Efektivitas Proteksi Asam Askorbat Terhadap Peroksidasi Lipid Pada Mencit (Yang Dipapar Plumbum Secara Intraperitoneal
Efektivitas Proteksi Asam Askorbat Terhadap Peroksidasi Lipid Pada Mencit (Yang Dipapar Plumbum Secara Intraperitoneal
TESIS
Oleh
ALMAYCANO GINTING
067008001/BM
SEKOLAH PASCASARJANA
MEDAN
2008
Almaycano Ginting : Efektivitas Proteksi Asam Askorbat Terhadap Peroksidasi Lipid Pada Mencit Yang…, 2008
USU e-Repository © 2009
EFEKTIVITAS PROTEKSI ASAM ASKORBAT
TESIS
Oleh
ALMAYCANO GINTING
067008001/BM
SEKOLAH PASCASARJANA
MEDAN
2008
Judul Tesis : EFEKTIVITAS PROTEKSI ASAM ASKORBAT
TERHADAP PEROKSIDASI LIPID PADA MENCIT
(Mus musculus L) YANG DIPAPAR PLUMBUM
SECARA INTRAPERITONEAL
Nama Mahasiswa : Almaycano Ginting
Nomor Pokok : 067008001
Program Studi : Biomedik
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D) ( Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc )
Plumbum (Pb) merupakan salah satu logam berat yang bersifat racun bagi
manusia. Pb dapat ditemukan pada semua lingkungan sekitar kita . Efek toksik Pb
menyebabkan stres oksidatif sel dan meningkatkan peroksidasi lipid jaringan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas proteksi dari asam askorbat yang
diberi peroral terhadap peroksidasi lipid akibat paparan Pb secara intraperitoneal.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium terpadu Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebanyak 36 ekor mencit ( Mus musculus L )
dibagi dalam 9 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 ekor mencit. Kelompok 1,
hanya diberi aquadest, sedangkan kelompok ke-2 sampai ke-5 diberi Pb masing-
masing dengan dosis 20, 40, 80 dan 160 mg/kgBB berturut-turut secara
intraperitoneal. Kelompok perlakuan ke-6 sampai ke-9 adalah kelompok yang
disupplementasi asam askorbat dosis 400 mg/kgBB peroral sehari sekali selama tujuh
hari. Pada kelompok ke-6 sampai ke-9 tersebut selanjutnya diberi Pb asetat masing-
masing dengan dosis 20, 40 , 80 dan 160 mg/kgBB berturut-turut secara
intraperitonel satu jam setelah pemberian asam askorbat terakhir. Darah mencit
diambil secara intracardial setelah dimatikan dengan cara dislokasi leher setelah 48
jam perlakuan, kemudian diukur kadar MDA dan jumlah eritrosit. Kadar MDA
diukur dengan menggunakan metode asam thiobarbiturat (TBA) dan jumlah eritrosit
dihitung dengan menggunakan sebuah mikroskop binokuler. Data dianalisa
menggunakan uji Anova dan Kruskal Wallis ( =0.05). Korelasi antara kadar MDA
dan jumlah eritrosit menggunakan korelasi Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) Pemberian asam askorbat dengan
dosis 400 mg/kgBB mencit yang dipaparkan Pb secara intraperitoneal pada dosis 20,
80 dan 160 mg/kgBB cenderung menurunkan kadar MDA plasma, tetapi pada dosis
Pb 40 mg/kgBB sebaliknya meningkatkan kadar MDA. Semua perbedaan tersebut
secara statistik tidak bermakna (p>0.05). (b) Pemberian asam askorbat dosis 400
mg/kgBB pada mencit yang dipapar Pb secara intraperitoneal dengan dosis Pb 20
dan 40 mg/kgBB, tidak berdampak pada jumlah eritrosit tetapi sebaliknya pada dosis
Pb 80 dan 160 mg/kgBB, meningkatkan jumlah eritrosit. Peningkatan ini secara
statistik tidak bermakna (p>0.05) (c) Asam askorbat peroral tidak efektif
memproteksi timbulnya peroksidasi lipid pada mencit yang dipaparkan Pb secara
intraperitoneal.
Lead (Pb) is one of the heavy metal that is poisonous for humans. Lead can be
found all around us. Toxic effects are due to oxidative stress in cells and greater
lipid peroxidation of tissues . This research aimed to study the effectiveness of
ascorbic acid supplementation to prevent lipid peroxidation in mice exposed to lead
intraperitoneally.
This research was done in the Multidicipline Laboratory, Faculty of Medicine,
University of Sumatera Utara, Medan. 36 mice (Mus musculus L) were divided into 9
group of 4 mice each. The first group was given aquadest and the second to the fifth
group was given lead intraperitoneally in doses 20, 40 , 80 and 160 mg/kgbw
respectively. The sixth to the ninth treatment groups were given oral ascorbic acid
supplementation of 400 mg/kgbw daily for 7 days. These groups were given lead
intraperitoneally at doses of 20mg/kgbw, 40 mg/kgbw, 80 mg/kgbw and 160
mg/kgbw one hour after the last ascorbic acid treatment. 48 hours later mice were
sacrificed by cervical dislocation and blood was taken intracardially measurement of
MDA levels and erythrocyte counts were made. Malondialdehyde (MDA) levels
were assayed using thiobarbituric acid (TBA), and erythrocytes were counted using
a binocular microscope. Data were analyzed using Anova and Kruskal Wallis test
(g= 0,05). The correlation between MDA levels and erythrocyte counts were
analyzed using Pearson’s test.
Results of the research showed (a) Ascorbic acid at 400 mg/kgbw in the mice
exposed to 20, 80 and 160 mg/kgbw lead decreased MDA levels while a 40
mg/kgbw dose of lead showed an increased MDA level in all cases the differences
did not reach statistical significance (p>0.05).(b) Ascorbic acid at 400 mg/kgbw in
the mice exposed to 20 and 40 mg/kgbw lead did not have any effect on the
erythrocyte count but mice exposed to 80 and 160 mg/kgbw had an increased
erythrocyte count in the presence of ascorbic acid. The increase did not reach
statistical significance (p>0.05). (c) Oral ascorbic acid was not effective in
preventing lipid peroxidation in mice intraperitoneally exposed to lead.
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya
penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul Efektivitas proteksi asam
askorbat terhadap peroksidasi lipid pada mencit (Mus musculus L) yang dipaparkan
plumbum secara intraperitoneal. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. H. Chairuddin P. Lubis, Sp.A(K) dan
Direktur Pascasarjana USU Medan, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc atas
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Siregar,
SpPD, KGEH yang telah memberikan izin dan memfasilitasi penulis untuk
Dr. Ramlan Silaban, M.Si (sebagai anggota komisi pembimbing), atas perhatian,
Prof. Dr. Erman Munir, MSc. dan dr. Datten Bangun, M.Sc, Sp.FK (komisi
semangat, serta saran-saran yang membangun kepada penulis dari awal tesis sampai
Terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada semua dosen yang telah
membimbing dan membagi ilmu kepada penulis selama mengikuti program magister
ini.
Ucapan terima kasih yang tulus dan bakti penulis sampaikan kepada kedua orang
tua, Drs. M Nurjaya Ginting dan Purwandhani Amino, kedua mertua saya , Hj.
Jeumpa dan Alm. H. Sulaiman, serta seluruh keluarga yang telah memberikan
Pascasarjana.
Kepada istriku tercinta, dr. Dewi Saputri, yang dengan penuh cinta kasih,
semangat dan kesabaran yang terus memotivasi dalam menyelesaikan penelitian dan
pendidikan penulis.
mahasiswa Pascasarjana USU Program Studi Biomedik angkatan 2004, 2005 dan
terutama sekali angkatan 2006 atas segala kerjasama dan kekompakan yang telah
terjalin selama ini. Kepada seluruh pihak yang telah membantu selama penulis
mengikuti pendidikan ini tak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tidak
terhingga.
Akhirnya penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis,
Almaycano Ginting
RIWAYAT HIDUP
I.IDENTITAS PRIBADI
Agama : Islam
E-mail: almaycano_dr@yahoo.com
Medan, 20233
II. PENDIDIKAN
III. PEKERJAAN
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................................ ii
II.7.1. Morfologi............................................................................... 21
percobaan ............................................................................ 28
1. Bagan kerangka teori efek proteksi asam askorbat terhadap peroksidasi lipid ..... 7
2. Langkah-langkah elektron tunggal pada oksigen mendorong ke arah
pembentukan jenis oksigen yang reaktif seperti superoksida, peroksida
hidrogen, dan radikal hidroksil ............................................................................ 12
3. Reaksi Fenton dan Haber-weis untuk pembentukan radikal hidroksil................. 13
4. Efek Pb pada metabolisme glutathion .................................................................. 16
5. Rumus bangun asam askorbat .............................................................................. 18
6. Kerangka kerja penelitian .................................................................................... 31
7. Sebaran rerata kadar MDA pada kelompok kontrol dan perlakuan ..................... 33
8. Perbandingan rerata kadar MDA antara kelompok kontrol dan perlakuan .......... 34
9. Sebaran rerata jumlah eritrosit pada kelompok kontrol dan perlakuan ................ 39
10. Perbandingan rerata jumlah eritrosit antara kelompok kontrol
dan perlakuan ...................................................................................................... 40
11. Bentuk eritrosit dari beberapa mencit kelompok perlakuan ............................... 42
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Plumbum (Pb) merupakan salah satu logam berat yang bersifat racun bagi
manusia. Pb dapat ditemukan pada semua lingkungan sekitar kita. Pakar lingkungan
kendaraan bermotor, emisi industri dan penggunaan cat bangunan yang mengandung
Pb. Pb juga dapat mencemari air minum karena adanya kontaminasi dari pipa, solder
besar seperti: Jabotabek pada tahun 2000 menunjukkan 1,75-3,5 g/m3, Kota
Bandung pada tahun 2004 2-3,5 g/m3, Yogyakarta 2 g/m3, Makassar 9 g/m3,
pada peningkatan kadar Pb dalam darah 2,5-5,3 g/dL (KPBB, 2006). Akumulasi
kandungan Pb dalam darah akan menyebabkan berbagai dampak buruk antara lain:
(Elias, 1985). Problema intoksikasi Pb yang lebih luas ialah kadar Pb yang terdapat
dalam udara yang dapat diabsorbsi melalui paru dengan baik, dimana 25-50% Pb
yang dihirup akan diabsorbsi ke dalam darah (Sjamsudin dan Suyatna, 1978).
Dari beberapa hasil penelitian FKM UI tahun 1987 menunjukkan kadar Pb pada
spesimen darah pekerja jalan Tol Jagorawi adalah 39,2-75,9 g/dL Demikian juga
hasil penelitian Nani pada tahun 1984 menunjukkan bahwa 30-46% pengemudi dan
yang diperkenankan WHO pada orang dewasa normal adalah 10-25 g/dL dan untuk
Sifat toksikologi Pb saat ini banyak diteliti. Sistem pencernaan, sistem saraf pusat
(Busnell dan Levin,1983; Cohn et al, 1993), sistem hemopoietik (Baloh, 1974),
sistem kardiovaskuler (Stofen, 1974) dan ginjal (Baloh, 1974; Nolan dan Shaikh,
1992) meru- pakan sistem dan organ tubuh yang paling sensitif terhadap efek toksik.
pusat dan susunan saraf perifer. Anemia hemolitik berat kadang-kadang terjadi pada
intoksikasi Pb akut. Hal ini diduga karena Pb merangsang hemolisis oksidatif dan
merusak membran sel eritrosit muda dan dewasa pada sumsum tulang serta darah
oksidatif pada tubuh dengan merangsang pembentukan radikal bebas dan mereduksi
sistem pertahanan antioksidan dari sel (Gurer dan Ercal, 2000). Stres oksidatif yang
peroksida hidrogen, dan peroksinitrit. Stres oksidatif yang terjadi ditandai dengan
naiknya Lipid Peroxidation Potensial (LPP) di dalam jaringan yang dapat ditentukan
percobaan yang diberikan Pb asetat dosis tunggal 200 mg/kgBB melalui injeksi
Banyak bukti - bukti ilmiah yang mengindikasikan bahwa kerusakan sel yang
diperantarai oleh ROS atau stres oksidatif kemungkinan berperan dalam patologi
intoksikasi Pb (Hemes-Lima et al, 1991; Bechara et al, 1993; Sandhir et al, 1995;
Adonaylo dan Oteiza, 1999). Kadar MDA di dalam darah mempunyai hubungan yang
kuat dengan konsentrasi Pb dalam darah pada orang yang terpapar Pb (Jiun dan
Hsien, 1994). Pada eritrosit dari individu yang terpapar Pb, aktivitas enzim-enzim
tinggi dari pada mereka yang tidak terpapar Pb (Monteiro et al, 1986). Menurut
Kemampuan menetralisir senyawa oksidan sebenarnya sudah dimiliki oleh sel atau
tubuh itu sendiri. Enzim glutathion peroksidase, uric acid dan enzim katalase bekerja
menimbulkan ROS yang memicu terjadinya peroksidasi lipid. Selain itu senyawa
oksida seperti superoksida (O2) dapat dinetralisir oleh tubuh dengan bantuan enzim
superoksida dismutase (SOD), radikal hidroksil dan oksigen singlet dinetralisisr oleh
kerjanya banyak berada di intrasel. Kemampuan tubuh tidak cukup untuk menetralisir
seyawa oksidan akibat paparan bahan-bahan beracun yang berasal dari lingkungan
yang bersifat radikal, termasuk salah satunya Pb dari pembakaran bahan bakar
superoksida dan radikal hidroksil, serta juga bereaksi langsung dengan hidrogen
peroksida (Carr dan Frei, 1999). Pada beberapa reaksi asam askorbat bersifat sebagai
donor elektron. Asam askorbat dengan dosis 400 mg dapat melindungi otot dari
kerusakan oksidatif selama aktivitas jangka panjang seperti berolahraga berat dan
menstimulasi reparasi fungsi otot (Tjay dan Rahardja, 2006). Pada tikus yang
terpapar Pb, dengan pemberian konsentrasi 500 mg/L Asam askorbat di dalam air
minumnya dapat menurunkan kadar ROS sebesar 40% (Hsu et al, 1998).
Pada penelitian yang menggunakan asam askorbat dengan dosis 1000 mg pada
ibu-ibu hamil didapatkan adanya suatu hubungan yang terbalik antara konsentrasi Pb
darah dan kadar asam askorbat pada wanita hamil (West et al, 1994). Hasil-hasil
menemukan bahwa asam askorbat dengan dosis 400mg/kgBB yang diberikan secara
oral, mampu meningkatkan kadar glutathion di darah maupun di hati tikus albino
swiss sebagai indikator terjadinya perbaikan terhadap stress oksidatif (Gajawat et al,
2006).
Meskipun telah banyak penelitian tentang keracunan Pb, namun belum banyaknya
Uraian ringkas dalam latar belakang masalah tersebut diatas, memberikan dasar
peroral mampu memproteksi terjadinya peroksidasi lipid secara efektif pada mencit
1. Mengetahui efektifitas proteksi dari pemberian asam askorbat dengan dosis 400
mg/kgBB peroral terhadap kadar MDA plasma mencit yang dipapar Pb secara
2. Mengetahui bagaimana gambaran MDA plasma dan jumlah eritrosit dari mencit
Plumbum (Pb)
Asam askorbat
- Menghambat Radikal
enzim anti Peroksidasi
bebas Lipid
oksidan
- Kompetisi
logam transisi,
- Lisis eritrosit
- AkumulasALA
- Kerusakan sel
- Menstimulasi
jaringan sekitar
ROS
MDA
Ket: efek proteksi
Gambar 1. Bagan kerangka teori efek proteksi asam askorbat terhadap peroksidasi lipid
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Plumbum (Pb) dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara
alami di kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami.
berlangsung pada peleburan dan penyulingan Pb, pembakaran bahan bakar yang
mengandung Pb, serta pembakaran batu bara dan minyak bumi. Pb digunakan dalam
bentuk murni dan kombinasi dengan elemen lain, membentuk berbagai senyawa
Apabila Pb terhirup atau tertelan oleh manusia, di dalam tubuh ia akan beredar
mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, serta disimpan
di dalam tulang dan gigi. Manusia menyerap Pb melalui udara, debu, air dan
sebagai racun berat (grade 3) dan oksidan kuat (grade 3). Berakibat fatal bila
termakan atau terhirup, menyebabkan iritasi kulit, mata dan saluran napas,
neurotoksin, merusak gusi, sistem saraf pusat, ginjal dan sistem reproduksi.
Plumbum (Pb) atau yang sehari-hari dikenal sebagai timah hitam adalah logam
berat berwarna kelabu kebiruan yang termasuk kedalam golongan IV-A pada tabel
Periodik unsur kimia. Pb memiliki nomor atom (NA) 82 dengan berat atom (BA)
207,19 dan berat jenis 11,34. Bersifat lunak dengan titik leleh 327°C dan titik didih
Walaupun bersifat lunak dan lentur, Pb sangat rapuh, sulit larut dalam air dingin
namun dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 1994).
/TEL) dan Pb tetrametil (tetra methyl lead /TML) yang tidak larut dalam air tetapi
mudah larut dalam pelarut organik dan lemak (Palar, 1994). Menurut data dari
20” dari bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagaimana arsenic, mercury , cadnium
II.1.2. Metabolisme Pb
Pajanan Pb dapat berasal dari makanan, minuman, udara, lingkungan umum dan
lingkungan kerja yang tercemar Pb. Pb diabsorpsi masuk ke dalam tubuh manusia
melalui pernafasan sekitar 10-30% , saluran pencernaan 5-10% (Palar, 1994) dan
sangat sedikit melalui kulit sehingga dapat diabaikan. Absorpsi Pb melalui saluran
pernafasan dipengaruhi oleh ukuran partikel, volume pernafasan dan daya larut
Distribusi Pb yang diabsorpsi ke dalam darah sebanyak 95% diikat oleh eritrosit.
Sebagian lainnya berdifusi ke jaringan lunak (sumsum tulang, sistem saraf, ginjal dan
hati) dan ke jaringan keras (tulang, kuku, rambut, dan gigi)(Palar, 1994). Pada
jaringan lunak sebagian Pb disimpan dalam aorta, hati, ginjal, otak, dan kulit. Pb yang
ada di jaringan lunak bersifat toksik (Ardyanto, 2005).
Eksresi Pb melalui ginjal sebanyak 75-80%, saluran cerna 15% dan lainnya
melalui empedu, keringat, rambut dan kuku (Palar, 1994). Kadar Pb dalam urin
II.1.3. Toksisitas Pb
Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh kadar dan lamanya paparan.
dipercaya berinteraksi secara kovalen dengan ion phosphat tertier pada asam-asam
nukleat (Holtzman et al, 1984). Pb juga dilaporkan menghambat sintesa DNA dan
DNA melalui perubahan sistem redoks seluler dan penekanan pembentukan protein
kinase C- , yang mengesankan logam ini berperan sebagai penyebab tumor (Fracasso
et al, 2002).
kerusakan hati yang hebat dengan melibatkan radikal-radikal bebas (Sipos et al,
fungsi dari kemampuan darah untuk membentuk hemoglobin, gangguan sistem saraf
(Shannon, 1998).
Menurut Ding et al, (2000) pada penelitiannya menemukan bahwa terdapat bukti
tak langsung radikal hidroksil menjadi molekul yang paling merusak pada hewan
yang dipapar Pb. Produk peroksidasi lipid yang diukur sebagai malondialdehid-asam
thiobarbituric (MDA-TBA) dan radikal hidroksil yang diukur sebagai 2,3 asam
dihidroksi benzoik (2,3 DHBA) pada sel endotel pembuluh darah, setelah pemaparan
plumbum 48 jam meningkat secara bermakna. Percobaan lain yang dilakukan oleh
Pagliara et al (2003) secara in vivo pada tikus, dengan pemberian Pb(NO3)2 yang
(GSH) hepar, dan mungkin berhubungan dengan terjadinya apoptosis sel hepar.
Menurut ketentuan WHO, kadar Pb dalam darah manusia yang tidak terpapar oleh
berpasangan yang sangat reaktif diluar orbit, yang dapat memulai reaksi berantai
ditunjukkan pada Gambar 2, yakni, anion superoxide (O2-), yang direduksi dari
peroksida hidrogen secara parsial (H2O2), dan radikal bebas hidroksil (OH+). Struktur
elektron O2, bagaimanapun, pada reduksi menyukai penambahan satu elektron pada
saat pembuatan radikal oxigen yang dapat menyebabkan kerusakan selular (Beattie,
2002).
bebas yang sangat berbahaya karena radikal bebas tersebut dilibatkan dalam reaksi
peroksida sendiri bukanlah suatu radikal bebas tetapi dikonversi oleh reaksi Haber-
Weiss atau Fenton menjadi radikal hidroksil dengan adanya Fe2+ atau Cu+ di sel
membran organella merupakan subjek terhadap peroksidasi lipid. Suatu reaksi rantai
radikal bebas dimulai dengan pemindahan hidrogen dari sebuah asam lemak tak jenuh
ganda oleh radikal hidroksil. Radikal lipid yang dihasilkan akibat reaksi tersebut
bersama dengan malondialdehyde. Dimana dapat larut dalam air dan dapat dideteksi
dalam darah (Beattie, 2002).
berbagai cara untuk merubah radikal bebas dan melindungi diri mereka melawan efek
adalah glutathion peroksidase, yang mengkatalis reduksi dari hidrogen peroksida dan
Toksisitas Pb dalam pembentukan radikal bebas terdiri dari dua cara berbeda yang
dan hidrogen peroksida dan (2) Penekanan langsung cadangan antioksidan (Ercal et
pada dosis rendah meningkatkan kadar enzim-enzim antioksidan darah seperti SOD,
katalase dan GPx tetapi pemaparan pada dosis lebih tinggi ( lebih dari 40 g/dL
darah) dan jangka waktu lama justru akan menekan enzim-enzim tersebut
penting dalam menjaga tersedianya GSH yang dibentuk kembali dari Glutathion
teroksidasi (GSSG) oleh enzim Glutathion reductase (GR). Peran GSH sebagai
molekul antioksidan dapat secara non-enzimatik atau enzimatik sebagai kofaktor / ko-
enzim dalam detoksifikasi radikal bebas (Gambar 4). Pb yang berikatan dengan gugus
merupakan target Pb. Dengan demikian Pb yang terikat pada enzim ini
menyebabkan produksi heme akan menurun dan meningkatkan akumulasi ALA yang
eritrosit banyak diamati oleh karena afinitas eritrosit terhadap Pb sangat tinggi.
Oksidasi lipid terbentuk dari 3 proses dasar inisiasi, propagasi dan terminasi
Inisiasi :
RH R• + H •
Propagasi:
R• + O2 ROO•
lambat
ROO• + RH ROOH + R•
RO• + RH ROH + R•
Terminasi:
R• + R• RR
R• + ROO• ROOR
RH, R, RO, ROO, ROOH dan M berturut-turut merupakan symbol untuk asam
lemak tidak jenuh atau ester dengan atom H pada atom karbon alilik, radikal alkil,
2002).
Peroksidasi lipid adalah mekanisme dari trauma sel, baik pada tumbuhan
ataupun hewan. Digunakan sebagai indikator dari stres oksidatif pada sel dan
jaringan. Peroksida lipid yang berasal dari asam lemak tak jenuh ganda, bersifat tidak
stabil dan mengalami perubahan membentuk beberapa senyawa kompleks (Mc Kee
Asam lemak tidak jenuh ganda mudah sekali teroksidasi oleh radikal bebas atau
dengan keluarnya atom hidrogen dari asam lemak tidak jenuh ganda. Radikal lipid
yang terbentuk kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil yang
bersifat radikal, ketika radikal peroksil ini menarik atau mengeluarkan atom hidrogen
dari molekul asam lemak yang lain. Salah satu akibat penting peroksidasi lipid adalah
pembentukan senyawa-senyawa aldehyde, terutama Malondialdehyde (MDA).
Antioksidan dengan berat molekul kecil yang ditemukan dalam makanan adalah
asam askorbat atau sering disebut asam askorbat, vitamin A, vitamin E, zink,
sebagai asam heksuronat dengan rumus C6H8O6 (Gambar 5) Asam askorbat bekerja
sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu merupakan reducing agent
(Tuminah, 2000).
Pada dasarnya adalah untuk mencegah terbentuknya radikal hidroksil yaitu radikal
a. Katalase (dalam sitoplasma), dapat mengkatalisis H2O2 menjadi H2O dan O2.
b. Enzim SOD (Superoksida dismutase) yang ada di dalam tubuh manusia, yaitu
glutathion dan sistein. Vitamin E dan beta karoten bersifat lipofilik sehingga dapat
berperan pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid. Sebaliknya asam
askorbat, glutathion dan sistein bersifat hidrofilik dan berperan dalam sitosol dan
diharapkan akan memberikan efek yang optimal dalam menghadapi aktivitas senyawa
vitamin. Asam askorbat merupakan agen pereduksi yang mampu mereduksi senyawa-
senyawa seperti oksigen molekular, nitrat, dan sitokrom a dan c. Mekanisme kerja
berbagai aktivitas asam askorbat masih belum jelas. Dalam beberapa proses asam
agar kofaktor logam dapat berada dalam keadaan tereduksi (Mayes, 2003).
redoksnya yaitu mudah dioksidasi dan direduksi kembali dengan bantuan glutathion.
Pada beberapa reaksi asam askorbat bersifat sebagai donor elektron. Asam askorbat
dosis 400mg dapat melindungi otot dari kerusakan oksidatif selama aktivitas jangka
panjang seperti berolahraga berat dan menstimulasi reparasi fungsi otot (Tjay dan
Rahardja, 2002). Dari beberapa penelitian telah diketahui bahwa pemberian asam
Beberapa infeksi virus dapat diatasi dengan pemberian asam askorbat dosis 500
mg bahkan 1000 mg. Sedangkan asam askorbat dengan dosis 200 mg sampai 500 mg
telah terbukti dapat mengatasi kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh berbagai
logam berat (Klenner, 1997). Penelitian yang dilakukan oleh Dawson et al (1999),
telah membuktikan bahwa asam askorbat dengan dosis 1000 mg secara signifikan
dapat menurunkan kadar Pb darah pada perokok. Adapun dosis optimal asam
(Sanjoto, 2001).
Angka Kecukupan Gizi (AKG) asam askorbat adalah 35 mg untuk bayi dan
meningkat 300-500 kali pada penyakit infeksi, tukak peptik, neoplasma dan keadaan-
keadan yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh. (Dewoto dan Wardhini, 1995).
II.7.1. Morfologi
Sel darah merah atau eritrosit adalah sel yang terbanyak di dalam darah. Sel
darah merah mengandung senyawa berwarna merah yang disebut hemoglobin. Sel ini
dengan mudah dapat dilihat dengan bantuan mikroskop pada sediaan hapusan darah.
Sel ini memiliki ciri khas yaitu tidak memiliki inti.dan berbentuk dwicekung
(Sadikin, 2002).
Konsentrasi sel darah merah perlu diketahui untuk menilai fisiologis tubuh. Ada
beberapa cara yang digunakan untuk menyatakan konsentrasi sel darah merah di
sebagai jumlah sel darah merah dalam suatu volume tertentu dan yang ketiga dalam
menggunakan alat yang bernama kamar hitung improved Neubauer. Dengan cara ini
konsentrasi darah dinyatakan sebagai jumlah sel darah merah/mm3. Nilai yang
umumnya disepakati sebagai nilai normal ialah 5x106 sel/mm3 untuk laki-laki
dewasa dan 4,5x106 sel/mm3 (Sadikin M, 2002), sedangkan untuk mencit 6,86-
METODOLOGI PENELITIAN
acak sederhana. Sebanyak 36 ekor mencit betina (Mus musculus L) dibagi dalam 9
{(t-1)(n-1)}≥ 15
Keterangan:
Mencit betina Mus musculus L, strain DDW, berumur 6-8 minggu dengan berat
badan 20-35 gr. Hewan uji diperoleh dari Laboratorium Struktur dan Perkembangan
penelitian yang diatur dalam Deklarasi Helsinki dan telah memperoleh ”ethical
clearance” dari komite etik dan komite ilmiah penelitian bidang kesehatan Fakultas
Kedokteran, USU.
160 mg/kgBB.
dan makanan.
buah dan diberi alas sekam padi. Masing-masaing kamar ditempatkan 1 ekor mencit.
Kandang ditempatkan dalam ruangan tertutup dengan temperatur ruangan (25± 2°C)
dan masuknya cahaya secara tidak langsung . Mencit diberi makanan sesuai standar
berupa pellet (PC-05) produksi PT. Charoen Pokphan Medan dan diberi minum
aquades secara ad libitum. Sebelum perlakuan, hewan percobaan diaklimatisasi
penimbangan berat badan yang dilakukan di awal dan akhir masa aklimatisasi.
Kandang, tempat makan dan minum dibersihkan dan alas sekam padi diganti
Sampel yang terdiri dari 36 ekor mencit dibagi ke dalam sembilan kelompok yang
terdiri atas 4 ekor untuk setiap kelompok. Bahan uji larutan asam askorbat diberikan
secara oral dengan menggunakan sonde gavage yaitu alat suntik dengan jarum yang
ujungnya telah ditumpulkan, sedangkan bahan uji larutan Pb asetat diberikan dengan
Pb asetat adalah 0,1 mL/10 gBB setiap hari sesuai prosedur pemberian sebagai
berikut
1. Kelompok 1 (n=4): Hewan dari kelompok ini hanya menerima air suling
ganda /Aquabidest.
6. Kelompok 6 (n=4): Hewan dari kelompok ini diberi asam askorbat (400
diberikan secara intraperitoneal pada hari ke-7, satu jam setelah pemberian
asam askorbat.
7. Kelompok 7 (n=4): Hewan dari kelompok ini diberi asam askorbat ( 400
diberikan secara intraperitoneal pada hari ke-7, satu jam setelah pemberian
asam askorbat.
8. Kelompok 8 (n=4): Hewan dari kelompok ini diberi asam askorbat ( 400
diberikan secara intraperitoneal pada hari ke-7, satu jam setelah pemberian
asam askorbat.
9. Kelompok 9 (n=4): Hewan dari kelompok ini diberi asam askorbat ( 400
diberikan secara intraperitoneal pada hari ke-7, satu jam setelah pemberian
asam askorbat.
Pemberian bahan percobaan secara oral dilakukan setiap hari antara pukul 08.30 -
1 √ - -
2 - - 20
3 - - 40
4 - - 80
5 - - 160
6 - 400 20
7 - 400 40
8 - 400 80
9 - 400 160
dilakukan dislokasi leher. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam cuvet yang
(1) Kadar MDA plasma dan (2) Jumlah eritrosit. Dosis asam askorbat dan Pb serta
lamanya waktu pemberian dalam penelitian ini dimodifikasi dari penelitian yang
Tepung Asam askorbat (L-ascorbic acid; C6H8O6) yang digunakan pada penelitian
ini dilarutkan dalam air suling ganda dengan konsentrasi 40 mg/mL dan diberikan
secara oral sekali sehari selama 7 hari berturut-turut pada mencit Mus musculus L,
B. Pembuatan larutan Pb
penelitian ini disuntik secara intraperitoneal pada mencit dengan dosis sebagai
berikut: (a) Dosis 20 mg/kgBB dibuat dalam konsentrasi 2 mg/mL dengan air suling
dengan air suling ganda sebagai pelarut, (c) Dosis 80 mg/kgBB dibuat dalam
konsentrasi 8 mg/mL dengan air suling ganda sebagai pelarut, (d) Dosis 160
mg/kgBB dibuat dalam konsentrasi 16 mg/mL dengan air suling ganda sebagai
pelarut.
Alat : (1) Micropipette 200 L, (2) Micropipette 1000 L, (3) Micropipettes tips,
Genesis 5TM, (6) Vortex mixer, (7)Water bath, (8) Centrifuge, (9) Cuvette.
500 L reagensia TBA (2- Thiobarbituric acid). Kemudian tabung divortex lalu
dipanaskan dalam waterbath pada suhu 95°C selama 60 menit. Tabung disentrifugasi
pada 7000 RPM selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam cuvet yang
steril dan bersih lalu dibaca pada panjang gelombang 534 nm.
Alat : (1) Pipette eritrosit, (2) Kamar hitung improved Neubauer, (3) Kaca
Protokol kerja: Diisikan darah ke dalam pipet sampai 0.5, lalu kelebihan darah pada
ujung pipet dihapus. Sambil menahan darah pada ujung pipet, diisikan larutan
Hayem sampai garis 101. Selanjutnya pipet diletakkan pada posisi horizontal agar
cairan tidak keluar. Tekan kedua ujung pipet, kemudian goyang selama 3-5 menit
lalu cairan dibuang sebanyak 3 tetes, selanjutnya dengan posisi 30 derajat cairan
diteteskan ke dalam kamar hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup. Kamar
Pengenceran eritrosit 200x , tinggi kamar hitung 1/10 mm, seluruh permukaan kamar
hitung adalah 1/5 mm, maka faktor perkalian adalah : 5*10*200 = 10000/mm3.
Seluruh data yang diperoleh dianalisa dengan program SPSS versi 11.5.
Perbedaan rerata kadar MDA dan jumlah eritrosit dianalisa menggunakan uji
ANOVA untuk data berdistribusi normal. Bila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan
uji multiple comparition test (MCT) yaitu uji Bonferoni pada tingkat kemaknaan
p<0.05. Bila data tidak berdistribusi normal, dilakukan uji Kruskal Wallis. Korelasi
antara kadar MDA dan jumlah eritrosit dianalisa menggunakan uji korelasi Pearson.
III.8. Kerangka kerja
Mencit , 6-8 minggu,
BB 20-35 gr
Aklimatisasi 1 minggu
1
Aquabidest Selama 7 hari
2 3 4 5 6 7 8 9
Pb 20 Pb 40 Pb 80 Pb 160 Pb 20 Pb 40 Pb 80 Pb 160
mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
Setelah 48 jam
diaklimatisasi selama 7 hari. Selama proses aklimatisasi, berat badan dan aktivitas
fisik setiap mencit terus diperhatikan. Berat badan mencit setelah proses aklimatisasi
menggunakan teknik dislokasi leher dan pembedahan rongga dada guna memastikan
yang sebelumnya diproteksi dengan asam askorbat 400 mg/kgBB dilakukan dengan
mendapat Pb dan kelompok yang mendapat asam askorbat serta Pb dengan dosis
yang sama. Perbandingan efektifitas proteksi asam askorbat terhadap paparan Pb
yang diberikan secara intraperitoneal dengan berbagai dosis terlihat pada Gambar 8.
10 9.95
Kadar MDA (uM/mL)
6 5.7
5.09
4 4.18
3.66 3.42
2.76 2.83 3.11
2
0
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
Kelompok Perlakuan
Gambar 7. Sebaran rerata kadar MDA pada kelompok kontrol dan perlakuan
Keterangan :
K1 : Kelompok yang hanya diberi aquadest (sebagai kontrol)
K2 : Kelompok yang diberi Pb asetat dosis 20 mg/kgBB
K3 : Kelompok yang diberi Pb asetat dosis 40 mg/kgBB
K4 : Kelompok yang diberi Pb asetat dosis 80mg/kgBB
K5 : Kelompok yang diberi Pb asetat dosis 160 mg/kgBB
K6 : Kelompok yang diberi Asam askorbat 400 mg/kgBB + Pb asetat dosis 20 mg/kgBB
K7 : Kelompok yang diberi Asam askorbat 400 mg/kgBB + Pb asetat dosis 40 mg/kgBB.
K8 : Kelompok yang diberi Asam askorbat 400 mg/kgBB + Pb asetat dosis 80 mg/kgBB.
K9 : Kelompok yang diberi Asam askorbat 400 mg/kgBB + Pb asetat dosis 160 mg/kgBB
peroksidasi lipid yang dibuktikan dengan kadar MDA plasma yang lebih tinggi dari
kontrol yakni 5.7 M/mL banding 2.76 M/mL. Dengan pemberian asam askorbat
400 mg/kgBB peroral ternyata menekan terjadinya peroksidasi lipid pada kelompok
yang mendapat paparan Pb 20 mg/kgBB, 1 jam setelah pemberian asam askorbat
tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan kadar MDA plasma yang lebih rendah
dibandingkan kelompok yang hanya mendapat Pb yakni 3.42 M/mL banding 5.7
M/mL, namun tidak berbeda bermakna (p> 0.05). Ini menunjukkan bahwa proteksi
asam askorbat terhadap peroksidasi lipid akibat paparan Pb pada kelompok ini tidak
efektif.
p= 0.2
10 9.95
Kadar MDA ( M/mL)
8
p= 0.16
6 5.7 p= 0.42
5.09 p= 0.64 Kontrol
4.18
4 3.42 3.66 Pb
2.76 2.76 2.76 2.83 2.76 3.11
2 AA +Pb
0
I II III IV
Kelompok Perlakuan
Keterangan:
Kelompok I terdiri atas kelompok kontrol, kelompok dengan Pb 20 mg/kgBB, dan kelompok
dengan Asam askorbat 400 mg/kgBB + Pb 20 mg/kgBB
Kelompok II terdiri atas kelompok kontrol, kelompok dengan Pb 40 mg/kgBB, dan kelompok
dengan Asam askorbat 400 mg/kgBB + Pb 40 mg/kgBB
Kelompok III terdiri atas kelompok kontrol, kelompok dengan Pb 80 mg/kgBB, dan
kelompok dengan Asam askorbat 400 mg/kgBB + Pb 80 mg/kgBB
Kelompok IV terdiri atas kelompok kontrol, kelompok dengan Pb 160 mg/kgBB, dan
kelompok dengan Asam askorbat 400 mg/kgBB + Pb 160 mg/kgBB
Pemberian asam askorbat 400 mg/kgBB pada kelompok ini tampaknya tidak mampu
menekan timbulnya peroksidasi lipid akibat paparan Pb tersebut, oleh karen kadar
MDAnya bahkan meningkat menjadi 9.95 M/mL. Kadar MDA plasma pada
dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian asam askorbat ini tidak mampu
peroksidasi lipid yang ditunjukkan dengan kadar MDA plasma yang lebih tinggi dari
kontrol yakni 3.65 M/mL banding 2.76 M/mL. Pemberian asam askorbat 400
mg/kgBB untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada kelompok ini terlihat
menurunkan kadar MDA plasma ( 2.83 M/mL ) bila diberi Pb 80 mg/kgBB tetapi
secara statistik ternyata tidak berbeda bermakna (p>0.05). Data ini menunjukkan
bahwa proteksi asam askorbat terhadap peroksidasi lipid pada kelompok ini tidak
efektif.
Pada kelompok IV, pemberian Pb dosis 160 mg/kgBB juga memberi efek
meningkatkan kadar MDA plasma bila dibandingkan dengan kontrol yakni 4.18
M/mL banding 2.76 M/mL. Sama halnya dengan kelompok III, ternyata pemberian
asam askorbat 400 mg/kgBB sebelum pemberian Pb tampaknya juga mampu
kadar MDA plasma yang terjadi ini ternyata tidak berbeda bermakna (p> 0.05). Hal
ini juga menunjukkan bahwa proteksi asam askorbat terhadap peroksidasi lipid juga
tidak efektif.
Pb menimbulkan kerusakan sel yang diperantarai ROS atau stress oksidatif (Bechara
et al, 1993; Hermes-Lima et al, 1991) dan secara langsung menekan sistem
antioksidan tubuh dan menimbulkan peroksidasi lipid.(Gurer dan Ercal, 2000). ROS
dapat bereaksi dan menyebabkan kerusakan pada banyak molekul di dalam sel.
Fosfolipid yang menjadi unsur utama dalam membran plasma dan membran organela
dalam membran eritrosit) terhadap enzim fosfolipase akan lebih tinggi bila
eritrosit (Jain, 1984). Peroksidasi lipid adalah suatu reaksi rantai radikal bebas yang
diawali dengan terbebasnya hidrogen dari suatu asam lemak tak jenuh oleh radikal
membran dan mengganggu distribusi ion-ion yang mengakibatkan kerusakan sel dan
yang ditandai dengan penurunan kadar MDA pada kelompok perlakuan yang
mendapat proteksi dengan asam askorbat (kelompok 6, 8 dan 9 , kecuali pada
kelompok 7). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa, efek proteksi
asam askorbat dapat menurunkan kadar MDA plasma maupun jaringan serta
yang signifikan pada kelompok 7 ketika diberi asam askorbat 400 mg/kgBB yang
mendapat proteksi dengan asam askorbat. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-
faktor berikut ini: (1) Akibat peningkatan hemolisis eritrosit yang terkait dengan
tingginya kadar Pb darah yang dapat meningkatkan konsentrasi MDA plasma.( Wong
SOD, GPx dan Katalase. Penurunan aktivitas enzim-enzim tersebut akan terlihat pada
kadar Pb darah yang tinggi (>40 g/dL), namun sebaliknya akan meningkat pada
kadar Pb darah yang rendah (<40 g/dL) untuk periode waktu lebih lama.
Penelitian terhadap 137 pekerja yang terpapar Pb didapati kadar Pb darah yang
tinggi (lebih 40 g/dL) memiliki signifikan menurunkan kadar enzim GPx yang
berkorelasi dengan naiknya kadar MDA eritrosit. Sebaliknya pada paparan Pb yang
rendah (25-40 g/dL) akan meningkatkan kadar GPx dan menurunkan kadar MDA
eritrosit. Hal ini diyakini merupakan suatu reaksi kompensasi dari peningkatan
hubungan tidak signifikan proteksi asam askorbat terhadap produk lipid peroksidasi
yang terkait dosis (Anderson et al, 2000). Memang terbukti bahwa asam askorbat
merupakan scavenger kuat yang dapat memecahkan proses autokatalitik dari proses
peroksidasi lipid membran sel sehingga dapat memelihara integritas sel. Selain itu
pemberian asam askorbat juga telah dibuktikan dapat memperbaiki sistem antioksidan
tubuh yaitu dengan meningkatkan kadar gluthathion tereduksi. (Gajawat et al, 2006)
ditunjukkan pada Gambar 9. Dari hasil pemberian Pb dengan berbagai dosis yang
sebelumnya diproteksi dengan asam askorbat 400 mg/kgBB, diperoleh data jumlah
eritrosit yang ditunjukkan dengan jumlah eritrosit yang lebih rendah dari kontrol
yakni 5.37 x 106/mm3 banding 6.22 x 106/mm3. Dengan pemberian asam askorbat
paparan Pb dengan dosis tersebut yang ditunjukkan dengan jumlah eritrosit yang
lebih rendah dibandingkan kelompok yang hanya mendapat Pb yakni 4.72 x 106/mm3
dinyatakan bahwa pemberian asam askorbat dengan dosis tersebut tidak dapat
mencegah terjadinya hemolisis akibat paparan Pb pada kelompok ini.
10
8 7.92
0
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
Kelompok Perlakuan
Gambar 9. Sebaran rerata jumlah eritrosit pada kelompok kontrol dan perlakuan
yang lebih rendah dari kontrol yakni 5.41 x 106/mm3 banding 6.22 x 106/mm3.
Pemberian asam askorbat 400 mg/kgBB pada kelompok ini juga belum mampu
mengurangi hemolisis yang terjadi akibat paparan Pb dengan dosis tersebut yang
ditunjukkan dengan jumlah eritrosit yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang
hanya mendapat Pb yakni 5.23 x 106/mm3 banding 5.41 x 106/mm3, namun kedua
kelompok tidak berbeda bermakna (p>0.05) Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
asam askorbat dengan dosis tersebut pada kelompok ini juga tidak dapat mencegah
lebih rendah dari kontrol yakni 4.14 x 106/mm3 banding 6.22 x 106/mm3. Pemberian
asam askorbat 400 mg/kgBB terlihat mampu mencegah hemolisis yang terjadi akibat
paparan Pb dengan dosis yang sama yang ditunjukkan dengan jumlah eritrosit yang
lebih tinggi dibandingkan kelompok yang hanya mendapat Pb yakni 5.85 x 106/mm3
banding 4.14 x 106/mm3. Peningkatan jumlah eritrosit pada kelompok yang mendapat
proteksi dengan asam askorbat dibandingkan dengan kontrol dan kelompok yang
hanya mendapat Pb tidak berbeda bermakna (p>0.05). Data ini menunjukkan bahwa
proteksi asam askorbat terhadap jumlah eritrosit akibat paparan Pb pada kelompok ini
tidak efektif.
P=0.13
4.72
10 /mm
4.14
4 Kontrol
6
Pb
2 AA +Pb
0
I II III IV
Kelompok Perlakuan
Gambar 10. Perbandingan rerata jumlah eritrosit antara kelompok kontrol dan
perlakuan
Pada kelompok IV sama halnya dengan ketiga kelompok sebelumnya, pemberian
hemolisis yang ditunjukkan dengan jumlah eritrosit yang sedikit lebih rendah dari
kontrol yakni 6.12 x 106/mm3 banding 6.22 x 106/mm3. Pada kelompok ini sama
terlihat mampu mencegah hemolisis yang terjadi akibat paparan Pb dengan dosis
yang sama yang ditunjukkan dengan jumlah eritrosit yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok yang hanya mendapat Pb yakni 7.92 x 106/mm3 banding 6.12 x 106/mm3.
Peningkatan jumlah eritrosit ini ternyata tidak berbeda bermakna (p>0.05) Hasil ini
sel yang menyebabkan peningkatan laju hemolisis eritrosit. Hemolisis timbul sebagai
hasil akhir dari peroksidasi lipid pada membran eritrosit yang terkait dengan
ROS.(Lawton dan Donaldson, 1991), dan sering ditandai dengan adanya hipokromik
atau normokromik anemia ( Gurer dan Ercal, 2000). Hal yang menarik adalah bila
kelompok yang diberi asama askorbat dan Pb, terlihat pada Gambar 11, yang
tetapi sebelumnya telah mendapat asam askorbat 400 mg/kgBB. Pada kelompok
kontrol (Gambar 11a) terlihat masih banyak bentuk eritrosit yang utuh (cakram)
dibandingkan dengan kelompok yang dipapar Pb (Gambar 11b) dan kelompok yang
mendapat asam askorbat 400 mg/kgBB (Gambar 11c). Hal ini terkait selain terjadinya
Gambar 11. Bentuk eritrosit dari beberapa mencit kelompok perlakuan. (a) Bentuk
eritrosit dari kelompok kontrol, (b) bentuk dari eritrosit dari kelompok
yang dipapar Pb 80 mg/kgBB, (c) bentuk eritrosit dari kelompok yang
mendapat asam askorbat 400 mg/kgBB dan Pb 80 mg/kgBB. (å =
perbedaan bentuk eritrosit )
kerja dari enzim G6PD dan penghambatan terhadap Pentosa Phosphate Shunt
(Lachant et al, 2008). Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa asam
coba didapati bahwa efek toksik dari Pb pada saat pembentukan heme diperbaiki oleh
pemberian asam askorbat dosis 100 mg/kgBB (Vij, 1998). Bagaimanapun juga hanya
asam askorbat yang efektif untuk membalikkan penghambatan terhadap kadar enzim
h-ALAD darah, yang mengindikasikan secara signifikan efek antioksidan yang sangat
baik.(Patrick, 2006).
cerna melalui penghambatan ion Fe2+ menjadi Fe3+ di duodenum yang akan
1979). Penelitian dari 75 laki-laki yang merokok yang diberi 1000 mg asam askorbat
setiap hari selama 30 hari menunjukkan penurunan kadar Pb darah dari 1.8 g/dL
menjadi 0.4 g/dL. Namun kadar Pb di dalam urin tidak mengalami perubahan
cerna.(Dawson et al, 1999). Hal tersebut tidak terjadi di dalam penelitian ini sehingga
efek asam askorbat tidak signifikan memproteksi eritrosit terhadap peroksidasi lipid
akibat paparan Pb. Kenyataan ini juga ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi
V.1. Kesimpulan
a. Pemberian asam askorbat dengan dosis 400 mg/kgBB mencit yang dipapar Pb
malah meningkatkan kadar MDA. Semua perbedaan tersebut secara statistik tidak
bermakna (p>0.05).
b. Pemberian asam askorbat dengan dosis 400 mg/kgBB mencit yang dipapar Pb
(p>0.05).
V.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai hubungan antara kadar Pb
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis asam askorbat yang lebih
Acharya, U.R., Acharya, S., and Mishra, M. 2003. Lead Acetat Induced Cytotoxicity
in Male Germinal Cells of Swiss Mice. Industrial Health. 41:291-4.
Adonaylo, V.N. and Oteiza, P.I. 1999. Lead Intoxication: Antioxidant Defences and
Oxidative Damage in Rat Brain. Toxicology. 135: 77-85.
Anderson, D., Philips, B.J., Tian-Wei, Y., Edwards, A.J., Ayesh, R. and Butterworth,
K.R.2000. Effects of Vitamin C Supplemention in Human Volunteers with A
Range of Cholesterol levels of Biomarkers of Oxygen Radical-Generated
Damage. Pure Appl.Chem. 72; 6:973-983.
Apryanto, A. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi. Available at:
http://www.kharisma.de/files/home/makalah_ anton.pdf.
Ardiyanto, D. 2005. Deteksi Pencemaran Timah Hitam (Pb) Dalam Darah
Masyarakat Yang Terpajan Pb (Plumbum). J Kes Ling. 2;1: 67-76.
Baloh, R.W. 1974. Laboratory Diagnosis of Increased Lead Absorption. Arch
Environ Health. 28: 198-208.
Beattie, D.S. 2002. Bioenergetics and Oxidative Metabolism. In : Devlin, T.M. (Ed)
Textbook of Biochemistry With Clinical Correlations. 5th.Ed, pp 538-593.
Wiley-Liss. New York.
Bechara, E.J.H., Medeiros, M.H.G., Monteiro, H.P., Her-mes-Lima, M., Pereira, B.,
Demasi, M., et al. 1993. A Free-radical Hypothesis of Lead Poisoning and
Inborn porphyries Associated with 5-aminolevulinic Acid Overload. Quim.
Nova. 16: 385-392.
Blankenberg, S., Rupprecht, H.J., Bickel, C., et al. 2003. Glutathione Peroxidase 1
Activity and Cardiovascular Events in Patients with Coronary Artery Disease.
N. Engl. J. Med. 349 : 7.
Bushnell, P.J. and Levin, E.D. 1983. Effect of Zinc Deficiency Toxicity in Rats.
Neurobehav Toxicol Teratol. 5 : 283-288.
Carr, A.C. and Frei, B. 1999. Towards A New Recommended Dietary Allowance for
Asam Askorbat Based on Antioxidant and Health Effects in Human. Am. J.
Path. 18 : 499.
Christyaningsih, J. 2003. Pengaruh Asam Askorbat dan Vitamin E Terhadap
Aktivitas Enzim SOD Yang Diakibatkan Oleh Paparan Asap Rokok pada Tikus,
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Hal: 7-9
Cohn, J., Cox, C., and Cory-Slechta, D.A. 1993. The Effects of Lead Exposure on
Learning in Multiple Repeated Acquisition and Performance Schedule.
Neurotoxicology. 14: 329-346.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya Dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Hal. 112-
140.
Dawson, E.B., Evans, D.R., Harris, W.A., Teter, M.C., and McGanity, W.J. 1999.
The Effect of Ascorbic Acid Supplementation on The Blood Lead Level of
Smokers. J. Am. Coll. Nutr. 18:166-170.
Departemen Kesehatan RI. 2001. Kerangka Acuan Uji Petik Kadar Pb Pada
Spesimen Darah Terhadap Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Pencemaran
Pb. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Jakarta.
DeRoss, F.J. 1997. Smelters and Metal Reclaim Menrs. In Occupational Industrial,
and Environmental Toxicology. New York: Mosby-Year book, pp 291-333.
Dewoto, H.R. dan Wardhini S. 1995. Vitamin dan Mineral. Dalam: Ganiswarna,
S.G., Setiabudy, R., Suyatna, F.D., Purwanthyastuti, Nafrialdi (Eds).
Farmakologi dan Terapi. Ed. 4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.Hal. 722-724.
Ding, Y., Gonick, H.C., and Vaziri, N.D. 2000. Lead Promotes Hidroksil Radical
Generation and Lipid Peroxidation in Cultured Aortic Endothelial Cells. Am. J.
Hipertens. 13:552-555.
Elias, R.W. 1985. Lead Exposures in The Human Environment. In Mahaffey, K.(Ed.).
Dietary and Environmental Lead: Human Health Effects, Elsevier, Amsterdam,
New York-Oxford., pp 79-107.
El-Ashmawy, I.M., Ashry, K.M., El-Nahas, A.F., and Salama, O.M. 2006.
Protection by Turmeric and Myrrh Against Liver Oxidative Damage and
Genotoxicity Inducedd by Lead Acetat In Mice. Basic & Clinical Pharmacology
& Toxicology. 98:32-37.
Ercal, N., Gurer, H., and Aykin-Burns, N. 2001. Toxic Metals and Oxidative Stress.
Part 1. Mechanisms Involved in Metal Induced Oxidative Damage. Curr Top
Med Chem. 1: 529-539.
Federer, W.Y. 1963. Experimental Design Theory and Application. New York, Mac
Millan, pp 544.
Fracasso, M.E., Perbellini, L., Solda, S., Talamini, G., and Franceschetti, P. 2002.
Lead Induced DNA Strand Breaks In Lymphocytes of Exposed Workers: Role of
ROS and Protein Kinase C. Mutation Research. 515:159-169.
Gajawat, S., Sancheti, G., and Goyal, P.K. 2006. Protection Against Lead-Induced
Hepatic Lesions in Swiss Albino Mice by Ascorbic Acid.
Pharmacologyonline. 1:140-149.
Goldstein, B.D. and Kipen, H.M. 1994. Hematologic Disorder. In Levy and
Wegman(Eds): Occupational Health Recognizing and Preventing Work-Realted
Diseases. 3rd ed, USA: Little Brown and Company.
Goodman, S. 1995. Ester-C: Asam Askorbat Generasi III. Cetakan ketiga. Penerbit
Gramedia Pustaka Utama. Hal. 97-100.
Gurer, H. and Ercal, N. 2000. Can Antioxidants Be Beneficial in The Treatment of
Lead Poisoning? Free Radic. Biol. Med. 29;10: 927-945.
Gurer, H., Ozgumes, H., Oztezcan, S., and Ercal, N. 1999. Antioxidant Role of g-
lipoic Acid in Lead Toxicity. Free Radic. Biol. Med. 27: 75-81.
Hariono, B. 2005. Efek Pemberian Plumbum (Timah Hitam) Anorganik Pada Tikus
Putih (Rattus novergicus), J. Sain Vet. 23; 2: 107-18
Hermes-Lima, M., Pareira, B., and Bechara, E.J.H. 1991. Are Free Radicals Involved
in Lead Poisoning? Xenobiotica. 21: 1085-1090.
Hidayat dan Haryadi. 2002. Bensin Tanpa Pb Memicu Kanker. Available at
http://www. otomotif . online.com.
Holtzman, D., De Vries, C., Nguyen, H., Oslon, J., and Bensch, K. 1984. Maturation
of Resistance to Lead Encephalopathy: Cellular and Sub-cellular Mechanisms.
Neurotoxicol. 5:97-124.
Hsieh, Y.Y., Chang, C.C., and Lin, C.S. 2006. Seminal Malondialdehyde
Concentration but Not Glutathione Peroxidase Activity is Negatively Correlated
with Seminal Concentration and Motility. Int. J. Biol.Sci. 2;1: 23-29.
Hsu, P.C., Hsu, C.C., Liu, M.Y., Chen, L.Y., and Guo YL. 1998. Lead-induced
Changes in Spermatozoa Function and Metabolism. J.Toxicol.Environ.Health
A.55;1: 45-64.
Jain, S.K. 1984. The Accumulation of Malondialdehyde, a Product of Fatty Acid
Peroxidation, Can Disturb Aminophospholipid Organization in the Membrane
Bilayer of Human Erythrocyte.J Biol. Chem. 259;6:3391-3394.
Jiun, Y.S. and Hsien, L.T. 1994. Lipid Peroxidation in Workers Exposed to Lead.
Archiv. Environ. Health. 49: 256-9.
Kanter, M., Coskun, O., Armutcu, F., Uz, Y.H., and Kizilay, G. 2005. Protective
Effectsof Vitamin C, Alone or In Combination with Vitamin A, On Endotoxin-
Induced Oxidative Renal Tissue Damage in Rats. Tohoku J. Exp. Med. 206:
155-162.
Kasperczyk, S., Kasperczyk, A., and Ostalowska, A. 2004. Activity of Glutathion
Peroxidase, Glutathion Reductase, and Lipid Peroxidation in Erythrocytes in
Workers Exposed to Lead. Biol Trace Elem Res. 102: 61-72.
Klenner, F.1997. Significance of High Daily Intake of Ascorbic Acid In Preventive
Medicine. Vitamin C in Medicine. 1;1.
Knight, J.A., Pieper, R.K., and McCiellan, L. 1988. Specificity of The Thiobarbituric
Acid Reaction: Its Use in Studies of Lipid Peroxidation.Clin.Chem.34;12: 2433-
2438.
KPBB (Komisi Peghapusan Bensin BerPb). 2006. Bahaya Bensin BerPb. Available
at : http://www.KPBB.org
Lachant, N.A., Tomoda, A., and Tanaka, K.R. 1984. Inhibition of the Penthosa
Phosphate Shut by Lead: A Potential Mechanism for Hemolysis in Lead
Poisoning. Blood. 63; 3:518-524.
Lawton, L.J. and Donaldson, W.E. 1991. Lead–Induced Tissue Fatty Acid Alterations
and Lipid Peroxidation. Biol. Trace Elem. Res. 28:83-97
Loeb, W.F. and Quimby, F.W. 1989. The Clinical Chemistry of Laboratory Animals.
Pergamon Press. Inc.London.
Mayes, P.A. 2003. Struktur dan Fungsi Vitamin Larut-Air. Dalam: Murray, R.K.,
Granner, D.K., Mayes, P.A., and Rodwell, V.W (Eds). Biokimia Harper, Ed.
25, EGC, Jakarta, Hal. 609-612.
Mc Kee, T. and Mc Kee, J.R. 2003. Aerobic Metabolism II: Electro Transport and
Oxidative Phosphorilation In: Biochemistry the molecular basis of life. 3rd ed.
Mcgraw-Hill, NY 10020: 319-326.
Mitruka, B.M. and Rawnsley. 1981. Clinical Biochemical and Hematological.
Reference Values in Normal Experimental Animal and Normal Humans.
Masson Publishing USA.Inc.
Monteiro, H.P., Abdalla, D.S.P., Faljoni-Alario, A., and Bechara, E.J., 1986.
Generation of Active Oxygen Species During Coupled Autoxidation of
Oxyhemoglobin and h-aminolevulinic Acid. Bio-chim Biophys Acta. 881:100-
106.
MSDS-Material Safety Data Sheet. 2006. Lead Nitrate. MSDS no L3130 : 1-8.
Mudipalli, A. 2007. Lead Hepatotoxicity & Potential Health Effects. Indian J. Med.
Res.126: 518-27
Mussalo-Rauhmaa, H., Salmela, S.S., Leppanen, A., and Pyassalo H. 1986.
Cigarettes As A Source of Some Trace and Heavy Metals and Pesticides in
Man. Arch Environ Health. 41: 49-55.
Nolan, C.V. and Shaikh, Z.A. 1992. Lead Nephrotoxicity and Associated Disorders:
Biochemical mechanisms. Toxicology. 73:127-146
Pagliara, P., Karla, E.C., Caforio, S., Chionna, A., Massa, S., Abbro, L., et al. 2003.
Kupffer Cells Promote Lead Nitrate Induced Hepatocyte Appotosis via
Oxidative Stress. Camparative Hepatology. 2;8: 1-13.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta.
Hal. 74-93.
Patra, R.C., Swarup, D., and Dwivedi, S.K. 2001. Antioxidant Effects of Alpha
Tocopherol, Ascorbic Acid, and L-methionine on Lead-Induced Oxidative Stress
to The Liver, Kidney, and Brain in Rats. Toxicology. 162: 81-88.
Patrick, L. 2006. Lead Toxicity, A Review of The Literature.Part I. Exposure,
Evaluation, and Ttreatment. Altern. Med. Rev. 11 : 2-22.
Philip, A.T. and Gerson, B.1994. Lead Poisoning –Part I. Incidence, Etiology, and
Toxicokinetics. Clin.Lab.Med. 14:423-444.
Sadikin, M. 2002. Sel Darah Merah. Dalam : Biokimia Darah, Widya Medika,
Jakarta, Hal.12-23.
Sadrzadeh, S.M.H., Graf, E., Panter, S.S., Hallaway, P.E., and Eaton, J.W.1984.
Hemoglobin. J.Biol.Chem.259;23:14354-6.
Sandhir, R. and Gill, K.D. 1995. Effect of Lead on Lipid peroxidation in liver of rats.
Biol. Trace elem. Res. 48: 91-7.
Sanjoto, P. 2001. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Diameter Alveoli dan
Pola Protein Jaringan Paru Tikus Yang Dipapar Dengan Asap Rokok Kronis.
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
Shannon, M.W. 1998. Lead: Clinical Management of Poisoning and Drug Overdose.
3rd ed. Philadephia: WB Saunders. 767-84.
Sipos, P., Szentmihalyi, K., Feher, E., Abaza, M., Szilagyi, M., and Blazovics, A.
2003. Some Effects of Lead Contamination on Liver and Gallbladder Bile. Acta
Biologica Szegediensis. 47(1-4):139-142.
Sjamsuddin dan Suyatna. 1978. Keracunan Pb. Cermin Dunia Kedokteran No 13.
Hal. 28-32.
Smith, J.B. dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia.
Jakarta, Hal. 37-57.
Stofen, D. 1974. Environmental Lead and The Heart. J Mol Cell Cardiol. 6: 285-290.
Sudarmaji, Mukono, J., dan Corie, I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan
Dampaknya Terhadap Kesehatan. J. Kes. Ling. 2;2:129-142.
Sudaryanti, E.1999. Aspek Penanganan Radikal Bebas Melalui Antioksida. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan. Hal. 6-8.
Suzuki, T. and Yoshida, A.1979. Effectiveness of Dietary Iron and Ascorbic Acid in
The Prevention and Cure of Moderately Long-Term Lead Toxicity in Rats. J.
Nutr .109: 1974-1978.
Tjay, T.H. and Rahardja, K. 2006. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo,
Jakarta. Hal. 807-809.
Tuminah, S. 2000. Radikal Bebas dan Antioksidan: Kaitannya dengan Nutrisi dan
Penyakit. Cermin Dunia Kedokteran. 128: 49-50.
USEPA. 1986. Air Quality Criteria for Lead. Washington DC, Environmental
Protection Agency, EPA-600/8-83/028 aF-dF.
Vij, A.G., Satija, N.K., and Flora, S.J.1998. Lead Induced Disorders in
Hematopoietic and Drug Metabolizing Enzyme System and Their Protection by
Ascorbic Acid Supplementation. Biomed Environ Sci. 11: 7-14.
West, W.L, Knight, E.M, Edwards, C.H, et. al.1994. Maternal Low Level Lead and
Pregnancy Outcomes. J. Nutr. 124: 981S-86S.
Wong, S.H.Y., Knight, J.A., Hopfer, S.M., Zakaria, O., Leach Jr, C.N., and
Sunderman Jr, F.W.1987. Lipoperoxides in Plasma as Measured by Liquid-
Chromatographic Separation of Malondialdehyde-Thiobarbituric Acid Adduct.
Clin.Chem. 33: 214-20.
WHO-World Health Organization. 1987. Air Quality Guidelines for Europe.
Copenhagen, World Health Regional Office for Europe, European Series. 23:
200-209.
. 1977. Lead Environmental Health Criteria no. 3,
Geneva, WHO.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Tehnologi dan Konsumen. Penerbit PT Gramedia
Utama, Jakarta.
Yiin, S.J. and Lin, T.H. 1995. Lead-Catalyzed Peroxidation of Essential Unsaturated
Fatty Acid. Biol Trace Elem Res. 50:167-172.
Lampiran 1. Persetujuan Komite Etik
Lampiran 2. Analisa statistik
Tests of Normality
MDA
Levene
Statistic df1 Df2 Sig.
1.099 2 9 .374
ANOVA
MDA
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 19.011 2 9.505 2.223 .164
Within Groups 38.476 9 4.275
Total 57.487 11
Tests of Normality
MDA
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.612 2 9 .252
ANOVA
MDA
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 107.622 2 53.811 4.921 .036
Within Groups 98.416 9 10.935
Total 206.037 11
Multiple Comparisons
Tests of Normality
KEL Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
MDA Control .226 4 . .930 4 .594
Pb 80 mg .178 4 . .974 4 .868
As.askorbat400
mg + Pb 80 .226 4 . .945 4 .684
ANOVA
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.005 2 1.002 .469 .640
Within Groups 19.232 9 2.137
Total 21.237 11
F.Data Uji Statistik Kadar MDA Kel.IV
Tests of Normality
MDA
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.298 2 9 .750
ANOVA
MDA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.413 2 2.207 .958 .420
Within Groups 20.728 9 2.303
Total 25.141 11
Tests of Normality
Test Statistics(a,b)
ERI
Chi-Square .750
df 1
Asymp. Sig. .386
a Kruskal Wallis Test
b Grouping Variable: KEL
Ranks
Test Statistics(a,b)
ERI
Chi-Square 1.333
df 1
Asymp. Sig. .248
Tests of Normality
KEL Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
ERI Control .242 4 . .923 4 .555
Pb 40 mg .365 4 . .762 4 .050
As.askorbat 400 mg
+ Pb 40 mg .339 4 . .758 4 .046
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Test Statistics(a,b)
ERI
Chi-Square 1.333
df 1
Asymp. Sig. .248
a Kruskal Wallis Test
b Grouping Variable: KEL
Ranks
Test Statistics(a,b)
ERI
Chi-Square .759
df 1
Asymp. Sig. .384
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 9.801 2 4.901 5.198 .032
Within Groups 8.485 9 .943
Total 18.286 11
Multiple Comparisons
Bonferroni
Mean
Difference
(I) KEL (J) KEL (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Upper
Bound Bound
Control Pb 80 mg 2.0725(*) .68656 .044 .0586 4.0864
As.askorbat 400
.3625 .68656 1.000 -1.6514 2.3764
mg + Pb 80 mg
Pb 80 mg kontrol
-2.0725(*) .68656 .044 -4.0864 -.0586
As.askorbat 400
-1.7100 .68656 .103 -3.7239 .3039
mg + Pb 80 mg
As.askorbat kontrol
400 mg + Pb -.3625 .68656 1.000 -2.3764 1.6514
80 mg
Pb 80 mg
1.7100 .68656 .103 -.3039 3.7239
Tests of Normality
KEL Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
ERI Control .242 4 . .923 4 .555
Pb 160 mg .262 4 . .911 4 .486
As.askorbat
400 mg + Pb .245 4 . .964 4 .804
160 mg
ERI
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.615 2 9 .562
ANOVA
ERI
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 8.211 2 4.105 3.540 .073
Within Groups 10.438 9 1.160
Total 18.649 11
Correlations
MDA ERI
MDA Pearson
1 -.053
Correlation
Sig. (2-tailed) . .722
N 48 48
ERI Pearson
-.053 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .722 .
N 48 48