Anda di halaman 1dari 3

Sejak zaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitar untuk

memenuhi kebutuhan hidup antara lain: untuk makan,tempat berteduh, pakaian, obat, pupuk
dan lain-lain yang diperoleh dari lingkungan. Kekayaan alam dilingkungan sebenarnya
memiliki aneka ragam manfaat, namun belum sepenuhnya digali dan dimanfaatkan atau
bahkan dikembangkan (Sari, 2006).
Perubahan lingkungan yang cepat biasanya menyebabkan kepunahan massal. Lebih
dari 99,9 persen dari semua spesies yang pernah hidup di Bumi, yang berjumlah lebih dari
lima miliar spesies, diperkirakan telah punah. Perkiraan jumlah spesies Bumi saat ini berkisar
antara 10 juta hingga 14 juta; sekitar 1,2 juta spesies telah dicatat, tetapi lebih dari 86 persen
di antaranya belum dideskripsikan. Pada Mei 2016, para ilmuwan melaporkan bahwa
diperkirakan ada 1 triliun spesies yang berada di Bumi saat ini, dan hanya seperseribu dari
satu persen yang telah dideskripsikan.

Sejak kehidupan dimulai di Bumi, lima kepunahan massal besar dan beberapa
peristiwa kecil telah menurunkan keanekaragaman hayati secara besar dan mendadak. Eon
Fanerozoikum (540 juta tahun terakhir) ditandai dengan pertumbuhan keanekaragaman hayati
yang cepat melalui letusan Kambrium, sebuah periode ketika mayoritas filum organisme
multiseluler pertama kali muncul.Selama 400 juta tahun berikutnya terjadi beberapa kali
kepunahan massal, yaitu hilangnya keanekaragaman hayati secara besar-besaran. Pada
periode Karbon, hancurnya hutan hujan menyebabkan hilangnya kehidupan tumbuhan dan
hewan. Peristiwa kepunahan Perm–Trias yang berlangsung 251 juta tahun lalu merupakan
kepunahan terburuk; organisme vertebrata memerlukan waktu 30 juta tahun untuk kembali
pulih dari peristiwa ini. Kepunahan terakhir, yaitu peristiwa kepunahan Kapur–Paleogen yang
terjadi 65 juta tahun lalu, lebih menarik perhatian dibandingkan peristiwa kepunahan lainnya
karena mengakibatkan kepunahan dinosaurus non-avian.

Sejak munculnya manusia, pengurangan keanekaragaman hayati dan hilangnya


keanekaragaman genetik terus berlangsung. Peristiwa ini dinamakan kepunahan Holosen,
yaitu pengurangan yang terutama diakibatkan oleh manusia, terutama penghancuran habitat.
Sebaliknya, keanekaragaman hayati memberi pengaruh positif terhadap kesehatan manusia
melalui berbagai cara, walaupun beberapa dampak negatifnya sedang dipelajari.

Pada abad ke-21, penurunan keanekaragaman hayati semakin banyak diamati. Pada
tahun 2007, Menteri Lingkungan Federal Jerman Sigmar Gabriel mengutip perkiraan bahwa
hingga 30% dari semua spesies akan punah pada tahun 2050. Dari jumlah tersebut, sekitar
seperdelapan spesies tumbuhan yang diketahui saat ini terancam punah. Perkiraan kepunahan
mencapai 140.000 spesies per tahun (berdasarkan teori spesies-area). Angka ini menunjukkan
praktik ekologi yang tidak berkelanjutan karena hanya sedikit spesies yang muncul setiap
tahun. Hampir semua ilmuwan mengakui bahwa laju kehilangan spesies pada saat ini lebih
besar dibandingkan dengan seluruh periode sejarah manusia, dengan laju kepunahan terjadi
ratusan kali lebih tinggi dibandingkan laju kepunahan normal. Pada 2012, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa 25% dari semua spesies mamalia dapat punah dalam 20 tahun.
A. Masa Berburu dan Meramu

Sumber : pendidikanmu.com

Pada Jaman dahulu/ purba untuk memperoleh makanan mereka harus bercocok tanam
terlebih dulu dan melakukan pemburuan hewan. kebutuhan makanan pada zaman dahulu
tidak terlalu variatif dibandingkan sekarang. Sehingga Kebanyakan makanan juga diperoleh
dari hasil berburu maupun mengambil langsung dari alam tanpa proses bercocok tanam. Pada
zaman purba mereka mengambil dari sumber daya alam dengan bijak. Keanekaragaman
hayati pada zaman purba masih termasuk keanekaragaman hayati yang asri.

Masa berburu dan meramu merupakan masa paling awal bagi manusia dalam
memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Ketersediaan kebutuhan hidup yang diberikan oleh
alam menjadi sumber utama bagi kehidupan mereka. Meramu memiliki arti yakni mencari
dan mengumpulkan makanan serta menangkap bnatang. Dalam kegiatan meramu, mereka
senang mengumpulkan bahan makanan enak yang bisa dimakan/disantap secara langsung.

Paleogeografi bumi mengkaji keanekaragaman hayati yang ada, dari masa ke masa
dipengaruhi oleh waktu dan ruang geografis yang terus berkembang
(Biodiversity in Space and Time).
Beberapa penyebab dari perkembangan
keanekaragaman hayati salah satunya
dikemukakan oleh Polunin (1960) dengan
perluasan dan modifikasi) yakni:
1. Kondisi iklim yang mengalami
perubahan dari setiap era yang dapat
diidentifikasi dari kondisi lapisan
batuan dan fosil peninggalannya.
2. Kondisi tanah yang meliputi susunan
kimia, kondisi fisik dan organiknya
kemungkinan membuat setiap spesies
berubah menjadi heterogen.
3. Kondisi organisme itu sendiri menjadi
sebuah persaingan di bumi untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya,
munculnya hukum rimba yang dapat
bertahan dan menyesuaikan diri

Anda mungkin juga menyukai