Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA PADA Ny. S


DI RUANG LAVENDER BAWAH WANITA
RSU KARDINAH TEGAL

LP MINGGU KE-1

Oleh:
ANDINI RIZKA SEFIOLA
200104004

PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROFESI
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Cedera kepala atau trauma kapitisadalah suatu gangguan trauma
dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2015). Cedera kepala
adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2013).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2012), cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi
karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena
hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat
menarik suatu kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang
disebabkan oleh trauma benda tajam maupun benda tumpul yang
menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang
disertai atau tanpa pendarahan.

B. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab cedera kepala adalah karena
adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:
1. Trauma primer Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau
tidak langsung (akselerasi dn deselerasi).
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Pukulan dan trauma tumpul pada kepala
c. Terjatuh
d. Benturan langsung dari kepala
e. Kecelakaan pada saat olahraga
f. Kecelakaan industri.
2. Trauma sekunder Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang
meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi
sistemik.

C. Anatomi Fisiologi

Adapun anatomi fisiologi kepala sebagai berikut:


1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu Skin atau
kulit, Connective tissue atau jaringan penyambung, Aponeurosis atau
galea aponereutika, Loose connective tissue atau jaringan penunjang
longgar dan Pericranium. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh
darah sehingga perdarahan akibat liseran kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan
anakanak.
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal
dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun
disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa
yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak
serebelum. Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri
dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3
lapisan: lapisan luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam
merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur
yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa: fosa
anterior (didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi 9
lobus temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak
tengah dan sereblum).
3. Lapisan pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, arakhnoid dan
piameter
a. Durameter (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat
tebal dan kuat. Durameter ditempat tertentu mengandung rongga
yang mengalirkan darah vena ke otak.
b. Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak
yang meliputi susunan saraf sentral.
c. Piameter (lapisan sebelah dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan
otak, piameter berhubungan dengan araknoid melalui
strukturstruktur jaringan ikat yang disebut trabekel.
4. Otak
Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu;
a. Sereblum
Sereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling
menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua
kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses penalaran,
ingatan dan intelegensia. Sereblum dibagi menjadi hemisfer kanan
dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang disebut fisura
longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium serebri terdiri dari
substansial grisea yang disebut sebagai kortek serebri, terletak
diatas substansial alba yang merupakan bagian dalam (inti)
hemisfer dan dinamakan pusat medulla. Kedua hemisfer saling
dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut korpus
kalosum. Di dalam substansial alba tertanam masa substansial
grisea yang disebut ganglia basalis. Pusat aktifitas sensorik dan
motorik pada masingmasing hemisfer dirangkap dua, dan biasanya
berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan. Hemisferium
serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium
kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini
disebut pengendalian kontra lateral. Setiap hemisfer dibagi dalam
lobus dan terdiri dari 4, yaitu:
1) Lobus Frontalis yang berfungsi untuk kontrol motorik gerakan
volunteer, terutama fungsi bicara, kontrol berbagai emosi,
moral tingkah laku dan etika.
2) Lobus Temporal yang berfungsi untuk fungsi pendengaran,
keseimbangan, emosi dan memori.
3) Lobus Oksipitalis yang berfungsi untuk visual senter,
mengenal objek.
4) Lobus Parietalis yang berfungsi untuk sensori umum, rasa
(pengecapan).
b. Otak tengah.
c. Otak belakang
d. Nervus kranialis
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai
batang otak karna edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan
nervus yaitu:
1) Nervus Alfaktorius (Nervus Kranialis I)
Nervus alfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan
kemudian diolah lebih lanjut. Dengan mata tertutup dan pada
saat yang sama satu lubang hidung ditutup, penderita diminta
membedakan zat aromatis lemah seperti vanila, cau de cologne,
dan cengkeh. Fungsi saraf pembau.
2) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Nervus optikus menghantarkan impuls dari retina menuju
plasma optikum, kemudian melalui traktus optikus menuju
korteks oksipitalis untuk dikenali dan diinterpretasikan. Fungsi:
Bola mata untuk penglihatan.
3) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak
bola mata). Fungsi sebagai penggerak bola mata.
4) Nervus Troklearis (Nervus Kranialis IV).
Sifatnya motorik, fungsi memutar mata, sebagai penggerak
mata.
5) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Nervus Trigeminus membawa serabut motorik maupun
sensorik dengan memberikan persarafan ke otot temporalis dan
maseter, yang merupakan otot-otot pengunyah. Nervus
trigeminus dibagi menjadi 3 cabang utama:
a) Nervus oftalmikus sifatnya motorik dan sensorik yang
berfungsi pada kulit kepala dan kelopak mata atas.
b) Nervus maksilaris sifatnya sensorik yang berfungsi pada
rahang atas, palatum dan hidung.
c) Nervus mandibularis sifatnya motorik dan sensorik
berfungsi pada rahang bawah dan lidah.
6) Nervus Abdusen (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital yang berfungsi
paa sebagai saraf penggoyang bola mata.
7) Nervus Facialis (Nervus Nervus Kranialis VII)
Sifatnya motorik dan sensorik, saraf ini membawa serabut
sensorik yang menghantar pengecapan bagian anterior lidan
dan serabut motorik yang mensarafi semua otot ekspresi wajah,
termasuk tersenyum, mengerutkan dahi dan menyeringai.
Fungsi otot lidah menggerakkan lidah dan selaput lendir rongga
mulut.
8) Nervus Auditorius (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar membawa
rangsangan dari pendengaran dari telinga ke otak. Fungsinya:
Sebagai saraf pendengar.
9) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX) Sifatnya
majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dpat
membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mengandung saraf-
saraf motoric, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-
paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar
pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11) Nervus Assesoris (Nervus Kranialis XI)
Saraf ini mensarafi muskulus sternocleidomastoid dan
muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
12) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf
lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
e. Tekanan Intra Kranial (TIK)
Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan
otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospiral di dalam
tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK
bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15mmHg. Ruang
kranial berisi jaringan otak (1400gr), Darah (75 ml), cairan
serebrospiral (75ml). Peningkatan TIK yang cukup tinggi
menyebabkan turunnya batang otak (Herniasi batang otak) yang
berakibat kematian.

D. Patofisiologi

Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,


misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan
adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer
merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat
kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya
akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada
epidural hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan
durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang
antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi,
ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan
berakhir pada iskemia jaringan otak.
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang
tengkorak, robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak
(termasuk robeknya duramater, laserasi, kontusio).
2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut
melampaui batas kompensasi ruang tengkorak. Hukum Monroe Kellie
mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap.
Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor, dan
parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan
Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi:
CPP = MAP – ICP
CPP = Cerebral Perfusion Pressure
MAP = Mean Arterial Pressure
ICP = Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler
yang makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial
hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid
a.l. glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-
Aspartat) dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan
Ca influks berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi
enzym degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-
kejang).
4. Kerusakan Membran Sel Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym
degradatif akan menyebabkan kerusakan DNA, protein, dan membran
fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui rendahnya CDP cholin (yang
berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa
fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut).
Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan terbentuknya asam
arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang berlebih.
5. Apoptosis Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran
bound apoptotic bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik
nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel akan mengkerut
(shrinkage).
E. Pathway
Sumber: Endo (2015)
F. Manifestasi Klinis
1. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit
2. Setelah sadar timbul nyeri
3. Pusing
4. Muntah
5. GCS : 13-15
6. Tidak terdapat kelainan neurologis
7. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
8. Respon pupil lenyap atau progresif menurun i. Nyeri kepala dapat
timbul segera atau bertahap

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penujunang Pasien cedera Kepala:
1. CT Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikuler,
dan perubahan jaringan otak..
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi edema, pendarahan, dan trauma.
4. Serial EEG Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
5. Sinar X Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. CSS Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. Kadar elektrolit Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intracranial.
10. Screen toxilogy Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) Rontgen thoraks
menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan.
13. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup) Analisa gas darah adalah salah satu
tes diagnostic untuk menentukan status repirasi.
Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini
adalah status oksigenasi dan status asam basa.

H. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial.
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar

I. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Observasi 24 jam.
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah,
hanya cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
2. Medis
a. Terapi obat-obatan
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu
mannitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 % .
3) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin)
atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
4) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar,
hematom sub dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1
diplo).
5) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT
Scan dan MRI (Satynagara, 2010)

J. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Pengkajian keperawatan
ditunjukkan pada respon pasien terhadap masalah kesehatan yang
berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia (Nursalam, 2001)
a. Pengkajian primer
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
mandibula atau maksila, fraktur 38 larinks atau trachea. Dalam
hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan
bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.
2) Breathing dan ventilation Jalan nafas yang baik tidak menjamin
ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat
bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:
fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung Kaji perdarahan klien.
Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat
memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik
yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa
jejas.
b. Pengkajian sekunder
1) Identitas: nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat
badan, tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
anggota keluarga, agama.
2) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi
saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang
diberikan segera setelah kejadian.
3) Aktivitas/istirahat
Gejala: Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak tegang.
4) Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi,
takikardi.
5) Integritas Ego
Gejala: Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda: Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
6) Makanan/cairan
Gejala: Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda:
muntah, gangguan menelan.
7) Eliminasi
Gejala: Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
8) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo,
sinkope, kehilanganpendengaran, gangguan pengecapan dan
penciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda:Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku
dan memoris.
9) Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala. Tanda : Wajah
menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
10) Pernafasan Tanda: Perubahan pola pernafasan (apnoe yang
diselingi oleh hiperventilasi nafas berbunyi).
11) Keamanan Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
12) Interaksi sosial Tanda: Apasia motorik atau sensorik, bicara
tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria.
2. Masalah Keperawatan
a. Resiko Ketidakefektifanperfusijaringan serebral
b. Ketidakefektifanbersihan jalan nafas
c. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
d. Kerusakan integritas jaringan kulit
e. Resiko infeksi
f. Nyeri akut
g. Gangguan persepsi sensori
h. Kekurangan volume cairan
i. Gangguan mobilitas fisik
3. Prioritas Masalah
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
c. Ketidak efketifan perfusi jaringan perifer
d. Nyeri akut
e. Gangguan persepsi sensori
f. Kekurangan volume cairan
g. Gangguan mobilitas fisik
h. Kerusakan integritas jaringan kulit
i. Resiko infeksi
4. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d Faktor resiko:
1) Keabnormalan masa protombim dan/atau masa tromboplastin
parsial
2) Penurunan kinerja ventrikel kiri
3) Aterosklerosis aorta
4) Diseksi arteri
5) Fibrilasi atrium
6) Tumor otak
7) Stenosis karotis
8) Miksoma atrium
9) Aeurisma serebri
10) Koagulopati (mis.anemia sel sabit)
11) Dilatasi kardiomiopati
12) Koagulasi intravaskuler diseminata
13) Embolisme
14) Cedera kepala
15) Hiperkolesteronemia
16) Hipertensi
17) Endocarditis infektif
18) Katup prostetik mekanis
19) Stenosis mitral
20) Neoplasma otak
21) Infark miokard akut
22) Sindrom sick sinus
23) Penyalahgunaan zat
24) Terapi trombolitik
25) Efek samping tindakan (mis. Tindakan operasi bypass)
Kondisi klinis terkait:
a) Stroke
b) Cedera kepala
c) Aterosklerotik aortic
d) Infark miokard akut
e) Diseksi arteri
f) Embolisme
g) Endokardits infektif
h) Fibrilasi atrium
i) Hiperkolesterolemia
j) Hipertensi
k) Dilatasi kardiomiopati
l) Koagulasi intravaskuler diseminata
m) Miksoma atrium
n) Neoplasma otak
o) Segmen ventrikel kiri akinetik
p) Sindrom sick sinus
q) Stenosis carotid
r) Stenosis mitral
s) Hidrosefalus
t) Infeksi otak (mis.meningitis, ensefalitis, abses serebri)
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Faktor berhubungan:
1) Spasme jalan nafas
2) Hipersekresi jalan nafas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hyperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi
9) Respon alergi
10) Efek agen farmakologis (mis. Anestesi)
Batasan karakteristik:
Subjektif
a) Dispnea
Objektif
a) Suara napas tambahan
b) Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
c) Batuk tidak ada atau tidak efektif
d) Sianosis
e) Kesulitan untuk berbicara
f) Penurunan suara napas
g) Ortopnea
h) Gelisah
i) Sputum berlebihan
j) Mata terbelalak
c. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d Faktor berhubungan:
1) Hiperglikemi
2) Gaya hidup kurang gerak
3) Hipertensi
4) Merokok
5) Prosedur endovaskuler
6) Trauma
7) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis.
Merokok, gaya hidup kurang gerak, obesitas, imobilitas)
Batasan karakteristik:
a) Subjektif
b) Perubahan sensasi
Objektif
a) Perubahan karakteristik kulit
b) Perubahan tekanan darah pada ekstremitas
c) Klaudikasi
d) Kelambatan penyembuhan
e) Nadi arteri lemah
f) Edema
g) Tanda human positif
h) Kulit pucat saat elevasi, dan tidak kembali saat diturunkan
i) Diskolorasi kulit
j) Perubahan suhu kulit
k) Nadi lemah atau tidak teraba
d. Kerusakan integritas jaringan kulit b/d Faktor berhubungan
1) Cedera jaringan
2) Jaringan rusak Batasan karakteristik
3) Kerusakan pada lapisan kulit
4) Kerusakan pada permukaan kulit
5) Invasi struktur tubuh
e. Resiko infeksi b.d faktor resiko:
1) Penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus)
2) Efek prosedur invasive
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5) Ketidkadekuatan pertahanan tubuh promer:
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
6) Ketidakefektifan pertahanan tubuh sekunder:
a) Penurunan hemoglobin
b) Imunosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait:
1) AIDS
2) Luka bakar
3) PPOK
4) Diabetes mellitus
5) Tindakan invasive
6) Kondisi penggunaan obat steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban pecah sebelum waktunya
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imonusupresi
12) Lymphedemia
13) Leukositopenia
14) Gangguan fungsi hati
f. Nyeri akut b.d faktor berhubungan:
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis.terbakar, bahan kimia, iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)
Batasan karakteristik:
Subjektif:
a) Mengeluh nyeri
Objektif:
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif
c) Posisi menghindari nyeri
d) Gelisah
e) Frekuensi nadi meningkat
f) Sulit tidur
g) Tekanan darah meningkat
h) Pola nafas berubah
i) Nafsu makan berubah
j) Proses berpikir terganggu
k) Menarik diri
l) Berfokus pada diri sendiri
m) Diaphoresis
g. Gangguan persepsi sensori b.d faktor penghubung:
1) Gangguan penglihatan
2) Gangguan pendengaran
3) Gangguan penghirupan
4) Gangguan perabaan
5) Hipoksia serebral
6) Penyalahgunaan zat
7) Usia lanjut
8) Pemajanan toksin lingkungan
Batasan karateristik:
Subjektif:
a) Mendengar suara bisikan atau bayangan
b) Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,
perabaan, atau pengecapan
c) Diaphoresis sensori
d) Respons tidak sesuai
e) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba.
Atau mencium sesuatu
f) Menyendiri
g) Melamun
h) Konsentarsi buruk
i) Disorientasi waktu,tempat, orang, atau mencium sesuatu
j) Curiga
k) Melihat kesatu arah
l) Mondar-mandir
m) Bicara sendiri
h. Kekurangan volume cairan b.d faktor penghubung:
1) Kehilangan cairan aktif
2) Kegagalan mekanisme regulasi
3) Peningkatan permeabiltas kapiler
4) Kekurangan intake cairan
5) Evaporasi
Batasan karakteristik:
a) Merasa lemah
b) Mengeluh haus
Objektif:
a) Frekuensi nadi meningkat
b) Nadi teraba lemah
c) Tekanan darh menurun
d) Tekanan nadi menyempit
e) Turgor kulit menurun
f) Membrane mukosa kering
g) Volume urin menurun
h) Hematokrit meningkat
i) Pengisian vena menurun
j) Status mental berubah
k) Suhu tubuh meningkat
l) Konsentrasi urin meningkat
m) Berat badan turun tiba tiba
i. Gangguan mobilitas fisik b.d faktor penghubung:
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolism
3) Ketidakbugaran fisik
4) Penurunan kendali otot
5) Penurunan massa otot
6) Penurunan kekuatan otot
7) Keterlambatan perkembangan
8) Kekakuan sendi
9) Kontraktur
10) Malnutrisi
11) Gangguan musculoskeletal
12) Gangguan neuromuscular
13) IMT diatas 75% sesuai usia
14) Efek agen farmakologis
15) Program pembatasan gerak
16) Nyeri
17) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18) Kecemasan
19) Gangguan kognitif
20) Keengganan melakukan pergerakan
21) Gangguan sensoripersepsi
Batasan karakteristik:
Subjektif:
1) Mengeluh sulit menngerakkan ekstremitas
2) Nyeri saat bergerak
3) Enggan melakukan pergerakan
4) Merasa cemas saat bergerak
5) Sendi kaku
6) Gerakkan tidak terkordinasi
7) Gerakan terbatas
8) Fisik lemas

5. Intervensi keperawatan
No Diagnose keperawatan SLKI SIKI
1 Resiko perfusi jaringan Setelah dilakukan Observasi :
serebral b.d cedera kepala intervensi -Identifikasi
keperawatan selama penyebab
1x24 jam maka peningkatan TIK
resiko perfusi -Monitor tanda/gejala
jaringan serebral peningkatan TIK
membaik dengan -Monitor status
kriteria hasil : pernapasan
-Tingkat kesadaran -Monitor intake dan
meningkat output cairan
-Sakit kepala Teraupetik :
menurun -Minimalkan
-Gelisah menurun stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
-Berikan posisi semi
fowler
-Pertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi :
-Kolaborasi
pemberian sedasi dan
anti konvulsan jika
perlu
-Kolaborasi
pemberian diuretic
osmosis jika perlu

2 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan Observasi :


efektif b.d adanya jalan intervensi -Identifikasi
nafas buatan d.d gelisah. keperawatan selama kemampuan batuk
1x24 jam maka -Monitor adanya
bersihan jalan nafas retensi sputum
membaik dengan -Monitor input dan
kriteria hasil : output cairan
-Batuk efektif Teraupetik :
meningkat -Atur posisi semi
-Sulit bicara fowler
menurun -Pasang perlak dan
-Gelisah menurun bengkok di pangkuan
pasien
Edukasi :
-Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
-Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik
-Anjurkan
mengulangi tarik
napas dalam hingga 3
kali
Kolaborasi :
-Kolaborasi
pemberian mukolitik
atau ekspetoran, jika
perlu
3 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi
perifer tindakan Observasi:
keperawatan selama 1. Periksa
2x24 jam sirkulasi
diharapkan perfusi perifer
perifer klien dapat 2. Identifikasi
meningkat dengan faktor resiko
kriteria hasil: gangguan
1. Denyut nadi sirkulasi
perifer Terapeutik:
cukup 1. Hindari
meningkat pemasangan
2. Pengisian infus dan
kapiler pengmbilan
cukup darah di area
membaik keterbatasan
3. Akral cukup perifer
membaik 2. Lakukan
hidrasi
Edukasi:
1. Ajarkan
program diet
untuk
memperbaiki
sirkulasi (mis.
Rendah lemak
jenuh, minyak
ikan omega 3)
2. Anjurka
melakukan
perawatan
kulit yang
tepat

4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan Petawatan luka:


tindakan Obseravsi:
keperawatan selama 1. Monitor
2x24 jam karakteristik
diharapkan luka
penyembuhan luka 2. Monitor
pasien dapat tanda-tanda
meningkat dengan infeksi
kriteria hasil: Terapeutik:
penyembuhan luka 1. Lepaskan
1. Penyatuan balutan secara
kulit cukup perlahan
meningkat 2. Bersihkan
2. Penyatuan dengan cairan
tepi luka NaCl
cukup 3. Berikan salep
meningkat sesuai kondisi
3. Peradangan luka
luka cukup 4. Ganti balutan
menurun sesuai jumlah
4. Nyeri cukup eksudat dan
menurun drainase
Kolaborasi:
Kolaborasi
pemberian antibiotik
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
tindakan Observasi:
keperawatan selama 1. Identifikasi
2x24 jam status nutrisi
diharappkan status 2. Identifikasi
nutrisi membaik kebutuhan
dengan kriteria kalori dan
hasil: status nutrisi jenisnya
1. IMT cukup Terapeutik:
meningkat 1. Berikan
2. Porsi yang makanan
dihabiskan tinggi protein
cukup Edukasi:
meningkat 1. Ajarkan diet
yang
dianjurkan
2. Ajarkan posisi
duduk saat
makan
6 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri:
tindakan Observasi:
keperawatan selama 1. Kaji nyeri
2x24 jam secara
diharapkan tingkat komprehensif
nyeri pasien Terapeutik:
menurun dengan 1. Berikan
kriteria hasil: teknik non-
1. Keluhan farmakologis
nyeri cukup untuk
menurun mengurangi
2. Meringis nyeri( mis.TE
cukup NS, nafas
menurun dalam,
3. Frekuensi imajinasi
nadi cukup terbimbing,
membaik kompres
hangat dll)
Kolaborasi:
1. Kolaborasikan
pemberian
analgesic
sesuai
indikasi
7 Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan Terapi kognitif
tindakan perilaku:
keperawtan selama Observasi:
2x24 jam 1. Identifikasi
diharapkan persepsi riwayat
sensori pasien diagnostic
membaik dengan menyeluruh
kriteria hasil: Terapeutik:
1. Konsentrasi 1. Ciptakan
cukup hubungan
membaik terapeutik
2. Orientasi Edukasi:
cukup 1. Jelaskan
membaik masalah yang
dialami
2. Jelaskan
strategi dan
proses terapi
Kolaborasi;
Kolaborasi
pemberian terapi
8 Kekurangan volume Setelah dilakukan Manajemen cairan:
cairan tindakan Observasi:
keperawatan selama 1. Monitor status
2x24 jam hidrasi
diharapkan masalah 2. Monitor hasil
keseimbangan laboratorium
cairan pasien (mis.
menignkat dengan Hematocrit,
kriteria hasil’ Na, K, Cl,
1. Asupan BUN, dll)
cairan cukup 3. Monitor status
meningkat hemodinamik
2. Dehidrasi Terapeutik:
cukup 1. Catat intake
menurun output
3. Tekanan 2. Berikan
darah cukup cairan
membaik intravena
9 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi:
tindakan Observasi:
keperawatan selama 1. Identifikasi
2x24 jam adanya nyeri
diharapkan atau keluhan
mobilitas fisik fisik lainny
pasien meningkat 2. Identifikasi
dengan kriteria toleransi fisik
hasil: Terapeutik:
1. Pergerakan 1. Fasilitasi
ekstremitas aktivitas
cukup mobilisasi
meningkat dengan alat
2. ROM cukup bantu
meningkat 2. Fasilitasi
3. Kelemahan melakukan
fisik cukup pergerakan
menurun Edukasi:
1. Jelaskan
tujuan dan
prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi
dini
3. Ajarkan
mobilisasi
sederhana
DAFTAR PUSTAKA

Brain Injury Association of America. (2012). About Brain Injury. Retrievedfrom


http://www.biausa.org/Default.aspx?P ageID=6783185&A=SearchResult&S
earchID=9620673&ObjectID=67831 85&ObjectType=1

Nursalam (2001) Pengantar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator


Diagnostik, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Suriadi, Yuliani, Rita (2010) Asuhan Keperawatan Medikal Bedah 2. Jakarta: CV.
Sagung Seto

Tarwoto, (2007) Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta:


CV. Sagung Seto.

Wahyudi, S. (2012) Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keperawatan


Cidera Kepala

WHO. World Health Statistic 2015: World Health Organization

https://id.scribd.com/doc/277704667/Pathway-Cedera-Kepala diakses tanggal 21


februari 2021

Anda mungkin juga menyukai