Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran air di lingkungan

Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan

(input) menjadi keluaran (output). Pengamatan terhadap sumber pencemar

sektor industri dapat dilaksanakan pada masukan, proses maupun pada

keluarannya dengan melihat spesifikasi dan jenis limbah yang diproduksi.

Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah

yang keluar dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya

(B-3). Bahan pencemar keluar bersama-sama dengan bahan buangan

(limbah) melalui media udara, air, dan tanah yang merupakan komponen

ekosistem alam. Bahan buangan yang keluar dari pabrik dan masuk ke

lingkungan dapat diidentifikasikan sebagai sumber pencemaran, dan

sebagai sumber pencemaran perlu diketahui jenis bahan pencemar yang

dikeluarkan, kuantitas dan jangkauan pemaparannya.

Sumber bahan beracun dan berbahaya dapat diklasifikasikan

menjadi : Industri kimia organik maupun anorganik, Penggunaan B-3

sebagai bahan baku atau bahan penolong, Proses kimia, fisika, dan biologi

di dalam pabrik. Lingkungan sebagai wadah penerima akan menyerap

bahan limbah tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya, dimana

wadah penerima (air, udara, tanah) masing-masing mempunyai

karakteristik yang berbeda, misalnya air pada suatu saat dan tempat

5
6

tertentu akan berbeda karakteristikya dengan air pada tempat yang sama

tetapi pada saat yang berbeda. Perbedaan karakteristik air tersebut

merupakan akibat peristiwa alami dan juga faktor lain.

1. Definisi Limbah Industri

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan

tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai

ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat

racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan sebagai

bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak

lingkungan hidup dan sumber daya. Bila ditinjau secara kimiawi, bahan-

bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik.

Sebagai limbah B-3 kehadirannya mengkhawatirkan terutama

bersumber dari pabrik/industri, dimana B-3 banyak digunakan sebagai

bahan baku maupun bahan tambahan industri. Sifat beracun dan berbahaya

dari limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan sifat kimia bahan itu dari segi

kuantitas maupun kualitasnya. Beberapa kriteria berbahaya dan beracun

telah ditetapkan, antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif,

bersifat sebagai oksidator dan reduktor yang kuat, mudah membusuk, dan

lain-lain. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu kehadirannya dapat

berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia

dan kehidupan lainnya, sehingga perlu ditetapkan batas-batas yang

diperkenankan dalam lingkungan untuk waktu tertentu. Adanya batasan

kadar/konsentrasi dan kuantitas B-3 pada suatu ruang dan waktu tertentu
7

dikenal dengan istilah ambang batas, yang mengandung makna bahwa

dalam kuantitas tersebut masih dapat ditoleransi oleh lingkungan, sehingga

tidak membahayakan lingkungan atau pemakai. Karena itu untuk setiap

jenis B-3 telah ditetapkan nilai ambang batasnya.

2. Kualitas Limbah

Kualitas limbah menunjukan spesifikasi limbah yang diukur dari

jumlah kandungan bahan pencemar di dalam limbah. Kandungan

pencemar di dalam limbah terdiri dari beberapa parameter. Semakin kecil

jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya, hal ini menunjukan

semakin kecil peluang untuk terjadinya pencemaran lingkungan.

Beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat masuknya limbah

ke dalam lingkungan:

a. Lingkungan tidak mendapat pengaruh yang berarti. Hal ini

disebabkan karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang

terdapat dalam limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.

b. Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.

c. Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah

adalah: Volume limbah, kandungan bahan pencemar, frekuensi

pembuangan limbah.

3. Klasifikasi Limbah Industri dan Karakteristiknya

Berdasarkan nilai ekonominya, limbah dibedakan menjadi limbah

yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai
8

ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana

dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah.

Misalnya dalam pabrik gula, tetes merupakan limbah yang dapat

digunakan sebagai bahan baku untuk industri alkohol, sedangkan ampas

tebu sebagai limbah dari pabrik gula juga dapat dijadikan bahan baku

untuk industri kertas karena mudah dibentuk menjadi bubur pulp.

Limbah non-ekonomis adalah suatu limbah walaupun telah

dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai

tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan. Limbah

jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan

lingkungan.

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat dibagi :

a. Limbah cair

Limbah air bersumber dari pabrik yang biasanya banyak

menggunakan air dalam proses produksinya. Di samping itu adapula bahan

baku yang mengandung air, sehingga dalam proses pengolahannya air

tersebut harus dibuang. Misalnya ketika digunakan untuk mencuci suatu

bahan sebelum diproses lanjut, pada air tersebut ditambahkan bahan kimia

tertentu, kemudian diproses dan setelah itu dibuang. Semua jenis

perlakuan ini mengakibatkan adanya air buangan. Pada beberapa jenis

industri tertentu, misalnya industri pengolahan kawat, seng, besi-baja,

sebagian besar air digunakan untuk pendinginan mesin ataupun dapur

pengecoran. Air dipompa dari sumbernya, kemudian dilewatkan pada


9

bagian-bagian yang membutuhkan pendinginan, untuk selanjutnya

dibuang. Oleh karena itu, pada saluran pembuangan pabrik terlihat air

mengalir dalam volume yang cukup besar.

Air dari pabrik tekstil membawa sejumlah padatan dan partikel,

baik yang larut maupun yang mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan

ada yang halus. Kerap kali air limbah tekstil buangan pabrik berwarna

keruh dan bersuhu tinggi. Air limbah tekstil yang tercemar mempunyai ciri

yang dapat diidentifikasikan secara visual dari kekeruhan, warna, rasa, bau

yang ditimbulkan dan indikasi lainnya. Sedangkan identifikasi secara

laboratorium ditandai dengan perubahan sifat kimia air. Mungkin air telah

mengandung B-3 dalam konsentrasi yang melampaui batas yang

dianjurkan.

b. Limbah gas dan partikel

Limbah gas dan partikel adalah limbah yang banyak dibuang ke

udara. Gas/asap, partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke

udara akan dibawa angin sehingga akan memperluas jangkauan

paparannya.

c. Limbah padat

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan,

lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini

dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat

didaur ulang dan limbah padat yang tidak memiliki nilai

ekonomis(Kristanto,2004).
10

B. Rhodamin B

1. Definisi Rhodhamin B

Pengertian rhodamin B dalam dunia perdagangan sering dikenal

dengan nama tetra ethyl rhodamin, rheonine B, D dan Red no. 19, C.I.

Basic violet 10, C.I. No. 45170 (Yuliarti, 2007). Zat pewarna berupa

kristal-kristal hijau atau serbuk ungu kemerahan, sangat larut dalam air

dengan warna merah kebiruan dan sangat berfluorensi. Rhodamin B dapat

menghasilkan warna yang menarik dengan hasil warna yang dalam dan

sangat berpendar jika dilarutkan dalam air dan etanol (Rohman, 2007).

Rhodamin B sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna

merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan

zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam

laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi

Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th, dan titik leburnya pada suhu 1650C (Devianti,

2009).

Di dalam Rhodamin B terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) dimana

senyawa klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga

berbahaya. Selain terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga

ikatan konjugasi. Ikatan konjugasi dari Rhodamin B inilah yang

menyebabkan Rhodamin B bewarna merah.

2. Karakteristik Rhodamin B

Rumus molekul dari rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan

berat molekul sebesar 479.000. Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B.


11

Sedangkan nama kimianya adalah N-[9-(Carboxyphenyl)-6-

(diethylamino)-3H-xanten-3- ylidene]- N-ethylethanaminium clorida

dengan rumus molekul:

Gambar 1. Rumus Kimia: C28 H31 CIN2 O3, BM: 479 g/mol

3. Penggunaan Rhodamin B

Rhodamin B digunakan sebagai reagen untuk antimony, bismuth,

tantalum, thallium, dan tungsten. Rhodamin B merupakan zat pewarna

tekstil, sering digunakan untuk pewarna kapas wol, kertas, sutera, jerami,

kulit, bambu, dan dari bahan warna dasar yang mempunyai warna terang

sehingga banyak digunakan untuk bahan kertas karbon, bolpoin,

minyak/oli, cat dan tinta gambar.

4. Bahaya Rhodamin B

Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan Klorin

membuat adanya kesimpulan bahwa atom Klorin yang ada pada

Rhodamin B yang menyebabkan terjadinya efek toksik bila masuk ke

dalam tubuh manusia. Atom Cl yang ada adalah termasuk dalam halogen,

dan sifat halogen yang berada dalam senyawa organik akan menyebabkan

toksik dan karsinogen.


12

C. AOPs ( Advanced Oxdation Process )

1. Definisi AOPs

Sistem perlakuan yang saat ini digunakan dalam limbah instalasi

pengolahan air antara lain mikrofiltrasi, ultrafiltrasi osmosis, reverse,

karbon aktif adsorpsi, dan pasir filter (Moreno et al, 2005). Namun, tidak

satu pun dari metode perlakuan cukup efektif untuk menghasilkan air

dengan menerima tingkat polutan yang paling kuat (misalnya, fenol,

pestisida, pelarut bahan kimia rumah tangga, dan obat-obatan, dll)

(Mantzavinos dan Psillakis 2004 , Walid dan Al- Qodah 2006).

Sebuah media perlakuan lanjutan sering diperlukan untuk

mencapai tujuan ini. Tahap ini dapat memerlukan penerapan proses

oksidasi lanjutan (AOPs), ketika komponen yang memiliki stabilitas kimia

tinggi dan / atau biodegradabilitas rendah dimana suatu zat kimia sukar

diuraikan. Suatu limbah kimia menggunakan AOPs dapat menghasilkan

mineralisasi pencemaran untuk CO2 Air, dan anorganik, atau setidaknya

transformasi produk menjadi lebih berbahaya. Selain itu, dekomposisi

parsial non-biodegradable polutan organik dapat menyebabkan

biodegradable intermediet. Untuk alasan ini, kombinasi AOPs sebagai

pra-perlakuan, diikuti oleh proses biologi, biaya keduanya efisien dan

sangat layak dari perspektif ekonomi (Canizares et al. 2009 ). Meskipun

AOPs menggunakan sistem reagen yang berbeda, yang meliputi proses

degradasi fotokimia (UV / O3, UV / H2O2), Photocatalysis (TiO2/ UV,foto-

Fenton reactives), dan oksidasi kimia proses (O3, O3/ H2O2, H2O2/ Fe2+),
13

semua menghasilkan radikal •OH. Radikal ini sangat reaktif menyerang

sebagian besar molekul organik dan tidak selektif (Skoumal et al, 2006 ,

Rosenfeldt et al,2007 ).

AOPs dapat diklasifikasikan baik sebagai homogen atau

heterogen. Proses pencampuran dapat dibagi menjadi proses yang

menggunakan energi dan proses yang tidak menggunakan energi.

2. Metode Perlakuan

a. Proses Homogen

1) Proses Homogen menggunakan Radiasi UV

AOPs Homogen menggunakan radiasi UV umumnya digunakan untuk

degradasi senyawa yang menyerap radiasi UV dalam kisaran yang sesuai

spektrum. Senyawa yang menyerap sinar UV pada panjang gelombang

yang rendah baik untuk foto degradasi (Vogelpohl, 2007).

Jenis-jenisnya antara lain :

a) Ozon dan Ultraviolet Radiasi (O3/ UV)

Proses oksidasi lanjutan menggunakan ozon dan radiasi ultraviolet

dimulai dengan fotolisis dari ozon, yang menghasilkan pembentukan

radikal hidroksil seperti yang ditunjukkan dalam reaksi berikut:

H2O + O3 2 •OH + O2 (1)

2 •OH → H2O2 (2)


14

b) Hidrogen Peroksida dan Radiasi Ultraviolet (H2O2/ UV)

Proses oksidasi ini memerlukan pembentukan radikal hidroksil yang

dihasilkan oleh fotolisis H2O2 dan reaksi propagasi yang sesuai.

ditunjukkan dalam Reaksi berikut:

H2O2+ 2 •OH (3)

(Vogelpohl, 2007 ).

c) Ozon, Hidrogen Peroksida, dan Ultraviolet Radiasi (O3/ H2O2/ UV)

Hidrogen peroksida yang digunakan dalam proses O3/ UV

mempercepat penguraian ozon dan meningkatkan generasi •OH

radikal. Proses ini merupakan hasil kombinasi dari sistem dua biner

O3/UV dan O3/H2O2.

2 O3+H2O2 2 OH + 3O2 (4)

d) Foto-Fenton (Fe2+/ H2O2/ UV)

Lebih dari satu abad yang lalu, HJ Fenton menggambarkan oksidasi

kekuatan hidrogen peroksida pada beberapa molekul organik di mana

radikal •OH yang dihasilkan dari hidrogen peroksida di bawah

penambahan Fe(II) sebagai katalis. Kemudian, ditemukan bahwa hal ini

disebabkan karena generasi radikal hidroksil, tergantung pada reaksi

(Walling, 1975).

Fe2++ H2O2 → Fe3++ OH- + •OH (5)

Karena kesederhanaannya, reaksi Fenton adalah proses yang paling

sering digunakan untuk menghilangkan senyawa yang sukar.

Reaksinya antara lain :


15

Fe2++ H2O2 → Fe3++ OH- + •OH (6)

Fe3++ H2O Fe2++ H++ •OH (7)

H2O2 2•OH (8)

2) Proses Homogen menggunakan Energi Ultrasound

Jenisnya meliputi :

a) Ozonation dan Ultrasounds

•OH2 → H + •OH (9)

O3 → O2(g) + O(3P) (10)

O(3P) (g)+ H2O → 2•OH (11)

O3 + •OH → O2 + •O2H (12)

•O2 + H→ •O2H (13)

O3 + •O2H → 2 O2 + •OH (14)

•OH+ •OH→ H2O2 (15)

•O2H+ •OH→ H2O + O2 (16)

(Naffrechoux et al, 2000).

b) Hidrogen Peroksida dan Ultrasounds

Dengan menggabungkan ultrasound dan H2O2, hal tersebut

mencapai pembentukan radikal bebas dalam fase gas gelembung

terbentuk selama AS sonikasi. Reaksi yang dihasilkan adalah sebagai

berikut (Shemer dan Narkis, 2005):

H2O2 → •OH + •OH (17)

H2O2 + O2 → •O2H+ •O2H (18)

H2O2 + •OH → •O2H+ H2O (19)


16

3) Proses homogen menggunakan Energi Listrik

Jenis proses didasarkan pada penggunaan listrik energi untuk

memecah molekul dan senyawa untuk mereka degradasi. Intervensi

radikal hidroksil menghasilkan transfer elektron. Metode ini memiliki

serangkaian keuntungan, seperti peningkatan efektifitas proses dan

pengurangan penggunaan reagen lainnya. Selain itu, perlu

dipertimbangkan biaya energi dan durasi dari elektroda. Adapun jenisnya

yaitu :

a) Oksidasi Elektrokimia

b) Anodik Oksidasi

c) Electro-Fenton

4) Proses Homogen yang tidak menggunakan Energi

Jenis-jenisnya antara lain :

a) Ozonation dalam Medium Alkaline

Ozon tidak stabil dalam medium berair, dekomposisi spontan oleh

mekanisme kompleks yang melibatkan generasi hidroksil radikal bebas.

Degradasi senyawa terjadi melalui aksi ozon itu sendiri serta melalui

radikal yang dihasilkan dalam media basa. Dalam hal ini, ketika pH

meningkat, tingkat produksi radikal •OH di ozonisasi juga meningkat

karena dari reaksi berikut (Alaton et al, 2002):

O3 + OH- → •O3- + •OH (20)

•O3- → O2 + •O- (21)


17

•O- + H+ → •OH (22)

b) Ozonation dengan Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida dalam larutan berair adalah sebagian

dipisahkan dengan anion hidroperoksida (HO2-), Yang bereaksi dengan

ozon menimbulkan serangkaian rantai reaksi termasuk radikal hidroksil

(Momani, 2007 ):

H2O2 + 2O3 → 2•OH + 3O2 (23)

HO2- + O3 → •O2H + •O3 (24)

Metode ini otomatis dapat dengan mudah bisa digunakan untuk

degradasi hampir semua komponen.

c) Hidrogen Peroksida dan Katalis Fe2+

Jenis reaksinya sangat mirip dengan yang terjadi di proses foto-

Fenton, tetapi pada hidrogen peroksida dan katalis ini pembentukan

tingkat radikal •OH lebih rendah karena radiasi UV tidak terdapat

dalam proses:

Fe2++ H2O2 → Fe3++ OH- + •OH (25)

Jenis metode efektif diterapkan sebagai pra-perlakuan , tetapi

memiliki kelemahan, seperti generasi lumpur hidroksida besi dan

perlunya dari nilai pH yang sangat rendah.

b. Proses Heterogen

Proses heterogen oksidasi lanjutan katalis digunakan untuk melakukan

degradasi senyawa. Dibandingkan dengan proses homogen, mengkatalisis

heterogen memiliki keuntungan memisahkan produk dengan lebih mudah.


18

Untuk aplikasi industri katalis ini (Pirkanniemi, 2002) harus memiliki

karakter tertentu seperti: (a) aktivitas yang tinggi, (b) resistensi terhadap

keracunan dan stabilitas jangka panjang, (c) stabilitas mekanik dan

ketahanan terhadap gesekan, (d) non-selektivitas dalam banyak kasus, dan

(5) stabilitas fisik dan kimia di berbagai kondisi.

D. Metode Fenton

1. Definisi Metode Fenton

Metode fenton adalah salah satu bentuk metode yang semakin

banyak digunakan pada penanggulangan kontaminasi air dan tanah.

Metode fenton ’gelap’ yang sederhana melibatkan digunakannya salah

satu dari agen pengoksidasian (selalu hydrogen peroksida (H2O2) dan atau

oksigen) dan katalisatornya (garam besi atau oksida, biasanya besi).

Sementara itu proses foto fenton juga melibatkan proses penyinaran

dengan cahaya matahari atau sumber cahaya buatan, dimana meningkatnya

degradasi kontaminasi dengan menimbulkan reduksi dari Fe3+ ke Fe2+.

Reaksi yang menghasilkan berbagai radikal bebas, dimana dapat bereaksi

dengan senyawa organik berlebih. Reaksi yang melibatkan hydroxyl

radikal (•OH) yang sangat reaktif adalah yang paling penting, dan

karakteristik dari semua proses oksidasi lanjutan (AOPs).

Reagen fenton yaitu H2O2 dan garam besi(Fe). Untuk H2O2 relatif

mudah penanganan dan pemrosesan, ramah lingkungan dalam bentuk cair.

Metode ini hanya efisien pada pH sekitar 2-4 dan biasanya lebih efisien
19

sekitar 2,8 (Pignatello, 1992). Oleh karena itu metode ini tidak efisien

pada pH dalam suasana netral (5-9). Karena kecenderungan ini untuk

presipitat feri oxyhydroksid terjadi pada pH > 3-4.

Telah ditemukan penambahan ligan organik tertentu

memungkinkan pencampuran Fe3+ pada proses yang bisa dibawa kemana-

mana pada pH tinggi (Balmer dan Sultzberger, 1999). Ini terjadi pada

kedua pencampuran batas Fe yang hilang oleh presipitat oxyhidroksid dan

(pada masalah foto metode fenton) karena Fe3+ organik kompleks

fotolisasi lebih efisien daripada dihidrat atau ikatan Fe3+ (Andreozzi

dkk.,1999). Konsentrasi organik kompleks sama dengan Fe3+ kompleks.

Meskipun senyawa organik bereaksi dengan radikal dan oksidan lainnya.

Kenaikan konsentrasi pada agen organik kompleks dapat menyebabkan

penurunan angka oksidasi kontaminan.

Menggunakan metode fenton dapat sebagai petunjuk untuk

mineralisasi lengkap senyawa organik, merubah semua menjadi CO2, H2O

dan ion non organik. Namun, ini selalu melibatkan kimia yang bermuatan

besar, sering mencegah proses dari harga yg efektif. Oleh karena itu,

hanya sebagian dari degradasi yang selalu terjadi (Huston dan Pignatello,

1999). Sebagian degradasi selalu mereduksi racun yang kontaminasi dan

peningkatan biodegradabilitas dari residu. Namun, ini kadang-kadang

possible dari metode untuk hasil generasi yang sama atau tingkat

keracunan yg tinggi pada senyawa (Fernandez-Alba et al, 2002). Hasil


20

degradasi ini mungkin tidak sama dengan bentuk pada lingkungan dengan

proses kejadian yang alami.

Metode fenton terdapat berbagai macam bentuk, diantaranya

memiliki efisiensi rendah dan dapat memproduksi ferric oxyhydroxide

dalam jumlah besar. Oleh karena itu, hati-hati pada proses optimasi dan

membutuhkan kontrol.

2. Tipe Metode Fenton

Tipe metode fenton antara lain :

a. Metode homogen

1) Metode fenton

Fe2+/H2O2/dark

Reaksi antara pencampuran Fe3+ dan H2O2 pada larutan asam untuk

oksidasi Fe2+ ke Fe3+ dan sedikit bentuk tingginya reaksi hidroksil radikal

(•OH). Reaksi spontan dan dapat mencampurkan tanpa pengaruh cahaya:

Fe2+ + H2O2 → Fe3+ + •OH + OH- (26)

Fe dapat diinisialkan ke bentuk Fe2+ atau Fe3+ . Angka inisial

degradasi lebih pelan dari Fe3+/H2O2 daripada Fe2+/H2O2 karena bentuk

perubahan Fe3+ yang mereduksi menjadi Fe2+ sebelum radikal hidroksil

diproduksi (Safarzadeh-Amiri dkk., 1996).

2) Metode Foto fenton

Fe2+ /H2O2/light
21

Ketika penyinaran dengan cahaya pada panjang gelombang yang

cocok (180-400 nm), ultraviolet dan cahaya visible, Fe3+ dapat

mengkatalis formasi hidroksil radikal.

Fe3+ + H2O2 + hv → Fe2+ + H+ + •OH (27)

Ini dinamakan reaksi foto fenton dan diikuti oleh reaksi (26). oleh
2+ 3+
karena itu, Fe perubahan antara ion dan tempat oksidasi. Produksi

•OH ditentukan oleh tersedianya cahaya panjang gelombang dan H2O2.

Pada teorinya, reaksi kombinasi (26) dan (27), dua mol •OH harus

diproduksi per mol konsumsi H2O2.

3) Metode Modifikasi Foto Fenton

Fe3+-ligan/H2O2/light

Quantum yang menguntungkan produksi Fe2+ pada reaksi (27) relatif

rendah dan sudah ditafsirkan oleh Faust dan Hoigne(1990) menjadi ⱷ Fe =

0,14 pada 313 nm. Quantum menguntungkan dapat meningkatkan jarak

saat Fe2+ yang kompleks dengan anion asam karboksil, serta oxalat. Foto

metode fenton dapat dibawa keluar dalam kurang penambahan H2O2

ketika dilarutkan dioksigen di permukaan. Meskipun metode fenton tidak

keras, metode ini memiliki karakteristik yang sama dan formasi H2O2

harus sedikit. Reaksi fenton di sistem ini hasil dapat signifikans.

b. Metode heterogen

Sumber Fe digunakan pada katalis metode fenton yang solid

dipermukaan, memasukan Fe yang berisi mineral atau Fe partikel silica


22

menggumpal (pasir), Fe yang baik menyerap onto zeolites atau ion

membran yang sudah berubah.

3. Efek Metode Fenton

Efek yang disebabkan dari sistem komposisi dan proses kondisi

antara lain:

a. pH

Tingkat reaksi homogen (dark and photo). Metode fenton tinggi

pada pH 3 dan penurunan dengan menaikan pH. Untuk kasus ini proses

menyisakan mungkin sampai pH 6, meskipun pada pH 8 degradasi

diambil dari alfa (Aplin, 2001). pH cenderung mengubah metode

fenton, oleh karena itu pH kontrol sangat penting dalam proses.

b. Perbandingan Fe : H2O2

Angka reaksi meningkat dengan menaikan konsentrasi H2O2.

Meskipun Fe2+ dan H2O2 tidak hanya bereaksi menjadi hydroxyl

radikal, tetapi juga mengambil hydroxyl radikal. Perbandingan Fe2+ ke

H2O2 harus mempengaruhi angka produksi dan pengambilan hydroxyl

radikal. Oleh sebab itu, ini sangat penting dalam penggunaan

Fe2+:H2O2 yang optimum. Optimasi ditemukan dengan perbandingan

Fe2+:H2O2 yaitu 1:10 (Wang dan Lemley, 2001).

c. Oksigen

Adanya reduksi oksigen kuantum hasil dari produksi Fe2+ menjadi

Fe3+ oxalat. Pada eksperimen rendahnya nitrogen berubah dengan

efek ini dan juga air dipenuhi dengan udara sintetik untuk
23

mempertahankan konsentrasi oksigen yang konstan pada sistem

normal (Balmer dan Sulzberger, 1999). Banyaknya substitusi dari

H2O2 oleh O2 dapat terjadi, meskipun ini terbatas memperpanjang

degradasi pada pemeriksaan zat organik.

E. Spektrofotometri

1. Pengertian spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis

yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara

kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi

dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut

spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV

dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun

yang lebih berperan adalah elektron valensi.

Sinar atau cahaya yang berasal dari sumber tertentu disebut juga

sebagai radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai

dalam kehidupan sehari-hari adalah cahaya matahari. Dalam interaksi

materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik, radiasi

elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau

dihamburkan sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan,

spektroskopi absorbsi ataupun spektroskopi emisi.

Radiasi elektromagnetik memiliki sifat ganda yang disebut sebagai

sifat dualistik cahaya yaitu Sebagai gelombang, Sebagai partikel-partikel


24

energi yang disebut foton. Karena sifat tersebut maka beberapa parameter

perlu diketahui misalnya panjang gelombang, frekuensi dan energi tiap

foton. Panjang gelombang didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak.

Hubungan dari ketiga parameter di atas dirumuskan oleh Planck yang

dikenal dengan persamaan Planck. Hubungan antara panjang gelombang

frekuensi dirumuskan sebagai:

c = λ . v atau λ = c/v atau v = c/λ

Persamaan Planck: hubungan antara energi tiap foton dengan frekuensi:

E=h.v

E = h . c/ λ

dimana, E = energi tiap foton

h = tetapan Planck (6,626 x 10-34 J.s)

v = frekuensi sinar

c = kecepatan cahaya (3 x 108 m.s-1).

2. Metode spektrofotometri

Terdapat tiga teknik yang biasa digunakan dalam analisis secara

spektrofotometer yaitu:

a. Metode Standar Tunggal

Metode yang menggunakan satu larutan standar yang telah

diketahui konsentrasinya, selanjutnya absorbansi larutan standar dan

absorbansi larutan sampel di ukur spektrofotometer.

Rumus perhitungan kadar sampel :

x C baku x P sampel = ...mg/L (ppm)


25

b. Metode Kurva Kalibrasi

Metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai

konsentrasi selanjutnya absorbansi masing-masing larutan diukur

dengan spektrofotometer. Kemudian dibuat grafik antara konsentrasi

dengan absorbansi yang merupakan garis lurus melewati titik.

Keterangan:

y = bx + a Y = absorbansi

X = konsentrasi

c. Metode Adisi Standar

Metode yang dipakai secara luas karena mampu meminimalkan

kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkaran (matriks)

sampel dan standar. Dua atau lebih dari sejumlah volume tertentu dari

sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan di encerkan

sampai volume tertentu kemudian di ukur absorbansinya tanpa

ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain sebelum di

ukur absorbansinya ditambahkan terlebih dahulu dengan sejumlah

tertentu larutan standar dan di encerkan seperti pada larutan yang

pertama.
26

3. Komponen spektrofotometri

Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut

spektrofotometer terdiri dari :

sumber Monokro sel Detektor


cahaya mator sampel (d)
(a) (b) (c)

read out
(pembaca)

Gambar 2. Komponen sederhana spektrofotometer

Fungsi masing-masing bagian:

a. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar

polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang gelombang. UV

menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavi hidrogen. VIS

menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram.

UV-VIS menggunan photodiode yang telah dilengkapi monokromator.

Infra merah, lampu pada panjang gelombang IR.

b. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu

mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi

cahaya monaokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak

digunakan adalan gratting atau lensa prisma dan filter optik.


27

c. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel

UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel.

Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa

yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini

disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV

sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak

(VIS). Cuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.

IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya

dioleskan pada dua lempeng natrium klorida.

d. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel

dan mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor :

1) Kepekaan yang tinggi

2) Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi

3) Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.

4) Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.

5) Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga

radiasi.

4. Kesalahan spektrofotometer

Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam

menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:

a. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan

blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan

dianalisis termasuk zat pembentuk warna.


28

b. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau

kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.

c. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi

sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan

pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat

yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).

F. Degradasi Rhodamin B dengan metode fenton variasi H2O2

Degradasi rhodamin B dilakukan dengan cara mencampurkan

rhodamin B dengan reagen Fe2SO4 kemudian dimasukkan H2O2 yang

berbeda konsentrasinya yaitu 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm, 600 ppm

dengan pH 3 berdasarkan optimasi waktu menggunakan alat flokulator Jar

test tipe SW-1 Stuart Scintific. Co. LTD. Kadar rhodamin B yang tersisa

dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) optimum.

Anda mungkin juga menyukai