Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI PERTANIAN

ACARA VIII
PEWARNAAN SEL BAKTERI

Oleh:

Nama : Neskyka Alea Shafaa


NIM : A1D019214
Kelas :E
PJ Asisten : Gayuh Lestari
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karuniaNya, sehingga penulisan laporan ini yang berjudul “Laporan Praktikum
Mikrobiologi Pertanian Acara 8: Pewarnaan Sel Bakteri” berhasil diselesaikan.
Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu,
perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada,

1. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengampu mata kuliah Mikrobiologi


Pertanian.
2. Ibu Woro Sri Suharti, Ph.D. dan Ibu Ir. Darini Sri Utami M.P. selaku
dosen pengampu kelas Mikrobiologi Pertanian Kelas E.
3. Seluruh asisten praktikum Mikrobiologi Pertanian.
4. Mba Gayuh Lestari selaku asisten praktikum Mikrobiologi Pertanian
Kelas E.
5. Orang tua yang selalu memberikan doa serta dukungannya.
6. Seluruh teman-teman mahasiswa Agroteknologi yang selalu
mendukung hingga laporan praktikum Mikrobiologi Pertanian dapat
diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih kurang sempurna. Meskipun


demikian, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukannya.

Purwokerto, 3 Desember 2020

iii
Penulis

iv
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................i
PRAKATA.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..............................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................vi
I. PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
III. METODE PRAKTIKUM.......................................................................................7
A. Bahan dan Alat.......................................................................................................7
B. Prosedur Kerja........................................................................................................7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................8
V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................20
A. Kesimpulan..........................................................................................................20
B. Saran....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21
LAMPIRAN.....................................................................................................................22
BIODATA.......................................................................................................................24

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bakteri Escherichia


coli........................................................................10
Gambar 2. Pewarnaan
negatif.................................................................................11
Gambar 3. Bakteri gram positif dan bakteri gram
negatif.......................................13

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ciri-ciri bakteri gram negatif dan gram


positif..........................................13

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi......................................................................................22
Lampiran 2. Link video praktikum di platform
Youtube........................................23

viii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang bersifat


kosmopolitan, yaitu paling banyak jumlahnya dan tersebar luas hampir di
semua tempat seperti di makanan, tanah, air, udara, dalam tubuh makhluk
hidup, dan bahkan di tempat yang sangat ekstrim seperti di dalam magma.
Bakteri memiliki beberapa bentuk yaitu basil (tongkat), coccus, spirilum.
Bakteri yang berbentuk tongkat maupun coccus dibagi menjadi beberapa
macam. Pada bentuk basil pembagiannya yaitu monobasil, diplobasil,
tripobasil. Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangatlah
sulit karena bakteri tidak berwarna, transparan dan sangat kecil. Oleh
karena itu, diperlukan pewarnaan sel bakteri agar dapat melihat bakteri
dengan jelas saat diamati menggunakan mikroskop.
Pewarnaan pada bakteri dikelompokkan menjadi beberapa macam,
yaitu pewarnaan langsung dengan pewarnaan basa, pewarnaan tak
langsung atau pewarnaan negatif, dan pewarnaan gram. Pewarnaan gram
merupakan pewarnaan differensial yang membedakan bakteri dalam dua
kelompok yaitu bakteri Gram positif yang mengikat warna. Pada proses ini
olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan ungu kristal, yodium,
alkohol (bahan pemucat), dan safranin atau beberapa pewarna tandingan
lain yang sesuai. Pewarnaan gram dikenal sebagai pewarnaan umum
dalam bidang bakteriologi.
Dengan adanya pewarnaan gram tersebut, terjadi pengelompokkan
bakteri menjadi dua. yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
Hasil akhir dari pewarnaan gram adalah bakteri gram positif akan
berwarna ungu atau biru, sementara bakteri gram negatif akan berwarna
merah.

1
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum “Acara 8: Pewarnaan Sel Bakteri” ini, yaitu


mahasiswa dapat mengetahui beberapa teknik pewarnaan sel bakteri.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri adalah salah satu dari mikroorganisme yang memiliki ukuran


yang relatif kecil dan merupakan organisme uniselular (sel tunggal).
Bakteri juga termasuk kelompok organisme prokariotik, karena materi
genetiknya tidak diselubungi oleh membran inti. Bakteri memiliki
berbagai macam bentuk, umumnya terbagi menjadi tiga, yaitu bentuk basil
(seperti batang), bentuk kokus (seperti bola atau oval), dan bentuk spiral.
Ada juga bakteri yang memiliki bentuk bintang dan kotak. Individu-
individu bakteri dapat hidup dengan membentuk pasangan, rantai, kluster,
dan bentuk lainnya. Bentuk-bentuk tersebut dapat menjadi dasar karakter
suatu marga pada bakteri (Tortora dkk., 2010).
Pengenalan bentuk mikroba (morfologi), kecuali mikroalgae harus
dilakukan pewarnaan terlebih dahulu agar dapat diamati dengan jelas
(Ramona dkk., 2007). Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, hal
ini disebabkan karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat warna
(Waluyo, 2004).
Tujuan dari pewarnaan adalah untuk mempermudah pengamatan
bentuk sel bakteri, memperluas ukuran jazad, mengamati struktur dalam
dan luar sel bakteri, dan melihat reaksi jazad terhadap pewarna yang
diberikan sehingga sifat fisik atau kimia jazad dapat diketahui (Ramona
dkk., 2007).
Mikroba adalah prokariot dengan dinding sel yang terdiri dari
struktur khusus yang disebut dengan peptidoglikan. Hampir semua sel
prokariot mempunyai dinding sel kecuali mikoplasma. Dinding ini
umumnya memberi kekuatan pada sel. Dinding sel pada bakteri tidak
sekaku seperti peluru baja, tetapi tipis dan lentur seperti bungkus kulit bola
kaki. Dinding sel inilah yang akan dijadikan indikator dan penentu pada
pewarnaan gram (Darkuni, 2001).

3
Perbedaan tebal tipisnya struktur peptidoglikan menentukan
mekanisme yang spesifik terhadap penyerapan zat warna. Sifat ini
dipergunakan untuk membantu identifikasi suatu bakteri, sehingga dikenal
adanya bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Darkuni, 2001).
Faktor-faktor yang memengaruhi proses pewarnaan adalah faktor
warna, dinding sel bakteri, dan proses pewarnaan. Cat atau pewarna bisa
bersifat asam atau basa, selanjutnya pemakaiannya disesuaikan dengan
pengecatan yang akan dibuat. Jika akan melakukan pengecatan negatif,
pewarna yang digunakan adalah pewarna asam karena pewarna asam tidak
akan berikatan dengan dinding sel. Sementara itu, proses pewarnaan dapat
memengaruhi baik tidaknya hasil pengecatan (Benson, 2001; Harley &
Prescott, 2002).
Berhasil tidaknya suatu pewarnaan sangat ditentukan oleh waktu
pemberian warna dan umur biakan yang diwarnai (umur biakan yang baik
adalah 24 jam). Umumnya zat warna yang digunakan adalah garam-garam
yang dibangun oleh ion-ion yang bermuatan positif dan negatif dimana
salah satu ion tersebut berwarna. Zat warna dikelompokkan menjadi dua,
yaitu zat pewarna yang bersifat asam dan basa. Jika ion yang mengandung
warna adalah ion positif maka zat warna tersebut disebut pewarna basa.
Dan bila ion yang mengandung warna adalah ion negatif maka zat warna
tersebut disebut pewarna negatif (Hadiutomo, 2007).
Beberapa jenis pewarnaan antara lain adalah pewarnaan langsung
dengan pewarnaan basa, pewarnaan tidak langsung atau pewarnaan negatif
dengan pewarnaan asam, pewarnaan gram, dan pewarnaan endospora.
Pewarna basa akan mewarnai dinding sel bakeri yang relatif negatif,
contohnya metiline blue dan kristal violet. Sedanglan pada pewarnaan
tidak langsung, yang terwarnai adalah lingkungan sekitar sel, tetapi tidak
mewarnai sel karena daya mewarnai pada zat ini berada pada ion negatif
dan tidak bereaksi dengan ion negatif lainnya dari sel bakteri (Ramona
dkk., 2007).

4
Zat warna dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan sifat
muatannya, yaitu pewarna asam (acidic dyes) dan pewarna basa (basic
dyes). Pewarna basa terdiri dari methylen blue, basic fuchsin, crystal
violet, safranin yang memiliki muatan positif. Permukaan sel bakteri
umumnya bermuatan negatif, sehingga pewarna basa sering digunakan
dalam pengecatan struktur bakteri. Pewarna asam yakni eosin, rose
bengal, acid fuchsin yang memiliki muatan negatif (Prescott dkk., 2002).
Pewarna asam tidak dapat berikatan dengan kebanyakan bakteri karena
muatan negatif pada zat warna akan ditolak dengan muatan negatif pada
permukaan sel bakteri, sehingga pewarna asam mewarnai latar
belakangnya (background) saja (Tortora dkk., 2010).
Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan bersifat basa dan asam.
Pada zat warna basa bagian yang berperan dalam memberikan warna
disebut disebut kromofor dan memiliki muatan positif. Sebaliknya, pada
zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna mempunyai
muatan negatif zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan
negatif banyak ditemukan di dinding sel, membran sel dan sitoplasma,
sewaktu proses pewarnaan muatan positif pada zat warna basa akan
berkaitan dengan muatan negatif dalam sel, sehingga mikroorganisme
lebih jelas terlihat (Dwidjoseputro.1998).
Zat warna asam yang bermuatan negatif lazimnya tidak digunakan
untuk mewarnai mikroorganisme, namun biasanya dimanfaatkan untuk
mewarnai latar belakang sediaan pewarnaan. Zat warna asam yang
bermuatan negatif ini tidak dapat berkaitan dengan muatan negatif yang
terdapat pada struktur sel. Kadangkala zat warna negatif digunakan untuk
mewarnai bagian sel yang bermuatan positif, perlu diperhatikan bahwa
muatan dan daya ikat zat warna terhadap struktur sel dapat berubah
bergantung pada pH sekitarnya sewaktu proses pewarnaan
(Dwidjoseputro.1998).
Prosedur pewarnaan yang menghasilkan pewarnaan mikroorganisme
disebut pewarnaan positif dalam prosedur pewarnaan ini dapat digunakan

5
zat warna basa yang yang bermuatan positif maupun zat warna asam yang
bermuatan negatif. Sebaliknya pada pewarnaan negatif latar belakang
disekeliling mikroorganisme diwarnai untuk meningkatkan kontras dengan
mikroorganisme yang tak berwarna. Pewarnaan mencakup penyiapan
mikroorganisme dengan melakukan preparat ulas (Dwidjoseputro.1998).
Sebelum dilakukan pewarnaan dibuat ulasan bakteri di atas kaca
objek. Ulasan ini kemudian difiksasi. Jumlah bakteri yang terdapat pada
ulasan haruslah cukup banyak sehingga dapat terlihat bentuk dan
penataanya sewaktu diamati. Kesalahan yang sering kali dibuat adalah
menggunakan suspensi bakteri yang terlalu padat terutama bila suspensi
tersebut berasal dari bukan media padat. Sebaliknya pada suatu suspensi
bakteri bila terlalu encer, maka akan diperoleh kesulitan sewaktu mencari
bakteri pada preparatnya (Sutedjo,.1991).

6
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum “Acara 8: Pewarnaan Sel


Bakteri” adalah crystal violet, mordant (lugol’s iodine), ethanol 96%
(aseton), safranin (counterstain), aquadest, dan bakteri yang diamati.
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pipet, object glass,
dan preparat.

B. Prosedur Kerja

Praktikum ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:


1. Preparat ulas (smear) yang telah difiksasi dari bakteri Gram positif misal
Bacillus subtilis dan Gram negatif misal Ralstonia dibuat.
2. Crystal violet sebagai pewarna utama diteteskan pada kedua preparat,
diusahakan semua ulasan terwarnai dan tunggu selama ± 1 menit.
3. Kedua preparat dicuci dengan akuades mengalir.
4. Mordant (lugol’s iodine) diteteskan lalu tunggu ± 1 menit.
5. Kedua preparat dicuci dengan akuades mengalir.
6. Preparat diberi larutan pemucat (ethanol 96% atau aseton) setetes demi
setetes hingga ethanol yang jatuh bewarna jernih angan sampai terlalu banyak
(overdecolorize).
7. Kedua preparat dicuci dengan akuades mengalir.
8. Counterstain (safranin) diteteskan dan tunggu selama ± 45detik.
9. Kedua preparat dicuci dengan akuades mengalir.
10. Kedua preparat dikeringkan dengan cara dianginkan, kemudian siap untuk
diamati.

7
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bakteri merupakan mikroorganisme sangat sederhana yang tidak


memiliki nukleus dan sifatnya berbeda dengan organisme yang
mempunyai inti sel. Selain itu, bakteri merupakan organisme yang sangat
kecil (yang berukuran mikroskopis), akibatnya pada mikroskop tidak
tampak jelas dan sukar untuk melihat morfologinya maka dari itu
dilakukan pewarnaan bakteri yang biasa disebut pengenceran baketri. Pada
umumnya, larutan-larutan zat warna yang digunakan adalah larutan encer
yang lebih dari satu persen.
Bakteri memiliki berbagai macam bentuk, yaitu basil (tongkat),
coccus, dan spirillum. Berbagai macam tipe morfologi bakteri (coccus,
basil, spirillum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan
pewarna sederhana, yaitu mewarnai sel-sel bakteri yang hanya
menggunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah
bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya
bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang
digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin
(komponen kromoforiknya bermuatan positif).
Pewarnaan bakteri merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mempermudah pengamatan bentuk sel bakteri, memperluas ukuran jazad,
mengamati struktur dalam dan luar sel bakteri, dan melihat reaksi jazad
terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat fisik atau kimia jazad
dapat diketahui dengan bantuan mikroskop. Bakteri umumnya tidak
berwarna dan hampir tidak terlihat karena kurang kontras dengan air
dimana mereka mungkin berada. Pewarnaan sangat dibutuhkan untuk
melihat bakteri dengan sangat jelas baik untuk pengamatan intraseluler
maupun morfologi keseluruhan. Pewarnaan terhadap bakteri secara garis
besar, dibagi menjadi dua, yaitu pewarnaan pada bakteri hidup dan
pewarnaan pada bakteri mati.

9
Pewarnaan bakteri hidup dilakukan dengan menggunakan bahan
warna yang tidak toksis tetapi jarang dikerjakan karena bakteri hidup sukar
menyerap warna. Pewarnaan bakteri hidup dilakukan untuk melihat
pergerakan bakteri, serta pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan
tetes gantung (hanging drop). Sedangkan pewarnaan bakteri mati disebut
fixed state. Pewarnaan bakteri mati bertujuan untuk melihat struktur luar
bahkan struktur dalam bakteri, memperjelas ukuran bakteri dan melihat
reaksi bakteri terhadap pewarna yang diberikan sehingga dapat diketahui
sifat-sifat fisik dan kimia dari bakteri tersebut.
Pewarnaan pada bakteri tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor
yang akan mempengaruhi hasil akhir dari pewarnaan tersebut. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pewarnaan pada bakteri antara lain, terjadinya
fiksasi, peluntur zat warna, substrata, intensifikasi warna, dan zat warna
penutup (zat warna lawan).
Fiksasi perlu dilakukan sebelum pewarnaan bakteri karena berguna
merekatkan sel bakteri pada gelas objek, membunuh bakteri, melepaskan
granula (butiran) protein menjadi gugusan reaktif (NH3+) membuat sel-sel
lebih kuat, mencegah terjadinya otolisis sel, mengubah avinitas, fiksasi
dapat dilakukan secara fisik atau dengan bahan kimia.
Peluntur zat warna berguna untuk menghasilkan kontras yang lebih
baik pada bayangan mikroskop. Pada umumnya, sel-sel yang mudah
diwarnai akan lebih mudah pula dilunturkan warnanya. Sedangkan sel-sel
yang sukar diwarnai akan lebih sukar dilunturkan warnanya.
Substrata merupakan zat warna asam atau basa dapat bereaksi
dengan senyawa-senyawa tertentu. Oleh karena itu, senyawa-senyawa
organik seperti protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat akan
mempengaruhi pewarnaan. Berdasarkan jenis zat warna yang diserap oleh
sel, maka dapat dibedakan tiga macam sel yaitu: sel-sel asidofil, basodill,
dan sudanofil.
Selanjutnya, terdapat intensifikasi warna. Zat warna dapat
diintensifikasikan dengan cara menambahkan mordan, yaitu zat kimia

10
yang dapat menyebabkan sel-sel bakteri dapat diwarnai lebih intensif
karena zat warna terikat lebih kuat daripada jaringan sel. Mordan dibagi
menjadi dua macam, yaitu mordan asam dan mordan basa. Mordan asam
merupakan mordan yang bereaksi dengan zat-zat warna basa. Sedangkan
mordan basa merupakan mordan yang bereaksi dengan anion zat warna
asam.
Faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yang terakhir adalah
zat warna lawan atau zat warna penutup. Zat warna penutup merupakan
suatu zat warna basa yang berbeda warnanya dengan zat warna mula-mula
yang digunakan. Kegunaan dari zat ini adalah untuk memberikan warna
pada sel-sel yang berbeda warnanya dengan zat warna mula-mula. Zat
warna penutup diberikan pada akhir pewarnaan dengan tujuan untuk
memberikan kontras pada sel-sel yang tidak menyerap zat warna utama.
Pewarnaan bakteri dibagi menjadi beberapa kategori menurut
tekniknya masing-masing. Kategori dari pewarnaan bakteri tersebut antara
lain, pewarnaan sederhana, pewarnaan negatif, pewarnaan diferensial, dan
pewarnaan khusus. Pewarnaan sederhana merupakan pewarnaan dengan
menggunakan satu macam zat warna dengan tujuan hanya untuk melihat
bentuk sel bakteri dan untuk mengetahui morfologi dan susunan selnya.
Pewarnaan sederhana dilakukan ketika kita ingin mengetahui informasi
tentang bentuk dan ukuran sel bakteri. Pewarnaan sederhana bertujuan
untuk memberikan kontras antara bakteri dan latar belakang. Gambar hasil
dari pewarnaan sederhana dapat dilihat di bawah mikroskop. Contoh
gambar dari hasil pewarnaan sederhana di bawah mikroskop dapat dilihat
pada gambar di bawah.

11
Gambar 1. Bakteri Escherichia coli
Gambar di atas merupakan bakteri Escherichia coli yang dilihat di
bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 40x. bakteri ini berwarna
ungu. Bentuk Escherichia coli tampak seperti batang (basil) pendek yang
membentuk koloni yang tersusun seperti rantai yang memanjang.
Pewarnaan sederhana biasa menggunakan pewarna tunggal. Pewarna
tunggal yang biasanya digunakan dalam pewarnaan sederhana adalah
Methylene Blue, Basic Fuchsin, dan Crystal Violet. Zat-zat warna yang
digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkolin. Semua
pewarna tersebut dapat bekerja dengan baik pada bakteri karena bersifat
basa dan alkalin (kromoforiknya bermuatan positif), sedangkan sitoplasma
bakteri bersifat basofilik (suka terhadap basa) sehingga terjadilah gaya
tarik antara komponen kromofor pada pewarna dengan sel bakteri, hal
tersebut menyebabkan bakteri dapat menyerap pewarna dengan baik.
Pewarnaan sederhana dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pewarnaan asam dan
pewarnaan basa.
a. Pewarnaan basa
Pewarnaan basa atau pewarnaan negatif merupakan metode pewarnaan
yang bertujuan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya
menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini, mikroorganisme kelihatan
transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan
morfologi dan ukuran sel. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta
cina.
b. Pewarnaan asam

12
Pewarnaan asam atau pewarnaan positif merupakan pewarnaan yang
menggunakan satu macam zat warna dengan tujuan hanya untuk melihat
bentuk sel. Zat pewarna yang dipakai dalam pewarnaan positif adalah metilen
biru dan air furksin.

Gambar 2. Pewarnaan negatif


Pewarnaan negatif merupakan pewarnaan yang menggunakan
pewarna asam seperti Negrosin, Eosin, atau Tinta India sebagai pewarna
utama. Pewarnaan negatif dilakukan pada bakteri yang sukar diwarnai oleh
pewarna sederhana, seperti spirochaeta. Pewarnaan negatif bertujuan
untuk memberi warna gelap pada latar belakang dan tidak memberi warna
pada sel bakteri. Hal tersebut dapat terjadi karena pada pewarnaan negatif,
pewarna yang digunakan adalah pewarna asam dan memiliki komponen
kromoforik yang bermuatan negatif, yang juga dimiliki oleh sitoplasma
bakteri. Sehingga pewarna tidak dapat menembus atau berpenetrasi ke
dalam sel bakteri karena negatif charge pada permukaan sel bakteri. Pada
pewarnaan negatif ini, sel bakteri terlihat transparan (tembus pandang).
Pewarnaan selanjutnya yaitu pewarnaan diferensial. Pewarnaan
diferensial merupakan pewarnaan bakteri yang menggunakan lebih dari
satu zat warna seperti pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam.
Pewarnaan diferensial dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara sel-
sel dari tiap-tiap bakteri. Pewarnaan diferensial menggunakan dua pewarna
atau lebih. Pewarnaan ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Pewarnaan gram
Pewarnaan gram atau metode gram merupakan suatu metode untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yaitu bakteri gram

13
positif dan gram negatif, yang dibedakan berdasarkan sifat kimia dan fisik
dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya,
ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan
teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan
bakteri Klebsiella pneumoniae. Tujuan dari pewarnaan adalah untuk
memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan
bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti
dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas
daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras
mikroorganisme dengan sekitarnya.
Keberhasilan metode ini sangat bergantung pada dinding sel. Oleh
karena itu, pewarnaan gram tidak dapat dilakukan pada mikroorganisme yang
tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp. Contoh bakteri yang
tergolong bakteri tahan asam, yaitu dari genus Mycobacterium dan beberapa
spesies tertentu dari genus Nocardia. Bakteri-bakteri dari kedua genus ini
diketahui memiliki sejumlah besar zat lipodial (berlemak) di dalam dinding
selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak permeabel
terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel bakteri tersebut tidak
terwarnai oleh metode pewarnaan biasa, seperti pewarnaan sederhana atau
gram.

Gambar 3. Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif


Pewarnaan ini dapat membagi bakteri menjadi gram positif dan gram
negatif berdasarkan kemampuannya untuk menahan pewarna primer (kristal
ungu) atau kehilangan warna primer dan menerima warna tandingan
(safranin). Bakteri gram positif menunjukkan warna biru atau ungu dengan

14
pewarnaan ini, sedangkan bakteri gram negatif menunjukkan warna merah.
Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah
didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Ciri-ciri dari
bakteri gram positif dan gram negatif dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Ciri-ciri bakteri gram negatif dan gram positif

Bakteri gram positif mengandung protein dan gram negatif mengandung


lemak dalam presentase lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Pemberian
alkohol (etanol) pada praktikum pewarnaan bakteri, menyebabkan
terekstraksi lipid sehingga memperbesar permeabilitas dinding sel.
Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi
berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram
positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori-pori

15
mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga
pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu, yang
merupakan warna dari Crystal violet.
Perwarnaan gram menggunakan gram A (cat Kristal violet), gram B
(Lyugol iodine), gram C (etanol : aseton = 1:1), gram D (cat safranin). Cat
gram A berwarna ungu (kristal violet). Cat gram A merupakan cat primer
yang akan memberi warna mikroorganisme target. Pada saat diberi cat ini,
semua mikroorganisme akan berwarna ungu sesuai warna cat. Komposisi cat
A, yaitu:
a. Crystal violet : 2 gram
b. Alkohol 95% : 20 ml
c. Aquadest : 80 ml
d. Amonium oksalat : 0,8 gram
Cat gram B berwarna coklat. Cat gram B merupakan cat mordan, yaitu
cat atau bahan kimia yang berfungsi memfiksasi cat primer yang diserap
mikroorganisme target. Akibat pemberian cat gram B, maka pengikatan
warna oleh bakteri akan lebih baik (lebih kuat). Komposisi cat B, yaitu:
a. Iodium : 1 gram
b. Kalium iodida : 2 gram
c. Aquadest : 300ml
Cat gram C tidak berwarna. Cat ini berfungsi untuk melunturkan cat
sebelumnya. Akibat pemberian cat C akan terjadi 2 kemungkinan.
Mikroorganisme (bakteri) akan tetap berwarna ungu, karena tahan terhadap
alkohol. Ikatan antara cat dengan bakteri tidak dilunturkan oleh alkohol.
Bakteri yang bersifat demikian disebut bakteri gram positif dan bakteri tidak
akan berwarna, karena tidak tahan terhadap alkohol. Ikatan antara cat dengan
bakteri dilunturkan oleh alkohol. Bakteri yang bersifat demikian
dikelompokkan sebagai bakteri gram negatif. Komposisi cat C, yaitu:
a. Aseton : 50 ml
b. Alkohol 95% : 50 ml

16
Cat gram D merupakan cat skunder atau kontras. Cat ini berwarna
merah berfungsi sebagai pemberi warna mikroorganisme non target. Cat
Skunder mempunyai spektrum warna yang berbeda dari cat primer. Akibat
pemberian cat gram D yaitu bakteri gram positif akan tetap berwarna ungu
karena tidak jenuh mengikuti cat gram A sehingga tidak mampu lagi
mengikat cat gram D dan bakteri gram negatif berwarna merah karena cat
sebelumnya telah dilunturkan oleh cat gram C, maka akan mampu mengikat
cat gram D. Komposisi cat gram, D yaitu:
a. Safranin O : 0,25 gram
b. Alkohol 95% : 10 ml
c. Aquadest : 90 ml
2. Pewarnaan tahan asam (acid-fast)
Pewarnaan bakteri dengan teknik pewarnaan tahan asam Ziehl Neelsen
adalah pewarnaan diferensial yang berguna untuk mengidentifikasi Bacillus
Tuberculosis, Mycobacteria lain, serta Nocardia. Beberapa spesies bakteri
pada genus Mycobacterium, Cryptosporidium, dan Nocardia tidak dapat
diwarnai dengan pewarnaan sederhana. Namun, mikroorganisme ini dapat
diwarnai dengan menggunakan Karbol Fuchsin yang dipanaskan. Panas
membuat pewarna dapat terserap oleh sel bakteri karena panas dapat
menghilangkan lapisan lilin pada dinding sel bakteri. Sekali bakteri tahan
asam menyerap karbol fuchsin, maka akan sangat sulit untuk dilunturkan
dengan asam-alkohol, oleh karena itu merka disebut bakteri tahan asam.
Bakteri tahan asam memiliki kadar lemak (mycolic acid) yang tinggi
pada dinding sel mereka. Pada pewarnaan bakteri asam menggunakan metode
Ziehl Neelsen (Hot Stain), dimana bakteri tahan asam akan berwarna merah
karena menyerap pewarna karbol fuchsin yang dipanaskan, karena pada saat
pemanasan dinding sel bakteri yang memiliki banyak lemak membuka
sehingga pewarna dapat terserap, namun tidak dapat dilunturkan dengan asam
alkohol karena pada saat suhu normal lemak pada dinding sel bakteri kembali
menutup, sehingga ketika diwarnai dengan pewarna tandingan, yaitu
Methylene Blue, warnanya tetap merah.

17
Berbeda dengan bakteri tidak tahan asam, ia akan menyerap pewarna
tandingan, yaitu methylene blue sehingga berwarna biru. Pada metode
Kinyoun-Gabbet, tidak perlu dilakukan pemanasan, maka dari itu metode
Kinyoun-Gabbet juga disebut Cold Stain. Metode Kinyoun-Gabbet tidak
perlu dilakukan dengan pemanasan karena pada pewarna Kinyoun terdapat
alkali fuchsin dengan konsentrasi yang tinggi, sehingga walau tanpa
pemanasan dapat menghilangkan lapisan lilin pada dinding sel bakteri tahan
asam.
Komposisi Kinyoun antara lain: alkali fuchsin, fenol, alkohol 95%, dan
aquades. Sebagai pewarna tandingan adalah Gabbet, yang memiliki
komposisi antara lain : methylene blue, asam sulfat 96%, alkohol murni, dan
aquadest. Sama seperti pada metode Ziehl-Neelsen, bakteri tahan asam akan
berwarna merah, sedangkan bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru.
Teknik dari pewarnaan bakteri yang terakhir adalah teknik
pewarnaan khusus atau biasa disebut pewarnaan struktural. Pewarnaan
struktural ditujukan untuk melihat bagian tertentu dari bakteri. Yang
dimaksud pewarnaan struktural, yaitu pewarnaan spora, pewarnaan kapsul,
pewarnaan granulla, dan pewarnaan flagella.
a. Pewarnaan spora
Terdapat dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu
genus Bacillus dan genus Clostridium. Struktur spora yang terbentuk di
dalam tubuh vegetatif bakteri disebut sebagai endospora adalah spora yang
terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa
endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang
mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan. Dengan
adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat
bertahan pada kondisi yang ekstrim.
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri
diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora.
Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan tersebut adalah dengan
penggunaan larutan Hijau Malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan,

18
sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan Safranin 0,5% sehingga sel
vegetatif ini berwarna merah, sedangkan spora berwarna hijau.
Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi
spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada juga
zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya
melibatkan proses pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat
warna tersebut sehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke
dalam dinding pelindung spora bakteri.
Terdapat beberapa metode pewarnaan spora bakteri, seperti metode
Schaeffer-Fulton dan metode Dorner. Pada metode Schaeffer-fulton, pewarna
yang digunakan adalah hijau malaksit dan safranin, sedangkan pada metode
Dorner, pewarna yang digunakan adalah carbol fuchsin yang dipanaskan dan
negrosin.
b. Pewarnaan kapsul
Pewarnaan kapsul tidak dapat dilakukan sebagaimana melakukan
pewarnaan sederhana, pewarnaan kapsul dilakukan dengan menggabungkan
prosedur dari pewarnaan sederhana dan pewarnaan negatif. Masalahnya
adalah ketika kita memanaskan prepat dengan suhu yang sangat tinggi kapsul
akan hancur, sedangakan apabila kita tidak melakukan pemanasan pada
preparat, bakteri akan tidak dapat menempel dengan erat dan dapat hilang
ketika kita mencuci preparat. Pewarnaan kapsul menggunakan pewarna
Crystal Violet dan sebagai pelunturnya adalah Copper Sulfate.
Crystal Violet memberikan warna ungu gelap terhadap sel bakteri dan
kapsul. Namun kapsul bersifat nonionic, sehingga pewarna utama tidak dapat
meresap dengan kuat pada kapsul bakteri. Copper sulfate bertindak sebagai
peluntur sekaligus counterstain, sehingga mengubah warna yang sebelumnya
ungu gelap menjadi biru muda atau merah muda. Maka dari itu pada
pewarnaan kapsul, kapsul akan transparan sedangakan sel bakteri dan latar
belakangnya akan berwarna biru muda atau merah muda.
c. Pewarnaan granulla

19
Terdapat beberapa metode pewarnaan granula, yaitu Loeffler, Albert,
dan Neisser. Dari ketiga metode tersebut, metode yang sering digunakan
adalah metode Neisser, sedangkan metode Albert dan Loeffler kurang
populer karena tidak diajarkan pada praktikum mikrobiologi. Namun,
pewarnaan metode Albert sering dibahas pada buku-buku terbitan WHO.
Granula metakromatik disebut jga granula volutin. Granula metakromatik
tidak hanya ditemukan pada Corynebacterium diphteriae tetapi juga di
beberapa bakteri selain bakteri tersebut, fungi, algae, dan protozoa.
Granula metakromatik mengandung polifosfat, asam ribonukleat, dan
protein. Granula metakromatik sangat mungkin mempunyai fungsi sebagai
sumber cadangan energi. Metode Neisser menggunakan pewarna neisser A,
neisser B, dan neisser C. Neisser A mengandung biru metilen, alkohol 96%,
asam pekat dan aquadest. Neisser B mengandung crystal violet, alkohol 96%,
dan aquadest. Sedangkan neisser C mengandung crysoidine dan aquadest.
Pada metode neisser, granula bakteri berwarna biru gelap atau biru hitam
(warna dari neisser A ditambah neisser B), sedangkan sitoplasma bakteri
berwarna kuning kecoklatan (warna dari neisser C).
d. Pewarnaan flagella
Flagella merupakan salah satu alat gerak bakteri, dimana ia yang
mengakibatkan bakteri dapat bergerak berputar. Penyusun flagel adalah
subunit protein yang disebut flagelin, yang mempunyai berat molekul rendah.
Berdasarkan jumlah dan letak flagelnya, bakteri dibedakan menjadi monotrik,
lopotrik, amfitrik, peritrik dan atrik. Prinsip pewarnaan flagella adalah
membuat organel tersebut dapat dilihat dengan cara melapisinya dengan
mordant dalam jumlah yang cukup. Dua metode pewarnaan flagella, yaitu
metode Gray dan metode Leifson.
Metode Gray digunakan untuk mendapat hasil yang lebih baik dan
mengena walaupun dalam metode ini tidak dilakukan pencelupan yang
khusus. Pada pewarnaan flagella larutan crystal violet bertindak sebagai
pewarna utama, sedangkan asam tannic dan alumunium kalium sulfat

20
bertindak sebagai mordant. Crystal violet akan membentuk endapan disekitar
flagel, sehingga meningkatkan ukuran nyata flagel.

21
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum “Acara 8: Pewarnaan Sel Bakteri” ini,


yaitu:
1. Pewarnaan bakteri merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempermudah
pengamatan bentuk sel bakteri, memperluas ukuran jazad, mengamati struktur
dalam dan luar sel bakteri, dan melihat reaksi jazad terhadap pewarna yang
diberikan sehingga sifat fisik atau kimia jazad dapat diketahui dengan
bantuan mikroskop.
2. Pewarnaan bakteri dibagi menjadi beberapa kategori menurut tekniknya
masing-masing antara lain, pewarnaan sederhana (pewarnaan asam dan
pewarnaan basa), pewarnaan negatif, pewarnaan diferensial (pewarnaan gram
dan pewarnaan tahan asam), dan pewarnaan khusus (pewarnaan spora,
kapsul, granulla, dan flagella).

B. Saran

Praktikum ini dapat berjalan lebih baik apabila praktikan dapat


menggunakan bahan-bahan asli pada saat melakukan praktikum agar
praktikan dapat memahami hasil dari pewarnaan bakteri secara nyata dan
akurat.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bulele, T., Rares, F. E., & Porotu'o, J. (2019). Identifikasi Bakteri dengan
Pewarnaan Gram pada Penderita Infeksi Mata Luar di Rumah Sakit Mata
Kota Manado. eBiomedik, 7(1).
Firdaus, M. F. (2019). Identifikasi Bakteri Berdasarkan Pewarnaan Gram
Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah di Kawasan Peternakan Bogor.
Fitri, L., & Yasmin, Y. (2011). Isolasi dan pengamatan morfologi koloni bakteri
kitinolitik. Jurnal Biologi Edukasi, 3(2), 20-25.
Hanif, R. (2017). Identifikasi Kepadatan Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
pada Media Bio-ball dengan Filter Mekanis yang Berbeda dalam Budidaya
Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) dengan Menggunakan Sistem
Resir (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).
Jayanti, Mirna W., Bernadetta O., Moch Y., 2010, Karakterisasi Bakteri Toleran
Uranium Dalam Limbah Uranium Fase Organik TBP-Kerosin, Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX, Pusat Teknologi
Limbah Radioaktif-BATAN, Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Koleangan, P. J., Porotu'o, J., & Tompodung, L. (2018). Identifikasi Bakteri
dengan Menggunakan Metode Pewarnaan Gram pada Sputum Pasien Batuk
Berdahak di Puskesmas Bahu Manado Periode Agustus-Desember
2018. eBiomedik, 6(2).
Oktaviyani, H. Identifikasi bakteri pada saliva pasien diabetes mellitus
berdasarkan pewarnaan gram pada Puskesmas Ciputat Tangerang
Selatan (Bachelor's thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 2016).
Yunus, R., Mongan, R., & Rosnani, R. (2017). Cemaran Bakteri Gram Negatif
pada Jajanan Siomay di Kota Kendari. Medical Laboratory Technology
Journal, 3(1), 11-16.

23
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi praktikum

Penetesan lugol’s iodine Penetesan Crystal violet

Penetesan safranin Sterilisasi menggunakan


alkohol 70%

Pengeringan menggunakan tisu Peletakkan bakteri pada preparat

24
Lampiran 2. Link video praktikum di platform Youtube
https://youtu.be/LhUdJCRtE3s

25
BIODATA

Penulis dilahirkan di Madiun


pada tanggal 1 Januari 2001 sebagai
anak ke-1 dari 0 bersaudara dari
pasangan Bapak Bogi Setyawan dan
Ibu Prameswari Adhitiya Nurinta
Kusuma Widyani. Saat ini penulis
bertempat tinggal di Perumahan Griya
Bantar Indah Blok F8 dengan nomor
telepon 081329978327 dan e-mail
neskykashafaa@gmail.com. Penulis
memulai pendidikan tingkat dasar di SD Negeri Kertajaya Surabaya pada
tahun 2007, kemudian melanjutkan ke jenjang tingkat menengah pertama
di SMP Negeri 1 Surakarta lulus tahun 2016. Jenjang pendidikan
menengah lulus tahun 2019 di SMA Negeri 4 Purwokerto sebelum
melanjutkan ke Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman, melalui program SPMB di tahun yang
sama. Selama menempuh studi, penulis aktif menjadi pengurus UKT dan
anggota Bezper.

26

Anda mungkin juga menyukai