umar, (2006) melihat pengembangan agroindustri belum didukung oleh
penyediaan peralatan memadai serta sumber daya manusia yang mempunyai
keinginan untuk mengembangkan agroindustri. Agroindustri unggulan Kalimantan
Selatan menurut Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan terdiri dari 17 jenis
(Masriah, 2009), yaitu : (1) Minyak Kelapa (Kabupaten Hulu Sungai Selatan); (2)
Kopi Bubuk (Kabupaten Hulu Sungai Tengah); (3) Gula Merah (Kabupaten
Banjar); (4) Ikan Asin (Kabupaten Barito Kuala); (5) Dodol (Kabupaten Hulu
Sungai Selatan); (6) Kerupuk Ikan (Kabupaten Kotabaru); (7) Kacang/Emping
(Kabupaten Hulu Sungai Tengah; (8) Pengolahan Buah (Kota Banjarbaru); (9)
Dendeng Itik (Kabupaten Hulu Sungai Utara; (10) Tepung Beras/Ketan (Kota
Banjarmasin); (11) Kerupuk Itik (Kabupaten Hulu Sungai Utara); (12) Kripik
Tempe (Kota Banjarbaru); (13) Kripik Nangka (Kota Banjarbaru); (14)
Pengolahan Nata De Coco (Kota Banjarbaru); (15) Sale Pisang (Kabupaten
Tapin); (16) Pengolahan makanan ternak (Kabupaten Banjar); dan (17)
Pengolahan tepung sagu (Kabupaten Kotabaru). Usaha yang dikembangkan
umumnya dalam skala rumah tangga dengan tenaga kerja keluarga. Berdasarkan
data statistik industri 2009, ada 42.351 unit usaha dengan tenaga kerja 101.441
orang atau 2-3 tenaga kerja untuk setiap industri. Sumbangan usaha pengolahan
termasuk agroindustri di dalamnya, hanya sekitar 10 persen terhadap total Produk
domestik Regional Bruto Kalsel (BPS Kalsel, 2009).
80
Gambar 1. Enam Koridor Pengembangan Ekonomi Indonesia Berdasarkan Potensi dan
Peluang Pengembangan Ke Depan, 2011-2025
82
pendekatan pembangunan wilayah, dan untuk itu diperlukan perubahan paradigma
pendekatan pembangunan pada semua level, dimulai dari tingkat pusat. Adanya
undang-undang tentang pembangunan desa, merupakan dasar yang diperlukan
bagi terlaksananya koordinasi dalam pendekatan pembangunan desa. Pada tataran
praktis sinergi dan koordinasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,
sangat terkait dengan sistem pembiayaan pembangunan. Koordinasi dan sinergi
akan dilakukan bila sejak awal semua komponen pembiayaan yang ada telah
dirancang terlaksananya koordinasi dan sinergi tersebut.
Pembangunan desa diarahkan untuk mendukung pengembangan
sumberdaya manusia yang ada, selaras dengan peningkatan daya dukung
sumberdaya alam yang ada di suatu wilayah. Pengembangan sumberdaya manusia
difokuskan agar setiap individu anggota masyarakat di perdesaan, memiliki
peluang untuk merubah kehidupan mereka ke arah yang lebih baik, melalui
pengembangan usaha yang beragam sesuai daya dukung sumberdaya alam yang
ada di perdesaan. Pengembangan usaha yang beragam ini, dengan penekanan
kepada upaya peningkatan daya saing dan nilai tambah, diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan pada usaha yang berbasis lahan di perdesaan.
Terkait dengan sumberdaya manusianya, pengembangan sumberdaya
manusia, harus selaras dengan semangat industrialisasi perdesaan atau pertanian
industrialis (Pakpahan et al., 2005). Sumberdaya manusia yang sejalan dengan
upaya industrialisasi itu dicirikan oleh : (1) pengetahuan merupakan landasan
utama dalam pengambilan keputusan, memperkuat intuisi, kebiasaan atau tradisi;
(2) kemajuan teknologi merupakan instrument utama dalam pemanfaatan sumber
daya; (3) mekanisme pasar merupakan media utama dalam transaksi barang dan
jasa; (4) efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama dalam alokasi sumber
daya dan karenanya membuat hemat dalam penggunaan sumber daya; (5) mutu
dan keunggulan merupakan orientasi, wacana sekaligus tujuan; (6)
profesionalisme merupakan karakter yang menonjol; (7) perekayasa merupakan
inti nilai tambah sehingga setiap produk yang dihasilkan selalu memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Secara lebih detil, strategi yang perlu dilakukan adalah :
1. Penataan berbagai data dukung pembangunan perdesaan, terutama yang
terkait kondisi sumberdaya manusia yang ada, serta penguasaan dan akses
pada asset dan sumberdaya lainnya, menjadi upaya awal yang perlu dilakukan,
sehingga perencanaan yang dilakukan dapat lebih komprehensif dan realistis.
2. Data dasar yang ada dijadikan basis dalam menyusun grand strategy
pembangunan desa, yang bersifat antisipasi terhadap perkembangan dalam
berbagai lingkungan strategis, terutama dalam kaitannya dengan gerakan atau
perpindahan penduduk. Pengembangan konsep ini harus sejalan dengan upaya
pengembangan wilayah perkotaan, dan menjadi rujukan semua pihak terkait
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.
PENUTUP
84
dalam penciptaan usaha agroindustri, serta perbaikan dalam penguasaan dan
pengusahaan lahan petani.
DAFTAR PUSTAKA
86