BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
a. Rekruitmen donor
b. Pengambilan darah donor
c. Pemeriksaan uji saring
d. Pemisahan darah menjadi komponen darah
e. Pemeriksaan golongan darah
f. Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien
g. Penyimpanan darah
h. Biaya lain-lain.
Berikut ini adalah enam tahapan dalam pengaturan Kegiatan Donor Darah:
1. Immunoassays (IAs):
a. Enzim-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), or
enzyme immunoassays (EIAs)
b. Chemiluminescent Immunoassays (CLIAs)
c. Haemagglutination (HA) / Particle Agglutination (PA) Assays
d. Rapid/simple single-use assays (rapid tests)
2. Nucleic acid amplification technology (NAT) assays
Dalam konteks skrining darah, pemilihan tes yang tepat merupakan bagian
penting dari program skrining dan beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam
pemilihan tes yang paling tepat. Secara umum, keseimbangan harus ditemukan
antara kebutuhan skrining dan sumber daya yang tersedia, termasuk keuangan,
staf dan keahlian mereka, peralatan, bahan habis pakai dan sekali pakai. Juga
perlu mempertimbangkan menurut dengan sensitivitas dan spesifisitas masing-
masing pengujian. Setiap sistem skrining memiliki kelebihan dan keterbatasan
yang harus dipertimbangkan ketika memilih pengujian. Beberapa keterbatasan
antara lain:
a. Lamanya waktu setelah infeksi sebelum tes skrining menjadi reaktif
(window period).
b. Tingkat positif palsu (false positive) biologis yang dapat menyebabkan
pemborosan sumbangan dan penundaan yang tidak perlu dari donor.
c. Kerumitan beberapa sistem yang memerlukan otomatisasi.
Walaupun terdapat beberapa jenis pemeriksaan saat ini, terdapat tiga jenis
skrining utama yang tersedia di Indonesia untuk melacak penyebab infeksi HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C dan sifilis, yaitu uji Enzyme-Linked Immunosorbent
Assay (ELISA/EIA), uji aglutinasi partikel, dan uji cepat khusus (Rapid Test)
(Depkes, 2001).
2.7 PENGETAHUAN
2.7.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu hasil penginderaan manusia, atau suatu
hasil tahu seseorang terhadap sesuatu objek melalui indera yang dimilikinya
seperti mata, hidung, telinga dan sebagainya. Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek dan sebagian besar pengetahuan
seseorang diperolehi melalui pendengaran, dan penglihatan (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian oleh Rogers pada tahun 1974, mengatakan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses
berurutan, yakni awarenes (kesadaran), interest, evaluation (menimbang-
nimbang) trial dan terakhir adalah adoption (beradaptasi). Namun demikian, dari
penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu
melewati tahap tahu di atas (Notoatmodjo, 2007).
a. Tahu (Know)
Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya yang termasuk adalah
mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi sebenarnya, seperti aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitan antara satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata-kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi sebelumnya
seperti dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang
telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.9 TINDAKAN
2.9.1 Pengertian Tindakan
Tindakan atau praktik (practice) adalah sikap yang belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas harus diperlukan untuk mewujudkan
sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Di samping faktor pendukung dari pihak
lain, misalnya dari suami, isteri, orang tua, mertua dan lain-lain. (Notoatmodjo,
2007).
2.9.2 Tingkat Tindakan
Menurut Notoatmodjo (2007) mempunyai empat tingkatan yaitu:
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil.
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh.
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan
d. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut