Anda di halaman 1dari 13

Obsessive Corbuzier’s Diet dan Pembahasan Ilmiahnya

Mata Kuliah Dietetika Pada Penyakit Tidak Menular

Semester 6

Disusun Oleh:

1. Nadya Islamiyevo Bakri Tanjung NIM 6511418079


2. Citra Indah Sari NIM 6511418081
3. Lita Aulia Putri NIM 6511418085

Dosen Pengampu:
Natalia Desy Putrinigtyas, S.Gz., M.Gizi

Program Studi Gizi


Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Negeri Semarang
Tahun 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diet dalam saah satu definisi yang dijabarkan oleh Siregar (2009) ialah
perilaku seseorang dalam mengatur konsumsi asupan makanan dan minuman secara
rutin dengan tujuan untuk menjaga kesehatan. Diet sendiri saat ini umumnya dikenal
sebagai usaha unutk menurunkan berat badan dan diakukan dengan berbagai macam
cara yang berkofus pada pengaturan pola makan oleh individu yang melakukan diet.
Salah satu tujuan dari diet adalah menjaga kesehatan, sehat merupakan
kondisi dimana segala sesuatu terkait tubuh seseorang dapat bekerja secara normal
dan sesuai dengan fungsi sebagaimana mestinya. Dalam diet terdapat beberapa
perilaku yang disarankan untuk dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, salah satunya adalah dengan olahraga. Olahraga dipercaya secara ampuh
membantu pembakaran lemak dengan waktu minimal olahraga yang dilakukan adalah
30 menit.
Munculnya tren – tren terkait diet di masyarakat dan tidak dibarengi dengan
pola makan yang seimbang sesuai dengan anjuran pedoman gizi seimbang terlihat
semakin marak hadir ditengah masyarakat, keinginan untuk diet praktis dalam waktu
yang singkat dan memberikan hasil penurunan berat badan secara drastic membuat
masyarakat menjadi mudah terpancing dan dilakukan dengan perilaku yang salah
sehingga hasil yang didapatkan tidaklah sesuai dengan keinginan. Seperti halnya diet
ekstrim, diet yang seharusnya berada di bawah monitor ahlinya justru dilakukan
secara mandiri oleh masyarakat, maka hal yang wajar jika timbul komplikasi
kesehatan yang mengganggu tubuh.
Namun, tidak semua diet memiliki dampak yang buruk, terdapat beberapa
modifikasi diet yang bila diikuti dan dikonsultasikan pada ahli dengan baik akan
memberikan dampak yang baik pada tubuh. Maka perlu adanya penjelasan lebih
lanjut terkait diet yang beredar dimasyarakat, seperti aman tidaknya, dampaknya bagi
tubuh, prinsip diet dan lainnya.
BAB II

ISI

2.1 Gambaran Obsessive Corbuzier’s Diet

Obsessive Corbuzier’s Diet atau yang dikenal dengan istilah OCD. Diet ini
diperkenalkan oleh seorang mentalis Deddy Corbuzier pada tahun 2013, melalui diet
ini Deddy Corbuzier telah mampu mengubah penampilannya dari yang awalnya
gemuk menjadi lebih kurus dan mampu membentuk massa otot yang lebih baik pada
tubuhnya. Teknik dalam diet OCD ini dikenal berbeda dengan program – program
diet lainnya, pada diet OCD, kita akan dikenalkan dengan istilah “Jendela makan”.
Jendela makan ini merupakan istilah bagi pelaku diet untuk melakukan kegiatan yang
harus dilakukan layaknya puasa pada umumnya.

Penerapan pada diet ini adalah dengan mengatur jam – jam boleh makan,
namun tetap bisa mengkonsumsi apapun yang dikehendaki dalam catatan tidak
berlebihan. Puasa yang dimaksud dalam diet OCD ini adalah tidak makan kalori
apapun ketika melakukan program atau tidak makan sama sekali diluar jam makan
yang telah ditetapkan kecuali mengkonsumsi air putih dan teh tanpa gula. Dalam
program diet ini pelaku diet tidak dianjurkan untuk sarapan pagi, tidak boleh
mengkonsumsi buah, susu dan lainnya selama jam puasa diterapkan dan hal tersebut
merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan program diet OCD.

Menurut Corbuzier (2013), terdapat empat jenis jendela makan dalam teknik
diet OCD, antara lain:

1. Puasa selama 16 jam dan waktu makan 8 jam. Pelaku diet melakukan
puasa 16 jam, saat tiba waktu makan, pelaku diet hanya boleh makan 3
kali dalam porsi normal. Misalkan jendela makan dari pukul 12 siang
sampai pukul 8 malam, dan waktu puasa adalah setelah pukul 8 malam
sampai pukul 12 siang esoknya.
2. Puasa selama 18 jam dan waktu makan 6 jam.
3. Puasa selama 20 jam dan waktu makan 4 jam
4. Puasa 24 jam. Anjuran pada puasa ini hanya dilakukan 2 kali dalam
seminggu, dengan mengkonsumsi makan sewajarnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, program diet OCD ini juga menuai
kontroversi di masyarakat. Kontroversi ini muncul saat masyarakat menyadari teknik
diet yang melarang sarapan serta pola asupan gizi yang masuk ke tubuh para pelaku
diet, namun dalam keterangannya Deddy menjelaskan bahwa kesusaian pola diet
bergantung terhadap kondisi fisik dan kecocokan tubuh. Dalam beberapa penelitian
dijelaskan bahwa adanya dampak kesehatan akibat diet dan puasa berselang terhadap
wanita, seperti ketidakseimbangan hormone, menstruasi yang tidak teratur, risiko
gangguan ovarium hingga munculnya obsesi terhadap makan. Sejak awal
kemunculannya diet ini dinilai telah memberikan efek penurunan berat badan yang
cepat dan mudah.

Berikut beberapa penjelasan terkait Diet OCD diet dan pembahasan secara
ilmiahnya.

2.2 Diet OCD Cepat dalam Menurunkan Berat Badan

Dengan teknik diet OCD ini, beberapa responden menyatakan dapat


menurunkan berat badan dalam waktu sekitar satu bulan. Cara penurunan berat badan
yang terjadi pada diet ini adalah dengan cara meningkatkan Human Growth Hormone
(hGH) dalam tubuh, hGH merupakan hormone pertumbuhan yang memiliki fungsi
untuk mengontrol dan memelihara banyak fungsi dalam tubuh. Pada saat puasa kadar
hGH dalam tubuh akan meningkat sehingga mampu untuk menurunkan berat badan
ke porsi yang seharusnya.

Dalam penjelasan lainnya, hGH atau Human Growth Hormone merupakan


hormone yang diproduksi oleh hipofisi anterior, disekresikan secara pulsatile, dan
umumnya mengikuti ritem sirkadian. Beberapa rangsangan fisiologis dapat
menginisiasi sekresi dari hGH, rangasangan fisiologis ini dapat berupa non-
farmakologi seperti saat tidur dan olahraga. hGh memiliki peran untuk meningkatkan
sintesis protein, sehingga akan menghasilkan peningkatan terhadap massa otot tanpa
lemak dan hal ini biasa dikenal dengan istilah exercise-induced growth hormone
response (EIGR). Seiring terjadinya peningkatan pada massa otot maka juga akan
meningkatkan massa tubuh. Pada perhitungan IMT atau Indeks Massa Tubuh,
semakin besar massa tubuh dengan tinggi badan maka akan meningkatkan nilai IMT,
maka perlu adanya pengontrolan yang baik terhadap diet OCD, tanpa control yang
baik maka bisa saja pelaku diet justru mengalami peningkatan massa tubuh dan
mengalami kegagalan dalam diet.

2.3 Diet OCD Meningkatkan Risiko Resistensi Insulin

Peran insulin dalam berbagai metabolisme di jaringan target didahului oleh


pengikatan insulin pada reseptor spesifik dan aktivasi tirosin kinase. Reseptor insulin
kinase yang telah teraktifkan ini selanjutnya akan melakukan fosforilasi gugus tirosin
pada insulin receptor substrate (IRS) dan selanjutnya akan menurunkan aktivasi dari
phosphoinositol-3 kinase dan menyebabkan translokasi glukosa dari ekstrasel ke
intrasel oleh transporter glukosa (GLUT4)

Mekanisme terjadinya resistensi insulin dapat diterangkan oleh beberapa


jalur. Pertama, induksi resistensi insulin karena faktor inflamasi. Hubungan antara
inflamasi dan resistensi insulin pertama kali dicetuskan oleh Hotamisligil etal pada
tahun 1993 yang menyatakan bahwa sitokin proinflamatorik tumornecrosis factor-α
(TNF-α) dapat menginduksi resistensi insulin.

Akumulasi jaringan lemak pada obesitas akan meningkatan produksi


berbagai macam sitokin seperti TNF-α, interleukin-6 (IL-6), resistin, leptin,
adiponectin, monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1), plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1), dan angiotensinogen yang bertanggungjawab pada kondisi
inflamatorik subakut pada obesitas. Pengikatan molekul sitokin ini pada reseptor
spesifik akan mengaktifkan jalur janus kinase (JNK) dan Ikappa βkinase (IKKβ) dan
selanjutnya akan mengatifkan faktor transkripsi nuclear factor κβ (NF-κβ).
Translokasi NF-κβ ke dalam nucleus akan menginduksi transkripsi berbagai macam
mediator inflamatorik yang dapat mengarah pada keadaan resistensi insulin.Beragam
faktor intraselini akan mengaktifkan jalur JNK dan IKKβ/NF-κβ dan lebih lanjut
dapat menginduksi resistensi insulin pada sel target.

Mekanisme resistensi insulin yang kedua adalah yang disebabkan oleh


obesitas. Obesitas dapat menimbulkan resistensi insulin melalui peningkatan
produksi asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terakumulasi di jaringan akan
menginduksi resistensi insulin terutama pada hati dan otot.Hipotesis Randle
menyatakan mekanisme induksi resistensi insulin oleh asam lemak ini terjadi akibat
kompetisi asam lemak dan glukosa untuk berikatan dengan reseptor insulin. Oksidasi
asam lemak akan menyebabkan peningkatan asetil ko-A pada mitokondria dan
inaktivasi enzim piruvat dehidrogenase. Mekanisme ini akan menginduksi
peningkatan kadar sitrat intraselular yang akan menghambat akumulasi fosfo-
fruktokinase dan glukosa-6 phosphat yang menyebabkan akumulasi glukosa
interselular dan mengurangi uptake glukosa dari ekstrasel. Dari mekanisme resistensi
insulin, peneliti berpendapat bahwa OCD dapat meningkatkan faktor risiko resistensi
insulin. Dalam metode OCD terjadi peningkatan asam lemak bebas yang merupakan
faktor risiko resistensi insulin yang diakibatkan oleh lamanya puasa sehingga dapat
mengalami kekurangan glukosa yang kemudian terjadi pemecahan lemak yang
berlebihan dan akumulasi asam lemak di pembuluh darah maupun di jaringan tubuh.

2.4 Syarat Larangan Sarapan Pagi pada Diet OCD

Sarapan pagi merupakan makanan yang dikonsumsi setiap pagi hari atau
suatu kegoatan yang penting dilakukan sebelum menjalani aktivitas harian. Sarapan
dilakukan dengan tujuan untuk mengsi kembali lambung yang telah kosong selama
6 – 10 jam dan bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan konsentrasi belajar dan
kemampuan fisik seseorang. Apabila tingkatan kesehatan gizi tidak stabil maka akan
timbul dampak berupa terjadinya defisiensi zat gizi seperti kurang energy atau kalori,
kurang protein, kurang vitamin, zat besi, kalsium dan zat gizi lainnya.

Energy secara umum dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup dengan tujuan
mempertahankan kehidupan, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik
dengan baik. Energy ditopang dan diperoleh dari asupan karbohidrat, lemak dan
protein secara cukup dan seimbang dalam makanan. Kebutuhan akan mineral seperti
zat besi juga dibutuhkan untuk mencegah terjadinya anemia dan meningkatkan
kebugaran tubuh seseorang. Sedangkan kalsium akan berperan dalam pembentukan
tulang dan gigi dengan baik. Sarapan pagi menjadi hal yang sangat penting karena
kadar gula dalam darah akan menurun sekitar 2 jam setelah seseorang bangun tidur.
Jika sarapan terlewat maka seseorang akan merasa lemas atau lesu sebelum tengah
hari karena kadar gula darah dalam tubuhnya sudah menurun (Yusnalaini, 2004).
Saluran pencernaan seseorang juga akan beristirahat selama mereka tertidur
sekitar 6 – 10 jam lamanya dan tubuh akan secara otomatis memerlukan asupan untuk
membentuk kembali energy untuk beraktivitas setelah bangun. Bagi remaja dan
orang dewasa sarapan pagi yang cukup, terbukti dapat mencegah kegemukan.
Sarapan pagi juga menyumbang setidaknya 15 – 30% pemenuhan kalori dalam
sehari. Salah satu pasokan energy yang baik untuk otak adalah nutrisi yang didapat
saat sarapan guna meningkatkan konsentrasi. Karena makanan yang diasup pada pagi
hari memiliki tugas untuk mendongkrak kembali kadar gula darah yang sempat turun
saat seseorang beristirahat selama 6 – 10 jam. Sedangkan gula darah adalah sumber
utama energy otak dan sel darah. Sehingga sarapan memiliki fungsi utama untuk
memulihkan kembali cadangan energy dan kadar gula darah.

2.5 Metabolisme Saat Puasa pada Diet OCD

Selama berpuasa seseorang dengan sengaja membatasi masukan makanan


dan minuman ke dalam tubuh. Tubuh membutuhkan asupan makanan untuk
memproduksi energi dan memenuhi kebutuhan nutrisi lainnya. Tubuh juga
membutuhkan asupan cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan di dalam
tubuh. Perubahan atau pembatasan asupan makanan ini akan mempengaruhi proses
metabolisme yang ada dalam tubuh untuk mempertahankan keseimbangan kondisi
tubuh seperti pada keadaan normal. Puasa secara fisiologis berarti membatasi asupan
makanan dan minuman antara terbit fajar sampai terbenam matahari. Lamanya
bervariasi tergantung letak geografis suatu daerah di bumi, yang berpengaruh
terhadap lama siang dan malam. Di Indonesia lama puasa kurang lebih 12-14 jam.
Lama berpuasa akan berpengaruh terhadap adaptasi fisiologis tubuh selama puasa.

Energi yang dihasilkan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pada


kondisi basal (basal metabolic rate) dan pada saat beraktivitas. Apabila asupan
makanan sumber energi seimbang dengan kebutuhan, maka berat badan tubuh akan
relatif tetap. Namun apabila terjadi kelebihan asupan sumber energi, maka berat
badan tubuh akan naik karena kelebihan energi akan disimpan dalam tubuh sebagai
cadangan energi terutama dalam bentuk lemak. Pada saat terjadi kekurangan sumber
energi dalam waktu yang cukup lama, maka cadangan lemak akan dibongkar dan
diubah menjadi energi, sehingga dapat terjadi penurunan berat badan (Guyton&Hall,
2006).

Untuk mendukung aktivitas internal dan eksternal, tubuh membutuhkan


energi. Sumber energi didapatkan dari metabolisme bahan makanan yang
mengandung karbohidrat, lemak dan protein. Proporsi makanan yang normal
biasanya mengandung karbohidrat 55-75%, lemak 15-30% dan protein 10-15%
(Waugh&Grant, 2003). Bahan makanan sumber energi tersebut akan dipecah
menjadi molekul yang sederhana dan diubah menjadi energi kimia yang disimpan
dalam bentuk Adenosin Tri Phosphat (ATP) dan menghasilkan panas melalui
oksidasi seluler (siklus Krebs). Setiap 1 gram karbohidrat yang dioksidasi akan
menghasilkan energi 4,1 kkal, air dan karbon dioksida. Sementara oksidasi lemak
menghasilkan 9,3 kkal/gram dan oksidasi protein menghasilkan energi 4,35
kkal/gram (Sherwood, 2007).

Pada keadaan normal cadangan glikogen akan cukup untuk memenuhi


kebutuhan energi dalam waktu 10-12 jam. Sesudah itu cadangan glikogen akan habis
dan tubuh akan melakukan pembongkaran lemak (lipolisis) menjadi asam lemak dan
gliserol untuk diubah menjadi asetil KoA sebagai bahan dalam siklus Krebs/oksidasi
seluler. Sehingga setelah puasa selama 1 bulan seseorang dapat mengalami
penurunan berat badan sampai dengan ½- 1 kilogram. Dengan demikian puasa
diyakini bermanfaat dalam menjaga berat badan tubuh dan mengurangi
kecenderungan obesitas dan penyakit-penyakit metabolik terkait dengan obesitas
seperti diabetes mellitus dan hiperkholesterolemia (Buhner, 2007).

Maeda et al (2004) menemukan bahwa transportasi gliserol dalam sel lemak


melalui molekul pembawa gliserol meningkat selama puasa. Hal ini dikarenakan
adanya lipolisis saat puasa. Klein dan Wolfe (1992) menunjukkan bahwa rendahnya
asupan karbohidrat (kadar glukosa darah) memacu terjadinya respon metabolik pada
puasa jangka pendek. Farooq et al (2004) menemukan bahwa pada saat puasa
terdapat penurunan kerja enzim yang memacu glukolisis tetapi terdapat peningkatan
kerja enzim yang memacu glukoneogenesis. Sedangkan Ortiz et al (2003)
membuktikan bahwa pada saat puasa terdapat peningkatan kortisol, grhelin,
glukagon dan Growth Hormon yang menjadi mediator respon metabolisme.
Komposisi cairan dalam tubuh dipertahankan dalam rentang yang stabil, di
mana kadar air dalam tubuh mencapai 60% berat badan pada orang dewasa. Cairan
tubuh ini terbagi dalam cairan intraseluler, cairan ekstraseluler dan cairan interstisial.
Komposisi cairan yang tetap digunakan utnuk mempertahankan milleu interna,
termasuk untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, pH serta suhu yang konstan
agar organ tubuh dapat berfungsi secara optimal (Sherwood, 2007). Pada keadaan
puasa akan terjadi penurunan asupan cairan sehingga seseorang akan relatif
kekurangan cairan dan terjadi peningkatan osmolaritas darah yang merangsang
hipofisis posterior untuk memproduksi Hormon Anti Diuretik (ADH). Hormon ini
meningkatkan kepekatan dalam sel tubulus proksimal dan tubulus distal dari ginjal
sehingga meningkatkan reabsorbsi air. Akibatnya volume urin yang diproduksi akan
sedikit dan pekat.

Keadaan kekurangan cairan ini juga akan merangsang ginjal untuk


memproduksi Renin, yang melalui jalur Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) akan
diubah menjadi Aldosteron. Aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium dalam
tubulus proksimal ginjal, sehingga meningkatkan reabsorbsi air. Hal ini akan
menyebabkan produksi urin dengan volume sedikit. Meskipun volume urin sedikit,
ginjal tetap bisa mengekskresikan zat-zat yang bersifat toksik dan harus dibuang dari
tubuh, sehingga urin yang dihasilkan berkonsentrasi tinggi atau pekat. Sebagai organ
ekskresi utama, ginjal berperan penting dalam adaptasi tubuh terkait dengan
keseimbangan cairan pada saat berpuasa (Waugh&Grant, 2003; Sherwood, 2007;
Guyton&Hall, 2006).

Dampak bagi tubuh, puasa bisa menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan
mengendalikan tekanan darah. Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan bagi
perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kegemukan dan darah tinggi.
Dalam kondisi tertentu, seorang pasien bahkan dibolehkan berpuasa, kecuali mereka
yang menderita sakit diabetes yang sudah parah, jantung koroner dan batu ginjal.
Puasa dapat menjaga perut yang penuh disebabkan banyak makan adalah penyebab
utama kepada bermacam-macam penyakit terutamanya kegemukan yang
menyebabkan timbulnya sub penyakit lain. Maka puasa merupakan salah satu cara
yang dapat memelihara anggota badan daripada semua penyakit kerana melaluinya
unsur-unsur racun di dalam makanan dapat dinetralkan setelah berpadu di antara satu
sama lain.

2.6 Efek Samping Diet OCD

Dalam sebuah penilitan dijelaskan bahwa diet OCD memiliki efek samping.
Dari semua total responden dalam penelitian terkait, terdapat 60 % yang mengatakan
bahwa diet OCD ala Deddy Corbuzier memiliki efek samping. Adapun efek samping
yang mereka sebutkan adalah 1) malas olahraga selain olahraga yang dianjurkan oleh
Deddy Corbuzier, misalnya melakukan jogging. Dulu ketika pelaku belum menjalani
OCD, pelaku rajin melakukan jogging untuk menjaga berat badan, tetapi sekarang
sudah tidak lagi, 2) masalah sosial. Misal ketika bertamu, harus sering menolak
makanan dan minuman yang disuguhkan dengan alasan menjalani diet OCD, 3)
masalah psikologis. Pelaku diet ini mengatakan mereka suka penasaran dengan hasil
OCD yang sedang dijalaninya, maka mereka sering memandang tubuh mereka di
cermin berjam-jam untuk melihat perubahan, menimbang badan, bahkan ada sampai
mengalami kecemasan dan ketakutan ketika makan di luar jendela makan yang
dianjurkan.

Terdapat beberapa efek samping dari diet OCD, terutama bagi kaum hawa.
Efek tersebut adalah sebagai berikut: 1) Mematikan ovarium. Secara perlahan puasa
berselang secara berlebihan ternyata dapat merusak dan bahkan mematikan ovarium.
Gejala awal terlihat muncul berupa sulitnya seorang wanita tidur di malam hari. Hal
ini muncul karena akan timbul kesadaran untuk mendapatkan makanan guna
mempertahankan kondisi ovarium, 2) Menstruasi tidak teratur. Wanita sangat
dipengaruhi oleh hormon. Malangnya, beberapa pola diet justru bisa merusak
kestabilan hormon dalam tubuh. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
metabolik, obsesi atas citra tubuh, jerawat hingga menstruasi tidak teratur, 3) Obsesi
terhadap makanan. Wanita ternyata makhluk yang mudah diserang rasa panik dan
cemas, termasuk dalam urusan makanan. Puasa berselang yang menggunakan
metode „jendela makan‟ mewajibkan mereka untuk hanya makan satu kali sehari di
waktu yang sama.Jika belum waktunya berbuka, pelaku diet hanya dibenarkan
mengonsumsi minuman non kalori dan tidak makan sedikit pun. Tentu saja praktik
di atas akan membuat wanita sibuk memperhatikan jam tangan mereka. Karena, jika
telah berbuka justru mereka harus menunggu kesempatan keesokan harinya.
BAB III

KESIMPULAN

Obsessive Corbuzier’s Diet atau yang dikenal dengan istilah OCD. Diet ini
diperkenalkan oleh seorang mentalis Deddy Corbuzier pada tahun 2013.
Memperkenalkan teknik diet berupa “Jendela Makan” dengan mengatur jam – jam boleh
makan, namun tetap bisa mengkonsumsi apapun yang dikehendaki dalam catatan tidak
berlebihan. Puasa yang dimaksud dalam diet OCD ini adalah tidak makan kalori apapun
ketika melakukan program atau tidak makan sama sekali diluar jam makan yang telah
ditetapkan kecuali mengkonsumsi air putih dan teh tanpa gula. Dalam program diet ini
pelaku diet tidak dianjurkan untuk sarapan pagi, tidak boleh mengkonsumsi buah, susu
dan lainnya selama jam puasa diterapkan dan hal tersebut merupakan syarat mutlak bagi
keberhasilan program diet OCD. Namun seiring berjalannya waktu diantara keberhasilan
– keberhasilan diet OCD, diet ini juga menimbulkan kontroversi dimulai dari larangan
sarapan, adanya risiko resistensi insulin, peran growth hormone, hingga munculnya efek
samping – efek samping yang tidak menyenangkan. Meski begitu diet memang memiliki
dampak baik maupun dampak yang buruk. Maka penting adanya konsultasi program diet
terkait pada ahlinya seperti ahli gizi maupun dietisien agar diet tidak dilakukan secara
sembarangan dan tetap pada lingkup pedoman gizi seimbang yang dibarengi dengan
kegiatan olahraga yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA

Andriati, R., & Nuraini, R. (2020). HABITS OF MORNING BREAKFAST TO


INCREASE LEARNING CONCENTRATION PENDAHULUAN. Jurnal Abdi
Masyarakat, 1(1), 51–54.

Corbuzier, Dedy. (2013). OCD. Obsessive Corbuzier‟s Diet. www.readyforfit.com.


Diakses pada tanggal 18 Maret 2021

Cornelia, M., A, N., Pokatong, A., & Sinaga, W. (2019). PENYULUHAN TENTANG
PENTINGNYA SARAPAN SEHAT DAN GIZI BERIMBANG DI GSJA
HOSANA, RANCABUNGUR- BOGOR. Universitas Pelita Harapan, 2, 1008–
1011.

Fauziyati, A. (2008) ‘Adaptasi Fisiologis Selama Puasa (Physiological Adaptation


Durinng Fasting)’, Lofika, 58(1), pp. 1–9.

Irsyada, A. H. (2017). PENGARUH SENAM SEHAT ANAK INDONESIA PADA


ANAK DENGAN UNDERWEIGHT. Universitas Diponegoro.

Nurlinawati, Oktarina, Y., & Yuliana. (2019). PROMOSI KESEHATAN TENTANG


PENTINGNYA SARAPAN PAGI BERNUTRISI BAGI AGREGATE ANAK
SEKOLAH DI SDN 205 KOTA JAMBI. MEDIC, 2(1), 17–20.

Oktafiani, I. (2019). Keputusan Diet dan Pengaruh Media Sosial Menggunakan


Pendekatan Critical Medical Anthropology. 3(2), 4–13.
https://doi.org/10.21776/ub.sosiologi.jkrsb.2019.003.2.02

Purnawan, F. D., & Angraini, D. I. (2016). Pengaruh Obsessive Corbuzier ’ s Diet ( OCD
) terhadap Faktor Risiko Resistensi Insulin. MAJORITY, 5(4), 76–79.

Semarayasa, I. (2013). Perspektif “ocd” di kalangan praktisi kesehatan dan olahraga.


FMIPA UNDIKSHA, 3, 207–210.

Anda mungkin juga menyukai